Você está na página 1de 2

Hubungan Apoptosis dengan Sudden Death

The balance between cell survival and death is under tight genetic control. A multiplicity of
extracellular signals and intracellular mediators is involved in maintaining this balance. When the cell
is exposed to physical, biochemical or biological injury, or deprived of necessary substances, it
activates a series of stress-response genes. With minimal insults, the cell may recover. With greater
insults, single cell death, or apoptosis, results; the cell dies and is recycled to its neighbours. If the
insult overwhelms a large number of cells then necrosis ensues, with an accompanying inflammatory
response. Dysregulation of the controlling mechanisms of this system results in disease. Deficient
apoptosis is associated with cancer, auto-immunity and viral infections. Excessive apoptosis is
associated with ischaemic heart disease, stroke, neurodegenerative disease, sepsis and multiple
organ
dysfunction syndrome. There are myriad therapeutic options unfolding as understanding is gained of
apoptosis and its control.
Keseimbangan antara pertahanan dan kematian sel diatur secara ketat oleh kontrol
genetik. sinyal mediator ekstraseluler dan intra seluler terlibat dalam mempertahankan
keseimbangan ini. Ketika sel terpapar dengan stres fisik, biokimia, dan biologi, atau
terhadap defisiensi dari beberapa substansi pokok terhadap keberlangsungan kehidupan
sel. kondisi ini akan mengaktivasi stress-response genes. Dalam pengaruh yang minimal, sel
tersebut akan pulih dari tekanan, namun pada kondisi yang berat dan luas, sel akan mati
atau apoptosis, hasilnya sel akan mati dan dihancurkan.
Disregulasi pada mekanisme kontrol ini akan menyebabkan munculnya beberapa
penyakit. Defisiensi apoptosis dikaitkan dengan munculnya kanker, penyakit autoimun, dan
infeksi virus. Sedangkan, Apoptosis yang berlebihan dikaitkan dengan munculan penyakit
jantung iskemik, stroke, penyakit neurodegeneratif, sepsis, dan sindrom gagal organ
multipel yang berkaitan dengan munculnya kematian mendadak atau sudden death.

Sumber : Apoptosis: mechanisms and clinical implications
P. C. A. Kam1 and N. I. Ferch2
1 Clinical Associate Professor and Senior Staff Anaesthetist, Department of Anaesthesia and Pain Management,
University of Sydney, Royal North Shore Hospital, St Leonards, NSW 2065, Australia
2 Anaesthetic Registrar, Department of Anaesthetics, University of Sydney, Royal Prince Alfred Hospital,
Camperdown,
NSW 2050, Australia.. (2004)




HUBUNGAN APOPTOSIS DENGAN CANCER
Kegagalan inisiasi apoptosis yang mengikuti kerusakan DNA dapat menyebabkan
karsinoma. Peningkatan kadar c-myc ditemukan pada banyak jenis tumor. Pada Limfoma
Folikuler, translokasi dari kromosom 14 dan 18 menyebabkan peningkatan ekspresi onkogen
Bcl-2. Bcl-2 juga mengalami peningkatan pada kanker lain, seperti leukemia,
adenokarsinoma, kanker ginjal dan paru, neuroblastoma, dan melanoma.
Pada penderita karsinoma, terjadi penurunan kerja dari gen supressor tumor p53. P53
merupakan gen yang dapat menekan ekspresi dari Bcl-2. Apabila p53 tertekan, akibatnya
ekspresi onkogen Bcl-2 meningkat, sehingga terjadi gangguan inisiasi apoptosis.
Mutasi penurunan p-53 peningkatan Bcl-2 gangguan inisiasi apoptosis
(penurunan apoptosis)
HUBUNGAN APOPTOSIS DENGAN SISTEM RENAL
Bcl-2 menurun apoptosis meningkat ginjal polikistik
Bcl-2 meningkat apoptosis menurun semua jenis tumor ginjal
HUBUNGAN APOPTOSIS DENGAN GASTROINTESTINAL
Kelainan gastrointestinal dapat menyebabkan peningkatan atau gangguan pada
pengaturan apoptosis. Shigella disentri dapat menyebabkan peningkatan apoptosis dari
makrofag yang terdapat pada lamina propria usus melalui pelepasan IL-1.
Penurunan apoptosis yang progresif merupakan patogenesis pada keganasan
gastrointestinal, terutama kanker kolorektal. Peningkatan dari p53 pada penderita yang
mengalami kanker kolorektal menyebabkan penekanan pada pertumbuhan sel dan
menginduksi apoptosis. Namun, ekspresi p53 berhubungan dengan prognosis yang jelek pada
kanker kolorektal dan kanker gaster, hal ini berkemungkinan disebabkan oleh mutasi atau
tidak berfungsinya p53, yang menyebabkan kegagalan pada proses apoptosis, sehingga agar
terjadi apoptosis butuh ekspresi yang berlebihan dari p53.
Pada sel hepar, apoptosis meningkat pada infeksi virus, seperti pada hepatitis kronik.
Pada hepatitis, terjadi abnormalitas dari aktifasi sel T sitotoksik. Apoptosis juga meningkat
pada transplantasi hati

Você também pode gostar