Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1) Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah palatum
mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.4
2) Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adala palatum mole, batas
bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal.4
Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau
radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut.4
Tonsil
Tonsil adalah masa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kapsul didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil
palatine dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer.4
3) Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esophagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal.4
Ruang Faringal
1. Ruang Retrofaring (Retropharyngeal Space)
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa
faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Abses retrofarin sering ditemukan pada
bayi atau anak.4
2. Ruang Parafaring (Fosa Faringo-maksila)
Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasar tengkorak dekat foramen jugularis dna
puncaknya pada kornu mayus os hyoid.4
3. LARING
Gambar 3.
Anatomi Laring.2
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napsa bagian atas. Bentuknya menyerupai
limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Bangunan
kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid, dan beberapa buah tulang rawan.
Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah,
mandibula, dan tengkorak tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan
menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk
membuka mulut dan membantu menggerakan lidah.5
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid. Kartilago
krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea.
Kartilago krikoid dihbungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk
kartilago krikoid berupa lingkaran.5
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid (suprahioid), m. digastrikus, m.
geniohioid. Otot intrinsik laring ialah m. krikoaritenoid lateral, m. tiroepiglotika.5
HIDUNG
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi
oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner
epithelium) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.1
Mukosa olfaktorius dan konka superior, yaitu salah satu sekat bertulang dalam ronngga
hidung. Epitel olfaktorius dikhususkan untuk menerima rangsang baud an karenanya,
berbeda dengan epitel respiratorius; epitel ini adalah bertingkat semu silindris tinggi tanpa sel
goblet. Epitel olfaktorius terdapat di rongga hidung, pada kedua sisi septum, dan di dalam
konka nasal superior.6
Dibawah lamina propria terdapat kelenjar olfaktoris tubuloasinar (kelenjar Bowman).
Kelenjar ini menghasilkan secret serosa, berbeda dengan sekret campur mukosa dan serosa
yang dihasilkan kelenjar di bagian lain rongga hidung.6
II.
FARING
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis
yang mengandung sel goblet. Orofaring, dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran
cerna , epitelnya gepeng berlapis tidak bersilia.4 Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak
sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial.4
III.
LARING
Pita suara superior, atau pita suara palsu laring dibentuk oleh mukosa dan diteruskan sebagai
permukaan posterior epiglottis. Epitel pelapisnya adalah epitel bertingkat semu silindris
bersilia dengan sel goblet.6 Dibawah epitel, yaitu di dalam lamina propria, terdapat kelenjar
campur yang terutama terdiri dari mukosa. Duktus ekskretorius yang bermuara di permukaan
epitel, terlihat antara asini kelenjar. Limfonoduli terlettak di dalam lamina propria pada sisi
ventricular pita suara.6
Ventrikel adalah lekukan atau ceruk dalam memisahkan pita suara palsu dengan pita suara
sejati. Mukosa pada dinding lateral ventrikel serupa dengan mukosa pada pita suara palsu.6
Mukosa pita suara sejati terdiri atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan lamina
proopria padat dan tipis tanpa kelenjar, jaringan limfoid, maupun pembuluh darah. Pada
apeks pita suara sejati terdapat ligamentum vocal yang terdiri atas serabut elastin padat
menyebar ke dalam lamina propria dan otot rangka vocal didekatnya.6 Otot rangka
tiroaritenoid dan tulang rawan tiroid membentuk sisa dindingnya.
Epitel laring bagian bawah berubah menjadi epitel bertingkat semu silindris bersilia, dan
lamina propria dibawahnya mengandung kelenjar campur. Tulang rawan krikoid adalah
tulang rawan paling bawah laring.6
Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan Atas
A. HIDUNG
Fungsi Respirasi
Udara masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik ke
atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kearah nasofaring. Fungsi
pengatur suh dimungkinkan oleh banyak pembuluh darah di bawah epitel dan adanya
permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang
terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh: rambut pada vestibulum nasi,
silia, palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikelpartikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.1
Fungsi Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum.1
Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau (rinolalia).1
Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks
bersin dan napas berhenti.1
B. FARING
Fungsi Menelan
Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disengaja. Fase
faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring. Gerakan disini
tidak disengaja. Fase esofagal, bolus makanan bergerak secara peristaltik di
esophagus menuju lambung.4
Fungsi Faring dalam Proses Bicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring.4
C. LARING
Fungsi Proteksi
Mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup
aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.5
Fungsi Respirasi
Mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m. krikoaritenoid posterior berkontraksi
akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga
rima glotis terbuka (abduksi).5
Fungsi Fonasi
Membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada
diatur oleh ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.
krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi
kartilago aritenoid.5
Referensi:
1. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo, Retno S. Wardani. Sumbatan Hidung.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p. 96-100.
2. Boediman, Muljono Wirjodiardjo. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respiratorik. Buku Ajar
Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008
3. Edward R. Carter, Susan G. Marshall. In: Darmawan Bs, Rifan Fauzle, editor. Sistem
Respiratori. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. 6th edition. Singapura: Elsevier; 2011
4. Rusmarjono, Bambang Hermani. Nyeri Tenggorok. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p.
190-194.
5. Bambang Hermani, Syahrial M Hutauruk. Disfonia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th edition. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p.
209-214.
6. Victor P. Eroschenko, Ph.D. Sistem Pernapasan. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi
Fungsional. 9th edition. Jakarta: EGC; 2003