Você está na página 1de 8

I.

PENDAHULUAN
Thalassemia pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925) yang ditemukan pada orang
Amerika keturunan Italia. Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah
mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa. Di Indonesia thalassemia merupakan
penyakit terbanyak antara golongan hemolitik dalam penyebab intrakorpuskuler.1
Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang paling sering
dan akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah penyakit infeksi
dan gangguan gizi teratasi di Indonesia. Menyambut paradigma Indonesia Sehat
2010 yang baru dicanangkan, kualitas sumber daya manusia tentu saja merupakan
faktor yang utama dan keberadaan thalassemia tentu saja akan menurunkan
kualitas kesehatan masyarakat.2
Thalassemia merupakan salah satu kelainan genetik terbanyak di dunia dengan
1.67% penduduk dunia sebagai pasiennya. Sekitar 7% penduduk dunia diduga
carrier thalassemia, dan sekitar 300.000 - 400.000 bayi lahir dengan kelainan ini
setiap tahunnya. Frekuensi gen thalassemia tertinggi di negara-negara tropis,
namun dengan tingginya angka migrasi, penyakit ini telah tersebar ke seluruh
dunia. Di Indonesia, thalassemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan
anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Data rekam medis rawat jalan
pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan bahwa sejak tahun 1993 hingga Juli 2007
terdapat 1.267 pasien thalassemia dengan penambahan 70-80 pasien baru setiap
tahunnya.2

II. DEFINISI
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari
orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut Hukum Mendel.1
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokrom herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total
atau parsial gen rantai globin dan subsitusi, delesi atau insersi nukleotida.3
Sindrom thalassemia mencerminkan sekelompok gangguan diwariskan yang
disebabkan oleh kelainan sintesis rantai polipeptida alfa atau beta hemoglobin
manusia.4
Thalassemia adalah kelainan genetika sintesa hemoglobin, dimana terjadi
pengurangan produksi dari salah satu atau lebih rantai globin pada hemoglobin.2
III. EPIDEMIOLOGI
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan kelainan
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah
perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, Sub benua India
dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani
dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia . Di beberapa

daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen
thalassemia. Daerah geografi dimana thalassemia merupakan prevalen yang sangat
paralel dengan daerah dimana Plasmodium Falciparum dulunya merupakan
endemik. Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan pada pembawa gen
thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong
ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.3
IV. KLASIFIKASI
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas:1
1. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai )
2. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai )
3. Thalassemia - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gennya
diduga berdekatan)
4. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai )
Secara klinis thalassemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:1
1. Thalassemia mayor (bentuk homozigot)
2. Thalassemia minor
Biasanya tidak memberikan gejala klinis
Klasifikasi Genetik Thalassemia:5
1. Alpha Thalassemia
a. Delesi pada 1 gen
b. Delesi pada 2 gen
c. Delesi pada 3 gen
d. Delesi pada 4 gen
2. Beta Thalassemia
a. Satu gen Beta thalassemia
b. Dua gen Beta thalassemia
Klasifikasi Klinis Thalassemia:2
1. Alpha thalassemia
a. Silent carrier
b. Alpha thalassemia ringan
c. Hemoglobin H
d. Hidrops Fetalis
2. Beta thalassemia
a. Thalassemia minor (trait thalassemia)
b. Thalassemia intermedia
c. Thalassemia mayor
V. ETIOLOGI
Talasemia diakibatkan adanya variasi atau hilangnya gen ditubuh yang membuat

hemoglobin. Hemoglobin adalah protein sel darah merah (SDM) yang membawa
oksigen. Orang dengan talasemia memiliki hemoglobin yang kurang dan SDM yang
lebih sedikit dari orang normal.yang akan menghasilkan suatu keadaan anemia
ringan sampai berat.6
Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai variasi dari
talasemia. Talasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan dari orang tua
kepada anaknya. Penderita dengan keadaan talasemia sedang sampai berat
menerima variasi gen ini dari kedua orang tuannya. Seseorang yang mewarisi gen
talasemia dari salah satu orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain adalah
seorang pembawa (carriers). Seorang pembawa sering tidak punya tanda keluhan
selain dari anemia ringan, tetapi mereka dapat menurunkan varian gen ini kepada
anak-anak mereka.2
VI. PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit . 2
Sedangkan sekunder ialah krena defisiensi asam folat, bertambahnya volume
palsma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. 2
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.2
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A
(merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2),
Hb F(< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada
ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-g (g-thalassemia), rantai-d
(d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (bdthalassemia).7 Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan
kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan
rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar
diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit
mudah rusak (ineffective erythropoesis).7 Beta Thalassemia Melibatkan dua gen
didalam membuat beta globin yang merupakan bagian dari hemoglobin, masingmasing satu dari setiap orangtua. Beta thalassemia terjadi ketika satu atau kedua
gen mengalmi variasi. 2 o Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi
carrier dan menderita anemia ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta
thalassemia minor, o Jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita
anemia sedang (thalassemia beta intermedia atau anemia Cooleys yang ringan)
atau anemia yang berat ( beta thalassemia utama, atau anemia Cooleys). o Anemia
Cooleys, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu survei tahun 1993
ditemukan 518 pasien anemia Cooleys di Amerika Serikat. Kebanyakan dari mereka
mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin kebanyakan dari mereka
tidak terdiagnosis . Jika dua orangn tua dengan beta thalassemia trait (carriers)
mempunyai seorang bayi, salah satu dari tiga hal dapat terjadi: 2 o Bayi bisa

menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan mempunyai
darah normal ( 25 %). o Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen
dari orangtua yang thalassemia trait ( 50 persen). o Bayi bisa menerima dua gen
thalassemia ( satu dari masing-masing orangtua) dan menderita penyakit bentuk
sedang sampai berat (25 persen). Gbr.Inheritance of hemoglobin genes from
parents with thalassemia trait Kelebihan rantai mengendap pada membran sel
eritrosit dan prekursornya. Hal ini menyebabkan pengrusakan prekurso, eritrosit
yang hebat intra medular. Kemungkinan melalui proses pembelahannya atau proses
atau proses oksidasi pada membrane sel precursor. Eritrosit yang mencapai drah
tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan dilien dan oksidasi
membrane sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan
pengelompokan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada talasemia beta
disebabkan oleh berkurangnya besi dan pemendekan eritrosit. 5 Sebagian kecil
precursor eritrosit tetap memiliki kemampuan membuat rantai gamma,
menghasilkan HbF ekstra uterine. Pada thalasemia beta sel ini sangat terseleksi dan
kelebihan rantai alpha lebih kecil karena sebagian bergabung membentuk HbF.
Sehingga HbF mengikat pada talasemia beta. Seleksi seluler ini erjadi selama masa
fetus, yang kaya HbF. Beberapa factor genetic mempengaruhi respon pembentukan
HbF ini. Kombinasi factor-factor ini mengakibatkan peningkatan HbF pada
thalasemia beta. Produksi rantai teta tidak terpengaruh pada thalasemia beta,
sehingga HbA2 meningkat pada heterozygot.5 Kombinasi anemia pada thalasemia
beta dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi, menyebabkan
hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan
peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan tulang, peningkatan
absorbsi besi, metabolisme rate yang tinggi dan gambaran klinis thalasemia beta
mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran
limpa. Juga diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leokosit dan trombosit didalam
limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.5 Alpha Thalassemia
Empat gen dilibatkan di dalam membuat globin alfa yang merupakan bagian dari
hemoglobin, Dua dari masing-masing orangtua.Thalassemia alfa terjadi dimana satu
atau lebih varian gen ini hilang.2 Dengan adanya HbH dan Barts, patologi seluler
thalasemia alpha berbeda dengan thalasemia beta. Pembentukan tetramer ini
mengakibatkan eritropoetis yang kurang efektif. Tetramer HbH cenderung
mengendap seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses
hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena
Hbh dan barts adalah homotetramet, yang tidak mengalami perubahan allosterik
yang diperlukan untuk transfer oksigen. Seperti mioglobin, mereka tidak bias
melepas tekanan fisiologis. Sehingga tingginya kadar HbH dan Barts sebanding
dengan beratnya hipoksia.5 Patofisiologi thalasemia alpha sebanding dengan
jumlah gen yang terkena . pada homozygote tidak ada rantai alpha yang diproduksi.
Pasiennya memiliki Hb barts yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb
nya cukup, karena hampir semua merupan hb Barts, fetus tersebut sangat
hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intra uteri.5
VII. MANIFESTASI KLINIS Alpha Thalassemia Alpha Thalassemia secara klinis dibagi

atas empat manifestasi yang berhubungan dengan jumlah gen yang mengalami
defek.1,3,5 1. Silent carrier, adalah Thalassemia dengan delesi pada satu gen alpha.
Gambaran hematologi normal dan kadang-kadang hanya mikrositosis ringan. 2.
Alpha Thalassemia ringan. Penderita kehilangan dua gen alpha. Gambaran klinis :
biasanya asimtomatik eritrosit mikrositik ringan anemia ringan pada bayi baru lahir
yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts dapatditemukan pada elektroforesis Hb.
Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak lagi terlihat, dan kadar Hb A2 dan Hb F
sacara khas normal. 3. Hemoglobin H. Penderita kehilangan tiga gen alpha.
Gambaran klinis : anemia eritrosit mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis,
retikulositosis splenomegali 4. Hydrops fetalis. Penderita kehilangan empat gen
alpha. Gambaran klinis berupa anemia berat dan komplikasi sebelum lahir (in
utero). Gambaran darah tepi memperlihatkan hipokrom dengan tanda-tanda
anisositosis, poikilositosis, banyak normoblas dan retikulositosis. Thalassemia beta
Bentuk ini lebih heterogen lagi dibandingkan dengan thalasemia alpa tetapi, untuk
kepentingan klinis umumnya dibedakan antara beta0 thalasemia dan beta +
thalasemia. Pada beta 0 thalasemia tidak dibentuk rantai globin sama sekali,
sedangkan pada beta + thalasemia terdapat pengurangan 10 50 5 dari pada
produksi rantai globin beta tersebut. Bentuk homozygot dari beta 0 thalasemia atau
campuran antara beta 0 dengan beta + thalasemia yang berat akan menimbulkan
gejala klinis yang berat yang memerlukan trnsfusi darah sejak permulaan
kehidupannya. Tetapi kadang-kadang bentuk campuran ini memberi gejala klinis
ringan dan disebut thalasemia intermedit. 1 Bentuk homozygot beta0 / beta +
thalasemia memberikan bentuk klinis thalasemia mayor dengan gejala klinis yang
khas seperti anemia berat, gangguan pertumbuhan, anoreksia, wajah thalasemia,
hepar dan limpa membesar. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat kelainan
tulang, fraktur, dan warna kulit yang kelabu akibat penimbunan besi. Anak dengan
kelainan ini biasanya meninggal pada umur muda sebelum dewasa akibat gagal
jantung dan infeksi. Dalam hapusan darah tepi tampak hipokromia anisositosis,
poikilositosis, dan banyak sel normoblast. Retikulosis juga tampak meninggi. Sumsum tulang menunjukan hiperaktif sistem eritropoetik. 1 Individu dengan thalasemia
minor atau trait sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan
mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang
panjang. Lebih dari 90 % individu dengan trait thalasemia beta mempunyai
peningkatan diagnosis Hb A2 yang berarti ( 3,4 7 % ). Kira-kira 50 % dari individu
ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF sekitar 2 6 %.3 Anemia berat tipe
mikrositik dengan limpa dan hepar yang membesar. Pada anak yang besar biasanya
disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya memperlihatkan fasies mongoloid.
Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan
didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis, sel target (fragmentosit
dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat
serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dapat mencapai nol.1 Hemoglobin
penderita mengandung kadar Hb F yang tinggi biasanya lebih dari 30%. Kadangkadang ditemukan pula hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% penderita
Thalassemia juga mempunyai Hb E. Penderita penyakit Thalassemia Hb E maupun

Thalassemia Hb S umumnya secara klinis lebih ringan dari pada Thalassemia


mayor1. Umumnya mereka baru datang ke dokter pada umur 4-6 tahun, sedangkan
Thalassemia mayor gejalanya sudah tampak pada umur 3 bulan. Penderita
Thalassemia Hb E biasanya dapat hidup hingga dewasa.1 Gambaran radiologis
tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar.
Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kadang
terlihat brush apperrance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga
sinus paranasalis.
Thalassemia 0 homozigot biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik
kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan
pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal
jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi harapan hidup tak lebih dari
beberapa tahun. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang
menerima transfusi darah pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoietik di sumsum tulang maupun diluar sumsum tulang. Tulang-tulang
menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang
di muka dan tengkorak menghasilkan wajah yang khas. Pucat, hemosiderosis dan
ikterus bersama-sama memberi kesan coklat-kuning. Limpa dan hati membesar
karena hematopoiesis ekstramedular dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih
tua limpa mungkin demikian besarnya hingga menyebabkan ketidaknyamanan
mekanis dan hipersplenisme sekunder. Pertumbuhan terganggu pada anak yang
lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.
Diabetes melitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin juga terjadi.
Komplikasi jantung, termasuk aritmia yang membandel dan gagal jantung kongesti
kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium, sering merupakan kejadian
terminal. Dengan regimen modern dalam penanganan komprehensif untuk
penderita ini, banyak dari komplikasi ini dapat dicegah dan yang lainnya diperbaiki
dan ditunda awitannya.3
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita Thalassemia 0 homozigot yang
ditransfusi darah adalah ekstrim. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat,
banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (bizarre) dan sel target.
Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah
splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi dari kelebihan
rantai alpha, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi
kurang dari 5 g/dL kecuali jika transfusi diberikan. Kadar biliribin serum tidak
terkonjugasi meningkat. Kadar serum besi tinggi, dengan saturasi kapasitas
pengikat-besi. Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar Hb F yang
sangat tinggi dalam eritrosit. Senyawa dipirol menyebabkan urin berwarna coklat
gelap, terutama pasca splenektomi.
VIII. DIAGNOSA
Dasar diagnosis:2
Thalassemia minor : biasanya tanpa gejala klinis
Thalassemia mayor :

- Pucat
- Gangguan pertumbuhan
- Facies-Cool ey pada anak lebih besar

- Riwayat keluarga positif


- Hepatosplenomegali
- Anemia berat
Pemeriksaan penunjang :
- Darah tepi : anemia, retikulosit meninggi, gambaran darah tepi anisositosis,
poikilositosis, hipokrom, sel target, normoblast.
- Fungsi sumsum tulang hiperaktif eritropoeisis
- Hb elektroforesis
- Pemeriksaan radiologik tulang
- Kadar besi serum (SI) meninggi dan TIBC menjadi rendah.8

IX. DIAGNOSA BANDING9


1. Anemia Defisiensi Besi
2. Anemia akibat penyakit kronik
3. Anemia sideroblastik
Anemia defisiensi besi Anemia akibat penyakit kronik Trait Talasemia Anemia
ssideroblastik
Derajat anemia Ringan sampai berat Ringan Ringan Ringan
MCV Menurun Menurun / N menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Besi serum Menurun < 30 Menurun < 50 Normal / Normal / T I B C Meningkat
>360 Menurun < 300 Normal / Normal / Saturasi transferin Menurun <15%
Menurun / N 10-20 % Meningkat gt;20% Meningkat >20%
Besi sum-sum tulang Negatif Positif Positif kuat Positif dengan ring sideroblast
Protoporfirin eritrosit Meningkat Meningkat Normal Normal
Feritin Serum Menurun < 20g/l Normal 20-200g/l Meningkat > 50 g/l
Meningkat > 50 g/l
Elektrofoesis Hb Normal Normal Hb A2 meningkat Normal

X. PENATALAKSANAAN
I. Medikamentosa10
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar
10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari
berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan

efek kelasi besi.


Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur
sel darah merah.
II. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
III. Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan
tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3
ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
XI. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah
yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hematokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan. Kadang-kadang Thalassemia disertai dengan tanda hipersplenisme seperti
leukopenia dan trombositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.1
XII. PEMANTAUAN11
I. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid) dan fraktur patologis.

Você também pode gostar