Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LIMBAH INDUSTRI
SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2014/2015
MODUL
: Digester Anaerobik
DOSEN PEMBIMBING
Praktikum
: 30 September 2014
Penyerahan Laporan : 7 Oktober 2014
Oleh :
Kelompok
: VII (Tujuh)
Nama
: 1. Nelsa Rahmita
(121411053)
2. Nur Aida A
(121411054)
: 3B
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan metode pengolahan
untuk air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi ( 2000 mg/L). Dengan
tingginya kandungan organik biasanya pengolahan secara aerobik tidak dapat
berlangsung dengan efisisen karena waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi bahanbahan organik terlalu lama dan ukuran reaktor yang dibutuhkan terlalu besar. Pengolahan
anaerobik juga ditujukan untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Pengolahan anaerobik membutuhkan bakteri anaerobik yang
pertumbuhannya sangat lambat dan penjagaan kondisi kedap oksigen bebas yang cukup
ketat. Dengan demikian tahap persiapan penumbuhan bakteri anaerobik (tahap start-up)
merupakan salah satu kendala dalam implementasi pengolahan air limbah secara
anaerobik. Penjagaan kondisi kedap oksigen bebas membutuhkan penanganan khusus dan
biaya yang tidak murah. Maka dalam aplikasi di industri pengolahan anaerobik biasanya
dikombinasikan dengan pengolahan aerobik.
1.2 Tujuan
1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD)
2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme dalam reaktor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri adalah dengan proses
pengolahan biologis anaerob. Perbedaan utama dari pengolahan secara aerob dan anaerob
terletak pada kondisi lingkungannya. Pada pengolahan secara aerob, kehadiran oksigen
mutlak diperlukan untuk metabolisme bakteri, sementara pada kondisi anaerob
sebaliknya.
Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut
(Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :
Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima
elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen
dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.
Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit
dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah.
Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam
hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah
menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon
organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton
COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).
Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan
mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat
dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit
energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam
penguraian lumpur limbah.
Energi untuk penguraian limbah kecil.
Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan
organik yang tinggi.
Memungkinkan untuk diterapkan pada proses penguraian limbah dalam jumlah
besar.
Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti
chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan
senyawa alami recalcitrant seperti lignin.
Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik:
Parameter yang diukur dalam pengolahan limbah ini adalah kandungan organik (COD)
dalam umpan dan efluen. Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspenden Solid ( MLVSS ),
total gas metana (CH4) yang dihasilkan, dan efisiensi pengolahan. Selain itu dilakukan juga
pemberian nutrisi ke dalam umpan bagi mikroorganisme agar tetap aktif.
Kandungan organik (COD) merupakan jumlah O2 yang diperlukan untuk mengurai
seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada,
sengaja diurai secara kimiawi dengan menggunakan oksidator kuat, kalium bikromat pada
kondisi asam dan panas dengan katalisator pereaksi sulfat. Metode pengukuran COD
menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan dan titrasi.
Pada prinsipnya penggunaan COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium
bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel yang telah ditambahkan asam pekat dan
katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan
kalium bikromat ditera dengan cara titrasi.
Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) secara umum didefinisikan sebagai
suspensi mikrobiologi dalam tangki aerasi suatu pengolahan air limbah biologis lumpur aktif.
Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi atau pendegradasi air
limbah maka ditentukan dengan mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah
menguap.
Penguraian satu tahap
Penguraian anaerobik membutuhkan tangki fermentasi yang besar, memiliki
pencampur mekanik yang besar, pemanasan, pengumpul gas, penambahan lumpur, dan
keluaran supernatan (Metcalf dan Eddy, 1991). Penguraian lumpur dan pengendapan terjadi
secara simultan dalam tangki. Stratifikasi lumpur dan membentuk lapisan berikut dari bawah
ke atas : lumpur hasil penguraian, lumpur pengurai aktif, lapisan supernatan (jernih), lapisan
buih (skum), dan ruang gas. Hal ini secara umum ditunjukkan seperti pada Gambar 1.
ini dapat menguraikan senyawa organik dalam jumlah yang lebih besar dan lebih cepat.
Secara sederhana proses penguraian anaerob dua tahap dapat ditunjukkan seperti pada
Gambar 2.
bakteri berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti
sellulase, protease, dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat
lambat dan menjadi terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin
(Polprasert, 1989; Speece, 1983).
Kelompok 2 : Bakteri Asidogenik Fermentatif
Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam amino,
dan asam lemak menjadi asam organik (seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik,
atau suksinik), alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2 dan
H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini
bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti temperatur, pH, potensial redok.
Kelompok 3 : Bakteri Asetogenik
Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter
wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et al., 1981) merubah asam lemak (seperti
asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida,
yang digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini membutuhkan
ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan
monitoring hidrogen yang ketat.
Dibawah kondisi tekanan H2 parsial yang relatif tinggi, pembentukan asetat berkurang
dan subtrat dirubah menjadi asam propionat, asam butirat, dan etanol dari pada metan. Ada
hubungan simbiotik antara bakteri asetonik dan metanogen. Metanogen membantu
menghasilkan ikatan hidrogen rendah yang dibutuhkan oleh bakteri asetogenik.
Gambar 3: Kelompok Bakteri Metabolik yang terlibat dalam penguraian limbah dalam sistem
anaerobik.
Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri
asetogenik dengan reaksi seperti berikut:
CH3CH2OH + CO2 ---> CH3COOH + 2H2
Etanol
Asam Asetat
Asam asetat
Asam Asetat
Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri metanogenik. Kecepatan
pertumbuhan bakteri asetogenik (m mak) mendekati 1 per jam sedangkan bakteri metanogenik
0,04 per jam (Hammer, 1986).
Kelompok 4 : Bakteri Metanogen
Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik dilingkungan alam melepas 500 800 juta ton metan ke atmosfir tiap tahun dan ini mewakili 0,5% bahan organik yang
dihasilkan oleh proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri metanogen dibagi
menjadi dua katagori, yaitu :
1. Bakteri metanogen hidrogenotropik (seperti : chemolitotrof yang menggunakan
hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida menjadi metan.
CO2 + 4H2 ---> CH4 + 2H2O
Metan
Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu memelihara tekanan
parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan untuk proses konversi asam volatil dan
alkohol menjadi asetat (speece, 1983).
2. Bakteri metanogen Asetotropik, atau biasa disebut sebagai bakteri asetoklastik atau
bakteri penghilang asetat, merubah asam asetat menjadi metan dan CO2.
CH3COOH ---> CH4 + CO2
Proses penguraian senyawa hidrokarbon, lemak dan protein secara biologis menjadi
methan di kondisi proses anaaerobik secara umum ditunjukkan seperti pada gambar 4, 5 dan
6.
BAB III
METODOLOGI
3.1
2,5 ml sampel
efluen reaktor 1
Labu
takar
25 ml
Labu
takar 25
ml
25 ml sampel
hasil
pengenceran
10x
1,5 ml pereaksi
kalium bikromat
Pengambilan
sampel 2,5
ml
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
Tabung hach
Tabung hach
Botol
aquadest
25 ml sampel
hasil
pengenceran
10x
Pengambilan
sampel 2,5
ml
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
Aquadest
hingga
tanda
batas
2,5 ml sampel
efluen reaktor 2
Pengambilan
sampel 2,5
ml
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
Tabung hach
Pengambilan
aquadest 2,5
ml
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
Tabung hach
Pengambilan
aquadest 2,5
ml
Pengambilan
sampel 2,5
ml
Tabung hach
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
Tabung hach
BAB IV
DATA PENGAMATAN
pH influen yang belum diencerkan
: 7,31
: 7,19
: 2,99
: 5,69
Efluen
Blanko
Sampel 1
1,014
0,982
1,122
Sampel 2
1,038
1,060
1,058
Rata-rata
1,026
1,021
1,090
= 1,090 mL
= 1,026 mL
c (normalitas FAS)
= 0,1 N
=8
p (pengenceran)
= 10 kali
Volume sampel
= 2,5 mL
Berat (gram)
Cawan pijar (a)
40,5139
0,8198
41,6505
38,0321
BAB V
PENGOLAHAN DATA
=391,68 mg O2/L
5.2 Menentukan kandungan MLVSS
TSS
=
=
VSS (MLVSS)
=
(
28415 mg/L
=
=
x 106
)
= 90460 mg/L
FSS
= TSS VSS
= 28415 90460
= - 62045 mg/L (LANGKAHKU TEHENTI DISINI GUYS)