Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
G1A011056
Aqmarina Rachmawati
G1A011057
Ahmad Albera P
G1A011058
Arrosy Syarifah
G1A011059
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
Identitas Penderita
Nama
:SS
Umur
: 10 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tamansari RT 45
Agama
: Islam
Suku
: Madura
Pendidikan
: SD
Tanggal masuk RS
: 5 November 2014
No. RM
: 262149
Anamnesis
Keluhan Utama
Badan lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh seluruh badan terasa lemas. Keluhan dirasakan sejak
setengah bulan yang lalu. Awalnya pasien merasa pandangan berkunangkunang, kemudian merasa pusing. Pasien tidak memiliki riwayat perdarahan
sebelumnya, tidak sedang menstruasi tidak mual, tidak muntah. Pasien
mengeluh batuk, seperti berdahak tetapi tidak dapat keluar. Pasien mengeluh
saat malam hari sering menggigil, dan merasa badannya demam. Tetapi
hilang saat siang hari. Sebelum pasien merasa badannya lemas, pasien
mengaku sering demam. BAK 3-4x sehari, warna kuning kemerahan dan
BAB 1x/ hari normal seperti biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya sering merasa badannya lemas seperti sekarang
Riwayat Pengobatan
Pasien belum minum obat apa pun
Riwayat Alergi
Disangkal
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Compos mentis
: 100/60 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Temperatur
: 37,1C
Respiration Rate
: 20 x/menit
Kulit
Kelenjar limfe
Inguinal
Otot
Tulang
Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk
: lonjong, simetris
Rambut
Mata
Konjungtiva
: anemis +/+
Sklera
: ikterik -/-
Refleks pupil
Sekret : (-)
Telinga
Hidung
Palpasi
3. Dada
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: S1S2 tunggal
Inspeksi
: cembung
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: timpani
: Anus (+)
: Akral Hangat : + / +
Oedem
Bawah
:-/-
: Akral Hangat : + / +
Oedem
:-/-
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Tambahan
Combs test
Direct
:+
Indirect
:+
A. Definisi
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh
karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti degan
ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,
penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat
dari normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari
menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila sumsum tulang
tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia (Price,
2005).
C. Klasifikasi
1. Anemia Hemolitik Bawaan
a. Kelainan pada Membran Sel Eritrosit
1) Hereditary Spherositosis
Diturunkan secara autosom dominan, paling umum di
Eropa Utara disebabkan cacat protein struktural dari membran
sel darah merah / defek membran. Sumsum tulang membuat sel
darah merah normal yang bikonkaf tetapi sel darah kehilangan
membrannya saat beredar melalui limpa dan sistem RES. Ratio
permukaan sel terhadap volume berkurang dan sel menjadi lebih
sferis sehingga kurang elastic melalui mikrosirkulasi dimana
sferosit pecah lebih dini. Didapatkan dari tes khusus yaitu:
Fragilitas
osmotik
meningkat,
autohemolitik
meningkat,
2) Hereditary Ellipstositosis
dengan
Phenomena
Immunologic
(Graft-
n) Chlorates
o) Molekuler Oxygen
2) Zat Kimia Non-Oksidan
a) Arsine
b) Copper
c) Water
d) Hubungannya dengan Dialisis dan Uremia.
e) Venoms
e. Physical Agent
1) Thermal Injury
2) Ionizing Irradiation
f. Hypophosphatemia
g. Spur-cell Anemia pada Penyakit Hati .
h. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria ( PNH )
i. Defisiensi Vit.E pada Newborn
D. Epidemiologi
Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat
berpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis
mengenai demua jenis etnis namun pada ras non kaukasian tidak diketahui.
Sferositosis herediter paling sering diturunkan secara dominan autosomal.
Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin disebabkan karena
mutasi atau anomali sitogenik (Schumacher et al., 2000).
Di Amerika, prevalensi eliptospirosis kira-kira 3-5 per 10.000.
eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika. Eliptospirosis
sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area
ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini
ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi.
Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal (Schumacher et al., 2000).
Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi
terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350
varian. Ada banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim
(Schumacher et al., 2000).
Talasemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling
sering terjadi di dunia, sangat umum terjadi di sepanjang sabuk talasemia
yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Gen talasemia
sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik
manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40%
dari populasi memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana
talasemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium
falciparum dulunya merupakan endemik (Schumacher et al., 2000).
Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi.
Pada perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi
peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang
hidup (Schumacher et al., 2000).
Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah
eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer
transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia
hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the
Newborn (HDN) (Childrens Hospital of Pittsburgh of UPMC, 2012).
anemia
hemolitik
memiliki
prinsip
dasar
berupa
terurai menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan
berikatan dengan albumin membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I),
mengalami konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct (bilirubin II),
dieksresikan ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen di
feses dan urobilinogen di urin ikterik
2. Hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit
mengalami lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma,
namun
haptoglobin
dan
hemopektin
akan
mengikatnya
dan
F. Penegakan Diagnosis
Untuk
membantu
menegakkan
diagnosis
anemia
hemolitik
a. Enzim LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan
sel eritrosit, kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml.
b. Isoenzim LDH-2 lebih dominan pada anemia hemolitik sedang
isoenzim LDH-1 akan meninggi pada anemia megaloblastik.
5. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu (Mehta,
2004):
a. Hemoglobinemia (meningkatnya kadar Hb.plasma).
b. Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah.
c. Hemoglobinuria (meningkatnya Hb.urin).
d. Hemosiderinuria (meningkatnya hemosiderin urin).
e. Methemoglobinemia.
f. Berkurangnya kadar hemopexin serum.
Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya
proses eritropoesis dalam sumsum tulang diantaranya yaitu (Handayani & Andi,
2008):
1. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya:
a. Retikulositosis ( polikromatopilik, stipling )
Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung
ribosom, pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan pengecatan
Brelian Cresiel Blue (BCB), nilai normal berkisar antara 0,82,5 % pada
pria dan 0,84,1 % pada wanita, jumlah retikulosit ini harus dikoreksi
dengan rasio hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45) sedang jumlah retikulosit
absolut dapat dihitung dengan mengkalikan jumlah retikulosit dengan
jumlah eritrosit. Perlu juga dihitung Retikulosit Production Index ( RPI )
yaitu:
b. Makrositosis
Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai
Mean Corpuscular Volume (MCV) > 96 fl.
c. Eritroblastosis
d. Leukositosis dan trombositosis
2. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia
3. Ferrokinetik :
a. Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT )
b. Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT )
4. Biokimiawi darah :
5. Golongan pasien dengan Coombs test negatip dan tidak adanya kelainan
morfologi eritrosit yang spesifik, hal ini perlu pemeriksaan tambahan
yaitu Hemoglobin elektroforese dan heat denaturation test untuk unstable
hemoglobin diseases. Bila hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diatas
menunjukan hasil normal maka diagnosis anemi hemolitik menjadi sulit,
kelainan enzym-enzym eritrosit merupakan penyakit yang sangat jarang
kali dijumpai, namun perlu dilakukan pemeriksaan enzym eritrosit
tersebut diantaranya yaitu enzim Glukose 6-phosphat dehydrogenase
dengan pemeriksaan secara enzimatik.
G. Penatalaksanaan
Orang dengan anemia hemolitik yang ringan mungkin tidak
membutuhkan pengobatan khusus selama kondisinya tidak jelek. Seseorang
dengan anemia hemolitik berat biasanya membutuhkan pengobatan
berkelanjutan. Anemia hemolitik yang berat dapat menjadi fatal jika tidak
diobati dengan tepat.
Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi:
a. Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah merah.
b. Meningkatkan jumlah sel darah merah
c. Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.
Pengobatan tergantung pada tipe, penyebab dan beratnya anemia
hemolitik. Dokter mungkin mempertimbangkan umur, kondisi kesehatan dan
riwayat kesehatan.
Transfusi darah
Transfusi diberikan untuk mencegah komplikasi dari anemia berat
yang dapat menyebabkan gagal jantung. Pemberian oksigen saja belum cukup
apabila dilakukan tanpa transfusi. Pemberian transfusi harus dilakukan secara
hati-hati dan butuh pemantauan yang cukup ketat, karena pasien biasanya
akan mengalami inkompatibel cross-match. Pada kasus dimana transfusi
sangat dibutuhkan, apabila tidak cocok secara penuh, harus tetap diberikan.
Jumlah yang diberikan adalah 0,5-1 unit. Pemberian transfusi secara
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan beban jantung. Pada pasien
Pembesaaran
atau
penyakit
pada
limpa
dapat
menghilangkan lebih banyak sel darah merah dari jumlah yang normal
sehingga menyebabkan anemia. Pengankatan limpa dapat menghentikan atau
menurunkan jumlah sel darah merah yang mengalami destruksi (Hoffman et
al, 2012).
Transpalantasi stem sel darah dan sumsum tulang belakang
Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talasemia, sumsum tulang
tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang
terbentuk dapat dihancurkan sebelum waktunya. Transplantasi darah dan
sumsum tulang mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis
anemia hemolitik ini.transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan
stem sel yang sehat dari donor (Hoffman et al, 2012).
Perubahan pola hidup
Jika seseorang menderita anemia hemolitik dengan antibodi reaktif
terhadap dingin, coab untuk hindari temperatur dingin. Seseorang yang lahir
dengan defisiensi G6PD harus menghindari hal yang dapat mencetuskan
anemia misalnya fava beans, zat oksidan, dan obat-obatan tertentu (Hoffman
et al, 2012).
KESIMPULAN
mikroangiopatik,
infeksi,
zat
kimiawi,
physical
agent,
DAFTAR PUSTAKA
Hoffman. R., Benz E. J., Shattil S. J., Furie B., Silberstein L. E., McGlave P.,
Heslop H. 2009. Haematology Basic Principle and Practice 5th edition.
New York: Elseiver
Meyer. O., Stahl D., Beokhove P., Huhn D., Salama A.1997. Pulsed High-dose
Dexamethasone in Chronic Autoimmune Haemolytic Anemia of Warm
Type. British Journal of Haematology. Vol. 98: 860-862
Schumacher, Harold R; Rock, William A; Stass, Sanford A, 2000. Handbook
Hematologic Phatology. New York: Marcel Dekker Inc
Childrens Hospital of Pittsburgh of UPMC, 2012. Hemolytic Disease of
Newborn Available from http://www.chp.edu
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I., et al. 2007. Anemia Hemolitik. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FK UI; 1862-5
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC. hal 98-125.
Handayani W dan Andi S. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Mehta BC, 2004. Approach to a patient with anemia. Indian J Med Sci;58:26-9.
Karnath BM, 2004. Anemia in the adult patient. Hospital Physician:32-6.