Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
LAPORAN KASUS
1.1
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.X
Umur
: 63 tahun
Tanggal lahir
: 20 September 1951
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pensiunan
: Jawa
Agama
: Islam
Warga negara
: Indonesia
Tanggal masuk
: 2 Oktober 2014
Jam masuk
: 20.00 WIB
Masuk karena
1.2
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 2
a. Keluhan Utama
Luka terbuka pada tungkai kanan dan terdengar bunyi krek setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas 40 menit sebelum masuk UGD
b. Keluhan Tambahan
Nyeri hebat pada tungkai kanan bawah dan tungkai bawah kanan sulit
digerakan
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
f.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
Riwayat minum alkohol
Riwayat minum kopi
g.
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: (-)
: (-)
: (+) 1 kali dalam seminggu
Riwayat Pengobatan
Os mengaku tidak mengkonsumsi obat-obatan berkala maupun obat
yang harus diminum setiap hari
h.
i.
Riwayat Lingkungan
Tempat tinggal berada di sebuah gang, letak satu rumah dengan rumah
yang lain berhimpitan. Rumah dibersihkan setiap hari dan memiliki ventilasi
yang cukup
1.3
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 2 Oktober 2014 pukul 20.30 WIB di
2. Secondary Survey
Keadaan Umum
- Kesan sakit
- Kesadaran
- Kesan gizi
- Sianosis
- Edema
- Dispnea
Tanda vital
- Tekanan darah
- Nadi
- Suhu
- Laju Pernafasan
Kulit
- Warna
- Lesi
- Turgor
Kepala
- Kepala normocephali, tampak benjolan dikepala kiri
depan, wajah simetris, tidak ada deformitas
Mata
- Exophtalmus
- Enophtalmus
- Oedem palpebral
- Konjungtiva anemis
- Sclera ikterik
- Injeksi konjungtiva
- Pupil
Hidung
- Septum
: lurus ditengah
- Mukosa
: tidak hiperemis
- Cavum nasi
: secret -/-, perdarahan -/-, benda asing-/ Mulut
- Bibir
: pucat (+), ikterik (-), kering (-)
- Oral hygiene
: terdapat karies gigi
- Faring
: tidak hiperemis
- Lidah
: normoglossi
Telinga
- Normotia
- Liang telinga
: sekret -/-. Serumen +/+, darah -/- Nyeri tekan os mastoid : -/- Nyeri tekan tragus
: -/- Nyeri Tarik
: -/ Leher
- Trakea : lurus ditengah
- KGB
: tidak ada pembesaran KGB
- Tiroid : tidak ada pembesaran tiroid
- JVP
: 5 + 1 cm H2O
- Tidak terdapat memar/jejas
Thoraks
o Paru
- Inspeksi
: gerak napas dada simetris, retraksi
supraklavikula (-), retraksi sela iga (-),
dilatasi vena (-), kelainan efloresensi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
bermakna (-)
: vocal fremitus +/+
: kedua paru sonor
: Suara napas vesikuler, wheezing -/-,
ronchi -/-
o Jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Auskultasi
redup di ICS 2
batas atas
: terdengar redup di ICS 3
linea parasternalis kiri
batas kiri
: dengan suara redup di
ICS 5, 2 cm lateral linea
midklavikularis kiri
: BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-),
bunyi jantung tambahan (-)
Abdomen
- Inpeksi
Ekstremitas
o Atas
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
bermakna
bermakna
Tonus
Tonus baik
Tonus baik
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
Edema
Kulit
Deformitas
Nyeri tekan
o Bawah
Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Kulit
Terdapat luka
Tonus
Tonus menurun
Tonus baik
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
Edema
Deformitas
Nyeri tekan
1.4
Look
Tampak deformitas, tampak tulang menonjol keluar di sisi kanan dan kiri
kanan.
Feel
Teraba hangat (+), nyeri tekan (+), CRT <2, pulsasi a.dorsalis pedis ++
Move
Aktif : terbatas karena nyeri.
Pasif: ROM tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 3 Oktober 2014
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Hemostasis
Masa Pembekuan
Masa Pendarahan
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Fungsi Ginjal
Ureum
Creatinin
9,8 g/dl
7700 /uL
28 %
195000/uL
13,7 17,5
4100 - 10900
41 53
140000 440000
10 menit
3 menit
5-15
1-6
20 U/L
29 U/L
10 35
9 43
35 mg/dl
0,9 mg/dl
20 40
0,7 1,5
2. Pemeriksaan radiologi
Rontgen cruris dextra AP lateral
1.5
RESUME
OS
diantar
ke
UGD
RSAL
hematom di sekitar luka terbuka. Tungkai bawah kanan teraba hangat, nyeri tekan,
CRT<2 detik, pulsasi a.dorsalis pedis ++. Tungkai bawah kanan tidak dapat
digerakkan karena nyeri, tungkai atas kanan dan jari-jari masih dapat digerakkan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 9,8 g/dl. Pada pemeriksaan
rontgen cruris dekstra terdapat gambaran fraktur terbuka oblique os tibia fibula 1/3
distal grade II dekstra.
1.6
DIAGNOSIS KERJA
Fraktur terbuka oblique os tibia fibula 1/3 distal grade II dekstra
1.7
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- IVFD RL 20 tpm
- Hypobac 2 x 200mg
- Cefixime 2 x 1 gr
- Ketorolac 2 x 30 mg
Operatif:
- Debridement
- Open Reduction Internal Fixation dengan plate dan screw
- Fisioterapi
1.8
PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
2.1.1
terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh
periosteum pada bagian luarnya sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas
medullaris adalah endosteum , tulang tersusun atas:
a.
Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris. Ini
merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke
proksimal untuk membentuk articulatio genu dan ke distal terlihat semakin mengecil.
Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari tibia. Extremitas
proximalis fibula terletak agak posterior dari caput tibia, dibawah articulatio genu.
Fascia cruris merupakan tempat perleketan musculus dan bersatu dengan perosteum.
Kearah proksimal akan melanjutkan diri ke fascia lata, dan akan melekat di sekitar
articulatio genu ke os patella, ligamentum patellae, tuberositas tibiae, dan capitulum
fibulae. Kearah posterior membentuk fascia poplitea yang menutupi fossa poplitea.
Disini tersusun oleh serabut-serabut transversal yang ditembus oleh vena saphena
parva. Fascia ini menerima serabut-serabut tendo m.biceps femoris disebelah lateral
dan tendo m.sartorius, m.gracilis, m.semitendinosus, dan m.semimembranosus
disebelah medial. Kearah anterior, fascia ini bersatu dengan perosteum tibia serta
perostenium capitulum fibulae dan malleolus fibulae. Kearah distal, fascia
ini melanjutkan diri ke raetinaculum mm.extensorum superior dan retinaculum mm.
flexorum. Fascia ini menjadi tebal dan kuat dibagian proximal dan anterior cruris,
untuk perlekatan m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Tetapi, fascia
ini tipis dibagian posterior yang menutupi m.gastrocnemeus dan m.soleus. disisi
lateral cruris, fascia ini membentuk septum intermusculare anterius dan septum
intermusculare posterius. Musculus di region cruris dibedakan menjadi tiga
kelompok. Yaitu (a) kelompok anterior, (b) kelompok posterior dan (c) kelompok
lateralis :
Musculus di regio anterior
o
o
o
o
M. tibialis anterior
M. extensor hallucis longus
M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius
Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis
o M. Gastrocnemius
o M. Soleus
o M. Plantaris
o Musculus regio cruris posterior kelompok profunda
M. Popliteus
M. flexor hallucis longus
M. flexor digitorum longus
M. tibialis posterior
Musculus region cruris lateralis
M. peroneus longus
M. peroneus brevis
2.2
Fraktur
2.2.1
Pengertian
Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun
jaringan skeletal akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang. Trauma yang dapat menyebabkan fraktur dapat berupa trauma
langsung maupun tidak langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, sedangkan trauma tidak
langsung apabila trauma tersebut dihantarkan ke daerah yang lebih dari daerah fraktur
(contoh: jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula) dan
pada keadan ini biasanya jaringan lunak akan tetap utuh. Fraktur terbuka sendiri
merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar
untuk menurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan dari fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
Fraktur terbuka sering menimbulkan komplikasi berupa infeksi. Infeksi dapat
berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram
(-). Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne,
Micrococus dan dapat juga Corynebacterium.
2.2.2
Epidemiologi
Frekuensi dari fraktur terbuka bervariasi tergantung pada faktor geografis ,
sosio-ekonomi, populasi penduduk, dan trauma yang terjadi. Dari data yang diambil
didapatkan insidens fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 3,64 : 1 dan kelompok umur mayoritas dekade
dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik tergolong tinggi. Sedangkan
sumber lain mengatakan insiden fraktur terbuka sebanyak 21,3 kasus per 100.000
dalam setahun. Fraktur diafisis menduduki peringkat terbanyak pada tibia (21,6%),
disusul oleh femur (12,1%), radius dan ulna (9,3%), dan humerus (5,7%). Pada tulang
panjang, fraktur terbuka diafiseal lebih sering terjadi dibanding metafiseal (15.3 %
versus 1.2%).
Lokasi
% Fraktur Terbuka
Ekstremitas atas
15,406
503
3.3
Ekstremitas bawah
13,096
488
3.7
Lingkar bahu
1,448
0.2
Pelvis
942
0.6
Tulang Belakang
683
0.0
Total
31,575
1,000
3.17
Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur tulang
panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per
100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di ekstremitas
inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.
Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang
hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya
bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan
fraktur terbuka.
2.2.3
Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental
atau komunitif yang hebat
2. Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka,
kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
3. Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.
Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.2.5
Gejala klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur.
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa
jam atau beberapa hari setelah cedera.
2.2.6
Diagnosis
1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau pendarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
Menurut pedoman ATLS mengikuti akronim AMPLE, yaitu:
1. A
: Alergi
2. M
3. P
4. L
5. E
3. Pemeriksaan Lokal
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.
2.2.7
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi :
o Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan
pemeriksaan radiologis :
pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.
2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas
sendi yang mengalami fraktur
2 anggota gerak
2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya
10-14 harikemudian.
Pemeriksaan radiologis lainnya:
o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian
tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan
jaringan
lunak.
MRI
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi
cedera
2.2.8
Penatalaksanaan
Fraktur terbuka sendiri merupakan suatu kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Agar kuman tidak terlalu jauh masuk kedalam tubuh, maka
dilakukan:
1.
Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCL fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat pada luka.
2.
3.
4.
Penutupan kulit
Fraktur terbuka harus diobati dalam waktu periode emas (6-8 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skingraft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum
pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi
tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary
closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan
yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5.
Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah tindakan operasi. Pemberian
antibiotika efektif mencegah terjadinya infeksi pada fraktur terbuka. Untuk
fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan sefalosporin dan
dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.
6.
Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).
daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan koagulasi. Buka
fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C, Color,
Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi
canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan
dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal
salin. Penggunaan normal salin adalah 6-10 liter untuk fraktur terbuka grade II dan
III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Penutupan luka dilakukan jika
memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka kompleks
(complex wound) dapat ditutupi dengan menggunakan metode yang berbeda, yakni :
a.
Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur.
Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan
ditempatkan di atas luka.
b.
Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini
sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan
bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh
darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan.
Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan metode fiksasi eksternal
atau internal. Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin dan
mencegah kerusakan jaringan yang lebuh lunak. Adapun metodenya memerlukan
operasi:
a.
Fiksasi Internal
Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk
menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup
ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur.
Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah
lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka
stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat. Indikasi dilakukan
fiksasi eksterna yaitu fraktur terbuka grade II & III, fraktur terbuka disertai
hilangnya jaringan atau tulang yang hebat.
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation
Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia
2.2.9
Komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Mark
Baratz,
MD.
Tibia
and
Fibula
Fracture.
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview.
4.
Lung-fung,
TSE.
Management
of
Open
Fractures.
http://www.aado.org/file/open-fracture-ws_mar09/LFTse.pdf.
Available
Accessed
at
on
6.
7.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed:
Ke-6. Jakarta: EGC.
8.
9.
10.
Textbook
Disorders
and
Injuries
of
The
1999. p417-498
Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood &
Green's Fractures in Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006.
p80-331