Você está na página 1de 11

ARTIKEL ILMIAH

KEKUATAN CINTA PASUTRI ODHA MENGALAHKAN VIRUS


HIV/AIDS DENGAN KONSEP APRECIATIVE INQUIRY

Di Susun Oleh:
TEGUH PRAYITNO
20111660075

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2014

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang masalah
Human immumodeficiency virus yang sering di singkat dengan HIV
merupakan virus yang menyerang system kekebalan tubuh orang yang
dijangkitnya (sarafino, 2006). Virus HI menjadi salah satu krisis kesehatan
dan mengancam kestabilan Negara. HIV dapat mengancam seluruh lapisan
masyarakat terutama pada usia produktif, yaitu usia 15-49 tahun (Lek,
2008). Saat ini AIDS menduduki peringkat keempat penyebab kematian
terbesar di dunia (Sugiyati, 2008).
Negara Indonesia menduduki peringkat kedelapan di dunia dengan
penderita AIDS sebanyak 20564 jiwa (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2010).
Jawa Timur berada di urutan kedua di Indonesia dengan jumlah ODHA
(orang dengan HIV/AIDS) sebanyak 3540 jiwa, sedangkan Kota Surabaya
menduduki peringkat pertama di Jawa Timur dengan jumlah ODHA
sebanyak 2759 jiwa (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2010).
Perilaku seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar seperti kebutuhan
sandang, pangan, papan dan kesehatan (Sugiati, 2008). Sesuai dengan
hierarki kebutuhan Maslow terdapat lima kebutuhan dasar manusia,
dimana terdapat kebutuhan untuk mencintai dan dicintai (need of loving).
Setiap manusia termasuk OHDA mempunyai kebutuhan yang sama, salah
satunya kebutuhan mencintai dan dicintai (Lahely, 2007).
Hubungan need of loving merupakan bentuk ketertarikan antar pribadi
yang menjadi dasar dari suatu perkawinan (Chairy, 2006). Perkawinan
bukan merupakan peristiwa hidup yang tunggal, tetapi merupakan satu set
tahapan dimana pasangan mencoba untuk mencapai keseimbangan antara
ketergantungan dan otonomi sebagaimana mereka bernegosiasi terhadap
suatu permasalahan (Chairy, 2006).
Perkawinan merupakan hal yang berat untuk penderita penyakit terminal
termasuk AIDS, dimana perkawinan menuntut pemenuhan kebutuhan
pasangan dan tanggung jawab terhadap keluarga (Sarafiono, 2006).

Keterbatasan dalam perkawinan para ODHA adalah menurunkan system


kekebalan tubuh yang mengakibatkan kebutuhan fisik terganggu. Masalah
fisik yang dialami oleh ODHA yaitu seperti warna kulit yang berubah,
mengalami tekanan psikologis dan terjadi infeksi dari penyakit yang
membuat ODHA semakin takut akan kematian (terminal illness). Kondisi
yang biasanya menyertai terminal illness antara lain ketakutan akan
kematian, penyangkalan, marah, isolasi diri dan stress (Lahey, 2007).
Selain itu ODHA sering kali membawa implikasi yang berat terhadap
orang yang dekat dengan penderita terutama pasangan penderita penyakit
terminal yang ikut merasakan penderitaan yang dialami pesangannya
(Pence ddk, 2006).
Kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada
tingkat dimana mereka merasakan perkawinan tersebut sesuai dengan
kebutuhan dan harapan (Chairy, 2006). Sementara itu pasangan OHDA
sulit untuk menerima kenyataan bahwa mereka dituntut menjadi pengasuh
pasanganya yang mengalami keterbatasan seterlah menderita AIDS (Pence
ddk, 2006).
Menurut Olson & Fowers (dalam Saragih, 2003), kepuasan perkawinan
dapat diukur dengan melihat area dalam perkawinan, seperti komunikasi,
kegiatan di waktu luang, orientasi keagamaaan, penyelesaian konflik,
pengelolahan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, anak dan
pengasuhan anak, kepribadian dan kesetaraan peran.
Refleksi diri atas relasi sosial yang bermakna dan penciptaan impian
bersama

bersifat

fundamental

dan

mendasar

dalam

pendekatan

Appreciative Inquiry. Refleeksi mempunyai peran penting dalam


mewujudkan pertisipasi aktif dalam memberdayakan dirinya sendiri.
Fasilitas dilakukan dalam rangka melakukan pengorganisasian bersama
yang di dasarkan pada pandangan bahwa semua orang mampu
mengorganisasikan dirinya sendiri dan mampu memberikan kontribusi
positif (Setiawan, 2008).

Appreciative Inquiry merupakan pendekatan yang sangat baru dalam


khasanah pengembangan komunitas dan juga pengentasan kemiskinan di
Indonesia. Bila pendekatan lama bebasis pada motif untuk keluar dari
masalah, sementara pendekatan Appreciative Inquiry terfokus pada
pencarian kekuatan dan into positif kemunitas untuk membangun visi yang
harus diraih bersama. Aktivitas diawali dengan mengapresiasi apa yang
terbaik dalam komunitas, penciptaan impian komunitas, perancangan
tindakan, dan melakukan tindakan yang berbasis pada inti positif.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa pasangan ODHA memerlukan
perawatan

yang

intensif

agar

terciptanya

kepuasan

perkawinan.

Keterbatasan pencapaian salah satu aspek pemenuhan salah satu aspek


pemenuhan kepuasan perkawinan. Keterbatasan pencapaian salah satu
aspek

pemenuhan

kepuasan

perkawinan

tersebut

menimbulkan

permasalahan pada konsep diri dan need of loving pada pasangan ODHA
dalam mencapai kepuasan perkawinan. Berdasarkan pemikiran tersebut,
peneliti tertarik untuk mengetahui dan menganalisa kepuasan perkawinan
pada pasangan ODHA.
1.2 Rumusan masalah
Bedasarkan uraian latar belakan masalah diatas, maka yang menjadi
permasaalah dalam penelitian ini adalah, bagaimana konsep diri dan
kepuasan perkawinan pada pasangan ODHA melalui pendekatan
Appreciative Inquiry?
1.3 Tujuan Program
Mengetahui konsep diri dan kepuasan perkawinan pada pasangan ODHA.
Hal tersebut penting untuk diketahui mengingat pentingnya kepuasan
perkawinan dan konsep diri pada manusia termasuk pasangan ODHA.
1.4

Kegunaan Program
Adapun kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari program
kreativitas ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi bidang
psikologis pada umumnya dan secara khusus dapat menambahkan ilmu
keperawatan keluarga mengenai konsep diri dan kepuasan perkawinan
pada pasangan ODHA.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan peneliti ini memberikan informasi kepada pasangan ODHA
agar dapat mengetahui tentang konsep dirinya dan kepuasan
perkawinan yang dijalani.
b. Menjadi referensi atau acuan mengenai kepuasan perkawinan pada
pasangan ODHA bagi peneliti selanjutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Diri
Pengertian Konsep Diri
Hal yang paling penting dalam menafsirkan kepribadian seseorang adalah
melaui konsep diri yang dimiliki oleh individu tersebut. Konsep diri
merupakan peranan yang paling utama sebagai faktor di dalam integrasi
kepribadian, dalam memotivasi tingkah laku dan mencapai kesehatan
mental. Konsep diri dapat menentukan bagaimana individu bertingkah
laku dalam segala situasi. Pemahaman mengenai konsep diri dapat
memudahkan untuk memahami tingkah laku individu (Rakhmad, 2004).
Chaplin (2004) mengatakan bahwa konsep diri merupakan evaluasi
individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran menganai diri
sendiri oleh individu yang bersangkutan. Konsep diri terdiri dari bagaiman
individu melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaiman individu
menginginkan dirinya sendiri menjadi individu itu sendiri (Muthiah,
2007).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Rakhmat (2004) faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah faktor
orang lain dan faktor kelompok rujukan (reference group). Kita mengenal
diri kita dengan mengenal orang lain lebih dahulu. Bagaimana anda
menilani diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Hurlock (1994)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri
adalah usia kematangan, penampilan diri, kepatuhan seks, nama dan
julukan, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita.
Aspek-Aspek Konsep Diri
Calhoun (1995) konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu:
a. Pengetahuan
Yaitu apa yang kita ketahui tentang diri kita, gambaran tentang diri kita,
usia kita, jenis kelamin, suku, pekerjaan, kebangsaan dan dibandingkan
dengan kelompok sosial contohnya baik hati atau egois, tenang atau
temperamen tinggi, tergantung atau mandiri.
b. Pengharapan
Suatu pandangan tentang kemungkinan kita menjadi apa dimasa yang
akan datang. Pengharapan ini merupakan pendangan tentang diri ideal.
c. Penilaian
Mengukur dan membandingkan apakan kita bertentangan dengan saya
dapat menjadi apa dan seharusnya saya menjadi apa, pengukuran ini
berarti untuk mengetahui seberapa besar kita menyukai diri sendiri.

2.2 Kepuasan Perkawinan


Pengertian Perkawinan
Perkawinan merupakan ekspresi dari suatu hubungan mendalam, diman
individu berikrar di depan umum didasarkan keinginan untuk menetapkan
hubungan sepanjang hidupnya (Bhrem, 2002)

Pengertian Kepuasan Perkawinan


Olson & Fowers (dalam Saragih, 2003) mendifinisikan kepuasan
perkawinan sebagai evaluasi terhadap area dalam perkawinan yang
mencakup komunikasi, kegiatan waktu luang, orientasi keagamaan,
penyelesaian konflik, pengelolahan keuangan, hubungan seksual, keluarga
dan teman, anak dan pengasuh anak, serta kesetaraan peran.
Area-Area Dalam Perkawinan
Kepuasan perkawinan dapat diukur dengan melihat area dalam perkaeinan
sebagaimana di kemukakan oleh Olson & Fower (dalam Saragih, 2003).
Adapun area-area tersebut adalah sebagai berikut:
a) Komunikasi
Area ini berfokus pada rasa senang yang dialami pasangan dalam
berkomunikasi, dimana mereka saling berbagai dan menerima informasi
tentang perasaan dan pikirannya untuk keterbukaan, kejujuran,
kepercayaan, empati, listening skill.
b) Kegiatan di waktu luang
Kegiatan untuk mengisi waktu senggang yang merefleksikan aktivitas
secara bersama pasangan. Pasangan merasa senang dan dapat
menikmati kebersamaan yang mereka ciptakan.
c) Orientasi keagamaan
Tingkat regiusitas dalam perkawinan dapat mempengaruhi pola fikir
dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam menjalankan
kehidupan perkawinan.
d) Penyelesaian konflik
Keterbukaan pesangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang
muncul untuk mendapatkan solusi yang terbaik.
e) Pengelolaan keuangan
Area ini menilai sikap dan cara pasangan untuk mengatur keuangan
baik pengeluaran dan pemasukan serta pembuatan keputusan tentang
keuangan.

f) Hubungan seksual
Area ini melihat bagaimana perasaan pasangan dalam kasih sayang dan
hubungan seksual. Fokusnya area ini adalah refleksi sikap yang
berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku, serta kesetiaan
pasangan.
g) Keluarga dan teman
Harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama dengan
keluarga dan teman.
h) Anak dan pengasuh anak
Menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita tehadap anak,
dan bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan
pasangan.
i) Kepribadian
Area ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku dan kebiasaan
dari pasangan.
j) Kesetaraan pasangan
Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang
beragam dalam perkawinan. Fokusnya adalah para pekerja, tugas rumah
tangga, peran sesuai dengan jenis kelamin, dan peran sebagai orang tua.
Pria harus dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di
dalam maupun di luar rumah (Hurlock, 1999).

2.3 ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)


Pengertian ODHA dan ODHA/AIDS
ODHA merupakan singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS adalah
seseorang yang setelah menjalankan ters atau pemeriksaan darah
dinyatakan teinfeksi HIV/AIDS (Tuapattinaja, 2004).
Acquired Immune Deficience Syndrome atau yang lebih di kenal dengan
AIDS adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang disebut
dengan Humen Immunodeficiency Virus (Sarafino, 1998).
Virus HIV ditularkan khususnya dengan pertukaran cairan tubuh yaitu
cairan seksual dan darah. (Taylor, 1995). Agar berpindah dari satu orang

ke yang lain, HIV umumnya butuh kontak dengan sel yang memiliki
molekul CD-4. Sel tersebut di temukan dalam system kekebalan tubuh yan
di sebut sel T-helper (Ogden,2000).
Pada waktu system kekebalan tubuh sudah semakin parah, seseorang
pengidap HIV akan bekembang menjadi AIDS, yang di tandai dengan
sekumpulan gejala dan kondisinya akan terus memburuk sampai akhirnya
meninggal (Santrock, 2002).
2.4 Apreciative Inquiry
Pengertian Appreciative Inquiry
Appreciative (Ap-preci-ate,v), berasal dari kata dasar appreciate
yang berarti menghargai, suatu tindakan memahami sesuatu yang terbaik
dalam individu atau dunia di sekitarnya, memberi dukungan terhadap
kelebihan, kesuksesan dan potensi di masa lalu maupun masa kini.
Sementara, inquiry (kwir) berasal dari kata dasar inquire, yang berarti
tindakan mengeksplorasi dan menemukan, mengajukan pertanyaan untuk
memperluas pandangan terhadap kemungkinan dan potensi baru
(Coopeeider dan Whitney, 2001).
Tahapan Appreciative Inquiry
Penerapan Appreciative Inquiry terdapat tahapan yang disebut
dengan siklus 4-D. Tahapan-tahapan ini didasarkan pad aide tentang
system manusia, sebagai individu, tim, organisasi ataupun anggota
masyarakat selalu tumbuh dan berubah sesuai dengan apa yang mereka
pelajari. Menurut Whitney dan Bloom (2007), Appreciative Inquiry
bekerja dengan focus pada yang menjadi potensi positif dari sebuah
organisasi, atau yan disebut dengan positive core (inti positif), dan dari
energy-energi positif tersebut dilepas untuk menjadi penggerak perubahan
dalam upaya mencapai kesuksesan Whitney dan Bloom (2007).
Siklus 4-D digunakan untuk memfasilitasi penemuan-penemuan
pengalaman atau hal-hal yang terbaik ataupun kekuatan, impian serta
bagaimana kita dapat mewujudkan impian tersebut.

III. KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Tim dalam kurun waktu kurang
lebih 5 bulan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya pada
tahun 2012. Bahwa PASUTRI yang mengidap penyakit HIV/AIDS dengan
mengukan konsep Appreciative Inquiry dapat mengalahkan penyakit
HIV/AIDS serta tidak mempengaruhi dalam pekerjaan, sosial dan
keluarga, karena PASUTRI ODHA dapat menerima kenyataan dan harus
menghidupi anak dan keluarganya serta dukungan pemerintah terhadap
penyakit tersebut sudah terbilang bagus, sehingga walaupun PASUTRI
ODHA tersebut mengidap penyakit yang mematikan tapi mereka merasa
seperti orang sehat biasa, karena besarnya cinta dan cita mereka terhadap
pasangan serta anak-anak mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi HA. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Anastasi A dan Susana U. 1997. Tes Psikologi. Diterjemahkan oleh Robertus
Hariono. Jakarta: PT. Perhallindo
Astuti CDP. 2003. Hubungan Kualitas Komunikasi dan Toleransi Stres dalam
Perkawinan. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Cooperrider DL. dan Diana Whitney. 2001. A Positive Revolution in Change:
Appreciative Inquiry, dalam Robert T. Golembiewski (ed.), The Handbook
of Organizational Behavior, second edition. New York: Marcel Decker.
Diakses dari http: //www.taosinstitute.net/manuscripts/ revolutionin
change.doc pada 28 Juli 2010.
Chairy L. 2006. Kursus Persiapan Perkawinan Paroki Santo Paulus.
Jakarta: Fakultas PSIK UI.
Djoerban Z. 2001. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV & ODHA.
Yogyakarta: Yayasan Galang.
Domikus Y. 1999. Perilaku Sosioemosional dalam Perkawinan Aplikasi Teori
Pertukaran Sosial dalam Mewujudkan Perkawinan yang Stabil dan
Memuaskan. Jurnal Psikologi Sosial. Jakarta: Fakultas Psikologi UI.
Fazidah AS. 1998. Pengenalan dan Pencegahan AIDS, Medan: FKM UNSU
Hendrick S & Hendrick C. 1992. Liking, Loving, and Relating. California: Brooks
cole Pub. Co.
Heslin JM & Miller BC. 1985. Marriage and Familly In A Changing Society.
New York: Macmillan, Inc.
Hollist, dkk. 2007. Marital Satisfaction and Depression: A Replication of The
Marital Discord Model in A Latino Sample. Dec. ProQest Psyhology
Journals (online), Diakses tanggal 02 Oktober 2010, Pukul 10.00 WIB.
Hurlock EB. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Judge Timothy A, dkk. 2006. Work-Family Conflict and Emotions: Effects At
Work And At Home. Vol.59, Iss, pg.779.
Karyono dan Listiara, A. 2003. Tes Grafis. Semarang: Sasmita Offset.
Lahey BB. 2007. Psychology An Introduction. New York: McGraw-Hill.
Lek CS. 2007. Hari Kesehatan Malaysia. Sempena Majelis Peresmian Sambutan
Menteri Kesihatan Malaysia Sedunia 2007.
Moleong LJ. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Ogoden J. 2000. Health Psyhology (2 Ed). Buckingham: Open University Press.
Permana CE. 2001. Metode Pengambilan Data Kualitatif. Pusat Penelitian
Budaya LPUI.
Poerwandari EK. 2007. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.
Jakarta: Pendidikan Psikologi UI.
Pusat Dinas Kesehatan. 2010. HIV/AIDS dan Perkembangan di Indonesia.
Jakarta.
Rakhmat J. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offse
Salim A. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana

Você também pode gostar