Você está na página 1de 79

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang sering dijumpai oleh ahli

bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali di temukan dalam tulisan pada lebih
dari 3.500 tahun yang lalu, dan perawatan bedah di lakukan sekurangnya pada
2.000 tahun yang lalu. Terdapat banyak teori tentang etiologi dan jumlah deskripsi
anatomi, yang menghasilkan berbagai cara reparasi. Hernia inguinalis adalah
kegagalan dari lantai kanalis inguinalis. Ini diekspresikan sebagai cincin internal
yang berdilatasi pada hernia indirek atau sebagai kelemahan dan penipisan difus
pada hernia direk.
Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50
persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia
inguinalis direk.
Hernia inguinalis digambarkan dalam catatan peradaban kuno. Tetapi
terlewatkan beberapa abad, sebelum pemahaman secara jelas tentang anatomi
hernia diberikan. Walaupun ada kemajuan dan gambar anatomi manusia pada
tahun 1800-an, namun penatalaksanaan hernia pada waktu itu terutama dengan
observasi atau terapi penunjang, karena hasil terapi bedah sangat buruk. Sebagai
contoh, pada tahun 1891 Bull melaporkan hasil terapi hernia di amerika serikat,
terjadi kekambuhan 30 sampai 40 persen selama 1 tahun dan 100 persen selama 4
tahun. Pada tahun 1889, Bassini pertama melaporkan hasil yang terus-menerus
berhasil dengan perbaikan bedah pada hernia inguinalis. Bassini menggunakan
prosedur cermat dengan ligasi tinggi kantong hernia dan pendekatan anatomi
cermat bagi conjoined fascia dari muskulus oblikus internus dan transverses
abdominis ke ligamentum inguinal (poupart). Angka kekambuhan dintara 251
pasien pertama hanya 3 persen.

1 | Mini Project

Halsted, yang tidak menyadari penemuan Bassini sejak dipublikasi dalam


jurnal Italia yang tak terkenal, secara bebas menggambarkan tindakan serupa pada
tahun 1889. Tindakan Halsted juga terdiri dari penjahitan fasia oblikus internus
dan transverses abdominis ke ligamentum inguinal. Dalam tidakan pertamanya,
Halsted mentransplantasi funikulus spermatikus di atas penutupan fasia oblikus
eksternus (Halsted I). Kemudian Halsted melakukan tindakan yang sama, tetapi
memungkinkan funikulus spermatikus tetap dalam posisi normalnya di bawah
fasia oblikus eksternus (Halsted II). Tindakan Bassini dan Halsted memberikan
kemajuan besar dan zaman penatalaksanaan bedah yang luas dari hernia inguinalis
dimulai.
Sejak karya peloporan ini, sejumlah variasi tekhnik telah diperkenalkan
bersama dengan konsep baru, dalam usaha menurunkan angka kekambuhan yang
telah rendah. Mc Vay mempopulerkan tekhnik perapatan conjoined tendon
muskulus oblikus internus dan rektus abdominis ke ligamentum cooper, suatu
operasi yang pada mulanya digambarkan oleh Lotheissen pada tahun 1889.
Shouldice mengenalkan konsep membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi
fasia transversalis dengan tehnik jahitan kontinyu. Saat ini operasi yang diuraikan
oleh pelopor ini terutama digunakan dalam mengoreksi hernia.
Pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan, kecuali
bila ada kontraindikasi bermakna yang menolaknya. Hernia timbul dalam sekitar
1,5 % populasi umum di Amerika Serikat, dan 537.000 hernia diperbaiki dengan
pembedahan pada tahun 1980.
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang
lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur 1 tahun
sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur
ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis
paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai
prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insiden tidak
melebihi 20%. Umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten

2 | Mini Project

bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor


lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar, tekanan intra abdomen yang
meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hypertropi prostate, konstipasi, dan
ascites sering disertai hernia inguinalis.
Dalam kehidupan masyarakat, hernia dianggap kelainan yang biasa, karena
pada awal terjadinya tidak merasa sakit dan tidak mengganggu aktifitas atau
pekerjaan sehari-hari, sehingga dalam perjalanan penyakitnya

penderita

memerlukan waktu yang cukup untuk periksa atau konsultasi ke dokter, setelah
konsultasi pun masih cukup waktu untuk menunda tindakan yang dianjurkan.
Sebagian penderita menerima tindakan operasi apabila sudah terjadi keadaan
inkarserata atau strangulata. Adanya keadaan ini penderita atau keluarga baru
menyadari resiko dan bahayanya, yang dapat menyebabkan morbiditas meningkat
serta biaya perawatan yang lebih tinggi.
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital
dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai
dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis,
femoralis, dll. Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia
inguinal direk, indirek, serta hernia femoralis.
Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat
keluar-masuk. Usus keluar saat berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika
berbaring atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat
direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel.
Hernia inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia
ingunalis medialis dimana hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua
pertiga dari hernia ingunalis medialis. Sepertiga sisanya adalah hernia inguinalis

3 | Mini Project

medialis. Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita.
Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia ingunalis 7 : 1.
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena
keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang teletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam
kanalis inguinalis (kanalis inguinalis berisi funikulus spermatikus pada laki-laki
dan ligamentum rotundum pada perempuan) dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan
sampai ke skrotum sehingga disebut hernia skrotalis.
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach (Hesselbach, Franz K. 1788-1856,
ahli ilmu anatomi, Jerman). Hernia inguinalis medialis karena tidak keluar melalui
kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi
karena cincin hernia longgar.
Insidensi hernia inguinalis belum diketahui secara pasti. Menurut
Abrahamson (1997), pada usia anak- anak, ditemukan antara 10- 20 per 1000
kelahiran hidup. Di belahan dunia bagian barat insiden hernia inguinalis pada usia
dewasa bervariasi antara 10 % dan 15 %. Sedangkan Zimmerson dan Anson cit
Schwartz (1994), melaporkan kejadian hernia adalah 5 % dari populasi laki- laki
dewasa. Hernia inguinalis terjadi lebih banyak pada laki- laki daripada wanita
dengan perbandingan 12 : 1. Pada laki- laki umur 25- 40 tahun insidensinya
bervariasi antara 5- 8 %, sedangkan pada umur lebih dari 75 tahun mencapai 45
%. Tahun 1993, Lichtenstein telah melaporkan lebih dari 700.000 kasus hernia
inguinalis dilakukan operasi di Amerika Serikat.
Hernia inguinalis merupakan salah satu kasus bedah yang cukup sering
dijumpai. Di RSUD Arga Makmur sendiri terdapat 48 kasus hernia inguinalis
pada periode Januari 2013 sampai Januari 2014. Mengingat cukup tingginya
angka kejadian hernia ingunalis ini, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan
mengangkat topik hernia inguinalis ini dalam bentuk karya tulis ilmiah berupa

4 | Mini Project

mini project, terutama mengenai distribusi faktor resiko yang terdapat pada
pasien. Dalam hal ini penulis menekankan pada faktor resiko berupa usia serta
keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan tekanan intra
abdomen yang kemudian menyebabkan timbulnya hernia inguinalis.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas, maka

yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran


distribusi faktor resiko berupa peningkatan tekanan intra abdomen dan usia pada
pasien hernia inguinlais di Instalasi Bedah RSUD Arga Makmur Kabupaten
Bengkulu Utara Periode Mei Oktober 2014.

1.3.
1.3.1

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan angka kejadian Hernia Inguinalis pada
pasien Instalasi Bedah RSUD Arga Makmur.

1.3.2

Tujuan Khusus
Mengidentifikasi faktor resiko Hernia Inguinalis berupa usia serta
keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen.

1.4.
1.4.1

Manfaat Penelitian
Teoritis
Sebagai informasi bagi akademisi dan data dasar untuk penelitian sejenis
lainnya, khususnya mengenai hernia inguinalis.

1.4.2

Puskesmas dan Rumah Sakit

5 | Mini Project

Sebagai bahan masukan bagi RSUD Arga Makmur dalam peningkatan pelayanan
kesehatan baik dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit hernia inguinalis sehingga

dapat membantu menurunkan angka kesakitan.


Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Arga Makmur dalam pemberian rujukan ke
instalasi pelayanan kesehatan lanjutan.

1.4.3 Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit hernia inguinalis, faktor

resiko, pencegahan dan pengobatannya.


Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai komplikasi hernia inguinalis apabila tidak

ditangani dengan benar.


Agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih maksimal
berkaitan dengan penatalaksanaan penyakit hernia inguinalis, baik dalam
hal pencegahan dan pengobatan penyakit.

1.4.4
-

Dokter Internship
Merupakan kesempatan untuk menambah pengalaman serta menerapkan

ilmu kedokteraan terutama Ilmu Bedah dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.


Meningkatkan keilmuan mengenai penyakit hernia inguinalis.
Meningkatkan keterampilan komunikasi di masyarakat juga meningkatkan
kemampuan berpikir analitis dan sistematis dalam mengidentifikasi dan

1.5.

menyelesaikan masalah kesehatan.


Dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Karena adanya keterbatasan waktu, dana, dan kemampuan yang ada, maka

penelitian ini dibatasi hanya membahas gambaran angka kejadian hernia


inguinalis serta gambaran distribusi faktor resiko berupa usia dan keadaankeadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Arga Makmur berdasarkan data rekam
medis pasien yang didiagnosis dengan hernia inguinalis pada periode Mei
Oktober 2014. Penelitian ini dilaksanakan selama satu minggu kegiatan.
Jumlah sampel diambil dengan menggunakan Total sampling yaitu jumlah
sampel sama dengan jumlah populasi pasien yang ada ketika dilakukan penelitian.
Pengambilan sampel dengan menggunakan Total sampling oleh peneliti dikarekan
berdasarkan data rekam medis yang di ambil oleh peneliti di Instalasi Bedah pada

6 | Mini Project

bulan Mei hingga Oktober 2014 yaitu pasien yang didiagnosis dengan hernia
inguinalis yang sedikit yaitu berjumlah 22 kasus, sehingga menjadi alasan peneliti
menggunakan Total sampling, dengan perhitungan jumlah sampel minimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi

2.1.1

Anatomi Usus Halus


Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Terentang dari

sphincter pylorus ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus

7 | Mini Project

dua belas jari (duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan
usus penyerapan (ileum) 2-4 m.
1). Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum yang berarti dua belas jari.
2). Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti lapar dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin jejunus yang
berarti kosong.

3). Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.

8 | Mini Project

Gambar 1. Anatomi Usus Halus


2.1.2

Anatomi Usus Besar


Usus besar dimulai dari katup ileocaecal ke anus dan rata-rata panjangnya

1,5 m dan lebarnya 5-6 cm. Usus besar terbagi kedalam caecum, colon, dan
rectum. Vermiform appendix berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi
menjadi colon ascending, colon transversal, colon descending, dan bagian
sigmoid. Bagian akhir dari usus besar adalah rectum dan anus. Sphincter internal
dan eksternal pada anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus.

Gambar 2. Anatomi Colon


2.1.3

Struktur Dinding Abdomen

Lapisan-lapisan dinding abdomen terdiri dari (luar ke dalam):


1. Kulit
2. Fascia superficialis, terdiri dari fascia camperi dan fascia scarpae

9 | Mini Project

3. Otot dinding anterior abdomen, antara lain: muskulus obliquus


externus abdominis, muskulus obliquus internus abdominis, muskulus
transversus abdominis
4. Fascia transversalis
5. Lemak extraperitoneal
6. Peritoneum parietale

Gambar 3. Lapisan-Lapisan Dinding Abdomen


1. Kulit
Garis-garis lipatan kulit alami berjalan konstan dan hampir horizontal di
sekitar tubuh. Secara klinis hal ini penting karena insisi sepanjang garis lipatan ini
akan sembuh dengan sedikit jaringan parut sedangkan insisi yang menyilang
garis-garis ini akan sembuh dengan jaringan parut yang menonjol.
2. Fascia superficialis:

10 | M i n i P r o j e c t

a. Lapisan luar, Panniculus adiposus (fascia camperi): berhubungan dengan


lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin sangat
tebal (3 inci [8cm] atau lebih pada pasien obesitas).
b. Lapisan dalam, Stratum membranosum (fascia scarpae): stratum
membranosum tipis dan menghilang di sisi lateral dan atas. Di bagian
inferior, stratum membranosum berjalan di depan paha dan di sini bersatu
dengan fascia profunda pada satu jari di bawah ligamentum inguinal.
3. Otot dinding anterior abdomen:
a. Musculus obliquus externus abdominis
Merupakan lembaran otot yang lebar dan tipis, dibentuk oleh dua lapisan:
superfisial dan profunda menjadi aponeurosis obliquus externus. Bersama
dengan aponeurosis otot obliqus internus dan transversus abdominis,
mereka membentuk sarung rektus dan akhirnya linea alba. Aponeurosis
obliqus eksternus menjadi batas superfisial dari kanalis inguinalis.
Ligamentum inguinal terletak dari spina iliaca anterior superior ke
tuberculum pubicum. Ligamentum inguinale (Poupart) merupakan
penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus eksternus. Terletak
mulai dari SIAS sampai ke ramus superior tulang pubis. Lakunare
(Gimbernati) merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan
dibentuk dari serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah
Sias.
b. Muskulus obliquus internus abdominis
Merupakan lembaran otot yang lebar dan tipis yang terletak di profunda
muskulus obliquus externus abdominis. Serabut tendon yang terbawah
bergabung dengan serabut-serabut yang sama dari muskulus transversus
abdominis membentuk conjoined tendon.

c. Muskulus transversus abdominis


Merupakan lembaran otot yang tipis dan terletak di profunda muskulus
obliquus internus abdominis dan serabut-serabutnya berjalan horizontal ke
depan. Serabut tendo yang terbawah bersatu dengan serabut tendo yang
11 | M i n i P r o j e c t

sama dari muskulus obliquus internus abdominis membentuk conjoined


tendon.
4. Fascia transversalis
Merupakan lapisan fascia tipis yang membatasi muskulus transversus
abdominis. Fascia transversalis dapat dibagi menjadi dua bagian, satu terletak
sedikit sebelum yang lainnya, bagian dalam lebih tipis dari bagian luar; ia keluar
dari tendon otot transversalis pada bagian dalam dari spermatic cord dan berikatan
ke linea semulunaris. Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang ramus
pubis dan dibentuk oleh ramus pubis dan fascia.
5. Lemak extraperitoneal
Merupakan selapis tipis jaringan ikat yang mengandung lemak dalam
jumlah yang bervariasi dan terletak diantara fascia transversalis dan peritoneum
parietal.
6. Peritoneum parietal
Merupakan membrana serosa tipis (pelapis dinding abdomen) dan
melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietal yang melapisi rongga
pelvis.
Arteri dinding anterior abdomen:

Arteri epigastrika superior: merupakan salah satu cabang terminal arteri


thoracica interna. Mendarahi bagian tengah atas dinding anterior abdomen
dan beranastomosis dengan arteria epigastrika inferior.

Arteri epigastrika inferior: merupakan cabang arteria iliaca externa tepat


diatas ligamentum inguinale. Mendarahi bagian tengah bawah dinding
abdomen anterior dan beranastomosis dengan arteria epigastika superior.

Arteri circumflexa profunda: merupakan cabang arteria iliaca externa tepat


di atas ligamentum inguinal. Mendarahi bagian lateral bawah dinding
abdomen.

Dua arteri intercostalis posterior bagian bawah merupakan cabang aorta


descendens dan empat arteri lumbalis yang berasal dari aorta abdominalis.
Mendarahi bagian lateral dinding abdomen.

12 | M i n i P r o j e c t

Vena dinding anterior abdomen:

Vena epigastrika superior

Vena epigastrika inferior

Vena circumflexa ilium profunda

Vena intercostalis posterior mengalirkan darah ke vena azygos

Vena lumbalis mengalirkan darah ke vena cava inferior

2.1.4

Mengalirkan darah ke vena


thoracica interna dan vena
iliaca externa

Canalis Inguinalis
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah

dinding anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Pada laki-laki,
saluran ini merupakan tempat lewatnya struktur-struktur yang berjalan dari testis
ke abdomen dan sebaliknya. Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum
teres uteri (rotundum) yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain
itu, saluran ini dilewati oleh nevus ilioinguinalis baik laki-laki maupun
perempuan.
Canalis inguinalis panjangnya sekitar 1.5 inci (4 cm) pada orang dewasa
dan terbentang dari anulus inguinalis profundus (lubang berbentuk oval terletak
sekitar 1.3 cm di atas ligamentum inguinal pada pertengahan antara sias dan
symphisis pubis) pada fascia transversalis, berjalan ke bawah dan medial sampai
anulus inguinalis superficialis (lubang berbentuk segitiga) pada aponeurosis
obliquus externus abdominis. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas
ligamentum inguinal.

13 | M i n i P r o j e c t

Gambar 4. Canalis Inguinalis


Dinding canalis inguinalis terdiri dari dinding anterior, dinding posterior,
dinding inferior/dasar, dan dinding superior/atap. Dinding anterior canalis
inguinalis dibentuk oleh aponeurosis muskulus obliquus externus abdominis.
Dinding posterior canalis inguinalis dibentuk oleh fascia transversalis. Dinding
inferior canalis inguinalis dibentuk oleh lipatan pinggir bawah aponeurosis
muskulus obliquus externus abdominis yang disebut ligamentum inguinale dan
ujung medialnya disebut ligamentum lacunare. Dinding superior canalis inguinalis
dibentuk oleh serabut-serabut terbawah muskulus obliquus internus abdominis
dan muskulus transversus abdominis yang melengkung.
Fungsi canalis inguinalis, pada laki-laki, memungkinkan struktur-struktur
yang terdapat di dalam funiculus spermaticus berjalan dari atau ke testis menuju
abdomen dan sebaliknya. Pada perempuan, canalis inguinalis yang lebih kecil
memungkinkan ligamentum teres uteri berjalan dari uterus menuju ke labium
majus.

14 | M i n i P r o j e c t

Adanya canalis inguinalis pada bagian bawah dinding anterior abdomen


pada laki-laki dan perempuan merupakan suatu tempat lemah. Tataletak canalis
inguinalis untuk mengatasi kelemahan ini:
1. Dinding anterior canalis inguinalis diperkuat oleh serabut-serabut muskulus
obliquus internus abdominis tepat di depan anulus inguinalis profundus
2. Dinding posterior canalis inguinalis diperkuat oleh conjoined tendon tepat di
belakang anulus inguinalis superficialis
3. Pada waktu batuk dan mengedan (miksi, defekasi, dan partus), serabut-serabut
paling bawah muskulus obliquus internus abdominis dan muskulus transversus
abdominis yang melengkung berkontraksi sehingga atap yang melengkung
menjadi datar dan turun mendekati lantai. Atap mungkin menekan isi canalis
inguinalis ke arah dasar sehingga sebenarnya canalis inguinalis menutup.
4. Bila diperlukan mengedan dengan kuat, seperti pada defekasi dan partus,
secara alamiah orang cenderung dalam posisi jongkok, articulatio coxae fleksi,
dan permukaan anterior tungkai atas mendekati permukaan anterior dinding
abdomen. Dengan cara ini, bagian bawah dinding anterior abdomen dilindungi
oleh tungkai atas.

2.1.5

Funikulus Spermatikus
Funikulus spermatikus berawal pada anulus inguinalis profundus yang

terletak lateral terhadap arteri epigastrica inferior dan berakhir di testis. Strukturstruktur pada funikulus spermatikus adalah sebagai berikut: 1. Vas deferens, 2.
Arteria testikularis, 3. Vena testikularis, 4. Pembuluh limfatik testis, 5. Saraf-saraf
otonom, 6. Prosessus vaginalis (sisa), 7. Arteri cremaster, 8. Arteri ductus
deferentis, dan 9. Ramus genitalis nervus genitofemoralis yang mensarafi
muskulus cremaster.

15 | M i n i P r o j e c t

Gambar 5. Funikulus Spermatikus

2.1.6

Trigonum Hesselbach

Trigonum Hesselbach merupakan daerah dengan batas:

Inferior: Ligamentum Inguinal.

Lateral: Vasa epigastrika inferior.

Medial: Tepi m. rectus abdominis.

Dasarnya

dibentuk

oleh

fascia

transversalis

yang

diperkuat

serat

aponeurosis m.transversus abdominis. Hernia yang melewati trigonum Hesselbach

16 | M i n i P r o j e c t

disebut sebagai hernia direk, sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum
ini adalah hernia indirek.

Gambar 6. Trigonum Hesselbach

2.2.

Hernia Inguinalis

2.2.1

Definisi
Hernia berasal dari kata latin yang berarti ruptur. Hernia merupakan

protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat
dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen dan pada umumnya
daerah inguinal.
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Inguinalis Lateralis (HIL)
dan Hernia Inguinalis Medialis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain
yaitu hernia indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding
abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya
kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis
lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral vasa
epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) sebagiannya merupakan

17 | M i n i P r o j e c t

kelainan kongenital, meskipun ada yang didapat. Hernia inguinalis medialis


(HIM) atau hernia direk hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan
intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach.
2.2.2

Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen

muncul didaerah sekitar lipat paha.


Insidensi hernia inguinalis belum diketahui secara pasti. Menurut
Abrahamson (1997), pada usia anak- anak, ditemukan antara 10 - 20 per 1000
kelahiran hidup. Di belahan dunia bagian barat insiden hernia inguinalis pada
usia dewasa bervariasi antara 10 % dan 15 %. Sedangkan Zimmerson dan Anson
cit Schwartz (1994), melaporkan kejadian hernia adalah 5 % dari populasi lakilaki dewasa. Hernia inguinalis terjadi lebih banyak pada laki- laki daripada
wanita dengan perbandingan 7 : 1. Pada laki- laki umur 25 - 40 tahun
insidensinya bervariasi antara 5 - 8 %, sedangkan pada umur lebih dari 75 tahun
mencapai 45 %.
Hernia indirect lebih banyak daripada hernia direct yaitu 2:1. Hernia sisi
kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Sedangkan untuk Hhrnia femoralis
kejadiannya kurang dari 10 % dari semua hernia.
Hernia terdapat 6 kali lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Pada
pria, 97% dari hernia terjadi di daerah inguinalis, 2% sebagai hernia femoralis dan
1% sebagai hernia umbilicalis. Pada wanita variasinya berbeda, yaitu 50% terjadi
pada daerah inguinalis, 34% pada canalis femoralis dan 16% pada umbilicus.
Tabel 1. Frekuensi Relatif Hernia Abdominal Eksternal
Frekuensi Relatif Hernia Abdominal Eksternal
Tipe Hernia

Insidens (%)

Epigastric

Umbilical

Insisional

10

18 | M i n i P r o j e c t

2.2.3

Inguinal

78

Femoral

Lain-lain (jarang)

Faktor Resiko
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.

Hernia dapat dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia di anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong
dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Faktor yang dipandang berperan dalam terjadinya hernia ingunalis antara lain:
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.

Kebiasaan mengangkat barang yang berat


Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau

gangguan saluran kencing


Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma,
emphysema

2. Kelemahan otot dinding perut karena usia


3. Prosesus vaginalis yang terbuka
2.2.4

Klasifikasi

1. Menurut waktu
a. Hernia kongenital
b. Hernia akuisita/didapat
2. Menurut lokasi/letaknya
a. Hernia inguinalis
b. Hernia femoralis
c. Hernia umbilikalis
3. Secara klinis
19 | M i n i P r o j e c t

a. Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Keluar saat
berdiri atau mengedan, masuk ketika berbaring atau bila didorong
masuk perut
b. Hernia ireponibilis: bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali
ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh pelekatan isi
kantong kepada peritoneum kantong hernia.
c. Hernia strangulasi: hernia ireponibel yang disertai gangguan
vaskularisasi
d. Hernia inkarserata: hernia ireponibel yang disertai gangguan
pasasse
Hernia Inguinalis dibagi menjadi:
1. Hernia ingunalis lateralis (HIL)
Hernia inguinalis lateralis disebut juga hernia inguinalis indirek, keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang teletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke
dalam kanalis inguinalis (kanalis inguinalis berisi funikulus spermatikus
pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan) dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga disebut hernia
skrotalis. HIL dikenal sebagai hernia indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan
hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat terjadi
secara kongenital atau akuisita.
a. Hernia inguinalis indirek congenital
Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan
sama sekali tidak menutup. Sehingga kavum peritonei tetap
berhubungan dengan rongga tunika vaginalis propria testis. Dengan
demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalam kantong peritoneum
tersebut.

20 | M i n i P r o j e c t

b. Hernia inguinalis indirek akuisita


Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada suatu
bagian saja. Sehingga masih ada kantong peritoneum yang berasal dari
processus vaginalis yang tidak menutup pada waktu bayi dilahirkan.
Sewaktu-waktu kantung peritonei ini dapat terisi dalaman perut
(misalkan pada saat tekanan intra abdomen meningkat).

Gambar 7. Hernia Inguinalis Lateralis


2. Hernia inguinalis medialis
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung ke depan melalui segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi ligamentum
inguinal di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi
otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga Hasselbach dibentuk oleh fasia
transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis muskulus transversus abdominis
yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjadi

21 | M i n i P r o j e c t

lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak
ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar.

Gambar 8. Hernia Inguinalis Medialis


Hernia terdiri atas tiga bagian:
a. Kantong hernia, merupakan kantong (divertikulum) peritonei dan
mempunyai leher dan badan (corpus). Pada hernia abdominalis, kantong
hernia ini berupa peritoneum parietalis.
b. Isi hernia dapat terdiri atas setiap struktur yang ditemukan di dalam cavitas
abdominalis dan dapat bervariasi dari sebagian kecil omentum sampai
organ besar seperti usus.
c. Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen yang dilalui
oleh kantong hernia.

22 | M i n i P r o j e c t

Gambar 9. Bagian-Bagian dari Hernia

2.2.5 Patofisiologi
Pada bulan ke 8 dari kehamilan, terjadi desensus testikulorum melalui
kanal. Penurunan testis ini akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga
terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila
bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga
perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum
menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
prosesus vaginalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal,
prosesus yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus tidak
berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa terjadi kerana usia lanjut, karena pada
umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur,
organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua prosesus
tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris
resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat, mengangkat barang
barang berat, atau mengejan, prosesus yang sudah tertutup dapat terbuka kembali
dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya suatu jaringan tubuh
dan keluar melalui defek tersebut.

23 | M i n i P r o j e c t

Gambar 10. Patofisiologi Hernia Inguinalis


Dapat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia, hal ini
menyebabkan isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan
terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia
menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya
edema bila terjadi obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan
kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul
perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama
kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan
terjadi nekrosis.
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (berlubangnya) usus yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis.

24 | M i n i P r o j e c t

2.2.6

Manifestasi Klinis

Terdapat benjolan dilipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk,
bersin, berdiri, mengangkat berat dan hilang setelah berbaring (apabila
masih reponibel)
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan
pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia.
Gejala dari adanya komplikasi adalah :
Obstruksi usus : nyeri kolik, muntah, distensi, konstipasi.
Strangulasi : tambahan dari gejala obstruksi, rasa nyeri yang
menetap pada hernia, demam, takikardi.

Grade
Reponible

Tabel 2. Clinical grading


Reduction
Pain
Obstruction
+
-

Toxic
-

Irreponible

Incarceration

Colic

Strangulation

Steady

++

increase

2.2.7

leukositosis

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Hernia reponibel : terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang saat berbaring atau
saat direposisi.

Hernia ireponibel : terdapat benjolan dilipat paha yag muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan tidak menghilang saat berbaring
atau saat direposisi

Hernia inguinal

25 | M i n i P r o j e c t

Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari


lateral ke medial, tonjolan berbentuk lonjong.

Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.

b. Palpasi
Pemeriksaan Finger Test :
1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
3. Penderita disuruh batuk:

Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Gambar 11. Finger Tes


Pemeriksaan Zieman Test :
1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh
penderita).
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :

jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.

jari ke 3 : Hernia Ingunalis Medialis.

26 | M i n i P r o j e c t

jari ke 4 : Hernia Femoralis.

Gambar 12. Zieman Tes


Pemeriksaan Thumb Test :

Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan

Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.

Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Gambar 13. Thumb Tes


2.2.8

Diagnosis

27 | M i n i P r o j e c t

a. Anamnesis
Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya bagaimana sifat keluhan,
dimana lokasi dan kemana penjalarannya, bagaimana awal serangan dan
urutan kejadiannya, adanya faktor yang memperberat dan memperingan
keluhan, adanya keluhan lain yang berhubungan perlu ditanyakan dalam
diagnosis. Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu - satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau srangulasi karena nekrosis
atau gangren. Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah
inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual ke dalam kavitas
peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka
biasanya hernia muncul lagi.
b. Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Isi kantong hernia dapat berupa omentum, ileum, jejunum atau sigmoid.
Appendiks, bagian bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar
pernah dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum
teraba relatif bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila
kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele, tetapi tidak tembus cahaya.
Kadang kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak didalam lengkung
usus atau dengan auskultasi bisa menunjukkan peristaltik. Lengkung usus
yang berisi gas akan tympani pada perkusi. Dalam keadaan penderita berdiri,
gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan pemeriksaan
pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan dengan lebih
menyeluruh.

28 | M i n i P r o j e c t

1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai
labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia
inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila lihat,
penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat
berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju
ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis
lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke
depan, maka kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa pelipatan
paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai tangan
kanan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa Finger Tes, Zieman Tes,
dan Thumb Tes.
3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani. Bila didapatkan
perkusi hipertimpani maka harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulata.
4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi hernia
berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat obstruksi
usus.
2.2.9

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang dilakukan dan jarang mempunyai nilai.
a. Pencitraan
- Herniografi
Pada teknik ini, medium kontras diinjeksikan ke dalam kavum
peritoneal dan kemudian dilakukan X-ray, namun sekarang jarang
dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi hernia kontralateral

29 | M i n i P r o j e c t

pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan adanya


hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin.
- USG
Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara
klinis, misalnya pada Spigelian hernia.
- CT dan MRI
Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi (misalnya :
hernia obturator)
b. Laparaskopi
Hernia yang tidak diperkirakan terkadang ditemukan saat laparaskopi
untuk nyeri perut yang tidak dapat didiagnosa.
2.2.10 Diagnosis Banding
1. Hidrokel
Tidak dapat dimasukkan kembali. Testis pada pasien hidrokel tidak dapat
diraba. Pada hidrokel, pemeriksaan transiluminasi akan memberi hasil
positif. Hidrokel dapat dikosongkan dengan pungsi, tetapi sering kambuh
kembali. Pada pungsi didapatkan cairan jernih
2. Varikokel
Peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba sebagai
struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan
kesan raba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa
tonjolan dengan konsistensi elastis.
2.2.11 Tatalaksana
Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena potensinya
menimbulkan komplikasi inkarserasii atau strangulasi lebih berat dibandingkan
resiko yang minimal dari operasi hernia.

30 | M i n i P r o j e c t

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan


pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi.
a. Konservatif
Reposisi :
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata. Reposisi
dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang hernia membentuk corong
sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan
sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pemakaian
bantalan penyangga/sabuk hernia hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur
hidup. Sebaiknya cara seperti ini tidak dianjurkan karena menimbulkan
komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah
yang tertekan, sedangkan strangulasi tetap mengancam.
b. Operasi
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan.
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin kemudian
dipotong.
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti
lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan
herniotomi.
Pada

anak-anak

dilakukan

herniotomi

tanpa

hernioraphy

karena

masalahnya pada kantong hernia sedangkan keadaan otot-otot abdomen masih


kuat (tidak lemah), maka dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada perlekatan

31 | M i n i P r o j e c t

lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi mungkin


lalu dipotong.
Tekhnik Operasi
Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa cara, yaitu:
1. Bassini
dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan cara conjoint
tendon didekatkan dengan ligamentum Pouparts dan spermatic cord
diposisikan seanatomis mungkin di bawah aponeurosis muskulus oblikuus
eksterna. Menjahit conjoint tendon dengan ligamentum inguinal.
2. Shouldice
seperti bassini, ditambah jahitan fascia transversa dengan ligamentum
Cooper.
3. Lichtenstein
menggunakan propilene (bahan sintetik) menutup segitiga Hesselbach dan
mempersempit anulus internus.
4. Halsted
menempatkan muskulus oblikuus eksterna di antara cord, kebalikannya
cara Bassini. Seperti Bassini tetapi funikulus spermatikus berada diluar
Apponeurosis M.O.E.
5. Mc Vay
dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan conjoint tendon
lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum Cooper.
Berdasarkan pendekatan operasi, teknik hernioraphy dapat dikelompokkan
dalam 4 kategori utama:
a. Kelompok 1 : Open Anterior Repair
Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice)
melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dan
membebaskan funikulus spermatikus. Fascia transversalis kemudian
dibuka, dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect.
Kantung hernia diligasi dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.
32 | M i n i P r o j e c t

Teknik Bassini
Komponen utama dari teknik ini adalah :
Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis

inguinalis hingga ke cincin eksternal.


Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia
indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk mencari

hernia direct.
Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis (fascia

transversalis)
Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia transversalis, otot
transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum
inguinalis lateral.

Gambar 14. Tekhnik Bassini


Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam
rekonstruksi, tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk
mengikat fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis

33 | M i n i P r o j e c t

inguinalis. Kelemahannya adalah tegangan yang terjadi akibat jahitan


tersebut, selain dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi nekrosis otot
yang akan menyebabkan jahitan terlepas dan mengakibatkan kekambuhan.
b. Kelompok 2 : Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan
membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincinluar dan
masuk ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua
bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik
open anterior adalah rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior
repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena
menghindari jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya
dilakukan dengan anastesi regional atau anastesi umum.
c. Kelompok 3: Tension-free repair with Mesh
Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein

dan

Rutkow)

menggunakan pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior.


Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi
menempatkan sebuah prostesis, yaitu Mesh yang tidak diserap. Mesh ini
dapat memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan
ditempatkan di sekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini
dan angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen. Beberapa ahli
bedah meragukan keamanan jangka panjang penggunaan implant
prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan tetapi
pengalaman yang luas dengan mesh telah mulai menghilangkan anggapan
ini, dan teknik ini terus populer. Teknik ini dapat dilakukan dengan
anastesi lokal, regional atau general.

34 | M i n i P r o j e c t

Gambar 15. Tension-Free Repair with Mesh

d. Kelompok 4 : Laparoscopic
Operasi hernia laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir,
tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini,
hernia diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang besar di regio
inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi
obstruksi usus halus dan pembentukan fistel karena paparan usus terhadap
mesh.
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorhappies dilakukan
menggunakan salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP)
atau total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan
meletakkan trokar laparoskopik dalam cavum abdomen dan memperbaiki
regio inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan
kemudian ditutupi dengan peritoneum. Sedangkan pendekatan TEP adalah
prosedur laparokopik langsung yang mengharuskan masuk ke cavum
peritoneal untuk diseksi. Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa
cedera selama operasi.

35 | M i n i P r o j e c t

Gambar 16. Laparoscopic Mesh Repair

2.2.12 Komplikasi
Bila hernia tidak ditangani dengan cepat, maka dapat menyebabkan:
1. Meningkatnya keparahan (Clinical Grading) hernia
2. Obstruksi saluran pencernaan
3. Infeksi
4. Perforasi
5. Abses lokal
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel; ini dapat
terjadi kalau herniaterlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal
(hernia geser) atau hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa
benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
hernia strangulate yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Bila cincin
hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan
hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi

36 | M i n i P r o j e c t

retrograde yaitu dua segmen usus terperangkap didalam kantong hernia dan satu
segmen lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti huruf W.
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur
didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringa terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia
berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus,
dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, fistel atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Komplikasi intra operatif yang dapat terjadi antara lain :
1. Trauma pada Spermatic Cord
2. Trauma pada vasa spermatica atrofi/nekrosis testis
3. Trauma pada N. Ilioinguinalis, N. Genitofemoralis, N. cutaneus
femoris lateralis
4. Trauma pada vasa femoralis
Komplikasi post operatif yang dapat terjadi antara lain :
1. Infeksi
2. Hematoma
3. Trauma pada nervus akibat fibrosis maupun pembentukan neuroma
pasca bedah
4. Adhesi dan obstruksi usus
2.2.13 Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi
hernia umumnya dapat diatasi.
2.2.14 Pencegahan

37 | M i n i P r o j e c t

Hernia lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami kegemukan,


menderita batuk menahun, sembelit menahun atau BPH yang menyebabkan dia
harus mengedan ketika berkemih. Pengobatan terhadap berbagai keadaan diatas
bisa mengurangi resiko terjadinya hernia

38 | M i n i P r o j e c t

2.3 Permasalahan
2.5.1

Data Administrasi Pasien


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

2.5.2

Nama / Umur
No. register
Alamat
Agama
Suku
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan

: Tn. I/ 45 tahun
: RSUD Arga Makmur
: Suko Mulyo
: Islam
: Rejang
: Laki-laki
: SMP
: Pedagang

Data Biologik
a. Tinggi Badan
b. Berat Badan
c. Status Gizi

2.5.3

: 170 cm
: 55 kg
: Normal

Data Klinis
a. Anamnesis

Keluhan utama: sakit pinggang kiri sejak kurang lebih 6 bulan


Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sering


sakit di pinggang kiri. N y e r i d i r a s a k a n t e r u t a m a s a a t
beraktifitas

39 | M i n i P r o j e c t

berat,

dan

berkurang

jika

b e r i s t i r a h a t . N y e r i dirasakan tumpul, makin lama makin


terasa berat.

Keluhan disertai nyeri saat buang air kecil dan kencing berwarna
kuning agak kemerahan. Pasien pernah mengalami kencing

berpasir.
Tidak ada keluhan demam dan mual ataupun muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada. Riwayat operasi : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
o Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
seperti pasien.
Riwayat Perilaku/ Kebiasaan:
o Pasien adalah seorang pedagang, aktivitas fisik banyak,
konsumsi teh dan kopi sekitar 1-2 gelas kecil/ hari.
o Pasien umumnya minum air mineral sekitar 1 botol aqua besar
perhari (sekitar 1,5 L).
o Pola makan 2-3 kali sehari dengan nasi 1 centong, lauk (tahu,
tempe, ikan), sayur (bayam, kangkung, sawi), buah kadangkadang 1 kali sehari, dan minum kopi di pagi hari.
b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

: kompos mentis

Tanda vital

- Tekanan Darah: 110/70 mmHg


- Nadi
: 84 x/ menit
- Respirasi
: 18 x/ menit
- Suhu
: 36,7oC
Untuk dugaan diagnosa :
Kepala:
o Mata: simetris, konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-), pupil
bulat isokor, refleks cahaya +/+
Toraks: simetris, retaksi (-/-)
o Pulmo : simetris, sonor, wheezing (-/-) ronkhi (-/-)

40 | M i n i P r o j e c t

o Cor
: S1-S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Datar, lembut, massa (-).
o Turgor : abdominal pinch cepat. Bising usus (+) normal
o Hepar dan lien tidak teraba. Ruang traube kosong.
o Nyeri ketok CVA (-/+)
o Nyeri tekan suprasimfisis (-), buli-buli tidak penuh.
2.5.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

Jenia Pemeriksaan
HEMATOLOGI

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan Keterangan

Darah Perifer Lengkap


Hemoglobin

9,5

13-16

g/dL

Hematokrit

29,1

40-48

Eritrosit

3,7

4,5-5,5

%
6
10 /L

MCV

91,8

82-92

MCH

30,0

MCHC

27-31

fL
p

32,6

32-36

g
mg/dL

Trombosit

398

150-400

Leukosit
HEMOSTASIS

7,17

5,00-10,00

3
10 /L
3
10 /L

PT

10,9 (11,5)

9.8-12.6

detik

APTT

40,6 (31,9)

31-47

detik

KIMIA KLINIK
SGOT

17

<33

SGPT

14

<50

U/

Ureum

29

<50

/
mg/dL

1,80

0.8-1.3

mg/dL

GDS

86

70-140

mg/dL

Asam urat

8,1

<7,0

mg/dL

Kreatinin

ELEKTROLIT

41 | M i n i P r o j e c t

Natrium (Na)

130

135-145

mEq/L

Kalium (K)

4,4

3,5-5,5

mEq/L

Klorida (Cl)

106

98-109

mEq/L

Urin Lengkap
Warna kuning, keruh, berat jenis 1,020, pH 6,0, Leukosit 45-50/ LPB, eritrosit 2025/ LPB, silinder hyaline 0-1/ LPB, sel epitel 1+, kristal negatif, bacteria positif.
Protein 1+, glukosa negatif, keton negatif, darah 3+, bilirubin negatif,
urobilinogen 3,2 mol/ L, nitrit positif, leukosit esterase 3+
Rontgen Toraks

Deskripsi: tulang dan jaringan lunak baik, sudut kostofrenikus tajam,


diafragma licin, CTR <50%, hilus tidak menebal, corakan bronkovaskular
baik, trakea ditengah, tidak terdapat infiltrat. Kesimpulan : foto toraks normal
Pemeriksaan BNO

42 | M i n i P r o j e c t

Deskripsi: lemak properitoneal baik; distribusi udara usus tersebar sampai ke


distal, tak tampak dilatasi abnormal; kontur ginjal kanan baik, kiri samar;
tampak bayangan radioopak di hemiabdomen kiri setinggi vertebra L1-2
Kesimpulan: nefrolitiasis kiri.
Pemeriksaan USG Ginjal

Deskripsi:
Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal
Ginjal kiri: ginjal kiri tidak jelas tanda obstruksi, acoustic shadow (+)
nefrolitiasis dengan batu di kaliks bawah ukuran 4,4 mm.
2.5.5

Diagnosis
Nefrolitiasis Sinistra

2.5.6

Penatalaksanaan
Non - Farmakologi :
-

Rujuk dokter spesialis penyakit dalam dan bedah rencana

tindakan konservatif/ medikamentosa/ operatif.


Komunikasi Informasi - Edukasi kepada pasien mengenai

penyakit, pengobatan, dan pencegahannya.


Motivasi rawat inap total bedrest, pemasangan infus dan

terapi parenteral.
Observasi keadaan umum, tanda vital dan hasil pemeriksaan
darah di RS dengan medikamentosa.

43 | M i n i P r o j e c t

Edukasi tentang perubahan kebiasaan/ perilaku : mengurangi/


stop konsumsi kopi, mengurang makan-makanan yang banyak
mengandung asam urat seperti pucuk daun, jeroan, sayuran
hijau, perbanyak minum air mineral (minimal 8 gelas/ hari),
kurangi aktifitas fisik yang terlalu berat.

Farmakologi :
o Terapi cairan IVFD NaCL 0,9% 500 cc/12 jam
o Antibiotik : Ampicillin 3 x 1 gr (IV)
o Analgetik : Metimazole Na 2 x 1 amp
o Diuretik : Furosemid 2 x 2 amp
o Antimual : Ranitidine 2 x 1 gr (IV)
2.5.7

Prognosis

Quo ad Vitam

: ad bonam

Quo ad Functionam

: dubia ad bonam

Quo ad Sanationam

: dubia ad bonam

44 | M i n i P r o j e c t

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.1.

Bahan/ Subjek/ Objek Penelitian

3.1.1

Populasi dan Subjek Penelitian


3.1.1.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil
pengukuran yang menjadi objek penelitian, atau populasi merupakan objek
atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat
tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan, 2009).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang melakukan
pemeriksaan foto polos BNO dan positif nefrolitiasis, dengan diagnosis
dan pemeriksaan fisik awal dokter perujuk ke Instalasi Radiologi RSUD
Arga Makmur.
3.1.1.2 Subjek Penelitian
Kriteria Inklusi
1) Pasien yang tercatat dalam rekam medis di Instalasi Bedah dan
atau Penyakit Dalam.
2) Diagnosa awal suspek nefrolitiasis.
3) Pemeriksaan ketok CVA positif (+).
4) Melakukan pemeriksaan foto polos BNO, dan positif nefrolitiasis.

3.1.2

Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

45 | M i n i P r o j e c t

a. Lembar 1: lembar perizinan kepada RSUD Arga Makmur Kabupaten


Bengkulu Utara untuk meminta persetujuan melakukan penelitian/
pengumpulan data rekam medis pasien.
b. Lembar 2: lembar data umum subjek penelitian.
c. Lembar 3: lembar observasi yang akan diisi berdasarkan data pasien.
3.1.3

Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti,

dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi. (Notoatmojo, 2002). Dalam


penelitian ini, sampel penelitian adalah sebagian pasien yang memiliki hasil
rontgen foto polos BNO nefrolithiasis pada waktu penelitian dilakukan, yaitu
selama periode Januari-Mei 2014.
Dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, sampel
ditentukan dengan Consecutive sampling, berdasarkan kriteria inklusi, dan
ketercapaian jumlah sampel.

3.1.3.1 Teknik Pengambilan Sampel


Metode

pengambilan

sampel

pada

penelitian

ini

yaitu

dengan

menggunakan Total sampling yaitu jumlah sampel sama dengan jumlah populasi
pasien yang ada ketika dilakukan penelitian.
Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti berdasarkan
data rekam medis dan data yang di ambil oleh peneliti di Instalasi Bedah dan
Penyakit Dalam selama periode Januari-Mei 2014 untuk mandapatkan data
primer..
3.1.3.2 Jumlah Sampel Minimal
Berdasarkan teknik pengambilan sampel yang dilakukan, maka jumlah
sampel sama dengan jumlah populasi pasien yang ada ketika dilakukan penelitian.
Pengambilan sampel dengan menggunakan Total sampling oleh peneliti
dikarekan berdasarkan data rekam medis dan data yang di ambil oleh peneliti di

46 | M i n i P r o j e c t

Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam pada bulan Januari-Mei 2014, yaitu pasien
yang melakukan pemeriksaan foto polos BNO dengan diagnosis awal dokter
perujuk ke Instalasi Radiologi RSUD Arga Makmur yang sedikit yaitu berjumlah
42 kasus, sehingga menjadi alasan peneliti menggunakan total sampling, dengan
perhitungan jumlah sampel minimal.
1.2.

Metode Penelitian

3.2.1

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

rancangan untuk mengetahui atau melihat angka kejadian pasien suspek


nefrolitiasis yang disertai nyeri ketok CVA dan hasil pemeriksaan foto polos BNO
di Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga Makmur Kabupaten Bengkulu
Utara periode Januari-Mei 2014.
Pemilihan rancangan ini didasarkan karena mudah dilaksanakan, ekonomis
dan efektif dari segi biaya dan waktu, sedangkan hasilnya dapat diperoleh dengan
cepat dan tepat.
3.2.2

Identifikasi Variabel

3.2.2.1 Variabel
Variabel Bebas
Variabel bebas adalah gambaran foto polos BNO positif nefrolitiasis,
karakteristik pasien dari segi umur, jenis kelamin, pekerjaan
Variabel Terikat
Variabel terikat adalah diagnosa nefrolitiasis, pemeriksaan ketok CVA
positif.
3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
No
1

Variabel

Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan

Skala

Kriteria
Nefrolitiasis adalah suatu keadaan adanya massa Ordina

47 | M i n i P r o j e c t

Nefrolitiasi

keras seperti batu yang berada di ginjal dan l

salurannya

dan

dapat

menyebabkan

nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.


Ditentukan berdasarkan diagnosa yang ditulis dokter
pada rekam medis pasien.
Diagnosa nefrolitiasis dikategorikan menjadi:
2

Positif (+)

- Negatif (-)
Ketok CVA Ketok CVA adalah salah satu pemeriksaan fisik yang Ordina
dilakukan

kepada

pasien

dengan

memberikan l

ketokan pada sudut kostovertebra.


Pada pasien nefrolitiasis akan didapat nyeri positif
pada pemeriksaan ketok CVA.
Pemeriksaan ketok CVA dikategorikan menjadi:
3

Positif (+)

Foto Polos

- Negatif (-)
Foto polos BNO merupakan pemeriksaan penunjang Ordina

BNO

yang pertama dilakukan bila ada keluhan nyeri l


abdomen atau nyeri di sekitar area urogenital.
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk
melihat kemungkinan adanya batu di saluran kemih,
baik yang bersifat radioopak ataupun non-opak
(radiolusen)
Pemeriksaan

foto

polos

BNO

dikategorikan

menjadi:
-

Positif (+)

Negatif (-)

3.2.3. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data


3.2.3.1 Cara Kerja
1) Subjek penelitian adalah pasien yang tercatat di rekam medis dengan
diagnosa nefrolitiasis yang memiliki hasil pemeriksaan ketok CVA dan

48 | M i n i P r o j e c t

foto polos BNO positif di Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD
Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara periode Januari sampai Mei
2014.
2) Sebelum penelitian dimulai, meminta perizinan terlebih dahulu kepada
RSUD Arga Makmur untuk meminta persetujuan melakukan
penelitian/ pengambilan data rekam medis pasien.
3) Data rekam medis pasien yang masuk criteria inklusi kemudian
diambil dan dikumpulkan, serta dicatat dengan menggunakan lembar
observasi yang diisi berdasarkan data pasien.
4) Data pasien yang diambil dijaga kerahasiaan nama (anonymity) dan
data informasi yang diperoleh dijamin kerahasiaannya (confidentially).
5) Setelah

melakukan

pengumpulan,

selanjutnya

data

tersebut

dikategorikan berdasarkan skalanya dan hasilnya dimasukkan ke dalam


komputer.
6) Hasil data rekam medis subjek kemudian dicocokkan, dianalisis dan
dikaitkan untuk mengetahui hubungan antara kedua variable tersebut.
3.2.3.2 Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti di RSUD
Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara. Peneliti mengumpulkan berkas-berkas
rekam medis pasien untuk mendapatkan data penelitian. Data penelitian berupa:
1.

Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, baik pengolahan maupun
analisis dan publikasi yang dilakukan sendiri. (Machfoedz, 2006).
Data primer ini berupa data identitas dan hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik (ketok CVA) dan pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen),
serta diagnosa pasien yang tercatat dalam rekam medis RSUD Arga
Makmur periode Januari-Mei 2014.

2.

Data sekunder

49 | M i n i P r o j e c t

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil laporan atau
penelitian orang lain atau studi kepustakaan. (Machfoedz, 2006).
Data sekunder ini berupa diperoleh dari Profil RSUD, laporan
Poliklinik Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga Makmur, dan
laporan petugas Surveilans, serta data lainnya yang berasal dari studi
kepustakaan. Data sekunder ini berupa data jumlah penduduk, data
ketenagaan dan sarana kesehatan, mata pencaharian penduduk, data
demografi RSUD Arga Makmur, data penderita nefrotiasis, serta
tinjauan kepustakaan mengenai nefrolitiasis.
3.2.4

Analisis Data
Data yang terkumpul dilakukan pemeriksaan data, koding, tabulasi dan

selanjutnya dimasukkan kedalam komputer. Analisis data meliputi analisis


deskriptif. Pada analisis deskriptif, data yang berskala numerik seperti umur
dideskripsikan sebagai rerata, sedangkan variabel berskala kategorikal seperti
jenis kelamin, pekerjaan, hasil pemeriksaan ketok CVA, dan hasil foto polos BNO
dideskripsikan sebagai distribusi frekuensi dan persentase (%).
3.2.5

Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.5.1 Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di RSUD Arga Makmur Kabupaten Bengkulu
Utara selama periode Januari-Mei 2014.
3.2.5.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama periode Januai 2014 hingga Mei 2014.

3.3.

Kerangka Konsep

50 | M i n i P r o j e c t

Perizinan kepada RSUD Arga Makmur Kab. Bengkulu Utara untuk meminta persetujuan akan
melakukan penelitian/ pengumpulan data medis pasien

Menurut
Notoatmodjo
yang
dimaksud
kerangka
penelitian
Seluruh data
rekam medis(2002)
pasien dan
data
di Instalasidengan
Bedah dan
Penyakit konsep
Dalam RSUD
Arga
Makmur Kab.Bengkulu Utara pada bulan Januari hingga Mei 2014

n pasien yang memenuhi kiteria inklusi


Pengumpulan dan pengolahan data
Pemasukan data ke dalam komputer
Hasil Penelitian

Diagram 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB IV
HASIL MINI PROJECT
4.1.

Profil Komunitas Umum Wilayah Penelitian

4.1.1

Letak Geografis
Puskesmas Arga Mamur terletak di pusat Ibukota Kabupaten Bengkulu

Utara, yaitu merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kecamatan Kota
Arga Makmur. Secara geografis, Puskesmas Arga Makmur terletak di lokasi yang

51 | M i n i P r o j e c t

sangat strategis dan sangat mudah untuk dijangkau karena letaknya yang berada di
Pusat Ibukota Kabupaten. Luas wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur 38 Km
dengan jumlah desa binaan 10 desa, dengan jumlah kepala keluarga 4.509 KK
serta jumlah rumah 4.509 rumah dengan tingkat hunian rata-rata tiap rumah
sebanyak 3 dan 4 orang. Diperkirakan kepadatan penduduk 99 jiwa per Km,
keseluruhan desa tersebut dapat dilalui oleh kendaraan roda 2 maupun roda 4.
Batas wilayah kecamatan Argamakmur adalah :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Taba Tembilang

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kali

Sebalah Barat berbatasan dengan Desa Gunung Sari

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tebing Kaning

Gambar 4.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Arga Makmur


4.1.2 Data Demografik / Kependudukan
Puskesmas Arga Makmur memiliki jumlah penduduk 20.393 jiwa yang
tersebar hampir merata di seluruh Desa yang berada dalam wilayah kerja
Puskesmas, adapun jumlah penduduk ini dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk per Kelurahan Menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin

52 | M i n i P r o j e c t

No.
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Kelurahan
Gunung Alam
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Rama Agung
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Karang Suci
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Talang Denau
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Gunung Selan
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Gunung Agung
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Tanjung Raman
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Lubuk Saung

53 | M i n i P r o j e c t

Laki-laki

Perempuan
4.333

174
463
999
459
18

190
482
1.084
444
20
2.980

183
175
468
371
155

217
239
595
380
197
3.155

144
318
755
278
58

147
343
763
293
56
382

26
40
102
25
7

24
25
101
23
9
2.634

144
237
598
203
101

165
246
635
208
97
1.857

100
191
471
138
20

95
203
487
134
18
1.119

63
114
278
73
30

60
97
313
62
29
1.564

0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
9.
Datar Ruyung
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
10.
Sido Urip
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Jumlah
Sumber : PKM, 2013

120
126
415
89
17

125
121
449
74
28
762

43
60
185
55
16

56
75
204
53
15
1.607

62
93
404
201
41

69
100
389
197
51
20.393

Masyarakat yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur


sudah sangat mengerti pentingnya manfaat pendiddikan. Adapun tingkat
pendidikan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur dapat di lihat
dari tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk berdasarkan Pendidikan
No
Pendidikan
1. Buta Aksara

Jumlah
311

Persentase ( % )
1,91

2.

Tidak/ Belum pernah sekolah

1.056

6,41

3.

Tidak/ Belum tamat SD

1.143

6,93

4.

SD / MI

3.734

22,50

5.

SLTP / MTs

3.310

20,02

6.

SLTA / MA

4.798

29,02

2.182
16.534

13,21
100

7. Perguruan Tinggi
Jumlah
Sumber : PKM, 2013

54 | M i n i P r o j e c t

Penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Arga makmur


mayoritas memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Petani
(tabel.4), hal tersebut juga kemungkinan didukung masih luasnya areal yang
kosong yang berada diwilayah kerja Puskesmas Arga Makmur. Adapun distribusi
jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan di gambar dalam tabel 4.4.
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk berdasarkan Pekerjaan
No
Pendidikan
1. PNS

Jumlah
2.598

Persentase (%)
29,60

2.

Petani

2.291

26,20

3.

Pedagang

898

10,40

4.

Buruh

1.340

15,40

1.670
8.797

18,40
100

5. Lain-lain
Jumlah
Sumber : PKM, 2013

55 | M i n i P r o j e c t

Dari gambaran data-data yang terdapat pada tabel-tabel diatas, dapat


dikatakan bahwa dalam rentang waktu yang relatif singkat, pelaksanaan
pembangunan kesehatan di Bengkulu Utara khususnya di Wilayah kerja
Puskesmas Arga Makmur telah menunjukan hasil yang cukup berarti, hal ini tidak
terlepas dari kinerja semua unsur/elemen Pemerintah Daerah khususnya, yang ada
di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur.
Untuk mengukur derajat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Arga
Makmur, dibutuhkan beberapa indikator, antara lain :
a. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi Kabupaten Bengkulu Utara tahun 1990 (Sensus
Penduduk) sebesar 66 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini masih
tinggi dibandingkan dengan angka kematian bayi nasional 60 per 1000
kelahiran hidup. Angka kematian bayi Propinsi Bengkulu 70 per 1000
kelahiran hidup. Pada tahun 2013, di Puskesmas Arga Makmur
terdapat kelahiran 3 orang bayi dan 1 orang kematian bayi.
b. Angka Kematian Anak
Indikator ini dapat menggambarkan kondisi penyakit menular pada
anak dan insiden di dalam atau di luar rumah, kondisi kesehatan
lingkungan yang langsung mempengaruhi kesehatan anak, tingkat
kekebalan terhadap penyakit tertentu, tingkat upaya pelayanan anak,
dan kondisi lingkungan sosial ekonomi yang mempengaruhi kesehatan
56 | M i n i P r o j e c t

anak. Di wilayah Puskesmas Arga Makmur pada tahun 2013, tidak


terdapat Kematian Anak.
c. Angka Kematian Ibu Bersalin
Untuk melihat gambaran status gizi dan kesehatan ibu, kondisi
kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu
hamil sangat perlu diperhatikan. Di wilayah Puskesmas Arga Makmur
pada tahun 2013, angka kematian ibu bersalin tidak ada.
Berikut ini adalah 10 penyakit terbanyak yang terdapat di wilayah
kerja Puskesmas Arga Makmur :
Tabel 4.4. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Arga Makmur
No

Kasus
Persentase
Jumlah
(%)
2.481
12,16

Jenis Penyakit

Penyakit Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

Penyakit lainnya

2.064

10,12

Penyakit Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

1.103

5,40

Penyakit Gangguan Mulut

882

4,32

Penyakit

604

2,96

(Dermatitis)

462

2,26

Penyakit pada System Otot dan Jar. Pengikat

196

0,96

(Rheumatik)

184

0,90

Penyakit Bakteri (Pneumonia, Bronkitis)

138

0,67

10

Penyakit Infeksi pada Usus (Diare, Disentri)

55

0,26

Kulit

dan

Jaringan

Sub

Kutan

Riketiasis dan Penyakit karena Antropoda Lain


(Malaria)
Penyakit Infeksi karena Parasit dan Akibat
Kemudian
Sumber : PKM, 2013
Dari data tabel 4.4., adapun kasus penyakit menular di Puskesmas Arga
Makmur adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) terdapat 2.481

57 | M i n i P r o j e c t

kasus, riketiasis dan penyakit karena antropoda lain (malaria) dengan jumlah 55
kasus, dan penyakit kulit dan jaringan sub kutan (dermatitis) dengan jumlah 604
kasus.
1.1.3. Sarana dan Prasarana
Puskesmas Arga Makmur memiliki 1 pustu yaitu Pustu Gunung Selan
yang posisi tempatnya telah terjangkau ke seluruh desa yang jauh dari Puskesmas
Induk, 3 Puskesdes (Lubuk Saung, Talang Denau, Sidourip) dan 18 Posyandu.
Memiliki kendaraan roda 4 (Pusling), serta 10 unit motor dinas yang kesemuanya
digunakan untuk menunjang kelancaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat
yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur demi tercapainya misi
dan visi Puskesmas.
Di Puskesmas Arga Makmur saat ini telah memiliki laboraturium
sederhana yang dapat dipergunakan untuk pelayanan pemeriksaan sederhana
seperti Pemeriksaan Hb, Golongan Darah, DDR, Pemeriksaan Gula Darah,
Kolesterol, Asam Urat dan tes HCG.
4.1.4

Ketenagaan
Ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas Arga Makmur saat ini adalah

sebagai berikut:

Dokter Umum

: 1 orang

Dokter Gigi

: 1 orang

S1. Keperawatan

: 2 orang

S1. Kesehatan Masyarakat

: 8 orang

D3 Keperawatan

: 13 orang

D4 Perawat

: 1 orang

Perawat

: 2 orang

D3 Kebidanan

: 7 orang

D4 Bidan

: 1 orang

Bidan

: 13 orang

58 | M i n i P r o j e c t

Perawat Gigi

: 1 orang

Assisten Apoteker

: 1 orang

Sanitarian

: 2 orang

Nutrisimis

: 1 orang

Pekarya Kesehatan

: 1 orang

Tenaga Sukarela (TKS)

: 2 orang

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Puskesmas Arga Makmur


masih membutuhkan seorang tenaga Analis untuk menunjang program dan
kegiatan lainnya. Untuk pelayanan Laboratorium dapat berjalan dengan baik
dengan koordinasi yang baik dengan Dinas Kesehatan. Sementara di pelayanan
kesehatan di desa sudah dapat dilayani dan ditanggulangi oleh Petugas Pustu dan
Bidan Desa.
Berdasarkan data dari bagian rekam medik RSUD Arga Makmur diketahui
bahwa selama periode Januari 2013 Januari 2014 terdapat 93 kasus pasien
dengan diagnosis nefrolitiasis. Pasien nefrolitiasis yang diambil pada penelitian
ini hanya selama periode Januari- Mei 2014 yaitu sebanyak 42 pasien dari total
kasus yang ada, karena 51 pasien tidak ditemukan berkas rekam mediknya
dikarenakan hilang atau tidak ada. Hal ini disebabkan karena ruang rekam medik
terjadi kebakaran sehingga beberapa rekam medik telah terbakar atau hilang.
1.2.

Hasil Penelitian
Populasi pasien dengan suspek nefrolithiasis yang melakukan pemeriksaan

foto polos BNO pada saat dilakukan penelitian sebanyak 42 orang. Karena
penelitian ini menggunakan total sampling, maka seluruh populasi yang ada di
jadikan sampel pada penelitian ini.
4.2.1

Karakteristik Jenis Kelamin Pasien


Berikut disajikan data yang menunjukkan karakteristik dari 42 data pasien

yang terlibat dalam penelitian ini

59 | M i n i P r o j e c t

Tabel 4.7. Distribusi Pasien dengan Suspek Nefrolithiasis yang Melakukan


Pemeriksaan

Foto Polos BNO Januari-Mei 2014 Berdasarkan Jenis

Kelamin (N= 42)


Jenis Kelamin

Laki-Laki

28

66,7

Perempuan

14

33,3

Total
42
100
Tabel 4.7. menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak yang menjadi
subjek penelitian terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 28 orang
(66,7%).

4.2.2

Karakteristik Umur Pasien


Berikut disajikan data mengenai karakteristik usia pasien yang menjadi

subjek penelitian berdasarkan data rekam medis yang didapat


Tabel 4.8. Distribusi Pasien dengan Suspek Nefrolithiasis yang Melakukan
Pemeriksaan

Foto Polos BNO Januari-Mei 2014 Berdasarkan Umur (N=

42)
Usia

28-35

7,1

36-45

11

26,2

46-55

12

28,6

60 | M i n i P r o j e c t

56-65

11

26,2

>65

11,9

Total

42

100

Tabel 4.8. menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak yang terlibat


dalam penelitian ini terdapat dalam umur 46-55 tahun yaitu sebanyak 12 orang
(28,6%).

4.2.3

Karakteristik Pekerjaan Pasien


Berikut disajikan data mengenai pekerjaan pasien yang menjadi subjek

penelitian berdasarkan data rekam medis yang didapat


Tabel 4.9. Distribusi Pasien dengan Suspek Nefrolithiasis yang Melakukan
Pemeriksaan

Foto Polos BNO Januari-Mei 2014 Berdasarkan Pekerjaan

(N= 42)
Usia

PNS

11

26,2

Swasta

23

54,8

Lain-lain

19,0

Total
42
100
Tabel 4.9. menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak yang terlibat
dalam penelitian ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai swasta yaitu
sebanyak 23 orang (54,8%).

61 | M i n i P r o j e c t

4.2.4

Foto Polos BNO


Berikut disajikan data yang menunjukkan karakteristik gambaran foto

polos BNO dari 42 pasien yang terlibat dalam penelitian berdasarkan rekam medis
yang didapat
Tabel 4.10. Penderita Suspek Nefrolithiasis yang Memperlihatkan Gambaran
Batu Opak/ Non-Opak Ginjal pada Pemeriksaan Foto Polos BNO ( N= 42)
Batu Opak/ Nonn
%
Opak
Positif

32

76,2

Negatif

10

23,8

Total
42
100
Tabel 4.10. menunjukkan bahwa pasien suspek nefrolitiasis dengan nyeri
ketok CVA di Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara berdasarkan hasil pemeriksaan foto polos BNO
termasuk kategori positif sebanyak 32 orang (76,2%) dan dengan hasil negatif
sebanyak 10 orang (23,8%). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
hasil pemeriksaan foto polos BNO pada pasien suspek nefrolitiasis dengan nyeri
ketok CVA di Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara sebagian besar positif, walaupun masih ada yang
menunjukkan hasil negatif.

62 | M i n i P r o j e c t

4.2.5

Distribusi Foto Polos BNO Positif

4.2.5.1 Distribusi Foto Polos BNO Positif Berdasarkan Jenis Kelamin


Distribusi foto polos BNO positif berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada tabel 4.11. berikut ini.
Tabel 4.11. Distribusi Pasien Suspek Nefrolitiasis yang Memperlihatkan
Gambaran Batu Opak/ Non-Opak pada Pemeriksaan Foto Polos BNO
Berdasarkan Jenis Kelamin (N= 32)
Jenis Kelamin
n

Laki-laki

21

65,6

Perempuan

11

34,3

Total
32
100
Dari tabel 4.11. menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, pasien
suspek nefrolitiasis yang memperlihatkan gambaran batu opak/ non-opak (positif)
pada pemeriksaan foto polos BNO terbanyak adalah laki-laki.

63 | M i n i P r o j e c t

4.1.5.2 Distribusi Foto Polos BNO Positif Berdasarkan Umur


Distribusi foto polos BNO positif berdasarkan umur dapat dilihat pada
tabel 4.12. berikut.
Tabel 4.12. Distribusi Pasien Suspek Nefrolitiasis yang Memperlihatkan
Gambaran Batu Opak/ Non-Opak pada Pemeriksaan Foto Polos BNO
Berdasarkan Umur (N= 32)
Usia

28-35

6,3

36-45

25,0

46-55

25,0

56-65

10

31,25

>65

12,5

Total
32
100
Tabel 4.12. menunjukkan bahwa sebagian besar pasien suspek nefrolitiasis
yang memperlihatkan gambaran batu opak/ non-opak (positif) pada pemeriksaan
foto polos BNO berumur 56-65 tahun yaitu 10 orang (31,25%).

64 | M i n i P r o j e c t

4.1.5.3 Distribusi Foto Polos BNO Positif Berdasarkan Pekerjaan


Distribusi foto polos BNO positif berdasarkan umur dapat dilihat pada
tabel 4.13. berikut.
Tabel 4.13. Distribusi Pasien Suspek Nefrolitiasis yang Memperlihatkan
Gambaran Batu Opak/ Non-Opak pada Pemeriksaan Foto Polos BNO
Berdasarkan Pekerjaan (N= 32)
Pekerjaan

PNS

18,8

Swasta

20

60,2

Lain-lain

18,8

Total
32
100
Tabel 4.13. menunjukkan bahwa pasien suspek nefrolitiasis yang
memperlihatkan gambaran batu opak/ non-opak (positif) pada pemeriksaan foto
polos BNO sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai swasta, yaitu 20 orang
(60,2%).

65 | M i n i P r o j e c t

4.1.5.4 Distribusi Foto Polos BNO Positif dengan Nyeri Ketok CVA
Distribusi foto polos BNO positif dengan hasil pemeriksaan nyeri ketok
CVA dapat dilihat pada tabel 4.14. berikut.
Tabel 4.14. Distribusi Kejadian Batu Opak Ginjal dengan Nyeri Ketok CVA
pada Pasien Suspek Nefrolitiasis (N= 32)
Nyeri Ketok CVA
n

Positif

13

40,6

Negatif

19

59,4

Total

32

100

Tabel 4.14. menunjukkan bahwa pasien suspek nefrolitiasis yang


memperlihatkan gambaran batu opak/ non-opak (positif) pada pemeriksaan foto
polos BNO sebagian besar menunjukkan nyeri ketok CVA negatif pada
pemeriksaan fisik, yaitu sebanyak 19 orang (59,3%).

66 | M i n i P r o j e c t

BAB V
PEMBAHASAN
1.1.

Pembahasan
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan

rancangan untuk mengetahui angka kejadian penyakit (nefrolitiasis) pada salah


satu Rumah Sakit (RS) di Kabupaten Bengkulu Utara dalam hubungannya dengan
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang.
Sampel yang diperiksa pada penelitian ini adalah terbatas hanya pada
pasien dengan diagnosis nefrolitiasis yang tercatat dalam rekam medis yang ada
pada RSUD setempat selama periode waktu tertentu.
5.1.1

Gambaran Foto Polos BNO


Berdasarkan data yang diperoleh dengan melakukan penelitian didapatkan

angka kejadian batu opak/ non-opak ginjal pada pasien suspek nefrolitiasis yang
ditemukan dengan pemeriksaan foto polos BNO sebanyak 76,2 % atau 32 orang
dari 42 kasus yang masuk ke Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga
Makmur Bengkulu Utara selama periode Januari-Mei 2014.
Meskipun 90% dari batu urin yang buram pada foto polos BNO,
sensitivitas untuk identifikasi calon batu individu sekitar 50-60%, dan spesifisitas
sekitar 70%. Sekitar 10% dari batu yang memiliki gambaran radiolusen.
Foto polos BNO memiliki kinerja yang cukup baik untuk mendeteksi
adanya sebuah suspek batu opak/ non-opak ginjal, namun foto polos bukan
merupakan sebuah gold standart untuk menentukan adanya batu opak/ non-opak
pada ginjal dari segi pemeriksaan radiologi diagnostik. Foto polos BNO lebih
sering digunakan sebagai screening awal untuk menentukan adanya batu opak/
non-opak pada ginjal atau tidak.
Pada hasil penelitian yang didapatkan, foto polos BNO cukup baik
mendeteksi adanya batu pada ginjal dengan ukuran batu yang relatif besar seperti

67 | M i n i P r o j e c t

batu cetak (staghorn calculi) atau batu dengan ukuran sedang lainnya pada pasien
suspek nefrolitiasis. Namun pada batu dengan ukuran kecil akan sedikit sulit
mendeteksi adanya batu dari foto polos BNO anterior karena gambaran usus
didepannya yang menyebabkan gambaran menjadi buram. Untuk batu dengan
ukuran yang lebih kecil, akan lebih baik bila dilakukan pemeriksaan lanjutan
seperti Ultrasonografi atau IVP.
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium amonium fosfat (MAP), xanthin dan sistin.
Batu saluran kemih mempunyai komponen dasar kalsium sekitar 75% berupa
kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran oksalat dan fosfat. Diduga dua
proses yang terlibat dalam batu saluran kemih yakni supersaturasi dan nukleasi.
Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah
besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang menekan
pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam
urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian
merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu.
5.1.2

Gambaran Foto Polos BNO Positif Berdasarkan Umur


Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata pasien yang memiliki gambaran

foto polos BNO (opak/ non-opak ginjal) positif berumur 56-65 tahun, yaitu
sebanyak 10 orang (31,25%).
Hasil dari penelitian diatas hampir mendekati dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dewa ayu dkk, dari umur penderita dapat dilihat bahwa batu
saluran kemih terjadi paling banyak pada rentang umur 46-60 tahun yaitu 45
orang (39,8%) dari seluruh sampel penelitian. Sedangkan hasil penelitian yang
dilakukan Hardjonoe dkk, menunjukkan hal yang berbeda dimana kelompok umur
terbanyak mengalami penyakit batu saluran kemih adalah kelompok umur 31
sampai 45 tahun yaitu 71 orang (35,7%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sadhya dkk, yang meneliti mengenai
penyakit batu saluran kemih dari segi etiologi dan evaluasi, dimana didapatkan
68 | M i n i P r o j e c t

pada pria kejadian batu ginjal menurun tajam setelah 60 tahun. Dimana pada usia
tersebut terjadi penurununan penyerapan banyak nutrisi yang mempengaruhi
pembentukan batu oleh usus, seperti kalsium. Kemudian, pada usia yang lebih tua,
sering tejadinya kekambuhan dari batu ginjal setelah dilakukan terapi dari
penyakit batu saluran kemih itu sendiri. Sedangkan pada usia <60 tahun,
dipengaruhi oleh lama dan kurangnya eksresi dari zat pembentuk batu.

5.1.3

Gambaran Foto Polos BNO Positif Berdasarkan Pekerjaan


Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata pasien yang memiliki hasil foto

polos BNO positif (opak/ non-opak ginjal) memiliki pekerjaan sebagai karyawan
swasta, yaitu sebanyak 20 orang (60,2%).
Namun tingginya aktivitas tak selamanya membuat risiko terjadinya batu
saluran kemih menjadi lebih rendah. Hal ini dibuktikan di Thailand oleh
Tanthanuch dkk yang menemukan bahwa pekerja seperti petani memiliki insiden
batu saluran kemih lebih tinggi dibandingkan Sedentary workers seperti pegawai
pemerintah dan pelajar yang mana hasil penelitian ini mendekati hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukan rendahnya jumlah kasus batu opak ginjal yang
terjadi pada pegawai negeri sipil yaitu hanya 18,8 % dari kasus. Penelitian ini
sekaligus bertentangan dengan epidemiologi dinegara barat yang menunjukkan
sedentary workers memiliki insiden lebih tinggi.
5.1.4

Gambaran Foto Polos BNO Positif dengan Nyeri Ketok CVA


Untuk Persarafan ransangan nyeri pada ginjal adalah saraf simpatik

preganglionik yang mencapai tingkat sumsum tulang belakang pada Torakal 11


ke lumbal 2 melalui akar saraf dorsal. Aortorenal, celiac, dan ganglia mesenterika
inferior juga terlibat. Spinal transmisi sinyal rasa sakit ginjal terjadi terutama
melalui saluran yang naik ke spinotalamikus, sehingga apabila terdapat

69 | M i n i P r o j e c t

peregangan pada kapsula ginjal maka akan menimbulkan nyeri pada bagian sudut
kostovertebra dan daerah yang dipersarafi lainnya.
Gejala nyeri pada ginjal baik berupa kolik atau non kolik tergantung pada
lokasi dari batu, secara anatomis, daerah yang biasa terdapat atau dilewati oleh
batu. Batu yang berada didalam pelvis renalis berukuran diameter >1 cm dapat
menyumbat pada persimpangan ureteropelvik, umumnya batu tersebut dapat
menimbulkan rasa nyeri dengan intensitas ringan hingga berat di sudut
kostovertebral (costovertebral angle), bagian lateral otot sakrospinalis dan tepat
di bawah kosta ke-12, karena distensi dari kapsul ginjal.
Pada gambaran batu non-opak pada ginjal pun dapat timbul nyeri ketok
CVA positif dikarenakan ada beberapa jenis batu yang memiliki gambaran foto
polos BNO radiolusen (hitam) atau batu berada dibagian proksimal atau midureter
sehingga menyumbat aliran urin dan menyebabkan timbulnya peregangan pada
kapsula ginjal hingga timbulnya nyeri. Nyeri ketok CVA juga dapat timbul pada
penyakit lain seperti pada pyelonefritis atau infeksi pada ginjal akibat dari refluks
urin karena saluran yang tersumbat pada bagian distalnya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, hanya dapat menggambarkan
angka kejadian dari suspek batu opak/ non-opak ginjal yang disertai dengan nyeri
ketok CVA dimana kejadian batu opak/ non-opak ginjal dengan nyeri ketok CVA
positif lebih rendah, yaitu 13 orang (40,6%), dibanding batu opak/ non-opak ginjal
dengan nyeri ketok CVA negatif, yaitu 19 orang (59,4%). Penelitian ini belum
dapat menentukan ada tidaknya hubungan antara adanya gambaran foto polos
BNO batu opak ginjal dengan nyeri ketok CVA positif serta menggambarkan
penyebab pasti.
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, dapat
diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut:

70 | M i n i P r o j e c t

6.1.

Kesimpulan
1. Pada penelitian yang dilakukan Januari-Mei 2014 di RSUD Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara, terdapat 42 kasus suspek nefrolithiasis.
2. Dari 42 kasus suspek nefrolitiasis, pada pemeriksaan penunjang secara
radiologi yang dilakukan yaitu pemeriksaan foto polos BNO, sebanyak 32
penderita (66,7%) memiliki gambaran batu opak/ non-opak ginjal yang
positif.
3. Dari 32 kasus suspek nefrolitiasis, pada pemeriksaan penunjang secara
radiologi yang dilakukan yaitu pemeriksaan foto polos BNO yang memilki
gambaran batu opak/ non-opak negatif sebanyak 10 orang (28,3 %).
4. Dari 32 kasus suspek nefrolitiasis dengan pemeriksaan penunjang
radiologi yang dilakukan yaitu pemeriksaan foto polos BNO yang
memiliki gambaran batu opak/ non-opak ginjal dengan nyeri ketok CVA
positif lebih rendah, yaitu 13 orang (40,6%), dibanding batu opak/ nonopak ginjal dengan nyeri ketok CVA negatif, yaitu 19 orang (59,4%).

6.2.

Saran
1.
-

Untuk Puskesmas
Lebih menggalakkan penyuluhan mengenai batu saluran kemih, khususnya
batu ginjal, mulai dari definisi, gejala klinis, hingga penatalaksanaannya,
baik mengenai pencegahan maupun pengobatannya, serta komplikasi yang
dapat ditimbulkan dari batu ginjal itu sendiri, agar pengetahuan, sikap dan
perilaku pasien dalam mengatasi kesehatan diri meningkatkan

Mensosialisasikan tentang penyakit batu saluran kemih khususnya batu


ginjal (nefrolitiasis) dan kaitannya dengan kebiasaan pola hidup sehat
dengan makanan gizi seimbang, minum air mineral minimal 8 gelas
perhari dan aktifitas fisik yang cukup, sehingga manajemen pencegahan
dan pengobatan nefrolitiasis dapat terkontrol.

2. Untuk Dokter Internship


-

Agar lebih giat memberikan edukasi kepada pasien maupun


masyarakat tentang penyakit batu pada saluran kemih, khususnya batu

71 | M i n i P r o j e c t

ginjal

(nefrolitiasis)

agar

pengetahuan

masyarakat

mengenai

pentingnya kesehatan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono L. Petunjuk membaca foto untuk dokter umum. Cetakan IV. Jakarta:
EGC; 1995. Hal 8-7.
2. Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi ke-dua. Jakarta: FKUI; 2009. Hal 25-1.

3. Wolf SJ. Nephrolithiasis. Medscape (serial online) 2014 Juni (diakses 9 Juli
2014). Diunduh dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/437096overview.

4. Jackman SV, Potter SR, Regan F, Jarrett TW. Plain abdominal x-ray versus
computerized tomography screening: sensitivity for stone localization after
nonenhanced spiral computerized tomography. J Urol. Aug 2000;164 (2) : 308
-10.

5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi; vol 2. Edisi ke -7.
Jakarta: EGC; 2007. Hal 603-602.

72 | M i n i P r o j e c t

6. De Jong w. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-dua. Jakarta: EGC; 2005. Hal 764756.

7. Bickley L. Bates guide to physical examination and history taking. 11th ed.
USA: Lippincott Williams and Wilkins, a Kluwers Bussines; 2009. p 344-343.

8. Purnomo B. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-tiga. Jakarta: CV Sagung Seto;


2011. Hal 99-85.

9. Tanagho EA, McAninch JA. Smiths general urology. 17th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 275-246.

10. Rhoades RA, Bell DR, editors. Medical physiology, principales for clinical
Medicine. 3rd ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins, a Kluwers Bussines;
2009. p. 439-438.

11. Windus D, editors. The Washington manual subspecialty consult: nephrology


subspecialty consult. 2nd ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins, a Kluwers
Bussines; 2008. pp. 248-235.

12. Sastroasmoro, Sudigdo, Sofyan I. Dasar - dasar metodologi penelitian klinis.


Edisi ke-empat. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2011. Hal 361.

13. Dahlan, S. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika; 2010. Hal 144135.

73 | M i n i P r o j e c t

14. Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartzs, Principles of Surgery. 8 th


Edition. McGraw-Hill. 2005.

15. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy 4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 1999.

16. Corr P. Mengenali pola foto-foto diagnostik. Jakarta: EGC; 2011. Hal: 195180.

17. Menon M, Marten I, Resnick. Campbell-walsh urology. 8th ed. Philadelphia:


WB. Saunders Company; 2002. p 3292-3230.

18. Pearly MS, Nakada S. Urolithiasis medical and surgical management. USA:
Informa Healthcare; 2009. p 21-9.

19. Kidney stone. Struvite calculi (online). (diakses 13 Juli 2014). Di unduh dari
URL : http://urologystone.com/kidneystones.html.

20. Wisegeek. Costovertebral angle tenderness (online). (diakses 13 Juli 2014).


Di unduh dari URL : http://www.wisegeek.com/what-is-costovertebral-angletenderness.html/

21. Kambakone, AR. New and envolving concepts in imaging and management of
urolithiasis : urologist perspective. RadioGraphics. June 2010;30(3):623-603).

74 | M i n i P r o j e c t

22. Ege G, Akman H, Kuzucu K, Yildiz S. Can computed tomography scout


radiography replace plain film in the evaluation of patients with acute urinary
tract colic. Acta radiol. Jul 2004; 45(4):469-73.

23. Ratu G, Badji A, Hardjonoe. The Analysis of Urethral Stone Profile at The
Clinical Pathology Laboratory. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory. Jul 2006; 12 (3): 114-117.

24. Ryal RL, dkk. Urinary risk factor in calcium oxalate stone disease:
comparison of men and women. Brithis Journal Of Urology. 1987.60:480-88.

25. Sarada B. Satyanarayana U. Urinary composition in men and women and the
risk of urolithiasis. Clin Biochem. Dec 1991;24(6):487-90.

26. Dewa Ayu PR, Anak agung NS. Profil analisis batu saluran kencing di instalasi
laboratorium klinik RSUP Sanglah Denpasar. J Peny Dalam. Augs
2007;8(3):208-207.

27. Abbagani S, Devi S, Varre S, Ponolla D. Kidney stone disease: etiology and
evaluation. JABPT. 2010;1(1): 182-175.

28. Kim Jul dkk. Incidence of urinary tract calculi in korea. Kor med J
2007;122(7):798-801.

29. Tanthanuch M, Apiwatgaroon A, pripatnont C. Urinary tract calculi in


sourthen Thailand. J med Assoc Thai. 2005;88(1): 80-5.

75 | M i n i P r o j e c t

Lampiran 1
Data Rekam Medik Pasien Nefrolitiasis

76 | M i n i P r o j e c t

77 | M i n i P r o j e c t

Lampiran 2
Leaflet Batu Saluran Kemih

78 | M i n i P r o j e c t

79 | M i n i P r o j e c t

Você também pode gostar