Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang sering dijumpai oleh ahli
bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali di temukan dalam tulisan pada lebih
dari 3.500 tahun yang lalu, dan perawatan bedah di lakukan sekurangnya pada
2.000 tahun yang lalu. Terdapat banyak teori tentang etiologi dan jumlah deskripsi
anatomi, yang menghasilkan berbagai cara reparasi. Hernia inguinalis adalah
kegagalan dari lantai kanalis inguinalis. Ini diekspresikan sebagai cincin internal
yang berdilatasi pada hernia indirek atau sebagai kelemahan dan penipisan difus
pada hernia direk.
Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50
persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia
inguinalis direk.
Hernia inguinalis digambarkan dalam catatan peradaban kuno. Tetapi
terlewatkan beberapa abad, sebelum pemahaman secara jelas tentang anatomi
hernia diberikan. Walaupun ada kemajuan dan gambar anatomi manusia pada
tahun 1800-an, namun penatalaksanaan hernia pada waktu itu terutama dengan
observasi atau terapi penunjang, karena hasil terapi bedah sangat buruk. Sebagai
contoh, pada tahun 1891 Bull melaporkan hasil terapi hernia di amerika serikat,
terjadi kekambuhan 30 sampai 40 persen selama 1 tahun dan 100 persen selama 4
tahun. Pada tahun 1889, Bassini pertama melaporkan hasil yang terus-menerus
berhasil dengan perbaikan bedah pada hernia inguinalis. Bassini menggunakan
prosedur cermat dengan ligasi tinggi kantong hernia dan pendekatan anatomi
cermat bagi conjoined fascia dari muskulus oblikus internus dan transverses
abdominis ke ligamentum inguinal (poupart). Angka kekambuhan dintara 251
pasien pertama hanya 3 persen.
1 | Mini Project
2 | Mini Project
penderita
memerlukan waktu yang cukup untuk periksa atau konsultasi ke dokter, setelah
konsultasi pun masih cukup waktu untuk menunda tindakan yang dianjurkan.
Sebagian penderita menerima tindakan operasi apabila sudah terjadi keadaan
inkarserata atau strangulata. Adanya keadaan ini penderita atau keluarga baru
menyadari resiko dan bahayanya, yang dapat menyebabkan morbiditas meningkat
serta biaya perawatan yang lebih tinggi.
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital
dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai
dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis,
femoralis, dll. Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia
inguinal direk, indirek, serta hernia femoralis.
Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat
keluar-masuk. Usus keluar saat berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika
berbaring atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat
direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel.
Hernia inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia
ingunalis medialis dimana hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua
pertiga dari hernia ingunalis medialis. Sepertiga sisanya adalah hernia inguinalis
3 | Mini Project
medialis. Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita.
Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia ingunalis 7 : 1.
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena
keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang teletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam
kanalis inguinalis (kanalis inguinalis berisi funikulus spermatikus pada laki-laki
dan ligamentum rotundum pada perempuan) dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan
sampai ke skrotum sehingga disebut hernia skrotalis.
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach (Hesselbach, Franz K. 1788-1856,
ahli ilmu anatomi, Jerman). Hernia inguinalis medialis karena tidak keluar melalui
kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi
karena cincin hernia longgar.
Insidensi hernia inguinalis belum diketahui secara pasti. Menurut
Abrahamson (1997), pada usia anak- anak, ditemukan antara 10- 20 per 1000
kelahiran hidup. Di belahan dunia bagian barat insiden hernia inguinalis pada usia
dewasa bervariasi antara 10 % dan 15 %. Sedangkan Zimmerson dan Anson cit
Schwartz (1994), melaporkan kejadian hernia adalah 5 % dari populasi laki- laki
dewasa. Hernia inguinalis terjadi lebih banyak pada laki- laki daripada wanita
dengan perbandingan 12 : 1. Pada laki- laki umur 25- 40 tahun insidensinya
bervariasi antara 5- 8 %, sedangkan pada umur lebih dari 75 tahun mencapai 45
%. Tahun 1993, Lichtenstein telah melaporkan lebih dari 700.000 kasus hernia
inguinalis dilakukan operasi di Amerika Serikat.
Hernia inguinalis merupakan salah satu kasus bedah yang cukup sering
dijumpai. Di RSUD Arga Makmur sendiri terdapat 48 kasus hernia inguinalis
pada periode Januari 2013 sampai Januari 2014. Mengingat cukup tingginya
angka kejadian hernia ingunalis ini, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan
mengangkat topik hernia inguinalis ini dalam bentuk karya tulis ilmiah berupa
4 | Mini Project
mini project, terutama mengenai distribusi faktor resiko yang terdapat pada
pasien. Dalam hal ini penulis menekankan pada faktor resiko berupa usia serta
keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan tekanan intra
abdomen yang kemudian menyebabkan timbulnya hernia inguinalis.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
1.3.
1.3.1
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan angka kejadian Hernia Inguinalis pada
pasien Instalasi Bedah RSUD Arga Makmur.
1.3.2
Tujuan Khusus
Mengidentifikasi faktor resiko Hernia Inguinalis berupa usia serta
keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen.
1.4.
1.4.1
Manfaat Penelitian
Teoritis
Sebagai informasi bagi akademisi dan data dasar untuk penelitian sejenis
lainnya, khususnya mengenai hernia inguinalis.
1.4.2
5 | Mini Project
Sebagai bahan masukan bagi RSUD Arga Makmur dalam peningkatan pelayanan
kesehatan baik dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit hernia inguinalis sehingga
1.4.3 Masyarakat
1.4.4
-
Dokter Internship
Merupakan kesempatan untuk menambah pengalaman serta menerapkan
1.5.
6 | Mini Project
bulan Mei hingga Oktober 2014 yaitu pasien yang didiagnosis dengan hernia
inguinalis yang sedikit yaitu berjumlah 22 kasus, sehingga menjadi alasan peneliti
menggunakan Total sampling, dengan perhitungan jumlah sampel minimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
2.1.1
sphincter pylorus ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
7 | Mini Project
dua belas jari (duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan
usus penyerapan (ileum) 2-4 m.
1). Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum yang berarti dua belas jari.
2). Usus Kosong (jejunum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti lapar dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin jejunus yang
berarti kosong.
8 | Mini Project
1,5 m dan lebarnya 5-6 cm. Usus besar terbagi kedalam caecum, colon, dan
rectum. Vermiform appendix berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi
menjadi colon ascending, colon transversal, colon descending, dan bagian
sigmoid. Bagian akhir dari usus besar adalah rectum dan anus. Sphincter internal
dan eksternal pada anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus.
9 | Mini Project
10 | M i n i P r o j e c t
12 | M i n i P r o j e c t
2.1.4
Canalis Inguinalis
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah
dinding anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Pada laki-laki,
saluran ini merupakan tempat lewatnya struktur-struktur yang berjalan dari testis
ke abdomen dan sebaliknya. Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum
teres uteri (rotundum) yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain
itu, saluran ini dilewati oleh nevus ilioinguinalis baik laki-laki maupun
perempuan.
Canalis inguinalis panjangnya sekitar 1.5 inci (4 cm) pada orang dewasa
dan terbentang dari anulus inguinalis profundus (lubang berbentuk oval terletak
sekitar 1.3 cm di atas ligamentum inguinal pada pertengahan antara sias dan
symphisis pubis) pada fascia transversalis, berjalan ke bawah dan medial sampai
anulus inguinalis superficialis (lubang berbentuk segitiga) pada aponeurosis
obliquus externus abdominis. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas
ligamentum inguinal.
13 | M i n i P r o j e c t
14 | M i n i P r o j e c t
2.1.5
Funikulus Spermatikus
Funikulus spermatikus berawal pada anulus inguinalis profundus yang
terletak lateral terhadap arteri epigastrica inferior dan berakhir di testis. Strukturstruktur pada funikulus spermatikus adalah sebagai berikut: 1. Vas deferens, 2.
Arteria testikularis, 3. Vena testikularis, 4. Pembuluh limfatik testis, 5. Saraf-saraf
otonom, 6. Prosessus vaginalis (sisa), 7. Arteri cremaster, 8. Arteri ductus
deferentis, dan 9. Ramus genitalis nervus genitofemoralis yang mensarafi
muskulus cremaster.
15 | M i n i P r o j e c t
2.1.6
Trigonum Hesselbach
Dasarnya
dibentuk
oleh
fascia
transversalis
yang
diperkuat
serat
16 | M i n i P r o j e c t
disebut sebagai hernia direk, sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum
ini adalah hernia indirek.
2.2.
Hernia Inguinalis
2.2.1
Definisi
Hernia berasal dari kata latin yang berarti ruptur. Hernia merupakan
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat
dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen dan pada umumnya
daerah inguinal.
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Inguinalis Lateralis (HIL)
dan Hernia Inguinalis Medialis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain
yaitu hernia indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding
abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya
kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis
lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral vasa
epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) sebagiannya merupakan
17 | M i n i P r o j e c t
Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen
Insidens (%)
Epigastric
Umbilical
Insisional
10
18 | M i n i P r o j e c t
2.2.3
Inguinal
78
Femoral
Lain-lain (jarang)
Faktor Resiko
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.
Hernia dapat dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia di anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong
dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Faktor yang dipandang berperan dalam terjadinya hernia ingunalis antara lain:
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
Klasifikasi
1. Menurut waktu
a. Hernia kongenital
b. Hernia akuisita/didapat
2. Menurut lokasi/letaknya
a. Hernia inguinalis
b. Hernia femoralis
c. Hernia umbilikalis
3. Secara klinis
19 | M i n i P r o j e c t
a. Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Keluar saat
berdiri atau mengedan, masuk ketika berbaring atau bila didorong
masuk perut
b. Hernia ireponibilis: bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali
ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh pelekatan isi
kantong kepada peritoneum kantong hernia.
c. Hernia strangulasi: hernia ireponibel yang disertai gangguan
vaskularisasi
d. Hernia inkarserata: hernia ireponibel yang disertai gangguan
pasasse
Hernia Inguinalis dibagi menjadi:
1. Hernia ingunalis lateralis (HIL)
Hernia inguinalis lateralis disebut juga hernia inguinalis indirek, keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang teletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke
dalam kanalis inguinalis (kanalis inguinalis berisi funikulus spermatikus
pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan) dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga disebut hernia
skrotalis. HIL dikenal sebagai hernia indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan
hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat terjadi
secara kongenital atau akuisita.
a. Hernia inguinalis indirek congenital
Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan
sama sekali tidak menutup. Sehingga kavum peritonei tetap
berhubungan dengan rongga tunika vaginalis propria testis. Dengan
demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalam kantong peritoneum
tersebut.
20 | M i n i P r o j e c t
21 | M i n i P r o j e c t
lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak
ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar.
22 | M i n i P r o j e c t
2.2.5 Patofisiologi
Pada bulan ke 8 dari kehamilan, terjadi desensus testikulorum melalui
kanal. Penurunan testis ini akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga
terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila
bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga
perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum
menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
prosesus vaginalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal,
prosesus yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus tidak
berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa terjadi kerana usia lanjut, karena pada
umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur,
organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua prosesus
tersebut telah menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris
resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat, mengangkat barang
barang berat, atau mengejan, prosesus yang sudah tertutup dapat terbuka kembali
dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya suatu jaringan tubuh
dan keluar melalui defek tersebut.
23 | M i n i P r o j e c t
24 | M i n i P r o j e c t
2.2.6
Manifestasi Klinis
Terdapat benjolan dilipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk,
bersin, berdiri, mengangkat berat dan hilang setelah berbaring (apabila
masih reponibel)
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan
pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia.
Gejala dari adanya komplikasi adalah :
Obstruksi usus : nyeri kolik, muntah, distensi, konstipasi.
Strangulasi : tambahan dari gejala obstruksi, rasa nyeri yang
menetap pada hernia, demam, takikardi.
Grade
Reponible
Toxic
-
Irreponible
Incarceration
Colic
Strangulation
Steady
++
increase
2.2.7
leukositosis
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Hernia reponibel : terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang saat berbaring atau
saat direposisi.
Hernia ireponibel : terdapat benjolan dilipat paha yag muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan tidak menghilang saat berbaring
atau saat direposisi
Hernia inguinal
25 | M i n i P r o j e c t
b. Palpasi
Pemeriksaan Finger Test :
1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
3. Penderita disuruh batuk:
26 | M i n i P r o j e c t
Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
Diagnosis
27 | M i n i P r o j e c t
a. Anamnesis
Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya bagaimana sifat keluhan,
dimana lokasi dan kemana penjalarannya, bagaimana awal serangan dan
urutan kejadiannya, adanya faktor yang memperberat dan memperingan
keluhan, adanya keluhan lain yang berhubungan perlu ditanyakan dalam
diagnosis. Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu - satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan
menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada
biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus
masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau srangulasi karena nekrosis
atau gangren. Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah
inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual ke dalam kavitas
peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka
biasanya hernia muncul lagi.
b. Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Isi kantong hernia dapat berupa omentum, ileum, jejunum atau sigmoid.
Appendiks, bagian bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar
pernah dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum
teraba relatif bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila
kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele, tetapi tidak tembus cahaya.
Kadang kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak didalam lengkung
usus atau dengan auskultasi bisa menunjukkan peristaltik. Lengkung usus
yang berisi gas akan tympani pada perkusi. Dalam keadaan penderita berdiri,
gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan pemeriksaan
pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan dengan lebih
menyeluruh.
28 | M i n i P r o j e c t
1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai
labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia
inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila lihat,
penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat
berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju
ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis
lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke
depan, maka kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa pelipatan
paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai tangan
kanan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa Finger Tes, Zieman Tes,
dan Thumb Tes.
3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani. Bila didapatkan
perkusi hipertimpani maka harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulata.
4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi hernia
berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat obstruksi
usus.
2.2.9
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang dilakukan dan jarang mempunyai nilai.
a. Pencitraan
- Herniografi
Pada teknik ini, medium kontras diinjeksikan ke dalam kavum
peritoneal dan kemudian dilakukan X-ray, namun sekarang jarang
dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi hernia kontralateral
29 | M i n i P r o j e c t
30 | M i n i P r o j e c t
anak-anak
dilakukan
herniotomi
tanpa
hernioraphy
karena
31 | M i n i P r o j e c t
Teknik Bassini
Komponen utama dari teknik ini adalah :
Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis
hernia direct.
Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis (fascia
transversalis)
Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia transversalis, otot
transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum
inguinalis lateral.
33 | M i n i P r o j e c t
dan
Rutkow)
34 | M i n i P r o j e c t
d. Kelompok 4 : Laparoscopic
Operasi hernia laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir,
tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini,
hernia diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang besar di regio
inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi
obstruksi usus halus dan pembentukan fistel karena paparan usus terhadap
mesh.
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorhappies dilakukan
menggunakan salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP)
atau total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan
meletakkan trokar laparoskopik dalam cavum abdomen dan memperbaiki
regio inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan
kemudian ditutupi dengan peritoneum. Sedangkan pendekatan TEP adalah
prosedur laparokopik langsung yang mengharuskan masuk ke cavum
peritoneal untuk diseksi. Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa
cedera selama operasi.
35 | M i n i P r o j e c t
2.2.12 Komplikasi
Bila hernia tidak ditangani dengan cepat, maka dapat menyebabkan:
1. Meningkatnya keparahan (Clinical Grading) hernia
2. Obstruksi saluran pencernaan
3. Infeksi
4. Perforasi
5. Abses lokal
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel; ini dapat
terjadi kalau herniaterlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal
(hernia geser) atau hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa
benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi
hernia strangulate yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Bila cincin
hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan
hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi
36 | M i n i P r o j e c t
retrograde yaitu dua segmen usus terperangkap didalam kantong hernia dan satu
segmen lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti huruf W.
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur
didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringa terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia
berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus,
dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, fistel atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Komplikasi intra operatif yang dapat terjadi antara lain :
1. Trauma pada Spermatic Cord
2. Trauma pada vasa spermatica atrofi/nekrosis testis
3. Trauma pada N. Ilioinguinalis, N. Genitofemoralis, N. cutaneus
femoris lateralis
4. Trauma pada vasa femoralis
Komplikasi post operatif yang dapat terjadi antara lain :
1. Infeksi
2. Hematoma
3. Trauma pada nervus akibat fibrosis maupun pembentukan neuroma
pasca bedah
4. Adhesi dan obstruksi usus
2.2.13 Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi
hernia umumnya dapat diatasi.
2.2.14 Pencegahan
37 | M i n i P r o j e c t
38 | M i n i P r o j e c t
2.3 Permasalahan
2.5.1
2.5.2
Nama / Umur
No. register
Alamat
Agama
Suku
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
: Tn. I/ 45 tahun
: RSUD Arga Makmur
: Suko Mulyo
: Islam
: Rejang
: Laki-laki
: SMP
: Pedagang
Data Biologik
a. Tinggi Badan
b. Berat Badan
c. Status Gizi
2.5.3
: 170 cm
: 55 kg
: Normal
Data Klinis
a. Anamnesis
39 | M i n i P r o j e c t
berat,
dan
berkurang
jika
Keluhan disertai nyeri saat buang air kecil dan kencing berwarna
kuning agak kemerahan. Pasien pernah mengalami kencing
berpasir.
Tidak ada keluhan demam dan mual ataupun muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada. Riwayat operasi : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
o Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
seperti pasien.
Riwayat Perilaku/ Kebiasaan:
o Pasien adalah seorang pedagang, aktivitas fisik banyak,
konsumsi teh dan kopi sekitar 1-2 gelas kecil/ hari.
o Pasien umumnya minum air mineral sekitar 1 botol aqua besar
perhari (sekitar 1,5 L).
o Pola makan 2-3 kali sehari dengan nasi 1 centong, lauk (tahu,
tempe, ikan), sayur (bayam, kangkung, sawi), buah kadangkadang 1 kali sehari, dan minum kopi di pagi hari.
b. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda vital
40 | M i n i P r o j e c t
o Cor
: S1-S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Datar, lembut, massa (-).
o Turgor : abdominal pinch cepat. Bising usus (+) normal
o Hepar dan lien tidak teraba. Ruang traube kosong.
o Nyeri ketok CVA (-/+)
o Nyeri tekan suprasimfisis (-), buli-buli tidak penuh.
2.5.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Jenia Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan Keterangan
9,5
13-16
g/dL
Hematokrit
29,1
40-48
Eritrosit
3,7
4,5-5,5
%
6
10 /L
MCV
91,8
82-92
MCH
30,0
MCHC
27-31
fL
p
32,6
32-36
g
mg/dL
Trombosit
398
150-400
Leukosit
HEMOSTASIS
7,17
5,00-10,00
3
10 /L
3
10 /L
PT
10,9 (11,5)
9.8-12.6
detik
APTT
40,6 (31,9)
31-47
detik
KIMIA KLINIK
SGOT
17
<33
SGPT
14
<50
U/
Ureum
29
<50
/
mg/dL
1,80
0.8-1.3
mg/dL
GDS
86
70-140
mg/dL
Asam urat
8,1
<7,0
mg/dL
Kreatinin
ELEKTROLIT
41 | M i n i P r o j e c t
Natrium (Na)
130
135-145
mEq/L
Kalium (K)
4,4
3,5-5,5
mEq/L
Klorida (Cl)
106
98-109
mEq/L
Urin Lengkap
Warna kuning, keruh, berat jenis 1,020, pH 6,0, Leukosit 45-50/ LPB, eritrosit 2025/ LPB, silinder hyaline 0-1/ LPB, sel epitel 1+, kristal negatif, bacteria positif.
Protein 1+, glukosa negatif, keton negatif, darah 3+, bilirubin negatif,
urobilinogen 3,2 mol/ L, nitrit positif, leukosit esterase 3+
Rontgen Toraks
42 | M i n i P r o j e c t
Deskripsi:
Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal
Ginjal kiri: ginjal kiri tidak jelas tanda obstruksi, acoustic shadow (+)
nefrolitiasis dengan batu di kaliks bawah ukuran 4,4 mm.
2.5.5
Diagnosis
Nefrolitiasis Sinistra
2.5.6
Penatalaksanaan
Non - Farmakologi :
-
terapi parenteral.
Observasi keadaan umum, tanda vital dan hasil pemeriksaan
darah di RS dengan medikamentosa.
43 | M i n i P r o j e c t
Farmakologi :
o Terapi cairan IVFD NaCL 0,9% 500 cc/12 jam
o Antibiotik : Ampicillin 3 x 1 gr (IV)
o Analgetik : Metimazole Na 2 x 1 amp
o Diuretik : Furosemid 2 x 2 amp
o Antimual : Ranitidine 2 x 1 gr (IV)
2.5.7
Prognosis
Quo ad Vitam
: ad bonam
Quo ad Functionam
: dubia ad bonam
Quo ad Sanationam
: dubia ad bonam
44 | M i n i P r o j e c t
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.1.
3.1.1
3.1.2
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
45 | M i n i P r o j e c t
Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti,
pengambilan
sampel
pada
penelitian
ini
yaitu
dengan
menggunakan Total sampling yaitu jumlah sampel sama dengan jumlah populasi
pasien yang ada ketika dilakukan penelitian.
Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti berdasarkan
data rekam medis dan data yang di ambil oleh peneliti di Instalasi Bedah dan
Penyakit Dalam selama periode Januari-Mei 2014 untuk mandapatkan data
primer..
3.1.3.2 Jumlah Sampel Minimal
Berdasarkan teknik pengambilan sampel yang dilakukan, maka jumlah
sampel sama dengan jumlah populasi pasien yang ada ketika dilakukan penelitian.
Pengambilan sampel dengan menggunakan Total sampling oleh peneliti
dikarekan berdasarkan data rekam medis dan data yang di ambil oleh peneliti di
46 | M i n i P r o j e c t
Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam pada bulan Januari-Mei 2014, yaitu pasien
yang melakukan pemeriksaan foto polos BNO dengan diagnosis awal dokter
perujuk ke Instalasi Radiologi RSUD Arga Makmur yang sedikit yaitu berjumlah
42 kasus, sehingga menjadi alasan peneliti menggunakan total sampling, dengan
perhitungan jumlah sampel minimal.
1.2.
Metode Penelitian
3.2.1
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
Identifikasi Variabel
3.2.2.1 Variabel
Variabel Bebas
Variabel bebas adalah gambaran foto polos BNO positif nefrolitiasis,
karakteristik pasien dari segi umur, jenis kelamin, pekerjaan
Variabel Terikat
Variabel terikat adalah diagnosa nefrolitiasis, pemeriksaan ketok CVA
positif.
3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
No
1
Variabel
Skala
Kriteria
Nefrolitiasis adalah suatu keadaan adanya massa Ordina
47 | M i n i P r o j e c t
Nefrolitiasi
salurannya
dan
dapat
menyebabkan
nyeri,
Positif (+)
- Negatif (-)
Ketok CVA Ketok CVA adalah salah satu pemeriksaan fisik yang Ordina
dilakukan
kepada
pasien
dengan
memberikan l
Positif (+)
Foto Polos
- Negatif (-)
Foto polos BNO merupakan pemeriksaan penunjang Ordina
BNO
foto
polos
BNO
dikategorikan
menjadi:
-
Positif (+)
Negatif (-)
48 | M i n i P r o j e c t
foto polos BNO positif di Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD
Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara periode Januari sampai Mei
2014.
2) Sebelum penelitian dimulai, meminta perizinan terlebih dahulu kepada
RSUD Arga Makmur untuk meminta persetujuan melakukan
penelitian/ pengambilan data rekam medis pasien.
3) Data rekam medis pasien yang masuk criteria inklusi kemudian
diambil dan dikumpulkan, serta dicatat dengan menggunakan lembar
observasi yang diisi berdasarkan data pasien.
4) Data pasien yang diambil dijaga kerahasiaan nama (anonymity) dan
data informasi yang diperoleh dijamin kerahasiaannya (confidentially).
5) Setelah
melakukan
pengumpulan,
selanjutnya
data
tersebut
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, baik pengolahan maupun
analisis dan publikasi yang dilakukan sendiri. (Machfoedz, 2006).
Data primer ini berupa data identitas dan hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik (ketok CVA) dan pemeriksaan penunjang (foto polos abdomen),
serta diagnosa pasien yang tercatat dalam rekam medis RSUD Arga
Makmur periode Januari-Mei 2014.
2.
Data sekunder
49 | M i n i P r o j e c t
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil laporan atau
penelitian orang lain atau studi kepustakaan. (Machfoedz, 2006).
Data sekunder ini berupa diperoleh dari Profil RSUD, laporan
Poliklinik Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga Makmur, dan
laporan petugas Surveilans, serta data lainnya yang berasal dari studi
kepustakaan. Data sekunder ini berupa data jumlah penduduk, data
ketenagaan dan sarana kesehatan, mata pencaharian penduduk, data
demografi RSUD Arga Makmur, data penderita nefrotiasis, serta
tinjauan kepustakaan mengenai nefrolitiasis.
3.2.4
Analisis Data
Data yang terkumpul dilakukan pemeriksaan data, koding, tabulasi dan
3.3.
Kerangka Konsep
50 | M i n i P r o j e c t
Perizinan kepada RSUD Arga Makmur Kab. Bengkulu Utara untuk meminta persetujuan akan
melakukan penelitian/ pengumpulan data medis pasien
Menurut
Notoatmodjo
yang
dimaksud
kerangka
penelitian
Seluruh data
rekam medis(2002)
pasien dan
data
di Instalasidengan
Bedah dan
Penyakit konsep
Dalam RSUD
Arga
Makmur Kab.Bengkulu Utara pada bulan Januari hingga Mei 2014
BAB IV
HASIL MINI PROJECT
4.1.
4.1.1
Letak Geografis
Puskesmas Arga Mamur terletak di pusat Ibukota Kabupaten Bengkulu
Utara, yaitu merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kecamatan Kota
Arga Makmur. Secara geografis, Puskesmas Arga Makmur terletak di lokasi yang
51 | M i n i P r o j e c t
sangat strategis dan sangat mudah untuk dijangkau karena letaknya yang berada di
Pusat Ibukota Kabupaten. Luas wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur 38 Km
dengan jumlah desa binaan 10 desa, dengan jumlah kepala keluarga 4.509 KK
serta jumlah rumah 4.509 rumah dengan tingkat hunian rata-rata tiap rumah
sebanyak 3 dan 4 orang. Diperkirakan kepadatan penduduk 99 jiwa per Km,
keseluruhan desa tersebut dapat dilalui oleh kendaraan roda 2 maupun roda 4.
Batas wilayah kecamatan Argamakmur adalah :
-
52 | M i n i P r o j e c t
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kelurahan
Gunung Alam
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Rama Agung
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Karang Suci
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Talang Denau
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Gunung Selan
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Gunung Agung
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Tanjung Raman
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Lubuk Saung
53 | M i n i P r o j e c t
Laki-laki
Perempuan
4.333
174
463
999
459
18
190
482
1.084
444
20
2.980
183
175
468
371
155
217
239
595
380
197
3.155
144
318
755
278
58
147
343
763
293
56
382
26
40
102
25
7
24
25
101
23
9
2.634
144
237
598
203
101
165
246
635
208
97
1.857
100
191
471
138
20
95
203
487
134
18
1.119
63
114
278
73
30
60
97
313
62
29
1.564
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
9.
Datar Ruyung
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
10.
Sido Urip
0 - 4 tahun
5 - 14 tahun
15 - 44 tahun
45 - 64 tahun
65 tahun
Jumlah
Sumber : PKM, 2013
120
126
415
89
17
125
121
449
74
28
762
43
60
185
55
16
56
75
204
53
15
1.607
62
93
404
201
41
69
100
389
197
51
20.393
Jumlah
311
Persentase ( % )
1,91
2.
1.056
6,41
3.
1.143
6,93
4.
SD / MI
3.734
22,50
5.
SLTP / MTs
3.310
20,02
6.
SLTA / MA
4.798
29,02
2.182
16.534
13,21
100
7. Perguruan Tinggi
Jumlah
Sumber : PKM, 2013
54 | M i n i P r o j e c t
Jumlah
2.598
Persentase (%)
29,60
2.
Petani
2.291
26,20
3.
Pedagang
898
10,40
4.
Buruh
1.340
15,40
1.670
8.797
18,40
100
5. Lain-lain
Jumlah
Sumber : PKM, 2013
55 | M i n i P r o j e c t
Kasus
Persentase
Jumlah
(%)
2.481
12,16
Jenis Penyakit
Penyakit lainnya
2.064
10,12
1.103
5,40
882
4,32
Penyakit
604
2,96
(Dermatitis)
462
2,26
196
0,96
(Rheumatik)
184
0,90
138
0,67
10
55
0,26
Kulit
dan
Jaringan
Sub
Kutan
57 | M i n i P r o j e c t
kasus, riketiasis dan penyakit karena antropoda lain (malaria) dengan jumlah 55
kasus, dan penyakit kulit dan jaringan sub kutan (dermatitis) dengan jumlah 604
kasus.
1.1.3. Sarana dan Prasarana
Puskesmas Arga Makmur memiliki 1 pustu yaitu Pustu Gunung Selan
yang posisi tempatnya telah terjangkau ke seluruh desa yang jauh dari Puskesmas
Induk, 3 Puskesdes (Lubuk Saung, Talang Denau, Sidourip) dan 18 Posyandu.
Memiliki kendaraan roda 4 (Pusling), serta 10 unit motor dinas yang kesemuanya
digunakan untuk menunjang kelancaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat
yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur demi tercapainya misi
dan visi Puskesmas.
Di Puskesmas Arga Makmur saat ini telah memiliki laboraturium
sederhana yang dapat dipergunakan untuk pelayanan pemeriksaan sederhana
seperti Pemeriksaan Hb, Golongan Darah, DDR, Pemeriksaan Gula Darah,
Kolesterol, Asam Urat dan tes HCG.
4.1.4
Ketenagaan
Ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas Arga Makmur saat ini adalah
sebagai berikut:
Dokter Umum
: 1 orang
Dokter Gigi
: 1 orang
S1. Keperawatan
: 2 orang
: 8 orang
D3 Keperawatan
: 13 orang
D4 Perawat
: 1 orang
Perawat
: 2 orang
D3 Kebidanan
: 7 orang
D4 Bidan
: 1 orang
Bidan
: 13 orang
58 | M i n i P r o j e c t
Perawat Gigi
: 1 orang
Assisten Apoteker
: 1 orang
Sanitarian
: 2 orang
Nutrisimis
: 1 orang
Pekarya Kesehatan
: 1 orang
: 2 orang
Hasil Penelitian
Populasi pasien dengan suspek nefrolithiasis yang melakukan pemeriksaan
foto polos BNO pada saat dilakukan penelitian sebanyak 42 orang. Karena
penelitian ini menggunakan total sampling, maka seluruh populasi yang ada di
jadikan sampel pada penelitian ini.
4.2.1
59 | M i n i P r o j e c t
Laki-Laki
28
66,7
Perempuan
14
33,3
Total
42
100
Tabel 4.7. menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak yang menjadi
subjek penelitian terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 28 orang
(66,7%).
4.2.2
42)
Usia
28-35
7,1
36-45
11
26,2
46-55
12
28,6
60 | M i n i P r o j e c t
56-65
11
26,2
>65
11,9
Total
42
100
4.2.3
(N= 42)
Usia
PNS
11
26,2
Swasta
23
54,8
Lain-lain
19,0
Total
42
100
Tabel 4.9. menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak yang terlibat
dalam penelitian ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai swasta yaitu
sebanyak 23 orang (54,8%).
61 | M i n i P r o j e c t
4.2.4
polos BNO dari 42 pasien yang terlibat dalam penelitian berdasarkan rekam medis
yang didapat
Tabel 4.10. Penderita Suspek Nefrolithiasis yang Memperlihatkan Gambaran
Batu Opak/ Non-Opak Ginjal pada Pemeriksaan Foto Polos BNO ( N= 42)
Batu Opak/ Nonn
%
Opak
Positif
32
76,2
Negatif
10
23,8
Total
42
100
Tabel 4.10. menunjukkan bahwa pasien suspek nefrolitiasis dengan nyeri
ketok CVA di Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara berdasarkan hasil pemeriksaan foto polos BNO
termasuk kategori positif sebanyak 32 orang (76,2%) dan dengan hasil negatif
sebanyak 10 orang (23,8%). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
hasil pemeriksaan foto polos BNO pada pasien suspek nefrolitiasis dengan nyeri
ketok CVA di Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara sebagian besar positif, walaupun masih ada yang
menunjukkan hasil negatif.
62 | M i n i P r o j e c t
4.2.5
Laki-laki
21
65,6
Perempuan
11
34,3
Total
32
100
Dari tabel 4.11. menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, pasien
suspek nefrolitiasis yang memperlihatkan gambaran batu opak/ non-opak (positif)
pada pemeriksaan foto polos BNO terbanyak adalah laki-laki.
63 | M i n i P r o j e c t
28-35
6,3
36-45
25,0
46-55
25,0
56-65
10
31,25
>65
12,5
Total
32
100
Tabel 4.12. menunjukkan bahwa sebagian besar pasien suspek nefrolitiasis
yang memperlihatkan gambaran batu opak/ non-opak (positif) pada pemeriksaan
foto polos BNO berumur 56-65 tahun yaitu 10 orang (31,25%).
64 | M i n i P r o j e c t
PNS
18,8
Swasta
20
60,2
Lain-lain
18,8
Total
32
100
Tabel 4.13. menunjukkan bahwa pasien suspek nefrolitiasis yang
memperlihatkan gambaran batu opak/ non-opak (positif) pada pemeriksaan foto
polos BNO sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai swasta, yaitu 20 orang
(60,2%).
65 | M i n i P r o j e c t
4.1.5.4 Distribusi Foto Polos BNO Positif dengan Nyeri Ketok CVA
Distribusi foto polos BNO positif dengan hasil pemeriksaan nyeri ketok
CVA dapat dilihat pada tabel 4.14. berikut.
Tabel 4.14. Distribusi Kejadian Batu Opak Ginjal dengan Nyeri Ketok CVA
pada Pasien Suspek Nefrolitiasis (N= 32)
Nyeri Ketok CVA
n
Positif
13
40,6
Negatif
19
59,4
Total
32
100
66 | M i n i P r o j e c t
BAB V
PEMBAHASAN
1.1.
Pembahasan
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan
angka kejadian batu opak/ non-opak ginjal pada pasien suspek nefrolitiasis yang
ditemukan dengan pemeriksaan foto polos BNO sebanyak 76,2 % atau 32 orang
dari 42 kasus yang masuk ke Instalasi Bedah dan Penyakit Dalam RSUD Arga
Makmur Bengkulu Utara selama periode Januari-Mei 2014.
Meskipun 90% dari batu urin yang buram pada foto polos BNO,
sensitivitas untuk identifikasi calon batu individu sekitar 50-60%, dan spesifisitas
sekitar 70%. Sekitar 10% dari batu yang memiliki gambaran radiolusen.
Foto polos BNO memiliki kinerja yang cukup baik untuk mendeteksi
adanya sebuah suspek batu opak/ non-opak ginjal, namun foto polos bukan
merupakan sebuah gold standart untuk menentukan adanya batu opak/ non-opak
pada ginjal dari segi pemeriksaan radiologi diagnostik. Foto polos BNO lebih
sering digunakan sebagai screening awal untuk menentukan adanya batu opak/
non-opak pada ginjal atau tidak.
Pada hasil penelitian yang didapatkan, foto polos BNO cukup baik
mendeteksi adanya batu pada ginjal dengan ukuran batu yang relatif besar seperti
67 | M i n i P r o j e c t
batu cetak (staghorn calculi) atau batu dengan ukuran sedang lainnya pada pasien
suspek nefrolitiasis. Namun pada batu dengan ukuran kecil akan sedikit sulit
mendeteksi adanya batu dari foto polos BNO anterior karena gambaran usus
didepannya yang menyebabkan gambaran menjadi buram. Untuk batu dengan
ukuran yang lebih kecil, akan lebih baik bila dilakukan pemeriksaan lanjutan
seperti Ultrasonografi atau IVP.
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium amonium fosfat (MAP), xanthin dan sistin.
Batu saluran kemih mempunyai komponen dasar kalsium sekitar 75% berupa
kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran oksalat dan fosfat. Diduga dua
proses yang terlibat dalam batu saluran kemih yakni supersaturasi dan nukleasi.
Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah
besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang menekan
pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam
urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian
merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu.
5.1.2
foto polos BNO (opak/ non-opak ginjal) positif berumur 56-65 tahun, yaitu
sebanyak 10 orang (31,25%).
Hasil dari penelitian diatas hampir mendekati dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dewa ayu dkk, dari umur penderita dapat dilihat bahwa batu
saluran kemih terjadi paling banyak pada rentang umur 46-60 tahun yaitu 45
orang (39,8%) dari seluruh sampel penelitian. Sedangkan hasil penelitian yang
dilakukan Hardjonoe dkk, menunjukkan hal yang berbeda dimana kelompok umur
terbanyak mengalami penyakit batu saluran kemih adalah kelompok umur 31
sampai 45 tahun yaitu 71 orang (35,7%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sadhya dkk, yang meneliti mengenai
penyakit batu saluran kemih dari segi etiologi dan evaluasi, dimana didapatkan
68 | M i n i P r o j e c t
pada pria kejadian batu ginjal menurun tajam setelah 60 tahun. Dimana pada usia
tersebut terjadi penurununan penyerapan banyak nutrisi yang mempengaruhi
pembentukan batu oleh usus, seperti kalsium. Kemudian, pada usia yang lebih tua,
sering tejadinya kekambuhan dari batu ginjal setelah dilakukan terapi dari
penyakit batu saluran kemih itu sendiri. Sedangkan pada usia <60 tahun,
dipengaruhi oleh lama dan kurangnya eksresi dari zat pembentuk batu.
5.1.3
polos BNO positif (opak/ non-opak ginjal) memiliki pekerjaan sebagai karyawan
swasta, yaitu sebanyak 20 orang (60,2%).
Namun tingginya aktivitas tak selamanya membuat risiko terjadinya batu
saluran kemih menjadi lebih rendah. Hal ini dibuktikan di Thailand oleh
Tanthanuch dkk yang menemukan bahwa pekerja seperti petani memiliki insiden
batu saluran kemih lebih tinggi dibandingkan Sedentary workers seperti pegawai
pemerintah dan pelajar yang mana hasil penelitian ini mendekati hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukan rendahnya jumlah kasus batu opak ginjal yang
terjadi pada pegawai negeri sipil yaitu hanya 18,8 % dari kasus. Penelitian ini
sekaligus bertentangan dengan epidemiologi dinegara barat yang menunjukkan
sedentary workers memiliki insiden lebih tinggi.
5.1.4
69 | M i n i P r o j e c t
peregangan pada kapsula ginjal maka akan menimbulkan nyeri pada bagian sudut
kostovertebra dan daerah yang dipersarafi lainnya.
Gejala nyeri pada ginjal baik berupa kolik atau non kolik tergantung pada
lokasi dari batu, secara anatomis, daerah yang biasa terdapat atau dilewati oleh
batu. Batu yang berada didalam pelvis renalis berukuran diameter >1 cm dapat
menyumbat pada persimpangan ureteropelvik, umumnya batu tersebut dapat
menimbulkan rasa nyeri dengan intensitas ringan hingga berat di sudut
kostovertebral (costovertebral angle), bagian lateral otot sakrospinalis dan tepat
di bawah kosta ke-12, karena distensi dari kapsul ginjal.
Pada gambaran batu non-opak pada ginjal pun dapat timbul nyeri ketok
CVA positif dikarenakan ada beberapa jenis batu yang memiliki gambaran foto
polos BNO radiolusen (hitam) atau batu berada dibagian proksimal atau midureter
sehingga menyumbat aliran urin dan menyebabkan timbulnya peregangan pada
kapsula ginjal hingga timbulnya nyeri. Nyeri ketok CVA juga dapat timbul pada
penyakit lain seperti pada pyelonefritis atau infeksi pada ginjal akibat dari refluks
urin karena saluran yang tersumbat pada bagian distalnya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, hanya dapat menggambarkan
angka kejadian dari suspek batu opak/ non-opak ginjal yang disertai dengan nyeri
ketok CVA dimana kejadian batu opak/ non-opak ginjal dengan nyeri ketok CVA
positif lebih rendah, yaitu 13 orang (40,6%), dibanding batu opak/ non-opak ginjal
dengan nyeri ketok CVA negatif, yaitu 19 orang (59,4%). Penelitian ini belum
dapat menentukan ada tidaknya hubungan antara adanya gambaran foto polos
BNO batu opak ginjal dengan nyeri ketok CVA positif serta menggambarkan
penyebab pasti.
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, dapat
diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut:
70 | M i n i P r o j e c t
6.1.
Kesimpulan
1. Pada penelitian yang dilakukan Januari-Mei 2014 di RSUD Arga Makmur
Kabupaten Bengkulu Utara, terdapat 42 kasus suspek nefrolithiasis.
2. Dari 42 kasus suspek nefrolitiasis, pada pemeriksaan penunjang secara
radiologi yang dilakukan yaitu pemeriksaan foto polos BNO, sebanyak 32
penderita (66,7%) memiliki gambaran batu opak/ non-opak ginjal yang
positif.
3. Dari 32 kasus suspek nefrolitiasis, pada pemeriksaan penunjang secara
radiologi yang dilakukan yaitu pemeriksaan foto polos BNO yang memilki
gambaran batu opak/ non-opak negatif sebanyak 10 orang (28,3 %).
4. Dari 32 kasus suspek nefrolitiasis dengan pemeriksaan penunjang
radiologi yang dilakukan yaitu pemeriksaan foto polos BNO yang
memiliki gambaran batu opak/ non-opak ginjal dengan nyeri ketok CVA
positif lebih rendah, yaitu 13 orang (40,6%), dibanding batu opak/ nonopak ginjal dengan nyeri ketok CVA negatif, yaitu 19 orang (59,4%).
6.2.
Saran
1.
-
Untuk Puskesmas
Lebih menggalakkan penyuluhan mengenai batu saluran kemih, khususnya
batu ginjal, mulai dari definisi, gejala klinis, hingga penatalaksanaannya,
baik mengenai pencegahan maupun pengobatannya, serta komplikasi yang
dapat ditimbulkan dari batu ginjal itu sendiri, agar pengetahuan, sikap dan
perilaku pasien dalam mengatasi kesehatan diri meningkatkan
71 | M i n i P r o j e c t
ginjal
(nefrolitiasis)
agar
pengetahuan
masyarakat
mengenai
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono L. Petunjuk membaca foto untuk dokter umum. Cetakan IV. Jakarta:
EGC; 1995. Hal 8-7.
2. Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi ke-dua. Jakarta: FKUI; 2009. Hal 25-1.
3. Wolf SJ. Nephrolithiasis. Medscape (serial online) 2014 Juni (diakses 9 Juli
2014). Diunduh dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/437096overview.
4. Jackman SV, Potter SR, Regan F, Jarrett TW. Plain abdominal x-ray versus
computerized tomography screening: sensitivity for stone localization after
nonenhanced spiral computerized tomography. J Urol. Aug 2000;164 (2) : 308
-10.
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi; vol 2. Edisi ke -7.
Jakarta: EGC; 2007. Hal 603-602.
72 | M i n i P r o j e c t
6. De Jong w. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-dua. Jakarta: EGC; 2005. Hal 764756.
7. Bickley L. Bates guide to physical examination and history taking. 11th ed.
USA: Lippincott Williams and Wilkins, a Kluwers Bussines; 2009. p 344-343.
9. Tanagho EA, McAninch JA. Smiths general urology. 17th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 275-246.
10. Rhoades RA, Bell DR, editors. Medical physiology, principales for clinical
Medicine. 3rd ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins, a Kluwers Bussines;
2009. p. 439-438.
13. Dahlan, S. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika; 2010. Hal 144135.
73 | M i n i P r o j e c t
15. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy 4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 1999.
16. Corr P. Mengenali pola foto-foto diagnostik. Jakarta: EGC; 2011. Hal: 195180.
18. Pearly MS, Nakada S. Urolithiasis medical and surgical management. USA:
Informa Healthcare; 2009. p 21-9.
19. Kidney stone. Struvite calculi (online). (diakses 13 Juli 2014). Di unduh dari
URL : http://urologystone.com/kidneystones.html.
21. Kambakone, AR. New and envolving concepts in imaging and management of
urolithiasis : urologist perspective. RadioGraphics. June 2010;30(3):623-603).
74 | M i n i P r o j e c t
23. Ratu G, Badji A, Hardjonoe. The Analysis of Urethral Stone Profile at The
Clinical Pathology Laboratory. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory. Jul 2006; 12 (3): 114-117.
24. Ryal RL, dkk. Urinary risk factor in calcium oxalate stone disease:
comparison of men and women. Brithis Journal Of Urology. 1987.60:480-88.
25. Sarada B. Satyanarayana U. Urinary composition in men and women and the
risk of urolithiasis. Clin Biochem. Dec 1991;24(6):487-90.
26. Dewa Ayu PR, Anak agung NS. Profil analisis batu saluran kencing di instalasi
laboratorium klinik RSUP Sanglah Denpasar. J Peny Dalam. Augs
2007;8(3):208-207.
27. Abbagani S, Devi S, Varre S, Ponolla D. Kidney stone disease: etiology and
evaluation. JABPT. 2010;1(1): 182-175.
28. Kim Jul dkk. Incidence of urinary tract calculi in korea. Kor med J
2007;122(7):798-801.
75 | M i n i P r o j e c t
Lampiran 1
Data Rekam Medik Pasien Nefrolitiasis
76 | M i n i P r o j e c t
77 | M i n i P r o j e c t
Lampiran 2
Leaflet Batu Saluran Kemih
78 | M i n i P r o j e c t
79 | M i n i P r o j e c t