Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
pajak yang perhitunganya menggunakan rumus gross up yang jumlahnya sama besar dengan
jumlah pajak yang dipotong dari karyawan.
Sesuai dengan PER- 31/PJ/2009 Pasal 3 huruf a mengenai Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau Pajak PPh Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi bahwa pegawai adalah orang pribadi yang
merupakan salah satu penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Metode apa yang baik digunakan dalam mengefisiensikan beban pajak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Perencanaan Pajak
Dalam melakukan perencanaan pajak, perusahaan harus mengumpulkan dan melakukan
penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak
yang akan dilakukan (Suandy,2006:7). Dalam hal ini penulis mencoba untuk dapat melakukan
penghematan dan penelitian terhadap ketentuan pajak, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal
21 untuk karyawan dan pajak penghasilan badan. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
Pasal 9 Huruf h disebutkan bahwa Pajak Penghasilan tidak dapat dikurangkan dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
Perencanaan pajak memungkinkan perusahaan dengan relatif struktur pajak yang tidak
efisien untuk memperbaiki masalahnya sehingga mampu bersaing dengan struktur pajak yang
lebih efisien. Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan tindakan penstrukturan
yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap
transaksi yang ada konsekuensi pajaknya (Mangunsong, 2002). Suatu perencanaan pajak yang
tepat akan menghasilkan beban pajak yang minimal yang merupakan hasil dari perbuatan
penghematan pajak dan/atau penghindaran pajak yang dapat diterima oleh fiskus dan sama sekali
bukan karena penyelundupan pajak yang tidak dapat diterima oleh fiskus dan tidak akan ditolerir
(Ruchjana, 2008). Perencanaan yang baik mengharuskan wajib pajak mengikuti dan mengetahui
perkembangan peraturan perpajakan yang terbaru (Gloritho, 2009). Perencanaan pajak yang baik
memungkinkan wajib pajak terhindar dari pengenaan sanksi pajak, baik sanksi administrasi
maupun sanksi pidana (Hardika, 2007).
Oleh karena itu penulis mencoba untuk melakukan tindakan penghematan pajak melalui
perencanaan pajak dengan 3 (tiga) metode perlakuan Pajak Penghasilan pasal 21 terutang yang
nantinya dapat mengurangi laba perusahaan dan dengan laba yang tersebut maka Pajak
Penghasilan untuk badan juga dapat dihemat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari ketiga metode tersebut di atas, maka metode gross up adalah yang lebih adil,
mengapa? karena perusahaan yang menerapkan ini memperlakukan karyawannya sebagai mitra
perusahaan. Karena seperti apa yang dikatakan oleh John L Mariotti bahwa terdapat 6 (enam)
etika bisnis dan salah satunya adil, atau win-win solution dimana dalam kerja sama harus ada
keadilan diantara ke dua pihak. Dengan menggunakan metode gross up tampak beban PPh
Pasal 21 yang disetor lebih besar dibandingkan metode lainnya, namun sebagai perencana pajak
pasti akan mengetahui bahwa ada nilai lebih bagi karyawan (take home pay) dan PPh badan.
Sejujurnya saya tidak pernah tahu siapa yang pertama kali mengungkapkan metode ini bahkan
rumusan penghitungan tersebut yang ternyata terbukti cocok belum ada dalam ketentuan
peraturan perpajakan, namun siapapun itu dia adalah seorang tax planer yang handal. Gross
up bukan hanya berlaku pada penghitungan tunjangan saja, namun sering dipakai oleh perencana
pajak dalam suatu objek pajak yaitu apabila mitra bisnisnya menghindar dalam pembayaran
pajak , sementara setiap badan hukum diwajibkan untuk melakukan pemotongan suatu objek
tertentu.
Namun bagaimana menyikapi wajib pajak yang tidak mau tahu tentang hal-hal yang
diwajibkan sehubungan dengan objek PPh Pasal 21 semisal dokumentasi status karyawan, slip
gaji dan lain-lainnya. Sehingga seorang fiskus akan mengambil jalan praktisnya menganggap
status karyawan TK dan mengalikannya dengan tarif lapisan pertama atau perusahaan membayar
PPh Pasal 21 sama persis seperti PPh Pasal 25 yang sama setiap bulannya? atau menumpuk
pembayaran di masa Desember. Maka ini hendaknya dalam menghitung pajaknya khususnya
PPh Pasal 21 setidaknya akan lebih baik karena PTKP sudah disesuaikan.
LAMPIRAN
DASAR HUKUM
a.
Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, dinyatakan bahwa:
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
jelas, dan menandatanganinya.
b.
c.
d.
e.
f.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 31/PJ./2009 Jo Peraturan Dirjen Pajak Nomor 57/PJ/2009
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan Orang Pribadi
OLEH :
SRI RACHMAWATY R.
B1C1 11 128
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014