Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
COM/
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
-
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b)
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d)
-
2. Perubahan
Syndrome)
permeabilitas
membran
alveolar-kapiler
(Adult
Respiratory
a)
b)
Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).
Distress
c)
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
a)
b)
Lymphangitic Carcinomatosis.
c)
a)
b)
c)
Narcotic overdose.
d)
Pulmonary embolism.
e)
Eclampsia
f)
Post Cardioversion.
g)
Post Anesthesia.
h)
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik.
Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang
akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor
presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau
jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti
arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan
jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari
jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada
gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan
yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka
paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paruparu.
Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada
orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan
kelebihan cairan tubuh.
High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke
ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah,
atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,
menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary
edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada
aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin
termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),
beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.
D. PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan
persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada
kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk
sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan
pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
Pathway: (di lembar berikutnya)
Faktor kardiogenik
Faktor non-kardiogenik
PATHWAY
ARSD
Pnemonia
Aspirasi As.
Lambung
Bahan Toksik
inhalan
Isufisiensi
limfatik
Unkwnown
Post. Lung
transplant
Lymphangiti
c
carsinomicl
osis
Silicosis
Pulmonary
Embolism
Eclamasia
High
altitude
Pulmonary
edema
Ketidakseimbangan
Staling Force
Tekanan
Kapiler
Paru
Tekanan
Tekanan
Tekanan
Onkotik
Plasma
Negative
Onkotik
Interstitial
Interstitial
Cairan berpindah
ke interstitial
Alveoli terisi
cairan
Gangguan
pertukaran gas
Gangguan
perfusi
jaringan
Cardiac ouput
O2 jaringan
Pemasangan alat
bantu nafas
(ventilator)
Bed rest
fisik
Pengambilan
O2
Kelelahan
Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
Defisit
perawatan
diri
Pemasangan
selang
endotrakheal
Area
invasi
Gangguan
komunikasi
verbal
Resiko
tinggi
infeksi
M.O
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala
umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada
normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea),
kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan
pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter
mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara
mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam
alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran
gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran
napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia
dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas
vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan
hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.
Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru
walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin
sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide
phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang
penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal;
hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun
tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup
yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
F. DIAGNOSA PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga
disebut sebagai asma kardiale.
Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.
Laboratorium
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (Xray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidangbidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan
putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili
pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
Kranialisasi vaskuler
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau Nterminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang
disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram
(sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat
tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100
pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang
disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang ruang
sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries
(cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai
kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut
pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah
konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari
18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan
kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
G. PENATALAKSANAAN
-
Posisi duduk.
Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi,
atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
endotrakeal, suction, dan ventilator.
-
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas
Umur
muda
Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tibatiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit
paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
Pemeriksaan fisik
1. Sistem Integumen
Subyektif
:Obyektif
: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
1. Sistem Pulmonal
Subyektif
: sesak nafas, dada tertekan
Obyektif
: Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum
banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
1. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif
: sakit dada
Obyektif
: Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun,
Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
1. Sistem Neurosensori
Subyektif
: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif
: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
1. Sistem Musculoskeletal
Subyektif
: lemah, cepat lelah
Obyektif
: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
1. Sistem genitourinaria
Subyektif
:Obyektif
: produksi urine menurun/normal,
1. Sistem digestif
Subyektif
: mual, kadang muntah
Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik :
1. Hb
: menurun/normal
2. Analisa Gas Darah
: acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal
Diagnosa yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat
bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
Rencana Tindakan:
Intervensi
No
Diagnosa
1
Ketidakefektifan
pola
nafas
berhubungan
dengan
keadaan tubuh
yang lemah
Tujuan & KH
Pola nafas
kembali efektif
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 24
jam, dengan
kriteria hasil:
- Tidak terjadi
hipoksia atau
hipoksemia
- Tidak sesak
- RR normal (1620 / menit)
- Tidak terdapat
kontraksi otot
bantu nafas
- Tidak terdapat
sianosis
Intervensi
1. Berikan HE pada
pasien tentang
penyakitnya
2. Atur posisi semi fowler
5. Observasi tanda-tanda
vital
6. Observasi timbulnya
gagal nafas.
Gangguan
pertukaran Gas
berhubungan
dengan distensi
kapiler
pulmonar
Fungsi
pertukaran gas
dapat maksimal
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 24
jam dengan
kriteria hasil:
- Tidak terjadi
sianosis
- Tidak sesak
- RR normal (1620 / menit)
- BGA normal:
partial
pressure of
oxygen
1. Berikan HE pada
pasien tentang
penyakitnya
5. Observasi tanda
Rasional
1. Informasi yang
adekuat dapat
membawa pasien lebih
kooperatif dalam
memberikan terapi
2. Jalan nafas yang
longgar dan tidak ada
sumbatan proses
respirasi dapat
berjalan dengan
lancar.
3. Sianosis merupakan
salah satu tanda
manifestasi
ketidakadekuatan
suply O2 pada jaringan
tubuh perifer .
4. Pemberian oksigen
secara adequat dapat
mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan capilary
refill time yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan
tubuh dalam proses
respirasi diperlukan
intervensi yang kritis
dengan menggunakan
alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
1. Informasi yang
adekuat dapat
membawa pasien lebih
kooperatif dalam
memberikan terapi
2. Jalan nafas yang
longgar dan tidak ada
sumbatan proses
respirasi dapat
berjalan dengan lancer
3. Posisi yang berbeda
menurunkan resiko
perlukaan akibat
imobilisasi
4. Pemberian oksigen
secara adequat dapat
mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga
(PaO2): 75100 mm Hg
partial
pressure of
carbon
dioxide
(PaCO2): 3545 mm Hg
oxygen
content
(O2CT): 1523%
oxygen
saturation
(SaO2): 94100%
bicarbonate
(HCO3): 2226 mEq/liter
pH: 7.35-7.45
3
Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan area
invasi
mikroorganisme
sekunder
terhadap
pemasangan
selang
endotrakeal
Infeksi tidak
terjadi setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 24
jam, dengan
kriteria hasil:
- Pasien mampu
mengurangi
kontak dengan
area
pemasangan
selang
endotrakeal
- Suhu normal
(36,5oC)
tanda vital
6. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
memberikan
pengobatan
1. Berikan HE pada
pasien tentang kondisi
yang dialaminya
2. Observasi tanda-tanda
vital.
3. Observasi daerah
pemasangan selang
endotrakheal
4. Lakukan tehnik
perawatan secara
aseptik
5. Kolaborasi dengan tim
medis dalam
memberikan
pengobatan
mencegah terjadinya
hipoksia
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan capilary
refill time yang
memanjang/lama.
6. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
1. Informasi yang
adekuat dapat
membawa pasien lebih
kooperatif dalam
memberikan terapi
2. Meningkatnya suhu
tubuh dpat dijadikan
sebagai indicator
terjadinya infeksi
3. Kebersihan area
pemasangan selang
menjadi factor resiko
masuknya
mikroorganisme
4. Meminimalkan
organisme yang kontak
dengan pasien dapat
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
5. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian
dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
5. Evaluasi:
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga
dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang
sebelumnya tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi kedua.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC