Você está na página 1de 5

Analisis protein umumnya bertujuan untuk m engukur kadar protein

dalam bahan makanan. Analisis protein dapat dilakukan antara lain dengan
metode Kjeldahl, Lowry, Biuret, Bradford, turbidimetri dan titrasi f ormol
(Sudarmadji dkk, 2007).
a.

Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl dilakukan untuk menganalisis kadar protein kasar


dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan
cara ini adalah kadar nitrogennya (Winarno, 1986). Prinsip analisis Kjeldahl
adalah sebagai berikut: bahan organik di didihkan dengan asam sulfat pekat
sehingga unsur-unsur dapat terurai. Atom karbon menjadi CO2 dan nitrogen
menjadi amonium sulfat. Larutan tersebut kemudian dibuat alkalis dengan
menambahkan NaOH berle bihan sehingga ion amonium bebas menjadi
amonia bebas. Amonia yang dipisahkan dengan cara distilasi kemudian
dijerat dengan larutan asam borat. Garam borat yang terbentukdititrasi
dengan HCl (Sudarmadji, 1996).
Dari hasil titrasi dapat dihitung % N. Hasil % N tersebut dapat digunakan
untuk memperkirakan kadar protein kasarnya. Umumnya campuran protein
murni terdiri dari 16% nitrogen. Apabila jumlah N dalam bahan telah
diketahui, maka jumlah protein dihitung dengan mengalikan jumlah N
dengan faktor konversi 6,25 (100/16). Besarnya faktor konversi (tabel 2.3)
tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan
pangan. Pada protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan
tepat, maka faktor konversi yang lebih tepat lah yang dipakai. Tabel 2.3 Faktor
konversi

Kekurangan metode Kjeldahl ialah bahwa purin, purimidin, vitamin-vitamin,asam


amino besar, kreatin, dan kreatinin ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen
protein (Winarno, 1986).

b.

Metode Bradford

Metode Bradford digunakan untuk menentukan konsentrasi protein


dalam larutan. Prinsip metode ini berdasarkan pembentukan komplek antara
Coomassie Brillant Blue (CBB) dengan larutan protein yang diukur pada pa njang
gelombang 595 nm (gambar 2.4). Pembentukan komplek disebabkan adanya

ikatan antara pewarna CBB dengan protein melalui interaksi ionik antara
gugus asam sulfonat dengan muatan positif protein yaitu pada gugus
amina .
Asam amino bebas, peptida dan protein dengan berat molekul kecil
tidak menghasilkan warna biru dengan reagen ini. Umumnya berat molekul
peptida atau protein harus lebih besar dari 3000 Da untuk menghasilkan warna
biru dengan reagen ini. Banyaknya ligan yang berikatan dengan molekul
protein sebanding dengan muatan positif protein, sehingga jumlah absorbansi
sebanding
dengan
kadar
protein
dalam
larutan
(Pierce,
2005).

c.

Metode Dumas Termodifikasi


Akhir-akhir ini, teknik instrumen otomastis telah berkembang dengan
kemampuan penentuan kadar protein dalam sampel dengan cepat. Teknik ini
berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Dumas lebih dari 1,5 abad yang
lalu, dan mulai berkompetisi dengan metode Kjeldahl sebagai metode standart
penentuan kadar protein karena lebih cepat.
- Prinsip Umum
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi
(sekitar 900 oC) dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O
dan N2. Gas CO2 dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom
khusus untuk menyerapnya. Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan
melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detektor konduktivitas termal
pada ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan nitrogen dari sisa CO2
dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan telah
diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian
sinyal dari detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode
Kjeldahl diperlukan konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein,
tergantung susunan asam amino protein.

Keuntungan dan kerugian


a. Keuntungan :
Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per
pengukuran,
dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
Mudah digunakan.
b. Kerugian :
Mahal.
Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak
semua nitrogen dalam makanan berasal dari protein.
Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda
karena susunan asam amino yang berbeda.
Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang
representatif.

d. Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat
2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang
dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu + kemudian akan mereduksi
reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis
Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan
warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya.
Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga
memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01
mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya (Lowry dkk
1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini,
diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris,
senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium,
dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferensi
tersebut. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.
Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan
penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry dkk
1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat
mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen
Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+
bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru,
sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Reaksi yang terlibat
adalah kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam
suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen
Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat (phosphomolybdotungstate),
menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai
samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi

secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan
dan tyrosine-nya. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya
(Sudarmanto 2008).

e.

Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan
ikatan peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua
bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen
ini dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian
diukur serapannya pada 540 nm. Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak
adanya gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang
lebih rendah. Teknik ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi
yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada
gugus samping spesifik.
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain.
Uji ini memberikan reaksi positif yang ditandai dengan timbulnya warna merah
violet atau biru violet (Bintang, 2010).
f.

Metode Turbidimetri
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein
apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic (TCA),
Kalium Ferri Cianida [K4Fe(CN)6] atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan
diukur dengan alat Turbudimeter. Cara ini hanya dipakai untuk bahan protein
yang berupa larutan atau hasilnya, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat
(Sudarmadji, 1989).
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap dengan
penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan
protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein dapat
ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).
Keuntungan dan kerugian
Keuntungan :
Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta
sensitif terhap protein dengan konsentrasi rendah.
Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan
jernih, serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi
atau memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan
dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami
sejumlah tahap preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi,
ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan
tenaga. Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi

protein dari jenis makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah
mengalami proses dimana protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen
dengan senyawa lain. Kelemahan lain adalah, serapan tergantung pada jenis
protein (karena protein yang berbeda mempunyai sekuens/urutan asam amino
yang berbeda pula).

Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol Reagent.
New York: Kluwer Academic Publishers.
Sudarmanto Arie. 2008. Penetapan kadar protein metode lowry. http://ariebs. Staff.ugm.ac.id/ [10
oktober 2011]
Sudarmadji, Slamet . 1996. Teknik Analisa Biokimiawi. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Pirie, NW. 1987. Leaf Protein and Its by-products in Human and Animal. 2nd Ed.
Melborne: Combridge University Press.
Khee, C. R. 2001. Current Protocols in Food Analytical Chemistry. John Wiley &
Son 5, Inc.
Winarno F, G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi I. Jakarta: PT. Gramedia.

Você também pode gostar