Você está na página 1de 5

Dampak Kondisi Sosial-Ekonomi petani

pada Kondisi Pertanian di Indonesia


Akhmad Raihan Ramadhana
Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB0
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Indonesia merupakan negara yang terdiri
dari beberapa pulau, sehingga diberi gelar
Negara Kepulauan Terbesar. Sesungguhnya,
hal ini merupakan salah satu modal utama
bangsa ini untuk melakukan pembangunan
berkelanjutan. Setiap pulau memiliki
beberapa keistimewaan seperti Pulau Jawa
yang tanahnya bagus untuk melakukan
kegiatan pertanian atau Pulau Kalimantan
yang kondisi tanahnya lebih bagus untuk
kegiatan perkebunan. Seluruh kegiatan
pertanian inilah yang bisa menunjang
Indonesia menjadi lebih maju. Belum lagi,
adanya faktor iklim tropis yang menunjang
semua kegiatan pertanian di Indonesia ini.
Meskipun begitu, dari segi kondisi sosial
Sumber : http://www.nu.or.id

dan ekonomi dari para petani sendiri,


tampaknya belum begitu menunjukkan suatu

perkembangan yang baik. Kita ambil contoh pada suatu kasus pada saat Perum
Perhutani mengajak rakyat Desa Padasari, Kabupaten Sumedang untuk melakukan
suatu pola kemitraan guna meningkatkan produktivitas komoditas vanili. Sebagian
kecil dari petani tertarik untuk melakukan pola kemitraan, namun sebagian besar
justru tidak tertarik. Hal ini disebabkan oleh faktor sosial dan ekonomi dari mereka.
Faktor sosial terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah
anggota keluarga, status sosial, status penguasaan lahan, informasi teknologi yang
meliputi frekuensi penyuluhan dan kontak lembaga. Faktor sosial inilah yang
membagi petani menjadi petani mitra, yakni petani yang tertarik untuk mengikuti

pola pertanian yang ditetapkan oleh contohnya Perum Perhutani, dengan petani non
mitra.
Dilihat dari segi umur petani, umumnya tergolong dalam usia produktif.
Dengan umur rataan 47 tahun, menunjukkan bahwa petani mitra secara fisik sangat
potensial dalam menjalankan dan mengembangkan usaha pertanian melalui pola yang
ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya dengan petani non mitra yang rataan usianya
61 tahun, secara fisik kurangmendukung dalam menjalankan usahatani.
Kemudian, ditinjau dari tingkat pendidikan formal yang ditempuh petani,
terlihat bahwa masing-masing petani memiliki tingkat dan lama pendidikan yang
beragam, bahkan ada yang tidak tamat SD. Lama pendidikan tertinggi yang
pernahditempuh masing-masing adalah 12 tahun atau setara dengan tingkat SMU,
dengan rataanpendidikan yang ditempuh 11 tahun untuk petani yang memiliki kondisi
sosial yang menunjang dan 6 tahun untuk petani yang sebaliknya.
Untuk pengalaman usahatani, rata-rata telah dicapai petani mitra selama 11
tahun dan 15 tahun pada petani non mitra. Dengan pengalaman usahatani vanili yang
lebih dari 10 tahun, jelas berpengaruh terhadap keahlian dan keberhasilan usahatani,
sehingga meskipun pendikan formal dan informalnya rendah, tetapi dengan
pengalaman berusahatani yang cukup lama, petani merasa mampu dan ahli dalam
mengusahakan usaha tani.
Dari sisi jumlah anggota keluarga produktif, terlihat bahwa jumlah anggota
keluarga produktif bagi petani mitra rata-rata lima orang dan rata-rata empat orang
bagipetani non mitra. Banyaknya jumlah anggota keluarga produktif dalam suatu
keluarga,memungkinkan berkurangnya biaya tenaga kerja luar keluarga sehingga
diharapkanpendapatan keluarga akan meningkat.
Dari sisi jarak, Petani mitra memiliki jarak yang relatif dekat dari rumahnya
menuju lahan untuk melakukan kegiatan usahatani, sehingga memudahkan para
petani tersebut untuk lebih intensif melakukan kegiatan usahataninya. Sedangkan
petani non mitra, umumnya memiliki jarak dari rumahnya menuju lahan untuk
melakukan usahatani relatif jauh.

Sementara faktor ekonomi yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani


adalah luas lahan, jumlah tenaga kerja, pendapatan, status lahan, keanggotaan dalam
kelompok tani, resiko, tersedianya kredit, serta kelembagaan.
Petani mitra umumnya lebih cenderung apabila luas usahataninya tidak begitu
luas. Apabila cukup luas, para petani akan cenderung untuk mengelola usahatani
dengan kemampuannya sendiri. ( Erna Rachmawati 2008)
Sektor pertanian merupakan sektor vital sebuah negara agar dapat
melanjutkan pembangunannya. Mantan Presiden Indonesia, Ir.Soekarno dalam salah
satu pidatonya menyebutkan Hidup matinya sebuah negara, ada ditangan sektor
pertanian negeri tersebut.Hal ini pun sudah diakui oleh mantan presiden kita
sendiri.
Namun, dewasa ini sektor pertanian tampaknya sudah mulai merosot di mata
rakyat

Indonesia

sendiri.

Dengan

adanya

revolusi

Industri,

serta

mulai

berkembangnya teknologi dan informasi, masyarakat Indonesia secara perlahan-lahan


mulai mulupakan betapa pentingnya sektor pertanian dari negara itu sendiri. Berikut
table yang menunjukkan sektor-sektor yang menunjang negeri kita Indonesia dari
tahun 2004-2008 :

Dari tabel diatas, terlihat bahwa sektor pertanian dari tahun 2004-2007 tidak
mengalami peningkatan. Bahkan dari jumlahnya sendiri, sektor pertanian masih kalah

dengan sektor-sektor lainnya. Hal ini pulalah yang menyebabkan terpuruknya para
petani di negeri ini. Masyarakat Indonesia cenderung menganggap remeh pertanian,
sehingga secara tidak langsung juga mengganggap remeh para pelaku usahatani
sendiri yakni petani. Apabila tidak ada respect yang cukup baik dari masyarakat
maupun dari pemerintah, terhadap para petani di negeri ini, bagaimana sektor
pertanian akan maju?
Dari segi lahan, seperti yang
sudah disebutkan di atas lahan yang
ada di Indonesia sangat mendukung
untuk melakukan kegiatan pertanian,
seperti tanah di Pulau Jawa yang
sangat cocok untuk bertanam padi
atau tanah di sekitar Pulau
Kalimantan atau Pulau Sumatra yang
cocok untuk mendukung kegiatan
perkebunan, seperti kelapa sawit.

Salah satu lahan pertanian yang tidak terawat di Desa Linjuk, Buntok, Kalimantan Tengah (http://dayakpost.wordpress.com/2010/01/02/

Meskipun begitu, lahan yang ada di Indonesia belum sepenuhnya


dimaksimalkan untuk melakukan kegiatan usaha tani. Bahkan, banyak lahan yang
telah tersedia tidak digunakan untuk kegiatan usahatani, padahal lahan tersebut
merupakan lahan yang subur dan cocok untuk melakukan kegiatan usaha tani,
contohnya adalah lahan-lahan yang ada di Pulau Jawa dewasa ini. Berikut tabel yang
menunjukkan bagian dari lahan yang belum dimanfaatkan di Indonesia :

Sebagai rakyat Indonesia, terutama sebagai mahasiswa, generasi calon


penerus bangsa, ada baiknya kita mulai melakukan satu dua hal untuk menanggulangi
masalah pertanian ini, terutama masalah kondisi sosial ekonomi dari petani sendiri.
Pertanian sebuah negara tidak akan maju apabila sang pelaku usahataninya sendiri,
yakni petani, tidak dihargai oleh bangsanya sendiri.

Você também pode gostar