Você está na página 1de 9

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma


domestica Val) DALAM RANSUM BROILER

(The Effect of Turmeric (Curcuma domestica Val) Meal as Feed Additive on


The Performance of Broiler)

I.A.K. BINTANG1 dan A.G. NATAAMIJAYA2


1Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
2Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

ABSTRACT

A.study on the utilization of turmeric meal as feed additive in broiler ration was
conducted. One hundred
and fifty day old chicks (DOC) were allocated into five levels of turmeric meal
addition (0; 0.04; 0.08; 0.12
dan 0.16%) with 6 replicates of 5 DOC each. The experimental design used in this
study was Completely
Randomized Design. Parameters measured were:feed intake, average body weight, feed
conversion ratio
(FCR) and mortality. The results showed that when turmeric meal was used as
additive at levels of 0.04; 0.12
and 0.16% of feed intake was significantly (P<0.05) lower than that of control.
The addition of 0.16%
turmeric meal gave significantly (P<0.05) lower feed intake than that of 0.08 and
0.12% levels. The average
body weight of 0.04% addition significantly (P<0.05) higher than that of 0.08%.
FCR of chicks with the
addition of 0.08% turmeric significantly (P<0.05) higher than those of control,
0.04 and 0.16%. It is
concluded that the best treatment was the addition of 0,04% turmeric which
improved the feed efficiency as
much as 4.19% than those of control.

Key Words: Turmeric, Performance, Broiler

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk menguji pengaruh tingkat penambahan tepung kunyit dalam
ransum broiler.
Seratus lima puluh (150) ekor DOC dibagi 5 tingkat tepung kunyit (0; 0,04; 0,08;
0,12 dan 0,16%), dengan 6
ulangan masing masing 5 ekor per ulangan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap. Parameter
diamati: konsumsi ransum, pertambahan bobot hidup, konversi ransum dan mortalitas.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan tepung kunyit (0,04; 0,12 dan 0,16%) menyebabkan
konsumsi ransum
yang nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Penambahan 0,16%
nyata (P<0,05) lebih
rendah dibanding 0,08 dan 0,12%. PBB yang mendapat 0,04% nyata (P<0,05) lebih
tinggi dibandingan
dengan 0,08%. Konversi ransum yang mendapat 0,08% nyata (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan dengan
kontrol, 0,04 dan 0,16%. Perlakuan terbaik yang mendapat tepung kunyit 0,04%
dengan perbaikan konversi
ransum sebesar 4,19% lebih baik dibandingkan dengan kontrol.

Kata Kunci: Tepung kunyit, Pertumbuhan, Broiler

PENDAHULUAN biaya ransum yang minimal mampu

menghasilkan produksi yang maksimal.

Usaha ternak unggas sebagai penghasil Pada saat ini dari perusahaan skala kecil
daging untuk memenuhi kebutuhan gizi hingga industri berusaha untuk memproduksi
masyarakat sebagai sumber protein hewani saat ternak yang berkualitas. Namun bukan

ini banyak mempergunakan broiler karena merupakan suatu hal yang mudah karena
pertumbuhannya cepat. Dalam usaha Indonesia merupakan negara tropis yang sangat
peternakan broiler, pakan merupakan biaya potensial bagi perkembangan
mikroorganisme
terbesar dari seluruh biaya produksi yaitu yang dapat menyebabkan penyakit
sehingga
sekitar 60�70%. Untuk itu peternak harus menurunkan produksi. Untuk mencegah atau
berusaha semaksimal mungkin agar dengan mengatasi hal tersebut banyak peternak
yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

menggunakan feed aditif antara lain antibiotik.


Namun penggunaannya mulai dikurangi karena
menimbulkan efek samping bagi konsumen
bila mengkonsumsi produk tersebut secara
berlebihan.

Tanaman obat merupakan salah satu jenis


komoditi pertanian yang mempunyai prospek
cerah untuk dikembangkan. Tumbuhan yang
berpotensi untuk obat cukup banyak jenisnya
dan belum banyak dimanfaatkan. Akhir akhir
ini peternak terutama skala kecil sudah mulai
menggunakan obat tradisional untuk mencegah
atau mengobati ternak yang sakit antara lain
adalah larutan kunyit. Kunyit selain untuk
mencegah atau mengobati penyakit juga
memberi warna pada karkas dan warna pada
kuning telur (SOMAATMADJA, 1981 ). Senyawa
aktif kunyit/kurkumin bersifat anti bakteri
(RAMPRASAD dan SIRSI, 1975; DARWIS et al.,
1991). Penelitian ini ingin mengetahui
pengaruh penambahan tepung kunyit dalam
ransum broiler terhadap pertumbuhan,
konsumsi ransum dan mortalitas.

MATERI DAN METODE

Seratus lima puluh (150) ekor ayam broiler


(DOC) dibagi 5 tingkat tepung kunyit (0; 0,04;
0,08; 0,12 dan 0,16%), dengan 6 ulangan
masing masing 5 ekor per ulangan yang
ditempatkan dalam kandang beralaskan sekam.
Penelitian menggunakan ransum komersial dari
Cargill. Anak ayam diberi 2 jenis ransum yakni
pada phase starter (0�4 minggu) ransum dalam
bentuk mash dan ransum crumble (butiran)
pada phase finisher (diatas 4 minggu).
Pemberian tepung kunyit mulai umur 2
minggu.

Cara pembuatan tepung kunyit adalah


(kunyit berasal dari pasar induk Kramat Jati

Jakarta), kunyit dicuci sampai bersih, diiris


tipis tipis, kemudian dikeringkan dibawah sinar
matahari. Setelah kering digiling menjadi
tepung kunyit kemudian dicampur dengan
ransum komersial. Makanan dan air minum
diberikan secara berlebih.

Parameter yang diamati adalah: konsumsi


ransum, pertambahan bobot hidup, konversi
ransum dan mortalitas. Penelitian menggunakan
rancangan acak lengkap. Data dianalisis
dengan sidik ragam, perbedaan diantara
perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil (STEEL dan TORRIE, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penampilan ternak selama penelitian


disajikan pada Tabel 1.

Konsumsi ransum

Penambahan tepung kunyit dalam ransum


menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P<0,05) terhadap konsumsi ransum.
Konsumsi ransum kontrol nyata (P<0,05) lebih
tinggi dibandingkan dengan yang mendapat
tepung kunyit, kecuali dengan perlakuan kunyit
0,08% tidak berbeda nyata (P>0,05).
Penambahan 0,16% tepung kunyit nyata
(P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan
0,08 dan 0,12%, kecuali dengan 0,04% tidak
berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan
penambahan tepung kunyit level lebih tinggi
menurunkan palatabilitas ransum sehingga
kemampuan ternak mengkonsumsi ransum
berkurang. Hal tersebut diduga karena kunyit
mengandung minyak atsiri dengan bau yang
khas, rasa pahit dan pedas sehingga
mengurangi nafsu makan.

Tabel 1. Pengaruh penambahan tepung kunyit terhadap performan Broiler (umur 2�7
minggu/ekor)

Parameter Tepung kunyit (%)


0 0,04 0,08 0,12 0,16
Pertambahan bobot hidup 1312ab 1317a 1198b 1227ab 1226ab
Konsumsi ransum 2505a 2410bc 2455ab 2430b 2355c
Konversi ransum 1,91b 1,83b 2,05a 1,98ab 1,92b
Mortalitas 0a 0,66a 0a 0,132a 0,66a

Superskrip berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05)


Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Pertambahan bobot hidup (PBH)

Penambahan tepung kunyit dalam ransum


tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P>0,05) terhadap PBH, kecuali PBH ayam
yang mendapat tepung kunyit level terendah
(0,04%) nyata (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan dengan 0,08%. Tingginya bobot
hidup ayam yang mendapat 0,04% tepung
kunyit disebabkan kunyit mengandung
kurkumin mempunyai daya anti bakteri dapat
menghambat pertumbuhan bakteri terutama
pada saluran pencernaan sehingga
meningkatkan pertumbuhan (SUSILOWATI et
al., 1985). Pemberian tepung kunyit level lebih
tinggi (0,08�0,16%) menghasilkan PBH
cenderung lebih rendah. Hal ini disebabkan
oleh penurunan konsumsi ransum. LIANG et al.
(1985) melaporkan bahwa kandungan zat
kimia kunyit (kurkumin) dalam tubuh ayam
cenderung lebih berperan dalam penurunan
lemak sehingga bobot hiduppun menurun.
AWANG et al . (1992) melaporkan bahwa
pemberian kurkumin 10 mg/kg ransum pada
ayam broiler hanya dapat meningkatkan warna
kuning pada kulit ayam. SUNARYO et al.
(1992) menyatakan bahwa kandungan
kurkumin pada kunyit dapat menurunkan kadar
kolesterol pada tikus.

Konversi ransum

Penambahan tepung kunyit dalam ransum


menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P<0,05) terhadap konversi ransum. Konversi
ransum yang mendapat 0,08% nyata (P<0,05)
lebih tinggi, kecuali dengan 0,12% tidak
berbeda nyata (P>0,05). Antara kontrol,
penambahan tepung kunyit 0,04 dan 0,16%
tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan
penambahan 0,08% tepung kunyit
mengkonsumsi ransum lebih tinggi dan PBH
yang dihasilkan lebih rendah. Konversi ransum
terendah pada ayam yang mendapat 0,04%
tepung kunyit disebabkan PBH yang dihasilkan
lebih tinggi. REKSOWARDJOJO et al. (2004)
melaporkan bahwa pemberian tepung kunyit
dosis terendah (0,25%) dalam ransum babi
dapat memperbaiki konversi ransum 11,75%
lebih baik dibandingkan dengan kontrol

Konversi ransum dalam penelitian ini berkisar


dari 1,83�2,05 mendekati yang dilaporkan
BINTANG et al. (2003). Selanjutnya dinyatakan
bahwa konversi ransum yang mendapat tepung
kencur + bawang putih umur 6 minggu
berkisar 1,99�2,18 sementara itu, RESNAWATI
et al. (2001) melaporkan bahwa konversi
ransum yang mendapat tepung kencur 0,02�
0,16% umur 5 minggu berkisar 1,80�1,99.
JARMANI et al. (2001) melaporkan bahwa
konversi ransum umur 5 minggu yang
mendapat tepung lempuyang 0,02�0,16%
berkisar 2,39�2,55 lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil penelitian ini.

Mortalitas

Penambahan tepung kunyit dalam ransum


tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P>0,05) terhadap mortalitas. Mortalitas dalam
penelitian ini 2,66%, masih dibawah ambang
normal yaitu 5%.

KESIMPULAN

Penambahan tepung kunyit dalam ransum


lebih tinggi dari 0,08�0,16% menghasilkan
konsumsi ransum dan bobot hidup lebih rendah
dibandingkan kontrol. Tepung kunyit bisa
digunakan sebanyak 0,04% dalam ransum
broiler.

DAFTAR PUSTAKA

AWANG, I.P.R., U. CHULON and F.B.H. AKARAOL.


Curcuma for up grading skin colour nutrition.
Abstract and review. CAB, International.

BINTANG, I.A.K. dan A.G. NATAAMIJAYA. 2003.


Pengaruh penambahan tepung kencur
(Kaempferia galanga L ) dan bawang putih (
Allium sativum L ) kedalam pakan terhadap
performan broiler. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor,
29�30 September 2003. Puslitbang
Peternakan, Bogor. hlm. 395�397.

DARWIS, S.N., A.B.D. MADJOINDO dan S. HASIYAH.


1991. Tanaman Obat Famili Zingeberasceae.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri, Bogor.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

JARMANI, S.N. dan A.G. NATAAMIJAYA. 2001.


Penampilan ayam ras pedaging dengan
menambahkan tepung lempuyang (Zingiber
aromaticum val.) dan kemungkinan
pengembanganya. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor,
17�18 September 2001. Puslitbang
Peternakan, Bogor. hlm. 605�608.

LIANG, O.B., Y. APSARTON, Y. WIDJAJA dan PUSPA.


1985. Beberapa aspek isolasi dan penggunaan
komponen komponen Curcuma xanthorhiza
roxb. dan Curcuma domestica val. Proc.
Simposium. Nasional Temulawak. Lembaga
Penelitian UNPAD, Bandung. hlm. 85�92.

RAMPRASAD, C. dan M. SIRSI. 1975. Effect of


curcumin and the essential oil of C. Longa on
bile secretion. J. Sci. Industry Res. 15 C. pp.
1613�1615.

REKSOWARDOYO, D.H., W.S. DILAGA dan


MARGONO. 2004. Pengaruh tingkat pemberian
tepung kunyit (Curcuma domestica ) dalam
ransum terhadap penampilan produksi babi
jantan kebiri periode tumbuh. Pros. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor, 4�5 Agustus 2004. Puslitbang
Peternakan, Bogor. hlm. 646�650.

RESNAWATI, H., A.G. NATAAMIJAYA, U. KUSNADI


dan S.N. JARMANI. 2001. Tepung kencur
(Kaempferia galanga L) sebagai suplemen
dalam ransum ayam pedaging. Pros. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Bogor, 17�18 September 2001. Puslitbang
Peternakan, Bogor. hlm. 563�567.

SOMAATMADJA, P. 1981. Khasiat senyawa-senyawa


flavonoid. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Hasil Pertanian,
Bogor.

STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1981. Prinsiples and


Procedures of Statistic. A Biometrical
Approach, Mc Graw Hill, New york.

SUNARYO, H., S.P. EDIYANTO, W. DJATMIKO dan A.


FUAD. 1992.Pengaruh pemberian kurkuminoid
(Curcuma domestica val.) terhadap kadar
kolesterol HDL serum tikus putih (Rattus
novergicus). Pusat Penelitian Obat Tradisional
UNAIR, Surabaya.

SUSILOWATI, S. BAMBANG dan D. WAHYU. 1985.


Pengarug daya anti mikroba dari rimpang
Curcuma domestica val. terhadap bakteri
Escherichia coli. Pros. Simposium Nasional
Temulawak UNPAD, Bandung. hlm. 174�

180.

Você também pode gostar