Você está na página 1de 19

BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.
Saat ini kanker serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang
menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang
berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diketahui terdapat
493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka
kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun. 1,2
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks disebabkan
oleh infeksi virus HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam
waktu yang lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi ini bisa
mengganas dan menyebabkan terjadinya kanker serviks. Kanker serviks
mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang berkembang yaitu
menempati urutan pertama, sedang dinegara maju ia menempati urutan ke 10, atau
secara keseluruhan ia menempati urutan ke 5. 1,3
Di negara maju, angka kejadian kanker serviks sekitar 4% dari seluruh
kejadian kanker pada wanita, sedangkan di negara berkembang mencapai diatas
15%. Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka insiden kanker serviks telah terjadi
penurunan. Hal ini disebabkan oleh alokasi dana kesehatan yang mencukupi,
promosi kesehatan yang bagus, serta sarana pencegahan dan pengobatan yang
mendukung. 1,3

Di Indonesia, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap


tahunnya, sedang angka kematiannya di perkirakan 7500 kasus per tahun.
Menurut data Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penyakit ini telah merenggut
lebih dari 250.000 perempuan di dunia dan terdapat lebih 15.000 kasus kanker
serviks baru, yang kurang lebih merenggut 8000 kematian di Indonesia setiap
tahunnya. 1
Seringnya terjadi keterlambatan dalam pengobatan mengakibatkan
banyaknya penderita kanker serviks meninggal dunia, padahal kanker serviks
dapat diobati jika belum mencapai stadium lanjut, tentunya dengan mengetahui
terlebih dahulu apakah sudah terinfeksi atau tidak dengan menggunakan beberapa
metode deteksi dini. 1,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah scuamocolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina
dan mukosa kanalis servikalis.1

EPIDEMIOLOGI
Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan yang sering dijumpai pada
wanita. Di negara-negara maju keganasan ini menempati urutan ketiga setelah
kanker payudara dan kanker endometrium, sedangkan di negara-negara
berkembang penyakit ini masih menempati urutan pertama di antara penyakit
kanker lainnya yang dialami oleh wanita. 2,3
Di seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru
dan 250.000 kematian setiap tahunnya yang 80% terjadi di negara-negara
sedang berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks diperkirakan 40.000
kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang tersering. Dari jumlah
itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena
pasien datang dalam stadium lanjut. 2,3
Penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar
kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per
100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang

sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu
relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit
ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. 1,3

ETIOLOGI
Etiologi karsinoma serviks sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, tetapi faktor-faktor predisposisi keganasan ini telah banyak dikenal. Data
epidemologi yang tersusun selama akhir abad ini menyingkap kemungkinan
adanya hubungan yang kuat antara neoplasia intraepitelial serviks (NIS) dan
karsinoma serviks uteri dengan infeksi virus human papiloma. Virus human
papiloma adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada permukaan
epidermal dan mukosa. Infeksi virus ini sering terdapat pada wanita yang aktif
secara seksual. Dari beberapa pemeriksaan laboratorium terbukti bahwa lebih dari
90% kondiloma serviks, semua neoplasma intraepitelial serviks dan karsinoma
serviks mengandung DNA virus human papiloma. 1,4
Virus human papiloma tipe 6, 11, 42, 43 dan 44 jarang ditemukan pada
neoplasma, sedangkan tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 sering
ditemukan pada kanker dan prakanker. Virus tipe 16 ditemukan pada sekitar 50%
kasus lesi intraepitelial skuamosa derajat berat dan karsinoma serviks.1,3,4

FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor yang mempengaruhi kanker serviks antara lain: 3,4
1. Pola hubungan seksual dan hubungan seksual dengan pria
yangmempunyai pasangan seksual lebih dari satu
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara lesi pra kanker dan kanker serviks dengan aktivitas
seksual pada usia dini, khususnya sebelum umur 17 tahun. Hal ini diduga
ada hubungan dengan belum matangnya daerah transformasi pada usia
tersebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual berpengaruh
terhadap lebih tingginya risiko pada usia, tetapi tidak pada kelompok usia
lebih tua. Jumlah pasangan seksual menimbulkan konsep pria berisiko
tinggi sebagai vektor yang dapat menimbulkan infeksi yang berkaitan
dengan penyakit hubungan seksual.
Terjadinya perubahan pada sel leher rahim pada wanita yang sering
berganti-ganti pasangan, penyebabnya adalah sering terendamnya sperma
dengan kadar PH yang berbeda-beda sehingga dapat mengakibatkan
perubahan dari displasia menjadi kanker.
2. Paritas
Kanker serviks sering terjadi pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, semakin besar risiko mendapatkan kanker
serviks. Paritas dapat meningkatkan insiden kanker serviks, lebih banyak
merupakan refleksi dari aktivitas seksual dan saat mulai kontak seksual
pertama kali daripada akibat trauma persalinan. Pada wanita dengan

paritas 5 atau lebih mempunyai risiko terjadinya kanker serviks 2,5 kali
lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan paritas 3 atau kurang.
3. Merokok
Dilihat

dari segi epidemiologinya, perokok aktif dan pasif

berkontribusi pada perkembangan kanker serviks yaitu 2 sampai 5 kali


lebih besar dibandingkan dengan yang tidak perokok. Pada wanita yang
merokok terdapat nikotin yang bersifat ko karsinogen di cairan serviksnya
sehingga dapat mendorong terjadinya pertumbuhan kanker.
4. Kontrasepsi Oral
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi
oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. World Health Organization (WHO)
melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19
kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
5. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi seseorang dapat mempengaruhi terjadinya
kanker serviks. Adanya kaitan yang erat antara status sosial ekonomi
rendah dengan status gizi karena status gizi berhubungan dengan daya
tahan tubuh baik terhadap infeksi maupun kemampuan untuk melawan
keganasan.
6. Hygine dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita
yang pasangannya belum disirkumsisi hal ini karena pada pria non

sirkumsisi higine penis tidak terawat sehingga banyak kumpulankumpulan smegma.


7. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam
folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang,
serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada
wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS


Karsinoma serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo-columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid/kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar
ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
memicu displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi,
SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin. 3,4
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga

berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi
epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina
yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa
pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ,
yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel
skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut
daerah transformasi. 3,4
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu
faktor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis
asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel.26 Sel yang mengalami mutasi
tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia
berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat prakanker. Displasia mencakup pengertian berbagai gangguan maturasi epitel
skuamosa yang secara sitologik dan histologik berbeda dari epitel normal, tetapi
tidak memenuhi persyaratan sel karsinoma. Perbedaan derajat displasia
didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya
kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel
skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih
utuh. 2,3,4

Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks


(NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari : 1)
NIS 1, untuk displasia ringan; 2) NIS 2, untuk displasia sedang; 3) NIS 3, untuk
dysplasia berat dan karsinoma in-situ. Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai
suatu spekrum penyakit yang dimulai dari displasia ringan (NIS 1), dysplasia
sedang (NIS 2), displasia berat dan karsinoma in-situ (NIS 3) untuk kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa peneliti menemukan bahwa 3035% NIS mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2.28 Karena
tidak dapat ditentukan lesi mana yang akan berkembang menjadi progesif dan
mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas
sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya.3,5

MANIFESTASI KLINIK
Pada tahap permulaan kanker, sudah menimbulkan perdarahan melalui
vagina, misalnya:

3, 7

1) Setelah melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak atua


timbul perdarahan menstruasi lebih sering.
2) Timbul perdarahan diantara siklus menstruasi.
3) Apabila kanker sudah berada pada stadium lanjut bias terjadi perdarahan
spontan dan nyeri pada rongga panggul.
4) Keluhan dan gejala akibat bendungan kanker penderita mengalami halangan
air seni.
5) Sembab anggota tengah karena penekanan pembuluh darah balik.

6) Nyeri pada pinggang bagian bawah.


7) Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
8) Perdarahan sesudah menopouse
Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus
(keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang
dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak)
merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap awal, terjadinya
kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala berupa
ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran
sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan
berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar
berbentuk mukoid. 7
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah
lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi,
sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta
mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin
progresif. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal toussea)
merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar berwarna
merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai menggumpal. Gejala lebih
lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal ginjal dapat

10

terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran
sel kanker yang juga. 3,7

STADIUM KLINIK
Pemeriksaan untuk menentukan stadium klinik dilakukan secara bimanual
vaginal dan rektal sebelum pengobatan diberikan. Tujuan penentuan stadium
klinik adalah untuk menetapkan jenis pengobatan, meramalkan pronogsis dan
sebagai studi perbandingan di antara berbagai institusi.
Berbagai stadium klinik telah diajukan oleh para ahli, namun stadium klinik
yang dianut sekarang yaitu yang telah disetujui oleh International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO. Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan
klinik (inspeksi, palpasi, kolposkopi), radiologi (paru-paru, ginjal), sistoskopi,
rektoskopi, kuretase endoserviks dan biopsi. 5,6

Stadium

Karakteristik

Lesi belum menembus membrana basalis

Lesi tumor masih terbatas di serviks

IA1

Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3 mm


dengan diameter permukaan tumor <7mm

IA2

Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi <5mm


dengan diameter permukaan tumor <7mm

IB1

Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer <4cm

IB2

Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer >4cm

II

Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan


sepertiga proksimal vagina)

IIA

Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina

11

IIB

Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai


dinding panggul

III

Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan


atau sepertiga vagina distal)

IIIA

Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal

IIIB

Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul

IV
IVA

Lesi menyebar keluar organ genitalia


Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke
mukosa vesika urinaria

IVB

Lesi meluas ke mukosa rektum dan atau meluas ke organ jauh

DIAGNOSIS
Gejala dan Tanda
Lesi pra-kanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Jika sudah terjadi kanker akan
timbul gejala yang sesuai dengan penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar.
Gejala yang timbul dapat berupa perdarahan pasca-sanggama atau dapat juga
terjadi perdarahan di luar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar,
dapat terjadi infeksi dan menimbulkan cairan (duh) berbau yang mengalir keluar
dari vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang
berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar. 3,4,7
Gejala lain yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena
misalnya otak (nyeri kepala, gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah),
tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau
pembengkakan), dan lain-lain. 3,4,7

12

Penegakan Diagnosis
Diagnosis definitive harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari
hasil biopsi lesi sebelum sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut
dilakukan. 3,7
Tes IVA
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan
larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi
setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami
displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks.1

Pemeriksaan pap smear


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret
yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada
wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu.
Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia
65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim
secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian
akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita
yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu
1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil
pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2
atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut : 1,7

13

a.

Normal.

b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).


c.

Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).

d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).


e.

Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih


dalam atau ke organ tubuh lainnya).

Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsi
yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsi yang menggunakan
anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks.
Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan
memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja. 8,9

Kolposkopi
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear,
karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam
mengetes darah yang abnormal. 7,9

14

Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena
(IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / terkenanya nodus limpa regional. 8,9

PENGOBATAN KANKER SERVIKS


Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang
sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan
ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana
penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan
pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah
diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa
berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi),
pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai

15

jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision


procedure) atau konisasi. 3,4

1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah
ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker
bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap
smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan
penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan.
Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan
penderita. 3,4,8
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien
sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit
umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar. 3,8,9

16

2. Terapi penyinaran (radioterapi)


Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B,
III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul,
maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi
tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua
jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar
dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi
internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung
ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita
dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2
minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina,
kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi. 3,4,8

17

3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis.
Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin
hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker
menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain.

3,4,9

PROGNOSIS KANKER SERVIKS


Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif,
stadium lanjut, bahkan stadium terminal. Selama ini, beberapa cara dipakai
menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis seperti
keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi

18

Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya,


5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%,
stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%. 3,4
1. Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years
survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar
70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi
mereka.
3. Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years
survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate
sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.

19

Você também pode gostar