Você está na página 1de 21

POLIGAMI DITINJAU DARI SEGI HUKUM

ISLAM

Disusun Oleh :
Naila Khasanah

(121011035)

Pandu Febriyanto

(131011001)

Ardika Surya Prinata (131011002)


Ade Alvian Ahmad

(131011003)

Aditya Prastowo

(131011004)

Churriyatul Ainiya

(131011005)

Dosen : Dra. Arifah Bidiyati Mz

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan
manusia. Pernikahan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita
menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing
masyarakat dan juga dengan harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik
sebelum maupun selamanya pernikahan berlangsung. Setiap makhluk hidup
memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya melalui perkawinan, yakni
melalui budaya dalam melaksanakan suatu perkawinan yang dilakukan di Indonesia.
Pernikahan yang baik dan yang dianjurkan adalah pernikahan yang sesuai
dengan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW dan yang diridhoi Allah SWT.
Sebagai umat muslim yang baik, kita wajib mentaati semua yang telah Allah SWT
tetapkan dan dengan tidak melanggar aturan-aturan-Nya. Ada pernikahan yang
sifatnya umum, yang biasa kita sebut Monogami yaitu pernikahan antara seorang
pria dan seorang wanita yang sudah memenuhi syarat pernikahan dan ada juga yang
dinamakan pernikahan poligami yaitu pernikahan seorang suami dengan istri lebih
dari satu.
Namun akhir-akhir ini perdebatan tentang pernikahan poligami sangat marak
dilakukan di kalangan masyarakat seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Hal ini
dikarenakan adanya dampak-dampak yang kurang dimengerti oleh masyarakat luas.
Misalnya ada suatu kasus poligami yang memang sesuai dengan hukum
Islam dan hukum pemerintah, namun banyak masyarakat yang menentang akan hal
itu. Dalam hal ini pelaku poligami tidak bisa disalahkan, namun masyarkat awam
tersebut perlu mengkaji dan memahami lebih dalam tentang masalah poligami
sehingga mereka tidak terjerumus untuk menentang apa yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT di dalam Al-Quran. Namun tidak sedikit juga pelaku poligami yang
melenceng dari hukum Allah SWT dan risalah Rasulullah SAW dalam melakukan
praktik poligami tersebut sehingga banyak menimbulkan dampak negatif bagi pihak

wanita yang bersangkutan maupun masyarkat sekitar yang bisa saja mencontoh
perilakunya.
Jadi agar suatu permasalahan tidak menimbulkan konflik dan pertentangan
yang berkepanjangan di masyarakat serta bisa dihormati keberadaannya, maka
dalam kasus poligami ini perlu dilakukan pengkajian yang intensif dan dicermati
secara teliti dan hati-hati dengan memakai sudut pandang hukum Islam, yaitu AlQuran dan Al-Hadist, serta dengan hati nurani yang luhur.

B. Rumusan Masalah
Didalam pembahasan ini terdapat berbagai permasalahn, diantaranya:
a. Bagaimana poligami ditijau dari segi hukum Islam?
b. Bagaimana menyikapi poligami yang dipersalahgunakan, seperti
yang dilakukan oleh Eyang Subur?

C. Manfaat dan Tujuan


Manfaat dan tujuan dari pembahasan tentang poligami ini adalah:
a. Dapat memberikan pemahaman terhadap masalah poligami yang kini
masih menjadi pertentangan dikalangan masyarakat.
b. Dapat memberikan dasar hukum mengenai poligami berdasarkan AlQuran dan Al-Hadist.
c. Dapat mengetahui manfaat dan kerugian dalam poligami.
d. Dapat mengetahui cara berpoligami yang sesuai dengan syariat
Islam.
e. Dapat mengetahui adab berpoligami yang diridhoi Allah SWT.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian Poligami
Poligami sendiri berasal dari bahasa Yunani dimana kata poli dan
polus yang artinya banyak dan kata gamein atau gamos yang artinya kawin
atau perkawinan. Maka, ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti
suatu perkawinan yang banyak. Jadi pengertian dari poligami adalah
sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa
lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
Dalam antropologi sosial,

poligami

merupakan

praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan
jenis

kelamin

orang

bersangkutan).

Hal

ini

berlawanan

dengan

praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri.

2. Hukum Poligami
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 3 dan
129 yang berbunyi:

Dan jika kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua,tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-

budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang
lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ada 2 pendapat sehubungan masalah poligami, yaitu:
a. Pertama, asas perkawinan dalam Islam adalah monogami.
Mereka beralasan bahwa Allah SWT memperbolehkan
poligami dengan syarat harus adil. Sedangkan kecenderungan
manusia pada dasarnya tidak akan mampu berbuat adil. QS.
An-Nisa`: 129.
b. Kedua, asas perkawinan dalam Islam adalah poligami.
Alasannya, QS. An-Nisa` ayat 3 dan 129 tidak terdapat
pertentangan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan
lahiriah yang dapat dikerjakan manusia, bukan adil dalam arti
cinta & kasih sayang.
Menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, hukum poligami
adalah mubah. Poligami dibolehkan selama tidak dikhawatirkan terjadinya
penganiayaan terhadap para istri. Kebolehan berpoligami adalah terkait

dengan terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya


penganiayaan terhadap para istri.
Dalam tafsir al-Kassyaf, Zamakhsyari mengatakan bahwa poligami
dalam Islam suatu rukhshah (kelonggaran ketika darurat), sama halnya
dengan rukhshah bagi musafir dan orang sakit yang boleh berbuka puasa.
Kelonggaran boleh berpoligami untuk menghindarkan terjadinya perzinaan.
Dengan demikian, haram berpoligami bagi seseorang yang merasa khawatir
tidak akan berlaku adil.
Sejak masa Rasulullah SAW , Sahabat, Tabi`in, periode Ijtihad dan
setelahnya sebagian besar kaum Muslimin memahami dua ayat Akhkam itu
sebagai berikut:
a. Perintah Allah SWT, maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi, difahami sebagai perintah ibahah (boleh), bukan
perintah

wajib.

Seorang

muslim

dapat

memilih

untuk

bermonogami (istri satu) atau berpoligami (lebih dari satu).


Demikianlah kesepakatan pendapat mayoritas pendapat mujtahid
dalam berbagai kurun waktu yang berbeda.
b. Larangan mempersunting istri lebih dari empat dalam waktu
yang bersamaan, sebagaimana dalam firman Allah maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga
atau

empat.

Menurut

alqurtuki,

pendapat

yang

memperkenankan poligami lebih dari empat dengan pijakan nash


di atas, adalah pendapat yang muncul karena yang bersangkutan
tidak memahami gaya bahasa dalam al-qur`an dan retorika
bahasa arab.
c. Poligami harus berlandaskan asas keadilan, sebagaimana firman
Allah, kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. (qs. An-nisa`: 3) seseorang tidak dibolehkan menikahi
lebih dari seorang istri jika mereka merasa tidak yakin akan

mampu untuk berpoligami. Walaupun dia menikah maka akad


tetap sah, tetapi dia berdosa terhadap tindakannya itu.
d. Juga sebagaimana termaktub dalam ayat yang berbunyi, dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri
(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. adil
dalam cinta diantara istri-istri adalah suatu hal yang mustahil
dilakukan karena dia berada di luar batas kemampuan manusia.
Namun, suami seyogyanya tidak berlaku dzolim terhadap istriistri yang lain karena kecintaannya terhadap istrinya.
e. Sebagian ulama` penganut madzhab syafi`I mensyaratkan
mampu member nafkah bagi orang ayaang akan berpoligami.
Persyaratan ini berdasarkan pemahaman imam syafi`I terhadap
teks al`qur`an, yang demikian itu adalah lebih cddekat kepada
tidak berbuat aniaya. Yang artinya agar tidak memperbanyak
anggota keluarga. Di dalam kitab akhkam al-qur`an, imam
baihaqi juga mendasarkan keputusannya terhadap pendapat ini
serta pendapat yang lain. Dalam pemahaman madzhab syafi`I
jaminan yang mensyaratkan kemampuan memmberi nafkah
sebagai syarat poligami ini adalah syarat diyanah (agama)
maksudnya bahwa jika yang bersangkutan tahu bahwa dia tidak
mampu member nafkah bukan syarat putusan hukum.
Para ulama fiqh konvensional, yaitu para ulama empat mazhab,
mencatat bahwa surat An-Nisa ayat 3 adalah mendukung kebolehan
poligami maksimal 4 orang. Hanya imam syafii yang menghubungkan
konsep keadilan dalam an-nisa ayat 3 dan 129. Beliau menyimpulkan bahwa
keadilan yang dituntut oleh surat An-Nisa ayat 3 adalah keadilan yang
berhubungan dengan kebutuhan fisik, karena keadilan batiniah seperti yang
tercatat dalam an-nisa 129, mustahil akan bisa diwujudkan. Jadi, sejauh laki-

laki memiliki kemampuan adil dalam memenuhi kebutuhan fisik dan


jasmani, poligami diperbolehkan (Khoiruddin Nasution, 2002 : 107).
Seperti dikutip oleh Al-Jurnawi, Muhammad Abduh mengatakan
dalam

fatwanya,

bahwa

syariat

Nabi

Muhammad

saw

memang

membolehkan laki-laki menikahi empat orang perempuan sekaligus, hanya


jika laki-laki tersebut mengetahui kemampuan dirinya untuk berbuat adil.
Jika tidak mampu berbuat adil, maka beristeri lebih dari satu tidak
diperbolehkan, Dalam hal ini Abduh mengutip kelanjutan ayat yang artinya :
Jika kamu tidak mampu berbuat adil, maka satu saja. Apabila seorang
laki-laki tidak mampu memberikan hak-hak isterinya, maka rusaklah
bangunan rumahtangga, karena tiang utama dalam rumah tangga adalah
adanya kesatuan dan saling menyayangi antar anggota keluarga. (Ali Ahmad
Al-Jurnawi, t,t:12).
Pendapat Abduh di atas sangat menekankan pada konsep keadilan
yang bersifat kualitatif dan hakiki, seperti rasa sayang, cinta, dan perhatian.
Hal ini sesuai dengan kata adalah dalam Al-quran yang memang mengarah
kepada makna yang kualitatif. Adapun pendapat para ahli fiqih konvensional
lebih cenderung kepada konsep keadilan kuantitatif yang bisa diukur dengan
angka-angka (Syaafiq Hasyim, 2001:162).
Mencermat kembali makna yang terkandung dalam surat An-Nisa
ayat 3, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan :
a.

Pertama, ayat tersebut diwahyukan untuk memberi bimbingan


bagi kaum muslimin dalam mengahadapi kondisi setelah perang
uhud. Banyak para sahabat yang gugur, sehingga sangat
mengurangi jumlah laki-laki yang pada waktu itu menang
merupakan penopang hidup kaum perempuan. Sebagaian wali
laki-laki yang bertanggungjawab untuk mengelola harta anak

yatim, perempuan yang tidak bisa menahan diri untuk berbuat


adil, disarankan untuk menikahinya atau menikahi para janda
yang anak-anaknya akan menjadi tanggungjawabnya. Ayat ini
jelas berbicara tentang keadilan: berlaku adil, mengelola secara
adil, adil kepada anak yatim, adil kepada isteri-isteri dan anakanaknya, dan sebagainya (Amina Wadud, 2001:150). Akan
tetapi, para ahli fiqh lebih sering memahami dalam konsep
mubahah (kebolehannya), daripada konsep adalah (keadilan)nya.
Seharusnya jika aspeknya adalah, baik yang kualitatif maupun
yang kuantitatif lebih didahulukan daripada aspek mubahah,
maka poligami akan menjadi sangat sulit dilakukan meskipun
diatas ijin hukum syara. Keadilan yang semata-mata didasarkan
kepada aspek kuantitatif seperti yang selama ini dipahami, lebih
mneguntungkan kepentingan laki-laki daripada perempuan
(Syaafiq Hasyim, 2001:163). Lebih lanjut syaafiq menyatakan
kalau toh poligami diperbolehkan, hanya sebatas menikahi
janda-janda yang mempunyai anak yatim. Jadi disini poligami
ada unsur karitatifnya. Sementara relitas poligami yang ada
sekarang cenderung mengarah kepada kepentingan pribadi yang
menggunakana Al-quran sebagai rujukan kebolehannya, tanpa
mempertimbangkan aspek persyaratan yanga ada.
b.

Kedua, bilangan dua, tiga atau empat yang tercatat dalam surat
an-Nisa ayat 3 merupakan langkah pembatasan sekaligus koreksi
atas tradisi poligami tanpa batas yang berlaku saat itu. Ayat
tersebut harus dipahami secara historis, sosiologis, dan
antropologis. Turunnya Al-quran tersebut bisa diklarifikasikan
sebagai pembatasan jumlah isteri, dari yang sebelumnya jumlah
isteri tanpa batas. Bila kalimat dalam surat an-Nisa ayat 3,
Apabila kamu tidak mampu berbuat adil, maka satu saja cukup
bagimu dihubungkan dengan ayat 129 yang menyatakan Dan

kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil terhadap isteriisterimu meskipun kamu sangat ingin berbuat demikian ......
,pada dasarnya atas monoogami adalah konsep perkawinan
yang diinginkan oleh Al-quran.
c.

Ketiga, jika alasan poligami didasarkan kepada kebutuhan


seksual laki-laki yang tidak terkendali dan tidak terpuaskan
hanya dengan satu isteri, daripada melakukan perbuatan maksiat
seperti zina, maka diperbolehkan memperisteri dua, dan
seterusnya. Setelah empat isteri, prinsip-prinsip Al-quran
tentang pengendalian diri, kesederhanaan dan kesetiaan baru bisa
dijalankan. (Amina Wadud, 2001:151-152).

Dari beberapa pembahasan diatas, bisa dipahami bahwa kebolehan


poligami sesuai dengan surat An-Nisa ayat 3 harus dimaknai sesuai dengan
latar belakang diturunkannya ayat tersebut. Sementara realita sekarang,
praktek poligami justru menimbulkan banyak mudharat, terutama terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga. Bila justru permasalahan itu yang muncul,
tujuan perkawinan sesuai yang disyariatkan al-Quran yakni membentuk
keluarga yang didasari rasa cinta dan kasih saying tidak akan bisa tercapai.
Poligami bisa dimaknai sebagai kebolehan (bukan anjuran apalagi sunnah)
harus disesuaikan dengan kondisi zaman dan keadaan masing-masing
keluarga.

3. Hadist yang membahas tentang batasan Poligami


Secara pemahaman tentang ayat diatas, ayat ini diawali dengan solusi
Islam dalam memberikan perlakuan kepada anak yatim dalam bentuk
perintahkan untuk melaksanakan nikah. Tetapi bilamana tidak dapat berlaku
adil terhadap hak-haknya yaitu wanita-wanita yatim yang dikawini maka
perintah tersebut berpindah untuk menikah dengan wanita-wanita lain yang
disenangi, baik secara lahir dan batin.

Bunyi dalam ayat ini berkaitan dengan praktik pernikahan yang


ditunjukan oleh Islam yaitu berupa anjuran jumlah wanita yang dibatasi oleh
empat orang saja dimana hal ini sejalan dengan bunyi hadist:







:
Dari Salim, dari ayahnya Radliyallaahu anhu bahwa Ghalian Ibnu
Salamah masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri yang juga masuk
Islam bersamanya. Lalu Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam menyuruhnya
untuk memilih empat orang istri di antara mereka dan ceraikan selebihnya.
Hadits ini didapat dari Imam Malik dari Zuhri, Hadits Ghailan.(Musnad
Imam Syafii : 1338 [274/1])
Dan juga hadist tentang Qais Ibnu Al-Harits yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dan Ibnu Majah:
: :
: ,
Dari Qais Ibnu Al-Harits ia berkata: Ketika masuk Islam saya memiliki
delapan istri, saya menemui Rasulullah dan menceritakan keadaan saya,
lalu beliau bersabda: Pilih empat diantara mereka. (H.R. Ibnu Majah)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjadikan riwayat ini sebagai penguat
riwayat-riwayat sebelumnya. Jadi, riwayat Shahabat yang beristri lebih dari
4 (empat) lalu Nabi memerintahkan untuk memilih 4 saja dan menceraikan
sisanya adalah riwayat-riwayat yang bisa dijadikan Hujjah dalam
pembahasan hukum Syara sehingga memberi batasan jumlah istri maksimal
empat.

4. Syarat dalam berpoligami


Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam. Poligami juga
adalah syariat yang banyak juga ditentang di antara kaum muslimin karena
merugikan wanita, menurut mereka yang memegang kaedah emansipasi
perempuan. Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan.
Para ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda.
Salah satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan
bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun nikah waz
zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:
a. Seorang yang mampu berbuat adil
Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil diantara para
istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal
ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang
lain. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya),Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih
cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan
datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring. (HR. Abu
Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi) Selain adil, ia juga harus
seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya
merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam
itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus
tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di
rumahnya. Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka
cukup satu istri saja. Allah Taala berfirman (yang artinya),
kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil,
maka nikahilah satu orang saja (QS. An-Nisa: 3)

b. Aman dari lalai beribadah kepada Allah


Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah
ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun

ketika setelah ia melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai


beribadah, maka poligami menjadi fitnah baginya. Dan ia
bukanlah orang yang pantas dalam melakukan poligami. Allah
Taala berfirman (yang artinya), Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada
yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka (QS.At-Taghabun: 14)
c. Mampu menjaga para istrinya
Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya.
Sehingga istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika
seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga tidak
hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para
istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya
mampu memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya
saja. Sehingga ia menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini
adalah sebuah kezhaliman terhadap hak istri. Dampak yang
paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan kepada
selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah! Padahal Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), Wahai
para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan
untuk menikah, maka menikahlah (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
d. Mampu memberi nafkah lahir
Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib
mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia
ingin berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja
belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang
berpoligami. Allah Taala berfirman (yang artinya), Dan orangorang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian

(dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka


dengan karunia-Nya (QS. An-Nur: 33)

5. Beberapa hal yang boleh dijadikan alasan berpoligami


Hal-hal yang boleh dijadikan alas an untuk berpoligami, antara lain:
a. Istri mandul, dan suami sangat menginginkan keturunan (anak
kandung).
b. Istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi memberikan
nafkah batin.
c. Jika suami memiliki naluri seks yang sangat tinggi (hypersex),
sehingga ketika istrinya sedang berhalangan (haid) beberapa hari
saja, dikhawatirkan dirinya akan berbuat zina (selingkuh).
d. Bila suatu daerah yang jumlah perempuan lebih banyak daripada
laki-laki, sehingga jika tidak berpoligami mengakibatkan banyak
wanita berbuat zina (selingkuh).

6. Manfaat dan hikmah Berpoligami


Manfaat dan hikmah poligami antara lain:
a. Poligami adalah syariat yang Allah pilihkan pada umat Islam untuk
kemaslahatan mereka.
b. Seorang wanita terkadang mengalami sakit, haid dan nifas.
Sedangkan seorang lelaki selalu siap untuk menjadi penyebab
bertambahnya umat ini. Dengan adanya syariat poligami ini,
tentunya manfaat ini tidak akan hilang sia-sia. (Syaikh Muhammad
Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami
Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
c. Jumlah lelaki yang lebih sedikit dibanding wanita dan lelaki lebih
banyak menghadapi sebab kematian dalam hidupnya. Jika tidak ada
syariat poligami sehingga seorang lelaki hanya diizinkan menikahi
seorang wanita maka akan banyak wanita yang tidak mendapatkan

suami sehingga dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kotor


dan berpaling dari petunjuk Al Quran dan Sunnah. (Syaikh
Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil
dari Jami Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
d. Secara umum, seluruh wanita siap menikah sedangkan lelaki banyak
yang belum siap menikah karena kefakirannya sehingga lelaki yang
siap menikah lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. (Sahih
Fiqih Sunnah 3/217).
e. Syariat poligami dapat mengangkat derajat seorang wanita yang
ditinggal atau dicerai oleh suaminya dan ia tidak memiliki seorang
pun keluarga yang dapat menanggungnya sehingga dengan
poligami, ada yang bertanggung jawab atas kebutuhannya. Kami
tambahkan, betapa banyak manfaat ini telah dirasakan bagi
pasangan yang berpoligami, Alhamdulillah.
f. Poligami

merupakan

cara

efektif menundukkan pandangan,

memelihara kehormatan dan memperbanyak keturunan. Kami


tambahkan, betapa telah terbaliknya pandangan banyak orang
sekarang ini, banyak wanita yang lebih rela suaminya berbuat zina
dari pada berpoligami, Laa haula wa laa quwwata illa billah.
g. Memperbanyak jumlah kaum muslimin sehingga memiliki sumbar
daya manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya
dengan berjihad. Kami tambahkan, kaum muslimin dicekoki oleh
program Keluarga Berencana atau yang semisalnya agar jumlah
mereka semakin sedikit, sementara jika kita melihat banyak orangorang kafir yang justru memperbanyak jumlah keturunan mereka.

7. Adab dalam melakukan poligami


Adapun adab dalam berpoligami bagi orang yang melakukannya
adalah sebagai berikut:

a.

Berpoligami tidak boleh menjadikan seorang lelaki lalai dalam


ketaatan pada Allah.

b.

Orang yang berpoligami tidak boleh beristri lebih dari empat dalam
satu waktu.

c.

Jika seorang lelaki menikahi istri ke lima dan dia mengetahui


bahwa hal tersebut tidak boleh, maka dia dirajam. Sedangkan jika
dia tidak mengetahui, maka dia terkena hukum dera.

d.

Tidak boleh memperistri dua orang wanita bersaudara (kakak


beradik) dalam satu waktu.

e.

Tidak boleh memperistri seorang wanita dengan bibinya dalam satu


waktu.

f.

Walimah dan mahar boleh berbeda dia antara para istri.

g.

Jika seorang pria menikah dengan gadis, maka dia tinggal


bersamanya selama tujuh hari. Jika yang dinikahi janda, maka dia
tinggal bersamanya selama 3 hari. Setelah itu melakukan giliran
yang sama terhadap istri lainnya.

h.

Wanita yang dipinang oleh seorang pria yang beristri tidak boleh
mensyaratkan lelaki itu untuk menceraikan istri sebelumnya
(madunya).

i.

Suami wajib berlaku adil dalam memberi waktu giliran bagi istriistrinya.

j.

Suami tidak boleh berjima dengan istri yang bukan gilirannya


kecuali atas seizin dan ridha istri yang sedang mendapatkan giliran.

8. Dampak Buruk dalam Berpoligami


Selain memiliki banyak manfaat, poligami juga berdampak buruk
terutama bagi kaum Wanita, yaitu:

a. Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri


karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari
ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
b. Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami.
Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap
istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa
suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan
anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki
pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
c. Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan
(perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau
Kantor Urusan Agama), khususnya bagi PNS, sehingga perkawinan
dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah
menurut

agama.

Pihak

perempuan

akan

dirugikan

karena

konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak


waris dan sebagainya.
d. Dampak

kesehatan:

Kebiasaan

berganti-ganti

pasangan

menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular


seksual (PMS).
e. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi,
seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga
poligami, walaupun begitu kekerasan juga dapat terjadi pada rumah
tangga yang monogami.

B. Contoh Aplikasi Poligami


Dalam contoh aplikasi ini kita mengambil pelajaran dari kasus Eyang Subur,
dimana tindakan beliau yang memberi contoh buruk bagi masyarakat seperti
poligami dengan istri lebih dari empat yang merupakan hal yang tidak wajar dan
dilarang oleh agama Islam. Eyang Subur diketahui menikahi sebanyak 25 kali dan
hingga 2013, 8 di antaranya masih bertahan. Setelah dilaporkan ke MUI dan

dianggap menyimpang dari ajaran agama. Istri yang dikenal antara lain Heri, Ati,
Dike, Herni, Noni, Nita, Anisa. (sumber: www.wikipedia.com)
Mengetahui dari hal diatas dapat ditemukan praktek keagamaan yang
bertentangan dari pokok-pokok syariat oleh Eyang Subur dengan menikahi wanita
lebih dari empat orang dalam waktu bersamaan. Itu dibuktikan dengan pengakuan
yang bersangkutan dan kesaksian dari sejumlah orang-orang yang terpercaya.
Dimana pada akhirnya Eyang Subur mengakui telah melakukan penyimpangan
dalam ajaran Islam.

Ada yang menarik dari kasus poligami Eyang Subur yang mempunya istri 8
orang wanita ini disbanding dengan kasus poligami AA Gym, yaitu:
a. Tidak seperti biasanya, aktivis Femenis, Liberal dan HAM tidak
menyerang praktek poligami yang dilakukan oleh Eyang Subur, begitu
juga dengan berita-berita dimedia sekuler yang memberitakan sangat
positif kehidupan rumah tangga Eyang Subur, berbeda dengan kasus
Poligami nya AA Gym yang dicerca habis-habisan oleh media. Padahal
AA Gym cuma menikahi 2 orang wanita, sedangkan Eyang Subur
menikahi 8 orang wanita sekaligus. Poligami AA Gym masih sesuai
koridor syariat (tidak melebihi batas jumlah wanita yang boleh dinikahi
yaitu maksimal 4 orang) sedangkan Eyang Subur melakukan poligami
bathil yang diharamkan syariat karena over kuota syariat. Justru disini
masalahnya, para aktivis HAM dan Feminis itu adalah kepanjangan
tangan dari kafir barat yang menyerang siapapun yang hidupnya sesuai
dgn syariat termasuk dalam masalah poligami.
b. Jadi ternyata bukan Poligaminya yang mereka serang, tetapi Syariat
Islam-nya, jika praktek poligami itu bertentangan dengan syariat maka
mereka akan dukung. Jadi jelas, bahwa aktivis HAM, Feminis, Liberal
dll adalah musuh2 Islam yang berusaha untuk mengacak-acak syariat
Islam dalam segala aspeknya.

C. Penyelesaian
Dari kasus tentang poligami yang dilakukan oleh Eyang Subur dapat
disimpulkan bahwa pernikahannya adalah haram hukumnya karena menikahi lebih
dari empat wanita dimana aturannya terdapat pada dalil Al-Quran surat An-Nisa
(4): 3 yang berkenaan dengan batasan jumlah istri yang boleh dinikahi, yaitu
maksimal empat orang. Meskipun banyak berita simpang siur bahwa istri-istri dari
eyang subur yang berkata diperlakukan adil olehnya, akan tetapi satu hal yang perlu
diingat, yaitu penyimpangan dari syariat agama. Itu berarti bahwa sebagian dari
kalayak umum tidak mempermasalahkan apa yang telah dilakukan oleh eyang
subur, dan mereka terjebak oleh penyimpangan yang dilakukan eyang subur.
Ditinjau dari satu masalah yang lain, yaitu poligami yang dilakukan oleh AA Gym.
Mengapa mereka sangat gempar dengan apa yang dilakukan oleh ustad yang tidak
menyimpang dari syariat islam, yaitu hanya mempersunting 2 istri. Apakan title dari
ustad yang berpoligami kah yang menjadi masalah? Mungkin sebagian besar, itu
yang menjadi masalah. Kita tidak mengatakan mana yang lebih buruk disini untuk
perbandingan antara Eyang Subur vs AA Gym. Tetapi kita dapat membedakan
mana yang patut dikatakan baik dan mana yang dikatakan buruk. Dan
kesimpulannya banyak masyarakat yang telah diracuni oleh berita yang tidak benar,
dan membenarkan masalah yang benar-benar salah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi dari pembahasan diatas tentang poligami dapat disimpulkan bahwa
poligami itu merupakan suatu sistem pernikahan seorang suami dengan istri lebih
dari satu. Pada dasarya poligami ditinjau dari segi hukum Islam memiliki hukum
mubah dan bersyarat dan tidak bisa dilakukan dengan cara asal-asalan. Didalam
ajaran agama Islam poligami diperbolehkan dengan syarat mampu berbuat adil,
aman dari lalai beribadah kepada Allah, mampu memberi nafkah lahir, dan mampu
menjaga para istrinya. Sesuai dengan syariat Islam, ada batasan untuk poligami
yaitu 4 istri dimana hal tersebut tertera jelas didalam Surat An-Nisa ayat 3 dan AlHadist.

B. Saran
Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali masyarakat yang kurang
paham tentang poligami sehingga banyak menimbulkan permasalahan karena
kurang pemahaman akan hal tersebut. Tetapai anehnya para masyarakat yang
kurang paham tentang poligami mereka merasa bahwa poligami itu tidak baik dan
merasa poligami itu dilarang sehingga banyak menimbulkan dampak buruk bagi
pelaku poligami yang sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu dianjurkan bagi
masyarakat yang kurang mengetahui tentang poligami untuk mempelajari maksud
dan tujuan berpoligami yang sesuai dengan ajaran Islam sehingga tidak menjadi
permasalahan lagi dikalangan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

SudrajatAjat,dkk.2013. Din Al-Islam (Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi


Umum).Yogyakarta: UNY Press
Ashshiddiqy Hasbi. 1952. Al-Islam (Pembimbing Masyarakat). Medan: TOKO BUKU
ISLAMYAH
http://marhamahsaleh.wordpress.com/, diakses pada taggal 24 Mei 2014
http://tausyiahaditya.blogspot.com/2013/01/bagaimanakah-poligami-dalam-islam.html,
diakses pada taggal 24 Mei 2014
http://www.konsultasisyariah.com/mengapa-allah-mengizinkan-poligami/,

diakses

pada

taggal 24 Mei 2014


http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami, diakses pada tanggal 25 Mei 2014
http://not4pay.blogspot.com/2013/05/makalah-poligami-alasan-syarat-dan.html,

diakses

pada tanggal 25 Mei 2014


http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/01/pengertian-poligami.html,

diakses

pada

tanggal 25 Mei 2014


http://penadarisma.wordpress.com/makalah/poligami-dalam-syariat-kompilasi-hukumislam/, diakses pada tanggal 25 Mei 2014
http://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/hukum-poligami-jumlah-istri-dansyarat-adil-dalam-poligami-oleh-rahmat-yudistiawan/, diakses pada tanggal 25 Mei 2014
http://mursyidali.blogspot.com/2010/04/hukum-islam-tentang-poligami-dan-dalil.html,
diakses pada tanggal 25 Mei 2014
http://www.islamquest.net/id/archive/question/fa5359, diakses pada tanggal 26 Mei 2014
http://konsultasi.wordpress.com/2007/02/13/dalil-haramnya-poliandri/,

diakses

pada

tanggal 26 Mei 2014


http://mr-c0r3.blogspot.com/2012/01/dampak-positif-dan-negatif-melakukan.html, diakses
pada tanggal 29 Mei 2014

Você também pode gostar