Você está na página 1de 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik
Indonesia merupakan sebuah negara yang sedang berkembang, baik dalam
bidang ekonomi dan industri. Sehingga semakin banyak perusahaan yang tertarik
untuk membangun pabrik karena kesempatan bersaing yang masih cukup tinggi.
Pembangunan sektor industri di Indonesia mengalami peningkatan, salah
belakang

satunya pada sub sektor industri kimia. Hal ini sangat dibutuhkan

karena ketergantungan Indonesia terhadap barang impor dari luar negeri masih
sangat besar. Indonesia masih banyak mengimpor bahan baku maupun produk
kimia daripada memproduksi sendiri untuk kebutuhan dalam negeri ataupun untuk
ekspor ke luar negeri. Dari besarnya impor bahan kimia tersebut mengakibatkan
pengeluaran (output ) negara yang semakin besar. Oleh karena itu perlu dilakukan
usaha untuk mencukupi kebutuhan produk industri kimia dalam negeri dan untuk
mengurangi ketergantungan barang impor. Misalnya kebutuhan akan Vinyl
chloride monomer (VCM).
Dalam perkembangannya, VCM diproduksi sebagai produk antara dan
digunakan untuk bahan baku pembuatan polimer terutama polivinyl chloride
(PVC). PVC memiliki kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai bahan
pembentuk bermacam-macam plastik, lapisan pelindung, dan lapisan perekat.
Dari kegunaan yang beragam tersebut, tidak heran jika kebutuhan PVC semakin
bertambah. Sehingga kebutuhan VCM juga terus meningkat.
Menurut data ekpor-impor dari Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2009-2013,
jumlah impor VCM selalu mengalami fluktuasi tetapi cenderung naik dari tahun

ke tahun tahun 2009 nilai impor 110x 10 3 ton /tahun dan pada tahun 2013 nilai
impor sebesar 230 x 10

ton /tahun. Maka merupakan suatu kesempatan untuk

membangun pabrik tersebut, guna mengurangi impor dan menambah lapangan


kerja di Indonesia. Untuk itu, pendirian pabrik diethanolamine ini pada tahun
2017 dapat memenuhi kebutuhan akan VCM dalam negeri.
1

1.2 Maksud dan Tujuan Pendirian Pabrik


Dengan mempertimbangkan nilai manfaat, nilai jual produk, dan tingkat
kebutuhan di dalam negeri, maka pendirian pabrik Vinyl chloride monomer
(VCM). di Indonesia bertujuan untuk:
a.
b.
c.
d.

Mengurangi ketergantungan impor VCM


Menambah devisa negara
Memenuhi kebutuhan VCM dalam negeri
Menciptakan lapangan pekerjaan Dilihat dari segi ekonomi diharapkan
dengan adanya pabrik ini dapat membuka lapangan kerja baru yang secara

tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.


e. Mengembangkan potensi daerah sehingga mendukung pembangunan daerah.
f. Mengetahui lebih rinci mengenai proses produksi, alat-alat produksi, tata
letak pabrik, utilitas dan analisa ekonomi dari prancangan suatu pabrik
kimia khususnya pabrik VCM
1.3 Analisa Pasar dan Perencanaan Kapasitas Produksi
1.3.1 Analisa Pasar
Kebutuhan vinyl chloride monomer di Indonesia termasuk besar dan
diperkirakan akan terus meningkat seiring perkembangan industri hulu dan hilir
yang semakin pesat, hal tersebut ditujuntukan pada Tabel 1.1 yang diperoleh dari
data produksi, konsumsi, impor dan ekspor dari Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2009-2013. Berdasarkan persen pertumbuhan, produksi vinyl chloride
monomer di Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga
harus dilakukan impor vinyl chloride monomer dari beberapa negara lain.
Semakin meningkatnya produksi industri hilir yang menggunakan vinyl
chloride monomer sebagai bahan baku, daya konsumsi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan serta dalam upaya mengurangi ketergantungan impor,
menjadi alasan perlunya didirikan pabrik baru untuk produksi vinyl chloride
monomer.

Tabel 1.1. Data Impor dan Ekspor Vinyl Chloride Monomer di Indonesia
Tahun 2009-2013
Tahun
2009

Ekspor
(103 ton)
66

Perkembangan
(%)
-

Impor
(103 ton)
110

Perkembangan
(%)
2

2010
62
2011
38
2012
36
2013
23
Rata-rata

-6,07
-38,18
-5,05
-37,56
-21,72

106
135
198
230

-3,36
27,36
46,67
16,16
21,71

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2014


Perkembangan ekspor Vinyl Chloride Monomer dari tahun 2009-2013
ditunjukkan pada Grafik 1.1 di bawah ini.

Gambar 1.1. Grafik perkembangan Ekspor VCM tahun 2009-2013

Perkembangan Impor Vinyl Chloride Monomer dari tahun 2009-2013 ditunjukkan


pada Grafik 1.2 di bawah ini

Gambar 1.2. Grafik perkembangan Impor VCM tahun 2009-2013


Pada grafik diatas diperoleh ekspor VCM dari tahun 2009 sampai tahun
2013 mengalami penurunan, sedangkan impor terus mengalami kenaikan. Oleh
karena itu kebutuhan impor VCM harus ditekan dengan cara memenuhi
kebutuhan tersebut melalui adanya produksi dalam negri. Hal ini menunjukkan
adanya peluang bagi produsen untuk pengisian pasar dalam negri menggantikan
impor, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk impor dapat ditekan serendah
mungkin.
1.3.2 Perencanaan Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi harus ditentukan berdasarkan perencanaan yang baik,
karena besarnya kapasitas produksi bisa menimbulkan biaya yang cukup besar,
ada beberapa pertimbangan yang penting untuk menentukan kapasitas produksi
VCM antara lain sebagai berikut :
A.Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku dari pembuatan vinyl chloride monomer adalah Ethylene
Dichloride (EDC) yang diperoleh dari PT Asahimas Chemical dengan kapasitas
produksi EDC sebesar 400.000 ton/tahun yang terletak di kawasan industri
Cilegon Banten dan PT Sulfindo Adiusaha dengan kapasitas produksi EDC
sebesar 295.000 ton/tahun yang juga berlokasi di kawasan industri Merak.
4

B.Kebutuhan Pasar Lokal


Kebutuhan akan bahan kimia di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat, sejalan dengan berkembangnya industri PVC khususnya industri Vinil
Chloride Monomer dimana produk ini dapat dipakai sebagai bahan baku industri
lain sehingga dengan berdirinya pabrik pembuatan industri Vinil Chloride
Monomer ini dapat mendorong pendirian industri lainnya.

C. Konsumsi dan Produksi Vinil Chloride Monomer


Di Indonesia tepatnya di PT Asahimas Chemical

papbrik terbesar yang

memproduksi Vinil Chloride Monomer dengan kapasitas 400.000 ton/tahun ,


sementara kebutuhan akan Vinil Chloride Monomer dari tahun ke tahun semakin
meningkat terutama disektor industri plastik.
Pada tabel 1.2 dapat terlihat data kapasitas produksi dari pabrik PVC yang ada di
Indonesia.
Vinyl chloride monomer merupakan barang setengah jadi yang digunakan
sebagai bahan baku utama untuk pabrik PVC. Pabrik-pabrik PVC yang terdapat di
Indonesia dapat di lihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2 Pabrik PVC di Indonesia

Kapasitas
No
1

Produksi (10 3

Pabrik PVC
PT Asahimas Chemical
PT TPC Indoplastic

2
Chemical
PT Standard Toyo Polymer
3
PT Sulfindo Adiusaha
4
PT Eastern Polymer
5
Total

ton/tahun)
285
and
100
87
80
36
588

Tabel 1.3 Nama-Nama Pabrik Vinil Chloride Monomer di Indonesia

No
1
2

Kapasitas
(ton/tahun)
400.000
100.000
500.000

Nama Pabrik
Asahimas Chemical
Sulfindo Adiusaha
Jumlah

Berdasarkan data-data diatas kebutuhan Vinil Chloride Monomer di Indonesia


adalah sebagai berikut
Tabel 1.4 Data kebutuhan Vinil Chloride Monomer di Indonesia

No

Tahun
(x)

Impor
(103ton
/tahun)

Kapasitas yang
ada di Indonesia
(103 ton /tahun)

Ekspor
(103ton
/tahun)

1
2
3
4
5

2009
2010
2011
2012
2013

110
106
135
198
230

500
500
500
500
500

66
62
38
36
23

Kebutuhan
VCM di
Indonesia (103
ton /tahun)
(y)
544
544
597
662
707

Berdasarkan tabel 1.4 maka kebutuhan VCM beberapa tahun mendatang


dapat diprediksi. Besar kebutuhan mendatang dapat dicari dengan menggunakan
metode Least Square : y = a + b (x

Dimana :

b=

( x x) ( y y )
( x x)
2

x y
( x x) ( y y ) = x y
n

x2

( x x) =
2

( x ) 2
n

Keterangan :
x= tahun ke
y = kebutuhan VCM
x = rata-rata x
y = rata-rata y
n = jumlah data yang diobservasi
Berikut adalah perhitungan kapasitas produksinya:
Tabel 1.5 Perhitungan persamaan kebutuhan Vinil Chloride Monomer di
Indonesia
No.

x2

544,00

544,00

597,00

662,00

16

707,00

25

15

3.054,00

55

15
3
5

3.054,00
610,80
5

y2
295.936,
00
295.936,
00
356.409,
00
438.244,
00
499.849,
00
1.886.374,
00

xy
544,
00
1.088,
00
1.791,
00
2.648,
00
3.535,0
0
9.606,0
0

a = 610,80
15 * 3.054
5
b
(15) 2
55 5
444

10
44,4
9606 -

Maka, y = 610,80 +44,4 (x - 3) = 44,4x+477,6


Dari perhitungan dengan persamaan Least Square diatas diperoleh persamaan :
7

y = 44,4x + 477,6
Misal x = 6 ;
Maka y = 44,4 (6) + 477,6= 744 x 103 ton /tahun
Sehingga proyeksi kebutuhan Vinil Chloride Monomer di Indonesia pada
tahun 2014-2019 tercantum pada tabel berikut:
Tabel 1.6 Proyeksi kebutuhan Vinil Chloride Monomer di Indonesia

Tahun

(x)

Proyeksi Kebutuhan
VCM di Indonesia (10
3
ton/tahun) (y)

2014
2015
2016
2017
2018
2019

6
7
8
9
10
11

744,00
788,40
832,80
877,20
921,60
966,00

Berdasarkan data proyeksi Kebutuhan Vinil Chloride Monomer pada tahun


2016 yaitu sebesar 832,8 x10

ton /tahun sedangkan total kapasitas yang sudah

ada saat ini sebesar 500 x 10 3 ton /tahun maka kekurangan suplay sebesar 332,8 x
10 3 ton /tahun. Dengan pendirian pabrik sebesar 100.000 ton /tahun (sama dengan
kapasitas minimum pabrik yang sudah ada sekarang ) diharapkan dapat memenuhi
30% dari kekurangan tersebut.
1.4 Pemilihan Lokasi Pabrik
Secara geografis penentuan lokasi pabrik sangat menentukan kemajuan
pabrik tersebut pada saat produksi dan di massa yang akan datang. Dengan
penentuan lokasi pabrik yang tepat akan menghasilkan biaya produksi dan
distribusi yang minimal sehingga pabrik tersebut dapat berjalan efisien dan
ekonomis serta menguntungkan.
Disamping pertimbang teknis dan ekonomis diperlukan pula petimbangan
sosiologis, yaitu pertimbangan dalam mempelajari sifat dan sikap masyarakat di

sekitar daerah yang dipilih sebagai lokasi pabrik, sehingga jika ada hambatan
sosiologis yang timbul dari luar dapat diperhitungkan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas maka direncanakan pendirian
pabrik pembuatan Vinyl Chloride Monomer (VCM) berlokasi di daerah Cilegon,
Banten. Alasan pemilihan daerah ini sebagai lokasi disebabkan oleh beberapa
faktor sebagai berikut :
1. Ketersediaan Bahan Baku Utama
Karena VCM bersifat weight loss, oleh karena itu kriteria lokasi pendirian
pabrik di titik beratkan pada kemudahan dalam mendapatkan bahan baku.
Dengan pertimbangan tersebut maka Cilegon merupakan kawasan yang
dekat dengan sumber bahan baku EDC yang diperoleh dari PT Asahimas
Chemical dan PT Sufindo Adiusaha yang masih berada di daerah Cilegon
Banten.
2. Keadaan Iklim
Lokasi rencana pabrik merupakan daerah yang stabil, baik ditinjau dari
meteorologi maupun geografisnya dengan temperatur rata-rata 30oC.
Bencana alam dan gangguan lain yang berarti belum pernah terjadi di
daerah tersebut, sehingga diperkirakan operasi pabrik akan berjalan
dengan lancar.
3. Persediaan Utilitas
Penggunaan air pada industri sangatlah banyak jumlahnya. Oleh karena
itu, sebagai alternatif sumur atau mata air dapat dipakai sebagai supply.
Namun karena jumlah air dari sumur atau mata air sangat terbatas, maka
pabrik dapat membeli air dari perusahaan air bersih setempat. Untuk
mengatasi pengaruh musim, maka reservoir harus dipasang. Begitupun
juga bahan bakar dan listrik dipakai dalam jumlah besar dalam prosesproses kimia, maka guna menekan biaya operasi, lokasi pabrik haruslah
dekat dengan sumber bahan bakar dan listrik atau dengan kata lain energi
untuk bahan bakar dan listrik haruslah selalu tersedia khusus untuk
pemakaian listrik. Listrik dapat disuplai dari PLN Suralaya yang letaknya
tidak jauh dari pabrik atau pembangkit listrik menggunakan generator.
4. Pemasaran Produk

Untuk pemasaran produk, perlu diperhatikan letak pabrik dengan pasar


yang membutuhkan vinyl chloride monomer. Hal ini untuk menekan biaya
pendistribusian produk ke lokasi pasar dan waktu pengiriman. Pemilihan
lokasi terletak di kawasan industri Cilegon mengingat karena sebagian
besar pemasarannya meliputi Pulau Jawa secara umum. Produksi VCM
diperlukan untuk bahan baku industri khususnya industri plastik. Daerah
Cilegon, Serang, Merak dan Jabotabek sebagai daerah industri merupakan
lahan potensial bagi pemasaran produk.
5. Transportasi dan Telekomunikasi
Secara transportasi diperlukan untuk

mengangkut

bahan

baku,

memasarkan produk dan lain-lain. Oleh karena itu, fasilitas jalan raya, rel
kereta api atau pelabuhan, maupun bandara mutlak sangat dibutuhkan. Di
sekitar Cilegon banyak terdapat kawasan industri yang telah memiliki
sarana transportasi yang memadai, baik itu jalur darat (dekat dengan jalan
tol) maupun jalur laut dengan adanya pelabuhan di kawasan Merak yaitu
pelabuhan Merak sehingga menjadikan proses pengkapalan dan pemasaran
produk menjadi lebih cepat dan efisien. Dan juga adanya jalur kereta api
sehingga transportasi bahan baku dan produk lancar. Begitu pula jaringan
telekomunikasi seperti jaringan telepon, faximile dan telex sudah tersedia
dengan lengkap.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Baku Utama dan Tambahan Pembuatan Vinyl Klorida Monomer
(VCM)

10

Dalam membuat suatu pabrik, hal utama yang perlu diperhatikan


adalah kemudahan dalam mendapatkan bahan baku. Dalam hal ini bahan
baku untuk membuat pabrik vinyl klorida monomer sangat mudah di
dapatkan. Bahan baku utama pada pembuatan pabrik ini adalah etilen
diklorida dan asam klorida yang sudah banyak diproduksi di dalam negeri.
2.1.1. Etilen Diklorida
Senyawa Etilen diklorida atau dengan nama IUPAC 1,2-dikhloroetana
(DCE) adalah senyawa hidrokarbon diklorinasi yabg biasa digunakan untuk
memproduksi vinyl chloride monomer (VCM) dan bahan utama untuk
produksi Polivinyl Klorida (PVC).
Pada 1794, Jan Rudolph Deiman, pedagang Adriaan van Paets
Troostwijk, kimiawan Anthoni Lauwerenburg, dan ahli botani Nicolaas
Bondt, di bawah nama Gezelschap der Hollandsche Scheikundigen
(Masyarakat Belanda Kimiawan), adalah yang pertama untuk memproduksi
1,2-dikhloroetana dari gas dan gas klorin.

A. Sifat-sifat Fisika

Bentuk fisik
: Cairan tidak berwarna

Berat molekul
: 98.96 g mol -1

Densitas
: 1,253 g / cm 3,

Titik lebur
: -35 C (-31 F, 238 K)

Titik didih
: 84 C (183 F, 357 K)

Kelarutan
: 0,87 g/100 mL (20 C)
B. Sifat-sifat Kimia

Reaksi dengan Etilen diklorida kemudian di-cracking


(dipanaskan tanpa paparan oksigen) untuk menghasilkan vinil
klorida (CH2=CHCl) dan asam klorida (HCl)
CH2Cl-CH2Cl CH2=CHCl + HCl
Reaksi cracking 1,2-dichloroethane dapat dikerjakan dalam fase
cair dehydrochlorination atas 1,2-dichloroethane chlorine yang
11

akan hilang sebagai garam ketika 1,2-dichloroethane ditreatmen


dengan larutan alkali.
CH2Cl-CH2Cl + NaOH ===> CH2=CHCl + NaCl + H2O
2.1.2. Asam Klorida
Asam klorida pertama kali ditemukan sekitar tahun 800 sesudah
masehi oleh ahli kimia Jabir bin Hayyan (Geber) dengan mencampurkan
natrium klorida dengan asam sulfat (vitriol). Jabir menemukan banyak
senyawa-senyawa kimia penting lainnya, dan mencatat penemuannya ke
dalam lebih dari dua puluh buku. Penemuan Jabir atas air raja yang dapat
melarutkan emas mengandung asam klorida dan asam nitrat.
Pada Abad Pertengahan, asam klorida dikenal oleh ahli kimia Eropa
sebagai spirits of salt atau acidum salis (asam garam). Istilah asam garam ini
pun masih digunakan di beberapa bahasa dunia, misalnya dalam bahasa
Jerman Salzsure, bahasa Belanda Zoutzuur, bahasa Mandarin (yansuan), dan
bahasa Jepang (ensan). Gas HCl disebut sebagai udara asam laut. Produksi
asam klorida secara signifikan dicatat oleh Basilius Valentinus pada abad ke15. Pada abad ke-17, Johann Rudolf Glauber dari Karlstadt am Main, Jerman
menggunakan natrium klorida dan asam sulfat untuk membuat natrium sulfat
melalui proses Mannheim. Proses ini akan melepaskan gas hidrogen klorida
sebagai produk sampingannya. Joseph Priestley dari Leeds berhasil
menghasilkan hidrogen klorida murni pada tahun 1772, dan pada tahun 1818,
Humphry Davy dari Penzance, Inggris, membuktikan bahwa komposisi kimia
zat tersebut terdiri dari hidrogen dan klorin]Jabir bin Hayyan dalam gambar
abad pertengahan.
A. Sifat-sifat fisika

Bentuk fisik

Warna

Bau

Berat atom

Massa jenis

Titik leleh

Energi ionisasi

: Cairan
: Tak berwarna
: berbau tajam
: 36,45 gr/mol
: 3,21 gr/cm3
: -1010C
: 1250 Kj/mol
12

Kalor jenis

: 0,115 kal/gr0C

B.Sifat-sifat kimia

Dapat larut dalam alkali hidroksida, kloroform dan eter


HCl + NaOH
NaCl + H2O

Merupakan oksidator kuat

Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia


dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam
klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium,
H3O+.
HCl + H2O H3O+ + Cl
2.2. Vinyl Klorida Monomer (VCM)
Vinyl chloride adalah senyawa

organochloride dengan

rumus

H2C=CHCl yang juga disebut vinyl chloride monomer (VCM atau


kloroetana). Senyawa ini tak berwarna dan merupakan senyawa kimia penting
dalam industry terutama digunakan untuk menghasilkan polymer poly vinyl
chloride (PVC). Kira-kira 13 juta ton diproduksi setiap tahun. VCM masuk
dua puluh bahan petrokimia terbesar produksi dunia. China adalah pembuat
terbesar dan juga pemakai terbesar dari VCM.
Vinyl chloride adalah gas dengan bau manis, sangat beracun, mudah
terbakar, dan karsinogenik. Vinil klorida yang dilepaskan oleh industri atau
dibentuk oleh kerusakan bahan kimia yang terklorinasi bisa masuk ke udara
dan pasokan air minum. Vinyl chloride adalah kontaminan yang umum
ditemukan di dekat tempat pembuangan sampah. Pada massa lalu VCM
digunakan sebagai refrigeran.
Pentingnya vinil klorida hasil dari meluasnya penggunaan poli (vinil
klorida), salah satu polimer yang paling penting. Sintesis pertama dari vinil
klorida pada tahun 1830-1834 ketika V.Rernault memperolehnya dengan
dehydrochlorinating 1,2-dikhloroetana dengan kalium beralkohol. Pada tahun
1902, diperoleh oleh Bilitz dengan thermal cracking dari senyawa yang sama.
Namun, pada saat itu, ilmu dan teknologi polimer belum canggih, sehingga
penemuan ini tidak mengakibatkan konsekuensi industri atau komersial.
Kerja dasar dari F.Klatte atas polimerisasi senyawa vinylic memunculkan
produksi industri vinil klorida pada 1930-an.
13

Vinyl chloride yang diperoleh oleh F.Klatte pada 1912 melalui


hydrochlorination katalitik acetylene. Rute ini hampir secara eksklusif
digunakan selama hampir 30 tahun. Karena tingginya kebutuhan energi untuk
produksi asetilena, penggantian dengan pengganti yang lebih murah adalah
tantangan untuk waktu yang lama.
Pada 1940-1950, acetylene dapat digantikan sebagian oleh ethylene,
dimana vinil klorida diproduksi oleh klorinasi langsung ke 1,2-dikhloroetana
dan berikutnya thermal cracking. Unit produksi pertama yang besar untuk
rute ini dilakukan oleh Dow Chemical Co., Monsanto Chemical Co. dan Shell
Oil Co. Pergantian lengkap untuk penggunaan eksklusif etilena sebagai bahan
baku menjadi mungkin ketika oxychlorination skala besar etilena dengan 1,2dikhloroetana telah terbukti secara teknis layak (Dow Chemical, 1955
1958).
A.Sifat-sifat fisika

Bentuk fisik

Warna
Berat molekul
Kelarutan
Density relatif
Titik lebur
Titik didih
Tekanan uap
Bau
Titik nyala

: Pada kondisi tekanan normal berbentuk gas. Tapi


pada kondisi tekanan dibawah normal berbentuk
cairan.
: Tidak berwarna
: 62.5 gr/mol
: 0,1 gr/100 ml air pada 250C
: 0,9 gr/ml
: -1540C
: -130C
: 346 Kpa pada suhu 250C
: bau manis
: gas mudah menyala
( Perry , 1984 )

B.Sifat-sifat kimia

Dapat membentuk polivinil klorida (PVC)

Oksidator kuat dengan Tembaga dan Alumunium


Dapat bereaksi dengan besi dan baja pada keadaan lembab

2.3. Proses Pembuatan Vinil Klorida Monomer (VCM)


14

2.1.3. Reaksi Acetylene dengan Hydrogen Chloride (HCl)


Menurut Nexants ChemSystem Process Evaluation/ Research
Planning (2007), metode pembuatan VCM dengan mereaksikan acetylene
dengan HCl merupakan metode yang pertama kali digunakan dalam
memproduksi vinyl chloride monomer (VCM). Metode ini dilakukan dengan
mereaksikan acetylene yang berada pada fasa uapnya dengan HCl. Reaksi ini
berjalan dengan bantuan mercury chloride (HgCl2) dan karbon aktif sebagai
katalis. Karbon aktif yang digunakan sebagai carrier mercury chloride ini
dapat diperoleh dari batu bara atau coke petroleum. Pada proses ini, HCl
bebas air dihasilkan dari reaksi antara gas H 2 dan gas Cl2, sedangkan asetilen
dikeringkan terlebih dahulu kemudian dilewatkan tumpukan karbon dengan
tujuan untuk menghilangkan zat-zat yang dapat merusak katalis seperti
sulfida. Acetylene dan HCl dicampur dengan menggunakan mixer untuk
kemudian dipanaskan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam reaktor.
Reaksi yang terjadi pada proes ini cukup sederhana dan dinilai cukup efektif
karena menghasilkan konversi yang cukup tinggi. Adapun reaksi yang terjadi
pada proses ini adalah sebagai berikut :

Reaksi di atas merupakan reaksi eksotermis dengan panas reaksi pada


250C dan tekanan 1 atm adalah sebesar -22.451.77 Kkal/Kgmol, sehingga
panas yang timbul akibat reaksi harus diserap agar reaktor tetap bekerja
secara isothermal. Reaksi ini berjalan pada temperature 90-140 0C dan
tekanan 1,5 atm sampai 1,6 atm. Pada kondisi operasi tersebut, konversi
reaktan adalah sebesar 80-85%. Reaktor yang dipakai pada proses ini adalah
fixed bed reactor dengan katalis yang diletakkan di dalam pipa-pipanya.
2.1.4. Proses Cracking Autothermal Ethane dan OHC
Proses ini menggunakan Ethane, Chlorine dan Oksigen sebagai bahan
baku. Reaksi yang terjadi:

15

C2H6 +

1
4

O2

1
2

Cl2

C 2H4 +

1
2

HCl +

H2O

(Reaksi 1)
C2H4 +

1
2

O2

+ 2 HCl

C 2H4Cl2

H2O

C 2H4Cl2

C 2H3Cl

+ HCl

(Reaksi

2)
(Reaksi

3)
Reaksi Overall :
C2H6

3
4

O2

1
2

Cl2

C2H3Cl

3
2

H2O

Chlorine terlebih dahulu dipanaskan sampai suhu dibawah 400C,


dicampur dengan oksigen yang sebelumnya juga telah dipanaskan. Rasio
molar chlorine terhadap ethane adalah 0,4-0,6 : 1 dan rasio oksigen terhadap
ethane adalah 0,1-0,4 : 1. Campuran gas panas ini dialirkan ke dalam reaktor
pertama yang berupa multi tubular reaktor dan bereaksi dengan ethane yang
sebelum masuk reaktor dipanaskan hingga suhu dibawah 600 C. Reaktor
beroperasi pada suhu antara 700 C sampai 1000 C dan waktu retensi 0,1
sampai 10 detik. Pada reaktor ini terjadi reaksi seperti pada reaksi 1.
Produk reaktor yang bersuhu tinggi ini terdiri dari sejumlah besar
ethylen dan HCl serta by-produk seperti air, CO, H2, C2H2,CO2 dan karbon,
diquenching dengan air yang tidak bereaksi dengan produk reaktor. Pada
quench tower ini partikel-partikel padat berupa karbon diserap dengan air
yang sekaligus menurunkan temperatur produk.
Produk keluaran quench tower ini berupa gas yang masih
mengandung acethylene dialirkan ke hidrogenator untuk mereaksikan
acethylene dengan hidrogen sehingga terbentuk lagi ethylen.
C2H2

H2

C2H4

Produk keluaran hidrogenator dialirkan ke reaktor OHC untuk


mereaksikan

ethylen,

HCl,

dan

oksigen

yang

menghasilkan

1,2-

dichloroethane (EDC) dan air seperti terlihat pada reaksi 2. Reaktor ini
berupa fixed bed atau fluid bed reaktor dengan katalis cooper chloride dengan
temperatur operasi 200 250 C. Produk reaktor OHC dipurifikasi dan
16

hasilnya berupa EDC dialirkan ke tubular furnace untuk dicracking menjadi


vinyl chloride monomer (produk akhir) dan HCl seperti terlihat pada reaksi 3.
Hasil cracking ini kemudian difurifikasi dan HCl yang terbentuk direcycle
kembali ke reaktor OHC. Sedangkan EDC yang tidak bereaksi dikirim
kembali ke furnace.
2.1.5. Proses Kombinasi Ethylene
Proses lain dari pembuatan vinyl chloride monomer adalah proses
seimbang (balance process). Proses ini merupakan kombinasi antara proses
klorinasi langsung dan oxyhydrochlorinasi. Klorinasi langsung merupakan
proses

yang

menghasikan

lebih

sedikit

produk

daripada

proses

oxyhydrochlorinasi serta menghasikan hasil samping HCl dari proses


pirolisis. HCl yang dihasilkan dari proses klorinasi langsung dapat digunakan
kembali pada proses selanjutnya, yaitu proses oxyhydrochlorinasi. Reaksi
dari proses ini adalah :
C2H4 + Cl2

C2H4Cl2

C2H4 + 2HCl + O2

C2H4Cl + H2O

2C2HO
Cl2 OO
o2 OOooo
4

2C2H3Cl + 2HCl

Reaksi overall :
2C2H4 + Cl2 + O2

2C2H3Cl + H2O

2.1.5.1. Proses Klorinasi Langsung (Cracking Thermal Dichloroethane


dari Klorinasi Etilen)
Vinyl Chloride Monomer (VCM) dapat juga diproduksi melalui
proses cracking etilen diklorida (EDC). Proses klorinasi ethylene ini
menggunakan ethylen dan klorin sebagai bahan baku. Proses ini
beroperasi pada temperature 480-550 oC dan tekanan 3-30 atm dengan
menggunakan katalis Friedel-Crafts seperti FeCl3. Proses cracking ini
dapat mendekomposisi etilen diklorida (EDC) menjadi vinyl chloride
monomer (VCM) dan asam klorida (HCl).
17

C2H4 + Cl2
C2H4Cl2

C2H4Cl2
C2H3Cl + HCl

Reaksi keseluruhan dari proses ini adalah :


C2H4 + Cl2

C2H3Cl + HCl

2.1.5.2. Proses Oxyhydrochlorinasi Ethylene (OHC)


Proses oxychlorinasi ini menggunakan Ethylen, HCl dan O2 yang
diambil langsung dari udara sebagai bahan bakunya. Pada proses ini,
Ethylen, HCl dan O2 direaksikan di dalam Reaktor Fixed Bed pada
temperatur 210oC 300oC dengan tekanan 1,5 14 atm dengan katalis
CuCl2. Gasgas hasil reaksi di reaktor dipisahkan di separator dan
ethylen dichloride yang masih mengandung 1,2 trichloroethane
dipisahkan dari H2O dengan decanter kemudian dimurnikan di EDC
tower. Ethylen dichloride dicracking di furnace untuk mendapatkan Vinyl
Chloride monomer. HCl dari hasil pemisahan dengan VCM tower di
recycle kembali ke reaktor kemudian VCM dimurnikan untuk
mendapatkan produk yang diinginkan. Reaksi proses ini adalah :
C2H4 + O2 + HCl
C2H4Cl2

C2H4Cl2 + H2O
C2H3Cl + HCl

Reaksi keseluruhan dari proses ini adalah :


C2H4 + O2 + HCl

C2H3Cl + H2O

2.1.6. Cracking Ethylene Dichloride (EDC)


Vinyl chloride monomer (VCM) dapat diproduksi melalui proses
cracking etilen dikhlorida (EDC). EDC sendiri diperoleh melalui dua metode,
yakni direct chlorination (mereaksikan etilen dengan asam klorida) dan
metode oxychloronation (mereaksikan etilen, oksigen dan asam khlorida).
Proses cracking etilen ini beroperasi pada temperature 450-550 0C dan
tekanan 14-36 bar. Proses cracking ini dapat mendekomposisi etilen

18

dikhlorida (EDC) menjadi vinyl chloride monomer (VCM) dan asam klorida
(HCl) sesuai dengan reaksi berikut :
Reaktor yang digunakan pada proses ini adalah long tubular coil yang
berada di dalam furnace. Reaktor ini terdiri dari dua bagian, yaitu pre-heat
zone dan reaction zone. Pada pre-heat zone dilakukan penyesuaian suhu
hingga mencapai 450 550 oC dimana reaksi pirolisis dapat berlangsung
secara optimum, kemudian pada reaction zone terjadi reaksi pemecahan EDC
menjadi VCM. Diameter koil reaktor dirancang sedemikian rupa sehingga
kecepatan gas yang mengalir didalamnya berkisar antara 10-20 m/s dan
panjang koil dirancang hingga memungkinkan waktu tinggal selama 5-30
sekon. Pada proses ini ada banyak impurities yang terdeteksi dalam hasil
pirolisis, sehingga EDC harus dimurnikan terlebih dahulu sebelum masuk
reaktor. Pada proses ini pembentukan coke akan sangat menganggu reaksi.
Untuk mencegah terbentuknya coke, suhu reaksi harus dijaga berada di bawah
500 0C, namun pada temperatur di bawah 500 0C kecepatan reaksi akan
rendah, karena reaksi ini merupakan reaksi endotermis. Hal ini dapat diatasi
dengan penambahan aditif seperti nitromethane chloroform atau carbon
tetrachloride (Dimian and Bildea, 2008).
2.4. Pemilihan Proses Pembuatan Vinyl Klorida Monomer (VCM)
Berdasarkan empat proses komersial yang ada, maka dapat dilihat
pada tabel perbandingan proses dari setiap prosesnya sebagai berikut :

Proses
Parameter

Bahan Baku
Katalis

Proses Reaksi

Proses

Proses

Cracking

Acetylene

Cracking

Kombinasi

Ethylene

dengan

Autothermal

Ethylene

Dichloride

Hydrogen

Ethane dan

Chloride (HCl)

OHC

(EDC)

Acetylene dan

Ethane,

Ethylene,

HCl

chlorine dan

chlorine, HCl,

Merkuri

oksigen
CuCl2

O2
FeCl3 dan

Etilen diklorida
dan asam klorida
Digunakan aditif
19

Khlorida

CuCl2

(HgCl2) dengan

berupa Carbon
Tetrachloride

karbon aktif
sebagai
pembawa
Temperatur : 90
0

Kondisi

Temperatur :

Temperatur :

Temperatur : 450

- 140 C dan

reaktor 1 = 700 reaktor 1 =

- 550 0C dan

Tekanan : 1,5 -

-1000 0C ;

tekanan : 14 - 35

1,6 atm

reaktor 2 = 200 reaktor 2 =

atm

210 - 300 0C

fixed bed

- 250 0C
Reaktor 1 :

fixed bed

long tubular

reactor

multi

reactor

coil

Operasi

480 - 550 0C ;

tubular
Bentuk

reaktor

Reaktor

reaktor 2 :
fixed bed
atau fluid
bed reaktor

Konversi
Yield
Kemurnian

80-85%

60%
96%

Produk

fixed bed

Reaktor 1 :

fixed bed

long tubular

reactor

multi

reactor

coil

tubular
reaktor

Alat Utama

reaktor 2 :
fixed bed
atau fluid

Hasil

bed reaktor
-

Asam klorida

Vinyl Klorida

Vinyl Klorida

Vinyl Klorida

Vinyl Klorida

Monomer
Reaksi relatif

Monomer
Hasil samping

Monomer
Hasil samping

Monomer
Ekonomis, scale

mudah dan

berupa HCl

berupa HCl

up industri sudah

Sampingan
Hasil Utama
Kelebihan

20

menghasilkan

dapat direcycle

dapat

ada dan terbukti

yield yang

kembali

direcycle

menguntungkan

cukup besar, 80

Kekurangan

kembali

- 85%
Pemakaian

Bahan baku

Biaya proses

Banyaknya

katalis (HgCl2)

sulit dan mahal

tinggi

impurities yang

yang

serta biaya

dihasilkan pada

membahayakan

proses tinggi

proses cracking

lingkungan dan

EDC sehingga

besarnya

perlu unit

kebutuhan

pemurnian EDC

energi proses ini

Berdasarkan perbandingan di atas maka dipilih proses cracking EDC


karena memiliki banyak kelebihan diantaranya, bahan baku mudah diperoleh,
biaya operasi lebih ekonomis serta proses lebih sederhana dibandingkan dengan
ketiga proses lainnya.

BAB III
KONSEPSI PRARANCANGAN
3.1 Deskripsi Proses Pembuatan Vinil Chlorida Monomer
Dalam proses pembuatan vinil chlorida monomer ini terdiri dari 3
tahapan yaitu :
21

1. Tahap penguapan cairan EDC dengan proses pengrekahan


thermal

22

Você também pode gostar