Você está na página 1de 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah telah mencatat bahwa konflik kekerasan berskala luas yang terjadi di
beberapa negara yang sedang membangun tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan
luka-luka, melainkan juga berakibat pada kemunduran ekonomi dan ketidakstabilan
politik, sehingga menghambat pelaksanaan pembangunan Nasional, sebagaimana Konflik
komunal yang terjadi di kota Tarakan (Provinsi Kaltara). Terjadinya konflik tersebut
ditengarai akibat adanya kebuntuan komunikasi sosial, lemahnya sistem peringatan dini,
lemahnya sistem penanganan konflik sosial, lemahnya penegakan hukum yang bernuansa
etnis,

lemahnya kinerja

aparat

Pemda mengakibatkan

rendahnya

peningkatan

perekonomian masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan kesenjangan


kesejahteraan sehingga memicu benturan budaya di masyarakat.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mencoba membahas tentang
persoalan yang terjadi di masyarakat serta alternatif solusi khususnya di Kota Tarakan.
Pentingnya pemecahan masalah konflik komunal melalui komsos bagi TNI/TNI-AD,
terutama bagi Satkowil, mengingat konflik komunal telah terjadi hampir di seluruh
wilayah Indonesia dan telah mendapatkan perhatian serius oleh bapak Presiden dan
Panglima TNI. Satuan Komando kewilayahan dituntut untuk mampu mengatasi dan
mencegah konflik melalui penyelenggaraan komsos oleh satkowil dalam membentuk
sistem peringatan dini.
Maksud tulisan ini untuk memberikan gambaran tentang penanganan konflik
komunal di Kota Tarakan yang diproyeksikan kepada teori konflik, hingga melahirkan
tindakan penanganan yang efektif, serta bertujuan untuk memperoleh informasi, data dan
fakta, guna mengidentifikasikan beberapa penyebab masalah yang terjadi di lapangan,
agar dapat dilakukan upaya-upaya penanganan masalahan konflik komunal. Kiranya
tulisan dalam perspektif teoritis dan empiris ini dapat berguna bagi upaya mencegah
maupun mengatasi terjadinya konflik kekerasan komunal diwilayah lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Konflik ?
2. Bagaimana kronologis kejadian kerusuhan antar etnis di Kota Tarakan ?
3. Bagaimana analisa kasus tersebut ?
4. Apa saja foktor penyebab konflik ?
1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik
Landasan Teori Dalam International Encyclopaedia of The Social Sciences Vol. 3
(halaman 236-241) diuraikan mengenai pengertian konflik dari aspek antropologi, yakni
ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan antara paling tidak dua pihak; di mana tiaptiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan, satu komunitas,
atau mungkin satu lapisan kelas sosial pendukung ideologi tertentu, satu organisasi
politik, satu suku bangsa, atau satu pemeluk agama tertentu . Dengan demikian pihakpihak yang dapat terlibat dalam konflik meliputi banyak macam bentuk dan ukurannya.
Lebih jauh Mulyadi (2002) menyampaikan bahwa apabila dicermati dalam kehidupan
sosial komponen utamanya adalah interkasi antara para anggota.
Sehubungan dengan interaksi antara anggota itu ditemukan berbagai tipe. Tipetipe interaksi sosial secara umum meliputi cooperative (kerjasama), competition
(persaingan) dan conflict (pertikaian). Ketiga komponen ini akan saling berkaitan satu
dengan lainnya (Mulyadi dalam Jurnal Humaniora Volume XIV, No. 3/2002). Pada
bagian lain menurut Prof.Bambang Widodo Umar (2010) terdapat beberapa cara dalam
menangani konflik didalam masyarakat (conflict management style), yaitu :
1. Kompromi (compromiser) berunding (negotiating), yaitu cara penyelesaian
konflik di mana masing-masing pihak tidak ada yang menang dan tidak ada
yang kalah (neither win-win nor lose-lose approach). Pihak yang terlibat
saling memberik kelonggaran atau konsesi. Kedua pihak mendapatkan apa
yang diinginkan tetapi tidak penuh, dan kehilangan tetapi tidak seluruhnya.
2. Penyesuaian (accomodating), perlunakan (smoothing), penurutan (obliging).
Cara ini merupakan pendekatan kalah-menang (lose-win approach). Konflik
diredam dengan cara mengakomodir berbagai macam kepentingan orang
orang yang berkonflik, salah satu pihak yang terlibat melepaskan dan
mengesampingkan hal yang diinginkan sehingga pihak yang lain mendapatkan
sepenuhnya hal yang diinginkan.
3. Kerjasama (collaborating) atau menghadapi (confronting). Kedua pihak
bekerjasama dan mencari jalan pemecahan yang memuaskan bagi keduanya.
Cara ini merupakan pendekatan menang-menang (win-win approach). Dalam

penyelesaian ini pihak yang berkonflik diajak ke meja perundingan untuk


menyelesaikan sendiri apa yang diinginkan.
4. Avoidance (menghindari). Konflik dikendalikan dengan cara membatasi
waktu atau membagi wilayah agar masing-masing kelompok tidak saling
benturan satu sama lain dan agar bentrokan tidak semakin meluas (win-lose
approach)
5. Dibuat bersaing (competiting), menguasai (dominating) atau memaksa
(forcing). Cara ini merupakan pendekatan terhadap konflik yang berciri
menang-kalah (win-lose approach). Cara ini dengan mengorbankan pribadi
dan kepentingan pihak lain tetapi ada aturan permainannya, yakni dalam
sistem kompetisi.
Lebih lanjut dikatakan bahwa terdapat beberapa model dalam penyelesaian konflik, yaitu:
1. Mediation, cara ini menggunakan pihak ketiga sebagai penengah. Mediator
yang ditunjuk adl mereka yang telah disepakati bersama dan mampu bertindak
dalam penyelesaian secara obyektif. Dari usahanya belum tentu hasilnya
dipakai untuk merumuskan perdamaian;
2. Arbitration, cara ini berasal dari penyelesaian konflik dagang (menyelesaikan
masalah di luar lembaga formal). Penyelesaian konflik cara ini tidak
menekankan prosesnya tetapi menekankan hasilnya;
3. Family Conference , merupakan cara yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang dianggap tidak serius dan yang melibatkan dua keluarga atau
lebih dalam suatu konflik. Partisipasi pihak pihak yang bertikai bersifat
sukarela;
4. Alternative Dispute Resolution (ADR),cara ini dikenal dengan istilah
musyawarah untuk mufakat. Merupakan alternatif penyelesaian konflik
dengan menggunakan pihak ketiga yang berperan di sekitar mereka. Bisa dari
tokoh masyarakat juga dari aparat. Cara ini tidak menjamin penyelesaian
konflik secara tuntas;

5. Ombudsman ,dimana menurut sejarahnya lembaga ini merupakan lembaga


yang profesional & independen. Anggotanya terdiri dari orang-orang yang
punya reputasi baik, profesi yang khas dan bersifat netral. Penyelesaian
konflik dengan cara ini berarti semua pihak menyerahkan sepenuhnya
permasalahan untuk diselesaikan secara independen tanpa ada tekanan dari
pihak pelapor atau terlapor;
6. Rekonsiliasi ,ini adalah cara penyelesaian konflik di mana pihak yang bersalah
terlebih dulu menyampaikan permohonan maaf (to pardon) dan pihak lain
memberikan maaf (forgive) dengan syarat bahwa mereka tidak melupakan
masalah itu ( not forget) di kemudian hari; dan
7. Negosiasi yakni tawar menawar dari berbagai pihak yang berkepentingan,
sehingga tercapai win win solution atau lose lose solution yang memuaskan
kedua belah pihak. Kalaupun terjadi win lose solution, haruslah bersifat pareto
optimum result (diharapkan kekalahan tersebut bersifat relatif).
B. Kronologis Kejadian (Kerusuhan antar etnis di Kota Tarakan)
Kota Tarakan yang terkenal dengan nama Bumi Paguntaka memiliki
karakteristik masyarakat yang majemuk, karena terdiri atas sejumlah suku bangsa dan
etnis yang hidup saling berdampingan dalam suasana kebudayaan umum-lokal, namun
tetap mempertahankan identitas sosial-budayanya. Penduduk asli Kota Tarakan itu sendiri
adalah suku Tidung, yang wilayah aslinya berada di bagian utara Kaltim dan Sabah
(Malaysia). Namun kemajemukan masyarakat di Kota Tarakan, menimbulkan dampak
negatif, salah satunya konflik antar etnis yang berbeda pada tanggal 26 September 2010.
Kerusuhan ini bermula dari kisruh dua orang. Tapi berlanjut menjadi konflik dua etnis
dengan perang terbuka dan korban tewas jatuh dari kedua belah pihak. Persoalan bukan
antar suku tapi sebagai individu. Konflik di Tarakan terjadi antara 2 kelompok warga.
Akibat peristiwa itu seorang warga, Abdullah (50), tewas terkena tusukan senjata tajam.
Sebanyak 9 warga lainnya diamankan Polres Tarakan. Peristiwa itu dipicu perselisihan
antar 2 kelompok anak muda yang berujung bentrok ratusan orang warga dimana telah
terjadi penyerangan ke pemukiman di Tidung kota Tarakan. Massa yang datang
menyerbu masuk dari arah pantai, daerah Selumit lalu menyerbu ke pemukiman warga.
4

Di daerah Selumit dijaga ketat petugas Garnisun dan TNI Angkatan Laut. Kota Tarakan
lumpuh total. Toko-toko, rumah, pusat perbelanjaan ditutup. Warga ketakutan karena
bentrok kembali terjadi dan dikhawatirkan meluas. Ribuan pengungsi korban konflik
etnis di Tarakan terus memadati markas TNI .Mereka tersebar antara lain di Markas
Batalion Infanteri 163/Raja Alam, Markas TNI Angkatan Udara, dan Markas TNI
Angkatan Laut. Selain juga di kantor-kantor Polri seperti Mapolsek, Mapolres, dan
Kantor unit satuan lantas Polres Tarakan. Pada konflik tersebut, resolusi konflik terjadi
setelah semua pihak terutama para Muspida dan tokoh masyarakat melakukan pertemuan.
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak beserta sejumlah pejabat pemerintahan,
berhasil mendamaikan dua kelompok warga yang bertikai di Tarakan. Kesepakatan damai
itu tercapai dalam suatu pertemuan yang dilaksanakan di ruangan rapat VIP Bandara
Internasional Juwata. Dalam kesepakatan tersebut, Fokum Komunikasi Rumpun Tidung
(FKRT) bertindak sebagai pihak pertama dan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan
(KKSS) sebagai pihak kedua, menyepakati sepuluh butir perdamaian. Dalam perundingan
kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Yancong mewakili KKSS dan Sabirin Sanyong
mewakili FKRT. Inti kesepakatan adalah kedua belah pihak mengakhiri segala bentuk
pertikaian dan membangun kerjasama harmonis demi kelanjutan pembangunan Kota
Tarakan. Kedua belah pihak memahami bahwa apa yang terjadi merupakan murni tindak
pidana dan merupakan persoalan individu. Selanjutnya, disepakati pembubaran
konsentrasi massa di semua tempat, sekaligus melarang dan atau mencegah penggunaan
senjata tajam dan senjata lainnya di tempat-tempat umum. Selain itu, masyarakat yang
berasal dari luar Kota Tarakan yang berniat membantu penyelesaian perselisihan agar
segera kembali ke daerah masing-masing selambat-lambatnya 1 kali 24 jam. Sedangkan
para pengungsi di semua lokasi akan dipulangkan ke rumah masing-masing, difasilitasi
Pemkot Tarakan dan aparat keamanan. Apabila kesepakatan damai dilanggar, aparat akan
mengambil tindakan tegas sesuai perundang-undangan. Usai penandatangan kesepakatan,
seluruh pihak yang terlibat langsung melakukan sosialisasi ke kelompok yang bertikai
C. Analisa Kasus
Jika dilakukan analisa yang mendalam mengenai resolusi konflik pada kasus
kerusuhan Tarakan ini, maka kita akan melihat bagaimana wujud penyelesaian konflik
yang dilakukan dengan cara kompromi dan perundingan. Sebagaimana kita ketahui,
manajemen penyelesaian konflik dengan cara ini merupakan bentuk penyelesaian konflik
5

di mana masing-masing pihak tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah (neither
win-win nor lose-lose approach). Pihak yang terlibat saling memberik kelonggaran atau
konsesi. Kedua pihak mendapatkan apa yang diinginkan tetapi tidak penuh, dan
kehilangan tetapi tidak seluruhnya. Kesepakatan yang dicapai antara kedua pihak melalui
point kesepahaman dalam butir-butir perundingan tersebut menunjukkan terjadinya
kelonggaran dan konsesi dari para pihak yang berkonflik. Tidak ada pemenang antara
pihak FKRT maupun KKSS. Selanjutnya, apa yang dilakukan oleh pihak Muspida baik
dari Gubernur Kalimantan Timur, Bupati dan Pemda setempat serta unsur Kepolisian dan
TNI, dalam mempertemukan kedua belah pihak yang bertikai dapat kita simpulkan bahwa
hal tersebut adalah model penyelesaian konflik dalam bentuk Alternative Dispute
Resolution (ADR). Model resolusi konflik ini merupakan cara dimana terdapat alternatif
penyelesaian konflik dengan menggunakan pihak ketiga yang berperan di sekitar mereka.
Bisa dari tokoh masyarakat juga dari aparat dan pada kasus perdamaian antara FKRT dan
KKSS pihak ketiga adalah para Muspida. Penyelesaian dengan model ini memang tidak
menjamin akan terjadinya penuntasan, karena benih-benih pertikaian sudah terlanjur
pecah. Akan tetapi, model penyelesaian konflik dengan ADR ini merupakan wujud winwin solution yang paling baik dari diterapkan pada kasus kerusuhan Tarakan ini.
D. Faktor penyebab konflik di wilayah.
Konflik komunal seperti yang terjadi di kota Tarakan Provinsi Kaltim pada tahun
2010

(Provinsi

Kaltara

suku Tidung dengan suku

saat
Pattinjo

ini).

Tragedi

Letta ini, cukup

konflik

yang

menyita

terjadi

banyak

antara
perhatian

serta mengakibatkan korban tewas mencapai 6 orang dan 40.000 jiwa mengungsi.
(Samarinda Post, selasa 28 September 2010).
Masyarakat Kota Tarakan sejatinya merupakan masyarakat multikultural, terdiri
dari suku, agama, ras serta golongan yang tinggal pada satu wilayah, yaitu sebuah pulau
kecil dengan luas wilayah 250,80 km. Kepadatan penduduk saat ini sebesar 687
jiwa/Km. Jumlah penduduk Kota Tarakan sesuai dengan data Badan Kependudukan
Catatan Sipil dan Keluarga Berencana ialah sebesar + 239.787 jiwa. Penduduk suku
Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada
di Sabah), sedangkan suku Pattinjo Letta adalah suku yang berasal dari Sulawesi dan
sudah turun temurun menetap di Kota Tarakan.
Pembangunan daerah Kota Tarakan cukup pesat dan dapat menampung tenaga
kerja yang besar, namun akhir-akhir ini banyak tenaga kerja dari luar wilayahyang datang
6

ke

Kota

Tarakan,

pengangguran karena

sementara akibat
pemutusan

dari

krisis

hubungan

kerja

moneter

masih

(PHK) dari

terdapat

perusahaan-

perusahaan. Realitas bahwa penduduk asli suku Tidung mulai tersingkir dengan
kehadiran pendatang yakni suku Pattinjo letta. Kurangnya lapangan pekerjaan, rendahnya
tingkat pendidikan penduduk serta kesulitan ekonomi yang timbul di masyarakat
menimbulkan kecemburuan sosial dan ekonomi. Kecemburuan sosial dan ekonomi antara
suku pendatang dan suku asli ini,pada kenyataanya mengendap serta mengacu pada
kondisi ketiadaan norma (SocialNormlessnes),yang pada akhirnya menimbulkan rasa iri
dan dendam serta menyulut timbulnya konflik, hingga berujung pada bentrokan yang
mengakibatkan korban jiwa.
Adanya kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi di Tarakan menurut sosiolog
Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurul Aini, dalam wawancaranya di harian Tempo
Interaktif edisi Kamis 30 September 2010 menyatakan konflik berlatar belakang
ekonomi. Permasalahannya lebih dikarenakan kecemburuan ekonomi.ujarnya. Peneliti
di pusat studi keamanan dan perdamaian UGM ini juga menambahkan, bahwa masyarakat
menjadi emosional dikarenakan tidak dapat mengakses kebutuhan-kebutuhan pokok yang
dibutuhkan. Orang kalau sudah lapar akan lebih mudah emosional,ujarnya.
Selain itu, permasalahan penegakan hukum, tidak dapat mengambil sikap tegas
terhadap beberapa kejadian hukum melibatkan etnis, sehingga persoalan hukum berlarut
larut

tidak

terselesaikan.

Masyarakat menjadi

tidak

memiliki

pedoman

dalam

menjalankan norma-norma di masyarakat, Prof Saroso Hamongpranoto, SH pengamat


hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda menilai bahwa kerusuhan di
Tarakan merupakan sebuah cerminan tentang kondisi penegakan hukum yang masih
lemah serta tidak memberikan rasa keadilan bagi rakyat, khususnya bagi warga yang
tidak mampu secara ekonomi (lemahnya penegakan hukum
Dari beberapa peristiwa yang terjadi, konflik selalu membawa kerugian yang
menghambat

laju

pembangunan.

Menurut Clifford

James

Geertz, seorang

ahli

antropologi asal Amerika Serikat mengatakan bahwa fenomena yang seringkali terjadi
ialah loyalitas individu-individu dalam masyarakat multi suku, ras dan agama di negaranegara sedang membangun, cenderung melebihi loyalitasnya kepada Negara dan Bangsa.
Keadaan ini terjadi akibat masih kuatnya sentimen asal-usul seperti kesamaan bahasa,
agama, keturunan, adat istiadat, daerah dan suku (etnik) yang kerap manjadi akar pemicu
terjadinya konflik (Geertz, 1968). Konflik komunal bagi kebanyakan negara yang sedang
membangun, merupakan rintangan besar terhadap upaya untuk membangun persatuan dan
7

kesatuan bangsa, serta membangun masyarakat dan pemerintahan yang demokratis di


tengah bangsa yang majemuk ini.
Menanggapi masalah konflik komunal di Indonesia, Panglima TNI, Laksamana
TNI Agus Suhartono melalui Aster Panglima TNI menyampaikan Instruksi Panglima
TNI, tertuang dalam Surat Telegram (ST) Nomor ST/195/2012 tanggal 24 Februari
2012, menekankan kembali kepada para Pangdam, Pangarmabar, Pangarmatim,
Pangkoopsau I dan Pangkoopsau II untuk membantu penanggulangan konflik dan
pembangunan

perdamaian

berkelanjutan.

Ditekankan

bahwa

untuk

membantu

penanggulangan konflik sosial yang terjadi di daerahnya agar mengedepankan aparat


pemerintah daerah (Pemda) sesuai tugas dan fungsinya. Tak hanya itu, untuk aparat
komando kewilayahan (kowil) TNI di daerah perlu meningkatkan pembinaan teritorial
(Binter), khususnya kegiatan komunikasi sosial (giat komsos) dengan pejabat Pemda,
tokoh masyarakat, pemuda dan masyarakat. Melalui kegiatan tersebut diharapkan
Satkowil dan masyarakat dapat mendeteksi awal dan mengantisipasi kemungkinan
potensi konflik di wilayahnya, seluruh Komandan Kotama dan jajarannya agar
memanfaatkan badan atau forum yang sudah dibentuk Pemda secara efektif dengan
melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda dan masyarakat. (Antara, Selasa 6
maret 2012).

E. Komunikasi sosial dalam penanganan konflik komunal


Tragedi konflik di Kota Tarakan mengajari kita bahwa Konflik kekerasan di
antara kelompok, etnis atau agama dapat terjadi sewaktu-waktu dan secara spontan.
Sesungguhnya, konflik kekerasan berlatar belakang pertentangan etnis dan agama yang
disertai tindakan pengusiran, pembakaran, penjarahan harta benda, serta penghilangan
jiwa manusia seperti ini, telah muncul secara terbuka di beberapa daerah. Konflik yang
memilukan itu telah terjadi di Poso, Sulawesi Tengah (Kristen-Muslim, 1998-2001),
Ambon dan Maluku Selatan (Kristen-Muslim,1999-2002), serta di Kalimantan Barat
(Dayak-Madura, 1996-1997; dan Melayu-Madura 1999) dan Kalimantan.Tengah.(DayakMadura, 2001-2002).
Penanganan

konflik

komunal

sejatinya

dapat

disikapi

dengan pendekatan Komunikasi sosial, agar dapat diminimalisir dan tidak berkembang
menjadi konflik kekerasan yang dapat membuat kesulitan bagi Negara dalam membangun
integrasi Nasional. Konflik-konflik kekerasan masa lalu bukan mustahil akan menjadi
model yang menginspirasi para aktor sosial generasi baru, untuk melakukan kekerasan
8

komunal dimasa yang akan datang.Penyelenggaraan Komsos pada hakikatnya lebih


efisien diselenggarakan apalagi bila dihadapkan dengan keterbatasan anggaran
pertahanan, selain itu urgensinya saat ini menjadi relevan, mengingat ancaman yang
dihadapi bukan lagi ancaman perang linier yang harus dihadapi dengan senjata modern,
melainkan ancaman asimetris maupun dunia maya (Cyber Threat) sebagai sumber
ancaman baru , termasuk fenomena konflik komunal.
Berdasarkan Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi (KEP), bahwa Binter
merupakan fungsi utama TNI AD, sehingga Binter menjadi tugas yang harus
dilaksanakan oleh seluruh prajurit TNI AD. Binter yang dilaksanakan oleh Satuan
Komando Kewilayahan di daerah saat ini merupakan upaya, pekerjaan dan kegiatan yang
berhubungan dengan penyusunan, pengerahan dan pengendalian terhadap unsur-unsur
Geografi, Demografi dan Kondisi sosial yang dilakukan melalui metode Komunikasi
Sosial, Bakti TNI dan Bintahwil, dalam rangka mencapai Tugas Pokok TNI AD. (Doktrin
KEP, keputusan Kasad Nomor Kep/23/IV/2007, tanggal 24 april 2007).
Komunikasi Sosial sebagai metoda adalah suatu cara yang diselenggarakan oleh
satuan jajaran TNI AD yang berhubungan dengan perencanaan dan kegiatan untuk
memelihara serta meningkatkan keeratan hubungan dengan segenap komponen bangsa.
Sedangkan komunikasi sosial sebagai kemampuanadalah kemampuan prajurit TNI AD
dalam berkomunikasi dengan komponen masyarakat dan aparat pemerintah terkait
lainnya, guna terwujudnya rasa saling pengertian dan kebersamaan yang memungkinkan
timbulnya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi pada kepentingan pertahanan
Negara.

(Buku

Petunjuk

Teknik

Komsos

Surat

Keputusan

Kasad

Nomor

Skep/480/XII/2006 tanggal, 18 Desember 2006).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana Sosial yang terjadi pada kasus Tarakan Kalimantan Timur ini merupakan
satu dari sekian banyak contoh kasus kerusuhan yang menimbulkan banyak korban jiwa.
Penyelesaian konflik Tarakan yang relatif cepat dan tepat ini merupakan wujud resolusi
konflik yang positif. Kedua belah pihak yang bertikai dapat didamaikan dengan tanpa
pertumpahan darah yang semakin membesar lagi. Model penyelesaian konflik dengan
bentuk Alternative Dispute Resolution berjalan dengan sangat baik. Peranan pihak ketiga
dalam mempertemukan kedua pihak yang bertikai dan membuat kesepakatan perdamaian
dinilai sebagai sebuah langkah yang jitu. Sebagai sebuah bentuk gesekan sosial yang
tidak mungkin dihindari, konflik hendaknya disikapi dengan positif, artinya berbagai
perbedaan yang terjadi dan muncul dalam kehidupan bermasayarakat tidak perlu
dijadikan ajang perpecahan namun justru sebaliknya merupakan tali erat dalam
mempersatukan bangsa kita.
Forum/Kelompok sistem peringatan dini melaksanakan komsos yang diarahkan
untuk pemihakan

dan

pemberdayaan

penduduk

lokal

(affirmative

action

and

enpowerment) terutama dalam bidang pendidikan. Sedangkan Komunikasi sosial dengan


aparat hukum di daerah, guna memantau setiap kejadian serta mengkomunikasikannya
kepada aparat penegak hukum, agar dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan baik,
bersikap adil, jujur, bertindak tegas dan profesionalsehingga mampu mencegah
meletusnya kembali konflik. Dengan bantuan pemerintah daerah, para pengungsi dapat
kembalike tempat mereka semuladengan jaminan keamanan, sehingga dapat hidup
normal seperti sediakala.
Realita dalam masyarakat Multikultural seperti di Kota maupun Kabupaten di
seluruh Indonesia, khususnya pada masyarakat Kota Tarakan, sejatinya merupakan
masyarakat dengan tingkat resiko terjadinya benturan budaya yang apabila tidak ditangani
secara serius akan dapat menimbulkan permasalahan konflik dan kekerasan komunal
terhadap kelompok masyarakat lainnya yang berbeda suku, agama, atau golongan
10

ras.Secara sistematis Satkowil dapat mengisi kekosongan sistem penanganan konflik


sosial dengan cara membentuk sistem penanganan konflik sosial. Peran komsos sebagai
metode Binter dapat diberdayakan sebagai jalan pemecahan masalah konflik komunal
yang terjadi di Kota Tarakan dengan tujuan untuk membangun konsep diri, kebudayaan,
kelangsungan hidup dan aktualisasi diri yang diarahkan kepada penanganan konflik sosial
melalui perencanaan dan kegiatan untuk membentuk sistem peringatan dini (Early
Warning System), memelihara serta meningkatkan keeratan hubungan dengan segenap
komponen bangsa.
Forum/kelompok sistem peringatan dini yang telah terbentuk dapat dilibatkan
dalam penanganan konflik komunal perencanaan dan kegiatan dengan pentahapan
Mitigasi, Pra-Konflik, Tanggap darurat serta Pasca konflik. Dalam kegiatan penanganan
konflik sosial, maka pengidentifikasian masalah, penentuan tindakan serta negosiasi,
dalam suatu kejadian maupun dalam suatu persepsi ancaman diperlukan, agar dapat
menentukan tindakan serta untuk mencapai suatu keadaan yang dapat diterima oleh kedua
belah pihak yang dituangkan kedalam suatu konsep manajemen, sebelum menjelajahi
bagaimana mencegah dan mengelola kejadian,agar diperoleh suatu konsensus yang dapat
dituangkan kedalam akta perdamaian menjadi suatu deklarasi yang dapat diterapkan pada
pasca konflik.
B. Saran
Dalam rangka menciptakan kondisi wilayah yang kondusif maka disarankan
sebagai berikut ; Pertama, Satuan Komando Kewilayahan perlu membangun sistem
peringatan dini di wilayah melalui komunikasi sosial, dalam wujud mitra karib yang
dapat berfungsi sebagai peringatan dini terhadap potensi konflik, dengan memanfaatkan
sarana dan prasarana komunikasi sosial yang ada. Kedua, Satuan Komando Kewilayahan
agar membentuk kelompok-kelompok kerukunan yang solid melalui komunikasi sosial
serta membina seluruh komponen masyarakat yang ada secara periodik sehingga
terbentuk kesatuan kerukunan masyarakat adat yang solid dalam rangka membina
kerukunan bangsa di wilayah. Ketiga, Satuan Komando Kewilayahan agar membentuk
tim negosiasi dan sosialisasi serta melatihkannya, agar dapat melaksanakan tugas untuk
Menganalisa, Mengidentifikasi, Menentukan tindakan, Negosiasi serta Mensosialisasikan,
dalam rangka penanganan konflik sosial sesuai perundang undangan yang ada. Keempat,
Satuan Komando Kewilayahan agar melaksanakan komunikasi sosial kepada pemerintah
11

daerah, aparat penegak hukum dan masyarakat untuk mensosialisasikan perdamaian,


membangun sarana dan prasarana yang hancur, penegakan hukum yang jujur dan adil
dalam rangka menciptakan kondisi wilayah yang kondusif.

C. Analisis Penulis mengenangai pencegahan dan penanggulangan terhadap


kerusuhan antar etnis di kota Tarakan
1. Membentuk sistem peringatan dini (Early Warning System)
Mengatasi permasalahan sosial yang timbul sebagai dinamika perkembangan
situasi wilayah, harus dapat ditanggapi oleh sistem sosial yang ada, termasuk didalamnya
adalah Satuan Komando Kewilayahan. Sistem sosial ini harus mampu melihat
permasalahan yang timbul, untuk kemudian diatasi secara sinergis dengan seluruh
komponen yang ada. Koordinasi antara Satkowil dan masyarakat serta instansi terkait
sangat diharapkan dengan mengedepankan kebersamaan dalam rangka menyelesaikan
permasalahan, melalui komsos sebagai sarananya. Terkait dengan sistim sosial maka
sistem peringatan dini merupakan sistem dalam suatu sistem sosial, yang bekerja untuk
memperoleh momentum, agar dapat dilaksanakan negosiasi guna memperoleh konsesus.
Sistem peringatan dini dibutuhkan sebagai peringatan awal sebelum konflik terjadi, agar
diperoleh kesiapan dalam penyusunan perencanaan dan persiapan, sebelum penanganan
konflik sosial dilaksanakan.
Asal-usul terjadinya konflik komunal, tidak cukup hanya dilihat dari satu variabel
penyebab saja, melainkan juga harus dianalisa secara komprehensif, dari segi perbedaan
budaya serta proses politik dan ekonomi, sehingga perlu dilakukan suatu pendekatan
melalui penyelenggaraan komsos yang efektif oleh Satuan komando kewilayahan, dalam
menghadapi

konflik

sosial

diwilayah.

Sistem

peringatan

dini (Early

Warning

System), sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 7/2012, merupakan penjabaran dari
pasal 6 ayat (1) d, UU No 7/2012. Sistem peringatan dini sangat dibutuhkan untuk dapat
mengambil langkah antisipatif menghadapi kemungkinan konflik. Tanpa adanya sistem
peringatan dini, bisa dipastikan penanganan konflik akan terlambat.
Pembentuk sistem peringatan dini, yang diproyeksikan melalui teori konflik, dapat
melahirkan tindakan penanganan yang efektif dan efisien. Konsep penanganan konflik
komunal berdasarkan Teori konflik yang dilakukan bukanlah dengan cara mencegah
konflik, melainkan dengan cara memperoleh momentum dari terjadinya konflik itu
12

sendiri, namun tetap dalam suatu kendali, dimana prosesnya dapat menciptakan
suatu perubahan sosial serta tercapainya kesepakatan-kesepakatan baru atas inisiatif
bersama. Timbulnya konsensus akibat dari konsekuensi logis adanya konflik kepentingan
merupakan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam penanganan konflik komunal,
maka secara positif, sistem peringatan dini dapat mengarahkan langkah-langkah atau
strategi penanganan konflik kedalam suatu rumusan kegiatan untuk menjawab
permasalahan yang ada. Konflik sosial dapat ditangani dengan cara membuka
komunikasi, membangun hubungan kerja, membuat aturan, serta melaksanakan kegiatan
untuk memperoleh masukan yang obyektif, sehingga dicapai suatu kesepakatan yang
mengandung konsensus bersama.
Implementasi dari sistem peringatan dini, dapat diwujudkan dalam bentuk
Forum/kelompok/lembaga masyarakat adat (FKMA), serta Sekretariat FKMA, yang
terdiri dari Penasehat dari Satuan komando kewilayahan (Dandim, Danramil, Babinsa),
Pemda (Bupati s.d Camat), Polres (Kapolres s.d Babin kamtibmas), serta beranggotakan
perwakilan masyarakat adat, pemuda dan agama pada tataran organisasi masyarakat di
tingkat Desa, kelurahan, Kecamatan, Kota Madya sampai dengan tataran yang paling
tinggi ditingkat provinsi, serta memanfaatkan badan atau forum yang sudah dibentuk
Pemda secara efektif dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda dan
masyarakat sebagai bagian dari sistem peringatan dini.
Untuk memudahkan operasional sistem peringatan dini pada daerah rawan
konflik, maka perlu ditentukan suatu wilayah yang berpotensi konflik kedalam peta rawan
konflik, agar dapat disampaikan berbagai informasi mengenai potensi konflik atau
terjadinya konflik di daerah tertentu kepada masyarakat melalui berbagai media
komunikasi dan media masa cetak maupun elektronik. Hal ini bertujuan untuk
menginformasikan langkah-langkah perdamaian kepada seluruh masyarakat. Personel
yang dilibatkan untuk melaksanakan komsos dalam sistem peringatan dini harus
disiapkan, dilatih dan dididik untuk memilikipengetahuan dan menguasai materi yang
akan disampaikan, menguasai ilmu-ilmu sosial, memiliki sikap, mental, perilaku dan
penampilan yang dapat diterima oleh masyarakat agar dapat menyampaikan pesan secara
efektif, sebab tanpa orang-orang ahli dan profesional tentunya tidak akan efektif dalam
pelaksanaannya, artinya penyuluhan maupun penanganan tidak dapat menemukan minat
dan kebutuhan masyarakat. Dengan berjalannya system peringatan dini ini, diharapkan
konflik yang lebih besar dan destruktif dapat dihindari.

13

Agar pelaksanaannya

lebih

efektif,Komunikasi

sosial

diarahkan

kepada

pendekatan budaya, dalam hal ini, anggota sistem peringatan dini yang terdiri dari
masyarakat adat, dilibatkan serta didayagunakan untuk melaksanakan pembinaan
terhadap tokoh-tokoh adat. Cara ini cukup efektif dilakukan, seperti konflik yang terjadi
di Kabupaten poso dapat diselesaikan dengan pendekatan adat istiadat melalui
komunikasi sosial, dan akan jauh lebih permanen dalam penyelesaiannya bila
dibandingkan dengan pendekatan hukum untuk menghindari kemungkinan masih
adanya persoalan yang tertinggal antara kedua belah pihak yang sewaktu-waktu dapat
menimbulkan konflik.
2. Pra Konflik.
Kegiatan penanganan konflik sosial dapat diuraian dalam suatu perencanan dan
kegiatan pada tahap,

Pra-konflik, Tanggap darurat dan Pasca-Konflik,

memperoleh negosiasi-negosiasi

yang

suatu konsensus bersama

berikut: Pra-Konflik,

sebagai

dilakukan

guna

sehingga

tercipta

Forum/Kelompok

sistem

peringatan dini (Early Warning System) yang dibina oleh Satuan Komando Kewilayahan,
dapat melakukan komunikasi sosial kepada aparat pemerintahan, tokoh adat, tokoh agama
dan tokoh masyarakat secara intens, agar terbentuk kesamaan langkah dan pikiran untuk
membangun kehidupan yang harmonis di Kota Tarakan. Hal yang paling mendasar adalah
membangun pemahaman tentang pentingnya komunikasi dan cara berinteraksi antara
masyarakat dengan intitusi terkait sehingga terjadi kesejahteraan yang diharapkan.
Para ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai
hubungan timbal balik, bagaikan dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku
komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara,
mengembangkan atau mewariskan budaya. Komunikasi sosial dapat memberikan
pemahaman baru sehingga merubah Mindset (Paradigma) dan merubah prilaku ke arah
yang diharapkan. Komunikasi sosial dengan teknik penyuluhan, sosialisasi dan dialog
yang diarahkan pada kegiatan pembinaan mental dan kejuangan, Nasionalisme, Wawasan
kebangsaan dan Cinta Tanah Air, ditujukan untuk menumbuhkan perubahan perilaku
yang dikehendaki serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila
dan Bhinneka Tunggal Ika harus tetap di pertahankan, dan pertemuan, tatap muka serta
anjangsana perlu secara periodik dilaksanakan, sehingga timbul komunikasi yang positif
untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang solid dalam rangka menghadapi
potensi konflik yang ada.

14

Komunikasi sosial melalui teknik negosiasi diarahkan kepada penyelesaian


konflik sesuai nilai-nilai yang diinginkan masyarakat serta searah dengan kebijakan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Teknik Negosiasi perlu dipersiapkan secara dini
melalui pendidikan dan latihan, agar dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat,
melalui upaya pemberdayaan dan kemampuan memecahkan masalah sesuai kondisi
wilayah masing-masing, dengan prinsip kesetaraan dan kemitraan, keterbukaan,
kesetaraan kewenangan, dan tanggung jawab serta kerja sama, yang ditujukan agar
masyarakat berkembang menjadi dinamis dan berkemampuan untuk memperbaiki
kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri. Negosiasi cukup efektif
dilaksanakan saat konflik di Palu.
Sangat penting peran pemerintah daerah dalam memelihara kondisi damai dalam
masyarakat, serta mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai,
meredam potensi konflik dan membangun system peringatan dini. Tugas Pemda menurut
PP No 38/2007, Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, khususnya yang menyangkut
urusan kesatuan bangsa, maka pemerintah daerah sangat dituntut untuk mencegah
terjadinya konflik sosial di daerah. Apabila pencegahan tidak dapat dilakukan dengan
baik sehingga konflik sosial tidak dapat dihindari, maka penghentian konflik harus
dilakukan sampai dengan penanganan pasca konfliknya oleh pihak berwewenang.
Komunikasi sosial dengan aparat penegak hukum penting dilaksanakan. Teori
pembelajaran sosial menyatakan bahwa perilaku menyimpang ataupun menyelaraskan
diri ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensi imbalan dan sanksi yang menyertai
perilaku itu.Suatuperilakudiperkuat oleh penghargaan atau penghindaran hukuman, dan
diperlemah oleh pencegahan atau tak adanya penghargaan.Komunikasi sosial kepada
aparatur penegak hukum dengan cara tatap muka dan dialog, untuk diarahkan kepada
dukungan agar dapat bekerja dengan profesional dalam meredam dan menyelesaikan
konflik seperti yang terjadi dikota Tarakan ini, sehingga hal ini kelak menjadi contoh bagi
penyelesaian konflik dan penegakkan hukum pada kasus yang sama dimasa mendatang.
3. Tanggap Darurat
Pengidentifikasian masalah. Saat terjadi konflik, penanganan konflik sosial
dilaksanakan oleh forum/kelompok sistem peringatan dini melalui komunikasi sosial
dengan sasaran ialah, tercapainya kesepakatan-kesepakatan atau konsensus dan bukannya
menghindari konflik sehingga diperoleh suatu rumusan kegiatan yang diuraikan
menjadi langkah-langkah penanganan konflik, diawali dengan pengidentifikasian
masalah, penentuan tindakan, meredam konflik, penindakan dan negosiasi. Pada masa
15

tanggap darurat, petugas lapangan cenderung mengambil langkah represif tanpa


memahami akar masalah sesungguhnya. Jarang sekali petugas lapangan melakukan
pengidentifikasian masalah, sehingga kerap terjadi dimana aparat mengetahui kejadian
hanya berdasarkan dengan apa yang dilihat dilapangan, tanpa ada perencanaan dan
persiapan penanganan konflik sebelumnya. Kesalahan dalam mendiagnosa masalah
tentunya akan dapat mengakibatkan salah penanganan. Adanya kelemahan ini tentunya
dapat di eliminir oleh forum/kelompok sistem peringatan dini untuk bekerjasama
membantu sistem sosial dalam menangani masalah dengan cara pengidentifikasian
masalah.
Penentuan tindakan dilaksanakan setelah pengidentifikasikan masalah. Pada
langkah penentuan tindakan, petugas sistem peringatan dini akan dihadapi dengan situasi
yang rawan, maka prinsip-prinsip perdamaian harus tetap dikedepankan, agar tidak
terbuka peluang terjadinya konflik komunal yang bersifat violent. Langkah meredam
konflik dilakukan setelah pengidentifikasian masalah dan penentuan tindakan. Upaya
meredam konflik dilaksanakan dengan menetapkan instrumen yang digunakan untuk
mencegah, menghindari, meminimalkan, dan mengelola konflik antara berbagai
kelompok atau menyelesaikan sengketa sebelum mereka berkembang menjadi konflik
yang destruktif. Konsep penentuan tindakan. Kelompok sistem peringatan dini yang
telah terbentuk membahas persoalan yang terjadi dengan teknik tatap muka dan dialog.
sehingga dapat menentukan langkah-langkah strategis pada penanganan konflik secara
runtun dalam rangka penentuan tindakan. Kurangnya Informasi serta lemahnya dalam
menganalisa suatu masalah maka output yang diperoleh akan menjadi lemah. Dalam hal
ini, anggota forum/kelompok sistem peringatan dini dari suku tidung, terus bekerja
mengumpulkan tokoh adat tidung serta mengkomunikasikannya, demikian juga dengan
suku Patinjo letta. Hasil dari pertemuan tersebut dapat dianalisa dan didiskusikan sehinga
dapat ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan.
Langkah negosiasi diperlukan guna memperoleh suatu konsensus yang telah
ditetapkan

bersama

sehingga

dapat

dituangkan

kedalam

suatu

Deklarasi,

Forum/kelompok sistem peringatan dini melaksanakan Komunikasi sosial bersama


Pemda, aparat keamanan dan Satkowil serta tokoh masyarakat sampai tingkat desa, agar
terus mendorong masyarakat yang berkonflik untuk membuat berbagai permufakatan
damai. Pada tataran Babinsa (Kades), Danramil (Camat) sampai Dandim (Kapolres),
Komunikasi sosial diarahkan kepada kegiatan untuk meredam potensi konflik,
mendorong aparat penegak hukum pada tataran wilayah Kota sampai dengan Desa atau
16

Kelurahan, dalam menegakan hukum tanpa diskriminasi. Berbagai bentuk kegiatan dalam
rangka mengintensifkan dialog antar kelompok masyarakat untuk dapat meredam potensi
konflik.
Apabila konflik tidak dapat dicegah lagi, maka konflik sosial yang terjadi diatasi
dengan penindakan, penyekatan dan pemisahan melalui komunikasi sosial yang diarahkan
kepada penghentian konflik dengan cara mengkomunikasikan tentang penanganan konflik
komunal sesuai UU No 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS) dan UU no
24/2007 tentang penangulangan bencana sosial. Sedangkan UU no 24/2007 merupakan
penanganan konflik sosial pada saat sebelum, selama dan sesudah terjadi konflik serta
pasca konflik (rehabilitasi dan rekonstruksi) yang dilaksanakan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB)
Forum/kelompok sistem peringatan dini harus berada di lapangan untuk
memastikan langkah penindakan, penyekatan, pemisahan, pencegahan kerumunan masa
serta pembubaran kerumunan, agar memperoleh peluang dari rangkaian peristiwa
tersebut, dimana timbul keinginan masyarakat yang menghendaki untuk berdamai. Hasilhasil pelaksanaan komunikasi sosial tersebut disosialisasikan ke kelompok masingmasing yang bertikai, agar tercipta iklim yang dinamis dan dialogis, sehingga konflik
sosial yang telah terjadi dapat diselesaikan dengan baik dan damai serta penuh semangat
kekeluargaan dan persahabatan.
4. Pasca Konflik
Penanganan konflik sosial setelah terjadi konflik (Pasca konflik), maka harus
dilakukan upaya untuk membangun perdamaian pasca-konflik yang diarahkan kepada dua
masalah utama dan harus dipecahkan, yaitu bagaimana mencegah agar konflik tidak
kembali terjadi, serta mendorong tercapainya konsolidasi perdamaian dan pembangunan
berkelanjutan. Kedua masalah ini menjadi tugas utama dalam upaya perdamaian pascakonflik. Kapasitas kelembagaan (dalam hal ini Forum/Kelompok sistem peringatan dini)
untuk mengatasi kedua masalah ini sangat menentukan keberhasilan pembangunan
perdamaian pasca-konflik.
Forum/Kelompok sistem peringatan dini dalam pembangunan perdamaian pascakonflik, melaksanakan komunikasi sosial yang diarahkan kepada pencegahan konflik
(conflict prevention) dan pemeliharaan perdamaian (peace keeping) serta penciptaan
perdamaian (peace making) yang harus dipadukan dan dijalankan secara berlanjut.
Bahkan, dalam situasi khusus ketika perjanjian damai gagal dijalankan dan masyarakat
pasca-konflik kembali jatuh dalam konflik. Konflik mudah kembali terjadi (recurring
17

conflict) akibat dari kurang kuatnya konsensus dan nilai-nilai pencapaian perdamaian
serta lemahnya kelembagaan yang ada dalam mengimplementasikan perjanjian damai.
Menjalankan konsensus yang telah ditetapkan, membangun sarana dan prasarana
publik yang sempat dirusak, mengembalikan roda perekonomian serta menjalankan roda
pemerintahan agar kembali normal. Komuniasi sosial pasca konflik dilaksanakan dengan
teknik penyuluhan, sosialisasi dan dialog, untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan sikap toleransi juga
dilakukan untuk memberikan pendidikan tentang berbangsa dan bernegara maupun 4
Pilar Bangsa yang dapat di implemetasikan dalam kehidupan sehari-hari.

18

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Humaniora Volume XIV, No.3/2002 dalam
http://jurnalhumaniora.ugm.ac.id/karyadetail.php?id=84
Konflik Tarakan,2010 dalam http://senjadbilly.blogspot.com/2010/10/konfliktarakan.html
http://blog-indonesia.com/blog-archive-7306-945.html)
http://ferli1982.wordpress.com/2011/09/26/konflik-sosial-dan-resolusinya-pada-kasuskerusuhan-tarakan/
http://laylawaty.blogspot.com/2010/09/home-blackberry-facebook-free-download.html
http://www.kodam-mulawarman.mil.id/info/artikel/2714-penyelenggaraan-komsossatkowil-dalam-membentuk-sistem-peringatan-dini-guna-penanganan-konflik-sosial

19

Você também pode gostar