Você está na página 1de 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum di dalam masyarakat erat hubunganya dengan kaedah atau nilai-nilai
yang berlaku dalam suatu masyarakat. Adanya hukum dalam suatu Negara yang
bermasyarakat akan membantu pula adanya ketertiban, keadilan dan keseimbangan hak
dan kewajiban setiap warga Negara yang menduduki suatu wilayah Negara. Hukum
sebagai kaedah merupakan pasokan perikelakuan atau sikap tindak yang sepantasnya,
dimana patokan tersebut memberikan pedoman bagi masyarakat, bagaimana seharusnya
manusia berperikelakuan atau bersikap tindak, yang sesuai dengan norma atau aturan
yang berlaku untuk menentukan sahnya suatu kaedah hukum juga membutuhkan sebuah
landasan kekuatan yang mengikat hukum dimana yang landasan itu terdiri dari tiga
landasan yaitu diantaranya:landasan yuridis yang menjadiakn suatu kaedah hukum itu
sah. Landasan sosiologis yang didasari pada penerimaan masyarakat terhadap suatu
kaedah hukum dan filosifis yang disesuaikan dengan cita-cita hukum sebagai nilai yang
dianut dalam pergaulan hidup masyarakat dengan orientasi kepada landasan dan
keadilan.Disinilah arti penting sebuah kaedah dan landasan sebuah hukum perlu di
tetapkan dalam suatu Negara yang bermasyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa teori dari berlakunya kaedah hukum?
2. Bagaimana pengaruh Agama di dalam hukum?
3. Apa maksud dari landasan kekuatan yang mengikat hukum?

BABI
PEMBAHASAN
A.Teori Keberlakuan Hukum
Orang dapat menyatakan pendapat tentang hukum dalam arti empiris, normative dan
evaluatif. Peristilahan yang sama juga digunakan pada pembedaan berbagai jenis keberlakuan
hukum. Dalam teori hukum, pembagian tiga dalam keberlakuan empiris, normatif dan evaluatif
paling sering dilakukan.
Aulis Aarnio dalam artikelnya membagi keberlakuan hukum sebagai berikut: Systemic
Validity, Factual validity dan axio logical validity.
Ulrich Klug, membedakan jenis jenis keberlakuan sebagai berikut :
1. Keberlakuan Yuridis; positivitas suatu kaidah hukum.
2. Keberlakuan Etis ; hal ini aka nada jika jika sebuah kaidah hukum mempunyai sifat
mewajibkan.
3. Keberlakuan Ideal; jika suatu kaidah bertumpu pada kaidah moral yang lebih tinggi.
4. Keberlakuan Riil; keberlakuan ini ada jika para teralamat kaidah berperilaku dengan mengacu
pada kaidah hukum itu.
5. Keberlakuan Ontologis; akan tidak memiliki keberlakuan jika dipositifkan oleh pembuat
undang-undang yang tidak berpegangan pada tuntutan tuntutan fundamental.
6. Keberlakuan Sosio Relatif; kaidah hukum yang tidak memiliki keberlakuan yuridis, etis dan
riil.
7. Keberlakuan Dekoratif; yang hanya memiliki fungsi lambang
8. Keberlakuan Estetis ; ada jika suatu kaidah hukum memiliki elegansi tertentu
9. Keberlakuan Logikal; kaidah hukum yang secara internal tidak bertentangan.
Menurut Bruggink ada 3 (tiga) macam keberlakuan hukum, yaitu:
1. Keberlakuan normatif atau formal kaidah hukum
Yaitu jika suatu kaidah merupakan bagian dari suatu sistem kaidah hukum tertentu yang di
dalamnya terdapat kaidah-kaidah hukum itu saling menunjuk. Sistem kaidah hukum terdiri atas
keseluruhan kaidah hukum khusus yang bertumpu kepada kaidah hukum umum, kaidah khusus
yang

lebih

rendah

diderivasi

dari

kaidah

2. Keberlakuan faktual atau empiris kaidah hukum

hukum

umum

yang

lebih

tinggi.

Yaitu keberlakuan secara faktual atau efektif, jika para warga masyarakat, untuk setiap kaidah
hukum itu berlaku, mematuhi kaidah hukum tersebut. Keadaan itu dapat dinilai dari penelitian
empiris; dan kaidah hukum dikatakan memiliki keberlakuan faktual, jika kaidah itu dalam
berwenang sungguh-sungguh diterapkan dan ditegakkan. Dengan demikian, kaidah hukum
tersebut dikatakan efektif. Sebab, berhasil mempengaruhi perilaku para warga dan pejabat
masyarakat. Kenyataan tentang adanya keberlakuan faktual ini dapat diteliti secara empirikal
oleh Sosiologi Hukum, dengan menggunakan metode-metode yang lazim dalam ilmu-ilmu
sosial. Dalam perspektif Sosiologi Hukum, maka hukum itu tampil sebagai das Sein-Sollen,
yakni kenyataan sosiologikal (perilaku sosial yang sungguh-sungguh terjadi dalam kenyataan
masyarakat

riil)

yang

mengacu

keharusan

normatif

(kaidah).

3. Keberlakuan evaluatif kaidah hukum


Yaitu jika kaidah hukum itu berdasarkan isinya dipandang bernilai. Dalam menentukan keadaan
keberlakuan evaluatif, dapat didekati secara empiris dan cara keinsafan.
1

a. ISI DAN SIFAT KAIDAH HUKUM


Isi kaidah hukum ada 3 macam yaitu :
1. Suruhan (gebod)
2. larangan (verbod)
3. kebolehan (mogen)
sedangkan sifat kaidah hukum ada 2 macam :
1. imperatif yaitu suatu kaidah hukum dalam keadaan berbuat tidak dapat dikesampingkan. Sifat
: mengikat atau memaksa
2. facultative yaitu suatu kaidah hukum yang dalam keadaan konkret dapat dikesampingkan
dengan perjanjian oleh para pihak. Sifatnya mengatur/menambah

b. PERUMUSAN KAIDAH HUKUM


Perumusan kaidah hokum ada 2 macam, yaitu :
1. hipotetis/ bersyarat : yaitu yang menunjukkan adanya hubungan antara kondisi (sebab) dengan
konsekwensi (akibat) tertentu.

http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.com/2009/04/isi-dan-sifat-kaidah-hukum.html

2. kategori : yaitu suatu keadaan yang menurut hukum tidak menunjukkan adanya hubungan
antara kondisi(sebab) dengan konsekwensi(akibat).

c. TUGAS DAN TUJUAN KAIDAH HUKUM


Tujuan kaidah hukum adalah kedamaian. Yang dimaksud kedamaian adalah suatu keadaan
dimana terdapat keserasian antara (nilai) ketertiban ekstren antar pribadi dengan nilai
ketentraman/ ketenangan intern pribadi.
Sedangkan tugas kaidah hukum adalah untuk mencapai keadilan. Yang dimaksud keadilan
adalah keserasian antara(nilai) kepastian hukum dengan (nilai) kesebandingan hukum.
Hubungan antara tugas dan tujuan hukum adalah bahwa pemberian nilai kepastian hokum akan
mengarah kepada ketertiban ekstren pribadi sedangkan pemberian kesebandingan hukum akan
mengarah kepada ketentraman/ketenangan intern pribadi.

d. PERNYATAAN KAIDAH HUKUM


Kaidah hukum merupakan pandangan hukum tentang bagaimana seharusnya orang berprilaku
dan bersikap tindak menurut hukum. Jadi sifatnya abstrak dan ideal.( das sollen = apa yang
seharusnya)
Pernyataan kaidah hukum telah menyangkur kaidah hukum didalam kenyataan riel, yang
merupakan perwujudan hukum. Disini kita berbicara masalah kenyataan hukum jadi sifatnya riel
( das sein = apa yang senyatanya)

Berlakunya kaidah hukum secara sosiologis menurut teori pengakuan adalah apabila kaidah
hukum tersebut diterima dan diakui masyrakat. Sedangkan menurut teori paksaan berlakunya
kaidah hukum apabila kaidah hukum tersebut dipaksakan oleh penguasa.
Berlakunya kaidah hukum secara filosofis apabila kaidah hukum tersebut dipandang sesuai
dengan cita-cita masyarakat.
Suatu kaidah hukum sebaiknya mengandung 3 aspek tersebut, yaitu jika kaidah hukum berlaku
secara yuridis saja maka hanya merupakan hukum mati sedang apabila hanya berlaku dari aspek
sosiologis saja dalam artian paksaan maka kaidah hukum tersebut tidak lebih dari sekedar alat

pemaksa. Apabila kaidah hukum 2hanya memenuhi syarat filososfis saja, maka kaidah hukum
tersebut tidak lebih dari kaidah hukum yang dicita-citakan.

B.Pengaruh Agama Terhadap Hukum


Adolf schnitzer dalam karyanya Verglecbende Recbtslebre (1961) pada bagian yang menjelaskan
tenteng keluarga hukum yang ada di berbagai Negara, disebutkannya ada lima yaitu:
Keluarga hukum dalam daerah Roman, Germania, Salvia, Anglo-America, dan negara-negara
Afroasia. Beliau menambahkan adanya hukum agama yang sangat berpengaruh yakni hukum
yahudi, hukum kristen, dan hukum islam
Didalam pergaulan masyarakat antara hukum islam dan hukum adat itu ada korelasi, seperti yang
pernah di usahakan dalam pembuktian oleh Prof. Mr. J.Prins, bahwasanya hukum dapat
dilukiskan menurut tiga kemungkinan:
1.

Hukum islam membawa kaidah-kaidah hukum untuk kepentingan-kepentingan yang belum

ada didalam hukum adat Indonesia.


Contoh:Wakaf yang menjadi wakaf di Indonesia
2.

Satu lembaga hukum diatur didalam kedua sistem hukum itu sendiri.

Contoh: Hukum perkawinan


3.

Terdapat bentrokan didalam kaidah-kaidah hukum islam dengan kaidah-kaidah hukum

adat.
Contoh: Hukum perwarisan.

C. Landasan kekuatan yang mengikat hukum


Untuk membentuk suatu peraturan perundang undangan diperlukan landasan, karena
landasan ini memberikan pengarahan terhadap prilaku manusia di dalam masyarakat. Landasan
hukum merupakan pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang dari peraturan
hukum yang konkrit. Dalam setiap landasan hukum melihat suatu cita-cita yang hendak di capai,

http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/02/landasan-kekuatan-dan-teori-keberlakuan.html

oleh karena itu, landasan hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan
cita-cita sosial dan pandangan etis masy nya.
Menurut Eikema Hommes, landasan hukum tidak boleh dianggap sebagai norma norma
hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar dasar umum atau petunjuk bagi
hukum yang berlaku. Landasan landasan hukum yang diperlukan bagi pembentukan peraturan
perundang undang dapat dibedakan kedalam :
1. Landasan hukum yang menentukan politik hukum
2. Landasan hukum yang menyangkut proses pembentukan peraturan perundang undangan
3. Landasan hukum yang menyangkut aspek aspek formal atau struktual atau organisatoris dari
tata hukum nasional
4. Landasan hukum yang menentukan cirri dan jiwa tata hukum nasional
5. Landasan hukum yang menyangkut subtansi dan peraturan perundang undangan.
Landasan Hukum yang bukan universal dipengaruhi oleh waktu dan tempat, maka landasan
hukum pada suatu Negara tidak sama dengan Negara lain.landasan hukum itu mengandung nilai
nilai dan tuntutan tuntutan etik, karenanya landasan hukum merupakan jembatan antara
peraturan peraturan hukum (positif) dengan cita-cita sosial dan pandangan etik masyarakat.
Melalui landasan hukum ini peraturan peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagianbagian dari suatu tatanan etik. karena adanya ikatan internal antara landasan landasan hukum,
maka hukum merupakan suatu sistem, yaitu sistem hukum.
Pandangan Positivisme
1. Tata hukum suatu Negara berlaku bukan karena mempunyai dasar, dalam kehidupan sosial,
maupun dalam jiwa bangsa, dan juga bukan berdasarkan hukum alam, namun mendapat
Pandangan Hukum Alam / Kodrat
1. Kekuatan utamanya tidak hanya berlaku pada nilai moralitas tapi juga pencapaian nilai untuk
keadilan bagi masyarakat.
2. merupakan ideal ideal yang menuntut perkembangan hukum dan pelaksanaannya
3. Metode untuk menentukan hukum yang sempurna
4. Isi dari hukum yang sempurna, dapat dideduksikan melalui akal
5. kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum
6. Memberikan dasar terhadap pengakuan hak hak dasar manusia dalam kehidupan Negara
7. merupakan ide dasar tentang hakikat hukum dan keadilan sebagai tujuan hukum

Positivitas Hukum
Yang dimaksud dengan positivitas kaidah hukum adalah hal ditetapkannya kaidah dalam
sebuah aturan hukum oleh pengemban kewenangan hukum yang berwenang (bevoedge
rechtsautoritet). Hukum positif adalah terjemahan dari ius positum dalam bahasa latin, yang
secara harafiah berarti hukum yang ditetapkan (gested recht). Jadi hukum positif adalah
hukum yang ditetapkan oleh manusia. 3
Beberapa penulis mengidentikan, jika mereka sedang mempersoalkan kaidah hukum
mereka berkeyakinan bahwa hukum positif per-definisi adalah hukum yang berlaku, sebab
hukum positif itu dibuat oleh orang yang berwenang untuk itu.
Terhadap pengidentikan dua sifat kaidah hukum ini terdapat tiga keberatan :
1. Keberatan pertama bersifat teori hukum. Jika orang mengidentifikasikan positivitas dan
keberlakuan kaidah hukum, maka orang mendasarkan keberlakuan pada sesuatu yang bersifat
faktual. Yakni pada fakta ditetapkannya kaidah hukum dan aturan hukum dengan tindakan
faktual para pengemban kewenangan hukum.(Sesuatu yang normatif dilandaskan pada sesuatu
yang faktual). Peralihan yang demikian itu oleh banyak teoritikus hukum dipandang salah.
2. Keberatan kedua adalah bahwa orang pada pengidentikan tersebut bertolak dari suatu
pengertian keberlakuan yang terlalu sempit.
3. Keberatan ketiga adalah bahwa orang juga dapat berbicara tentang keberlakuan kaidah hukum
yang tidak termasuk dalam hukum positif, sebab tidak semua hukum ditetapkan oleh pejabat
hukum yang berwenang.

Beberapa penulis mengidentikan, jika mereka sedang mempersoalkan kaidah hukum mereka
berkeyakinan bahwa hukum positif per-definisi adalah hukum yang berlaku, sebab hukum positif
itu dibuat oleh orang yang berwenang untuk itu.
Terhadap pengidentikan dua sifat kaidah hukum ini terdapat tiga keberatan :
1. Keberatan pertama bersifat teori hukum. Jika orang mengidentifikasikan positivitas dan
keberlakuan kaidah hukum, maka orang mendasarkan keberlakuan pada sesuatu yang bersifat
3

http://munimahmad.blogspot.com/2013/03/makalah-hukum.html

http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2013/07/teori-keberlakuan-hukum.html\

faktual. Yakni pada fakta ditetapkannya kaidah hukum dan aturan hukum dengan tindakan
faktual para pengemban kewenangan hukum.(Sesuatu yang normatif dilandaskan pada sesuatu
yang faktual). Peralihan yang demikian itu oleh banyak teoritikus hukum dipandang salah.
2. Keberatan kedua adalah bahwa orang pada pengidentikan tersebut bertolak dari suatu
pengertian keberlakuan yang terlalu sempit.
3. Keberatan ketiga adalah bahwa orang juga dapat berbicara tentang keberlakuan kaidah hukum
yang tidak termasuk dalam hukum positif, sebab tidak semua hukum ditetapkan oleh pejabat
hukum yang berwenang.

DAFTAR PUSTAKA

http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.com/2009/04/isi-dan-sifat-kaidah-hukum.html
http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2014/02/landasan-kekuatan-dan-teori-keberlakuan.html
http://munimahmad.blogspot.com/2013/03/makalah-hukum.html
http://nurmaliaandriani95.blogspot.com/2013/07/teori-keberlakuan-hukum.html

Você também pode gostar