Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 - 0,6 kilogram per tempat
tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996). Sementara itu, Pemerintah
Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah sakit (RS)
yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki
instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Berdasarkan data dariBadan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima
Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit
saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik. Selebihnya, ada yang
belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi
rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga menyebutkan, hanya
sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut,
digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ
tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala
BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran
yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya
setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran
akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan
laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya limbah medis
yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan
limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu,
kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru
memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis
memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis.
Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi,
limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium. Pasalnya, tangki pembuangan
seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai
tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah
sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk,
1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas
Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena
pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit.
Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan
Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan
dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL,
juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan
surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia
harus di bakar diincinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup
mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk,
1996). Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit,
dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari
kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian
manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami
masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran,
kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran
karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan
uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami
apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya
(Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan
rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan
memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3,
infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan
dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan,
pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat
mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan
karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan
materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan
serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).
1.4. Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta
Lingkungan
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang
mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi
pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan
tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat
mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan
parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah
sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan
lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung
mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang
menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah
sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang
memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan
peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib
buruk (Said, 1999). Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini
paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam
pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara
pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah
rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan
trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini
(Shahib dan Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan
di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan
mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff
rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko
tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang
dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas
dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam
memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan
agar (Agustiani dkk, 2000) :
- Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
- Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata
selama 24 jam.
- Angka kuman.
Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao
gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer.
Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas
kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak
melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.
insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu
1300 - 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai
60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu
rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan
melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain.
Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan
antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan
klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai
(Rostiyanti dan Sulaiman, 2001). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia,
limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah
pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :
- Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
- Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
- Tambahkan lapisan kapur.
- Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan
sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
- Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
1.6. Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat
membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut.
Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari
laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan
dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau
activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan
inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum
"dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya,
ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya.
Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).
1993).
1.7.2. Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur,
laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam
equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan
gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi
mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada
limbah cair (Harper, 1986). Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian
dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses
sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam
berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat
diendapkan (Harper, 1986). Selanjutnya dilakukan proses penyaringan
pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses
penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zatzat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh
permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap
maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus
diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air
yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan
aman ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH),
sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi
(2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil
radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa
organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh,
fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi
hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali
menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih
kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di
sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan
karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan
untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam
proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan
menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat
mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang
banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada
saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan
zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh
permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti.
Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci
(Wilson, 1986). Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan
dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan
kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air
yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi
oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
merupakan bagian dari paket safe injection (suntikan yang aman). Dengan
lokakarya ini diharapkan penerapan safe injection dapat berkembang secara
sistematik di seluruh Indonesia melalui para peserta yang hadir. Program
imunisasi merupakan bagian dari upaya kesehatan dasar yang wajib
tersedia bagi masyarakat dengan mutu yang baik. Hal ini seirama dengan
prinsip hidup sehat dimana masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan
dengan mutu baik dalam lingkungan fisik yang sehat sehingga dapat
memotivasi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Menkes
menyambut baik lokakarya ini dan berharap menjadi forum untuk
mempertemukan para pakar dari berbagai ilmu serta para praktisi baik
dalam maupun luar negeri. Dengan demikian hasilnya akan menjadi acuan
Depkes untuk menyusun konsep manajemen penanganan limbah medis
yang komprehensif di Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Bagian Humas Biro Umum dan Humas. Untuk
informasi lebih lanjut dapat menghubungi telp./fax. 5223002.
gitahafas
Moderator
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
secara jelas dan harus tetap dengan organisasi mengelola fasilitas jika
memungkinkan. Jika hal ini diamati tidak aman terjadi kemudian
menawarkan bantuan.
Benda tajam,
Benda tajam dapat dibakar jika ada proses pembakaran yang efektif (ini
biasanya tidak terjadi) atau dimakamkan di bawah lokasi pembuangan
limbah. Pemakaman adalah metode yang paling umum digunakan. Lubang
pembuangan harus cukup dalam untuk memastikan bahwa benda tajam
tidak dapat dijangkau oleh pemulung manusia atau hewan.
Patologis,
Semua sampah non-logam yang telah di kontak dengan cairan tubuh harus
dibakar pada suhu tinggi untuk benar-benar menghancurkan semua
patogen. Pemakaman tidak dianjurkan. Insinerator sementara atau
permanen bisa dibangun di dalam kompleks fasilitas medis. Lihat angka 3
& 4. Staf fasilitas kesehatan harus dilatih pada penggunaan yang benar
terhadap penggunaan insinerator sebagai salah dapat menyebabkan sampah
yang sedang terbakar kurang.
Insinerator sementara , ini dapat terbuat dari logam 200l diubah drum.
Drum harus dimodifikasi untuk membentuk ruang kebakaran, menolak
kamar dan cerobong asap. Setelah pembakaran abu secara berkala harus
dihapus dan dikubur di daerah yang cocok di tempat yang tidak akan
menimbulkan risiko pencemaran air tanah.
Insinerator tetap , untuk penggunaan jangka panjang insinerator dapat
dibangun dari batu bata.
Sumber: Ardhi2010, SWM Guideline Oxfam BG
http://kiathidupsehat.com/bagaimana-penanganan-limbah-medis-yangbaik/
gitahafas
Moderator
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
berbahaya.
Limbah domestik yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 19%
Beberapa peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan Rumah
Sakit antara lain diatur dalam :
- Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004, mengatur tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
- Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Rumah Sakit
- PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan Beracun (B3)
- Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3
Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun
(LB3) sesuai dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar
limbah spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode limbah D227
tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah klinis yang
termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa,
peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah
laboratorium, dan residu dari proses insinerasi.
Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan
pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda
beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan
kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik
berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah
kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio
aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan
memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan
yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah
infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa
persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun
1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi
yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan
sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan
efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience)
yang tinggi.
Baku Mutu DRE untuk Incinerator
No--------Parameter-----Baku Mutu DRE
1. POHCs 99.99%
2. Polychlorinated biphenil (PCBs) 99.9999%
3. Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) 99.9999%
4. Polychlorinated dibenzo-p-dioksin 99.9999%
Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
gitahafas
Moderator
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30
tidak tahu dari mana sumber pemberitaan media tersebut," kata Indra
Kusuma, pengawas limbah dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemda
Depok dalam inspeksi Kementerian Kesehatan RI di RS Mitra Bersama,
Selasa (6/3/2012).
RS Mitra milik swasta ini telah bekerjasama dengan pihak ketiga yang
bernama PT Wastex Internasional yang bermarkas di Cilegon untuk
mengelola limbah medisnya. Hasil pemeriksaan manifest sendiri
menunjukkan tidak ada kejanggalan. BLH melakukan pemeriksaan limbah
rumah sakit tiap 6 bulan sekali. Sedangkan RS Mitra Keluarga melaporkan
limbahnya ke BLH tiap 3 bulan sekali. Meskipun demikian, pemberitaan
mengenai peralatan media ini tetap menjadi permasalahan serius. Pada
tahun 2005 lalu, 3 rumah sakit di Depok terbukti telah lalai dalam
pengolahan limbahnya dan menyebabkan kejadian serupa.
"Kami akan tetap menyelidiki mengenai penyalahgunaan limbah-limbah
ini. Tapi dari hasil inspeksi sementara di lapangan, kami tidak menemukan
adanya kejanggalan-kejanggalan. Instansi terkait akan kami kerahkan
untuk mencari tahu asal-usul limbah rumah sakit tersebut," kata dr.
Supriyantoro, Sp.P, MARS, Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. Diduga, beredarnya limbah rumah sakit di
masyarakat ini disebabkan adanya beberapa rumah sakit di Jakarta yang
tidak memilki alat pengelolaan limbah sendiri. Akibatnya, kemungkinan
penyalahgunaan limbah oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab
masih terbuka.
gitahafas
Moderator
Number of posts:
22844
Age: 56
Location: Jakarta
Registration date:
2008-09-30