Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
B94144124
B94144127
B94144128
B94144138
PENDAHULUAN
Latar Belakang
BSE merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui kapasitas
reproduksi dari seekor pejantan berdasarkan standar pengukuran dan interpretasi
kriteria tertentu yang terkait dengan kemampuan untuk berkembang biak serta
fertilitas, berdasarkan pengukuran perkembangan testis dan karakteristik semen
(LeaMaster dan DuPonte, 2007).
BSE dilakukan dengan prinsip yang sangat akurat, sehingga dengan
demikian didapatkan pejantan fertile yang unggul. Proses identifikasi dalam BSE
terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu; pertama melakukan physical
examination untuk mengetahui kondisi fisik pejantan secara umum, seperti
melakukan pengamatan terhadap Body Condition Score (BCS), pemeriksaan mata,
kaki, persendian, dan kecacatan, kedua pemeriksaan libido dan kemampuan kawin
dari pejantan unggul yang digunakan, ketiga pemeriksaan terhadap organ genital
seperti pemeriksaan terhadap penis untuk melihat adanya kerusakan fisik, palpasi
scrotum dan testis untuk mengetahui abnormalitas yang dapat menyebabkan
kegagalan fertilitas, palpasi rektal untuk mengetahui adanya abnormalitas pada
urethra, kelengkapan kelenjar assesoris, dan vas deferens, keempat dengan
melakukan pengukuran lingkar skrotum dan yang kelima yaitu evaluasi semen.
Evaluasi sperma meliputi pengamatan terhadap motilitas dan morfologi dari
spermatozoa (LeaMaster dan DuPonte, 2007).
Keberhasilan dalam membuahi sel telur sangat dipengaruhi dari kualitas
spermatozoa, spermatozoa merupakan sel gamet yang dihasilkan oleh testis, yang
terdiri dari bagian kepala (head), midpiece dan bagian ekor (tail) (Senger 2005).
Kualitas spermatozoa yang baik sangat dipengaruhi oleh kesehatan ternak,
kebutuhan pakan dan nutrisi serta organ reproduksi jantan. Tujuan dilakukan
pengamatan BSE adalah untuk menilai apakah hewan pejantan yang di uji
merupakan pejantan yang fertil serta memiliki spermatozoa yang layak digunakan
dalam proses inseminasi buatan (IB).
Tujuan
Tujuan praktikum BSE adalah mengetahui dan melakukan evaluasi semen
segar pada sapi.
Buffer Tris
Natrium Sitrat
1.16 gr
Tris
1.98 gr
Fruktosa
0.62
Fruktosa
0.78
Aquadest
Ad 50 ml
Asam sitrat
1.08 gr
Aquadest
Ad 50 ml
Pengamatan
1
Putih kekuningan
Putih kekuningan
6.4
6.4
Sedang
sedang
Khas
Khas
++
++
90
80
-Estimasi
700
680
-Counting chamber
54
48
Hidup
85%
80%
Mati
15%
20%
Makroskopis
Volume (ml)
Warna
pH
Konsistensi
Bau
Mikroskopis
Gerakan Spermatozoa
Gerakan massa (+/++/+++)
spermatozoa untuk estimasi ulangan pertama dan kedua adalah 700 dan 680, dan
penghitungan counting chamber ulangan pertama 54 juta/ml dan kedua 48 juta/ml,
serta viabilitas spermatozoa hidup dan mati pada ulangan pertama dan kedua
adalah 85 dan 80% (hidup), dan 15 dan 20% (mati). Hasil yang diperoleh sesuai
dengan Garner dan Hafez (2000) yang menyatakan bahwa, motilitas dan
persentase hidup spermatozoa berkisar antara 60%-80%, namun konsentrasi yang
didapatkan dibawah nilai yang disebutkan Garner dan Hafez (2000) yaitu 10002000 juta/ml, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor nutrisi
pakan yang diberikan pada ternak.
Semen Beku Sapi dengan Pengencer Tris Kuning Telur dan Sitrat Kuning
Telur (Post Thawing)
Hasil yang didapatkan dari evaluasi semen beku trdapat dalam Tabel 3 di bawah
ini.
Tabel 3 Hasil Pengmatan Semen Beku Sapi.
Pengencer/Parameter
Semen Cair
Setelah
Ekulibrasi
Post Thawing
Suhu 37oC
Air Kran
Tris-KT-Gliserol
Rataan Motilitas (%)
50
30
28
15
39
30
52.4
42.4
55
74.5
35
70.5
15
49
10
38
27oC
27oC
Semen cair adalah semen segar yang telah diberi bahan pengencer dan
disimpan pada suhu 5C serta dapat digunakan dalam jangka waktu 3 sampai
dengan 4 hari. Tujuan dari penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk
mengurangi laju metabolisme sperma. Laju metabolisme sperma bertambah 2 kali
lipat setiap kenaikan suhu sebesar 100C, maka dari itu penyimpanan semen pada
suhu 40C diharapkan dapat mengurangi laju metabolisme sperma (Parks 2014).
Sperma sangat sensitif terhadap suhu dingin, dibutuhkan bahan pengencer yang
dapat melindungi dan memberi nutrisi pada sperma, contohnya kuning telur. Di
samping itu, bahan pengencer semen harus mengandung sumber nutrisi, buffer,
bahan anti cold shock, antibiotik, dan krioproktektan yang dapat melindungi
sperma (Toelihere 1979). Sumber nutrisi yang paling banyak digunakan adalah
karbohidrat terutama fruktosa yang paling mudah dimetabolisasi oleh
spermatozoa (Toelihere 1993). Buffer berfungsi sebagai pengatur tekanan osmotik
dan juga berfungsi menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa metabolisme
spermatozoa. Bahan anti cold shock yang umum ditambahkan adalah kuning telur
atau kacang kedelai (Aboagla dan Terada 2004), yang dapat melindungi
spermatozoa pada saat perubahan suhu dari suhu ruang (28 oC) pada saat
pengolahan ke suhu ekuilibrasi (5oC). Tujuan lain penambahan bahan pengencer
ke dalam semen yaitu untuk memperbanyak volume semen sehingga jumlah
betina yang dapat difertilisasi secara buatan menjadi lebih banyak (Campbell et
al. 2003). Bahan pengencer yang digunakan adalah tris-kuning telur dan sitratkuning telur, tris (hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan
sebagai penyangga yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi
yang tinggi (Steinbach dan Foote 1967). Hasil yang didapatkan dari evaluasi
pembuatan semen cair terdapat dalam tabel 4, dan grafik 3 di bawah ini.
Tabel 4. Karakteristik motilitas dan viabilitas semen cair sapi dalam pengencer tris kuning
telur dan natrium sitrat kuning telur
Pengencer
Hari Ke-
Motilitas (%)
Tris-Kuning Telur
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
75
45
35
10
3
55
35
25
6
2
Viabilitas (%)
Hidup (%)
Mati (%)
40
60
36
64
30
70
25
75
20
80
80
20
55
45
30
70
15
85
0
100
DAFTAR PUSTAKA
Aminah S Dan Layla Z. 2001. Daya Tahans Hidup Spermatozoa Kambing
Dengan Menggunakan Larutan Pengencer Tris, Air Kelapa, Skim, Dan
Susu Murni, Buletin Teknik Pertanian 6(2):66-68
Basyah MA. 1993. Pengawetan semen kambing peranakan ettawah dengan
pengencer sitrat kuning telur. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.
Dahmani, Y. 2011. Semen Evaluation Methods in Cattle.Magapor R&D
Department. http://www.magapor.com/images/Veterinarios/iDoc_18.pdf.
Diakses tanggal 6 Desember 2013.
Garner DL. 2005. Breeding Soundness Exams. Proceedings, Apllied Reproductive
Strategies in Beef Cattle. Reno Nevada October 27 and 28, 2005,
University Of Nevada, hlm 173-184.
Garner DL dan Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In:
Reproduction in Farm animals. 7th Ed. Hafes ESE & B Hafez (Eds).
Williams & Wilkins: Baltimore.
Hafez ESE. 1987. Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger: Philadelphia.
Hafez ESE & B Hafez. 2000. Reproduction in farm animals. 7th Ed. Lippicott
Williams & Wilkins: Baltimore.
Hartanti D Setiatin ET dan Sutopo. 2012. Perbandingan penggunaan pengencer
semen sitrat kuning telur dan tris kuning telur terhadap persentase daya
hidup spermatozoa sapi jawa brebes. Anim Agricul Jourl, 1( 1) 33 42
Herdis. 2005. Optimalisasi Inseminasi Buatan Melalui Aplikasi Teknologi
Laserpunktur pada Domba Garut (Ovis aries). (Disertasi). Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Herdis, Kusuma Ida dan Angga IW. 2009. Pengaruh Penambahan -Tokoferol
Pada Media Pengencer Tris Kuning Telur Terhadap Kualitas Semen Cair
Domba Garut. Jurnal Sain dan Teknologi, 11(3):175-180
Mazur P. 1980. Fundamental aspects of the freezing of cells, with emphasis on
mammalian ova and embryos. 9th International Conggress on Animals
Reproduction & AI. 1 : 99 114.
Mumu MI. 2009. Viabilitas Semen Sapi Si-mental Yang Dibekukan Menggunakan
Kriopektan Gliserol. Journal Agroland 16 (2) : 172-179.
Partodiharjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Ed. Ke-3. Jakarta: Mutiara
Sumber Widya
Permatasari WD, Setiatin ET & Samsudewa D. 2013. Study on egg yolk diluents
and its effects on semen quality in Java cattle. Anim Agri J 2(1): 143-151.
Poolperm, P. 2001. Factors Influencing Semen Quality and Fertility in Boars.
PhD. Diss. North Carolina State University
Rae DW. 1999. Bull Breeding Soundness Evaluation and Venereal Disease Testing
[terhubung berkala]. [diunduh 2013 desember 17]. Tersedia pada
http://www.animal.ifas.ufl.edu/extension/beef/shortcourse/1999/RAE.pdf.