Você está na página 1de 38

Cara Penanganan Sedimen

Pantai
Kuliah ke-10
Pengendalian Sedimen dan Erosi
Wahyu Widiyanto
Teknik Sipil Unsoed

Cara-cara Penanganan Sedimentasi di


Pantai

Dua masalah di daerah pantai yang


dipengaruhi oleh transpor sedimen
adalah erosi dan sedimentasi.
Penanganan masalah secara buatan
(artifisial) dilakukan ketika mekanisme
perlindungan secara alamiah tidak lagi
memadai.

Erosi atau Sedimentasi?

Beberapa jenis bangunan pantai dimaksudkan untuk


melindungi pantai dari erosi seperti:
a. tembok laut,
b. revetment,
c. groin, dan
d. pemecah gelombang lepas pantai.

Di pihak lain, beberapa jenis bangunan ditujukan untuk


mengatasi sedimentasi seperti
a. jetty,
b. pemecah gelombang, dan
c. bangunan bawah air (underwater sill).

Selain dengan membangun konstruksi


bangunan sipil (hard structure), dikenal
pula perlindungan pantai secara soft
structure. Termasuk dalam jenis ini
adalah sand nourishment, sand by
passing, beach management system
dan artificial reef (terumbu karang
buatan).

Tembok Laut (Seawall)

Revetment

Groin (groyne)

Groin

Pemecah gelombang
lepas pantai (Detached
breakwater)

Daratan yang muncul di


belakang pemecah
gelombang lepas pantai
disebut TOMBOLO

Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai
yang diletakkan pada kedua sisi muara
sungai yang berfungsi untuk mengurangi
pendangkalan alur oleh sedimen pantai.

Pengaruh pembangunan jeti terhadap pantai di sekitarnya

Pemecah Gelombang
Apabila kapal-kapal yang akan berlabuh di
pelabuhan berukuran besar maka alur yang
diperlukan biasanya juga besar (panjang, lebar
dan dalam). Hal ini dapat menambah masalah
yang berhubungan dengan pengerukan.
Seringkali operasi pengerukan harus dilakukan
di perairan yang terbuka. Ketika pengaruh
gelombang mempersulit pengerukan, sering
akan lebih ekonomis apabila alur pelayaran
dilindungi dengan breakwater. Perlindungan
dapat mengurangi jumlah kebutuhan
pengerukan atau membuat operasi pengerukan
lebih efisien.

Layout Pelabuhan Kashima

Pengerukan
Pengerukan (dredging ) dapat
didefinisikan sebagai pengangkatan
material dari dasar daerah perairan ke
permukaan dan membawanya ke jarak
tertentu.
Kegiatan ini cukup luas cakupannya, dari
pengerukan di saluran drainasi hingga
pengerukan mineral di lepas pantai
dengan teknik yang sangat kompleks.

Jenis kapal keruk


Secara garis besar pengerukan da pat dikelompokkan
menjadi 2 jenis yaitu pengoperasian secara mekanis dan
pengoperasian secara hidraulis. Pengerukan mekanis
lebih dulu dipakai karena sederhana dan serupa dengan
mesin keruk di darat. Termasuk dalam kelompok ini
adalah dipper, bucket dan ladder. Bucket dapat dibagi
lagi menjadi jenis grapple, dragline, dipper dan bucket
ladder. Dalam pengerukan yang dioperasikan secara
hidarulis, material yang akan dipindahkan terlebih
dahulu dibuat lepas dan dicampur dengan air untuk
kemudia n dipompa sebagai fluida. Termasuk dalam
jenis ini adalah kapal keruk hisap dustpan (dustpan
dredger), kapal keruk hisap lumpur (suction dredger),
kapal keruk potong hisap (suction cutter dredger) , kapal
keruk hopper potong hisap(hopper suction cutter
dredger).

Pengerukan mekanis mempunyai


keuntungan dapat dioperasikan di
lokasilokasi yang terbatas (dock, jetty)
tetapi tidak mempunyai kemampuan
mengangkut material secara kontinyu
dalam jarak yang jauh. Saat ini
pengerukan hidraulis lebih banyak
digunakan karena relatif efisien,
serbaguna dan ekonomis.

Ambang Bawah Air (Underwater Sill)


Ambang bawah air (underwater sill- UWS)
adalah struktur yang dibangun di dasar
laut dan elevasi puncaknya masih di
bawah muka air. Struktur ini dapat
diletakkan di sekeliling kolam labuh, kolam
putar atau alur pelayaran, dimaksudkan
untuk mengurangi proses sedimentasi
yang terjadi di suatu pelabuhan.

Pembangunan UWS telah dikerjakan di Pelabuhan


Kumamoto Jepang. Diperkirakan endapan yang terjadi di
alur maupun kolam labuh bisa berkurang. Tingkat
pengendapan yang terjadi turun 30 % sampai 50% untuk
tinggi ambang 1,0 1,5 m (Semen Gresik, 1999). Di
Indonesia, UWS selesai dibangun pada tahun 2000 di
Pelabuhan P.T. Semen Gresik (Persero) Tbk, Tuban.
UWS tersebut dirancang dengan bahan beton pracetak,
berbentuk T terbalik, dengan tinggi 2 m, panjang 6 m
dan lebar dasar 6 m, sedangkan tebal dinding 20 s.d. 30
cm. Hubungan antar dinding dilakukan dengan lembaran
karet berkualitas tinggi (rubber sheet). Bangunan UWS
ditempatkan di dasar laut dan didukung dengan tiang
pancang bambu.

Struktur yang memiliki kesamaan fungsi dengan UWS


adalah silt screen. Perbedaannya terletak pada bahan
yang digunakan, dimana pada silt screen tidak dipakai
beton tetapi hanya suatu tabir tipis dengan pemberat di
bawahnya dan pelampung di bagian atas. Yuwono
(2001) mengusulkan dipertimbangkannya pemasangan
silt screen sebagai kelanjutan dari UWS yang telah
dibangun di sekitar kolam labuh dan kolam putar. Silt
screen diusulkan untuk dibangun di kirikanan alur,
terutama alur yang masih dekat dengan littoral zone.
Bilamana silt screen dibangun, lokasi di sekitarnya harus
dilengkapi dengan rambu-rambu navigasi yang baik agar
tidak saling mengganggu dengan nelayan yang menebar
jaring (mencari ikan).

Metode Fluidisasi
Metode pengerukan relatif mahal, terutama jika volume yang
dikeruk tidak terlalu besar. Hal ini karena biaya mobilisasi alat
dan biaya dasar lainnya akan mendominasi biaya operasional
yang sesungguhnya (Triatmadja, 2001). Metode fluidisasi
diharapkan untuk bisa mengatasi permasalahan ini. Metode
fluidisasi masih relatif baru di bidang rekayasa pantai. Namun
sesungguhnya metode ini telah sangat dikenal di bidang
teknik kimia (reaktorreaktor banyak yang menggunakan
prinsip fluidized bed ). Sedangkan di bidang teknik
penyehatan, metode ini dipakai untuk pembilasan media filter
pada sistem pasir cepat. Di kedua bidang teknik tersebut
umumnya yang digunakan adalah fluidisasi satu dimensi.
Untuk penanggulangan sedimentasi di pantai, metode
fluidisasi dikembangkan untuk mengusik sedimen hingga
terfluidisasi yang akhirnya dapat mengalir secara gravitasi ke
area lain yang lebih rendah.

Pada metode fluidisasi diperlukan satu atau


beberapa pipa dengan diameter relatif besar
yang ditanam di dasar saluran (muara) atau di
dalam lidah pasir yang akan dipotong. Pipa
tersebut dipasang memanjang sepanjang
saluran. Diameter pipa dibuat sedemikian rupa
sehingga kecepatan aliran kecil dan kehilangan
tinggi tenaga akibat gesekan dengan pipa relatif
kecil pula. Pipa tersebut diberi lubang di sebelah
kanan dan kirinya, dan jarak antar lubang yang
berdekatan. Pada ujung hulu, pipa dihubungkan
dengan pompa, yang memompa air ke dalam
pipa

fluidizer. Tekanan yang cukup tinggi dari air di


dalam pipa akan memancar melalui lubang
fluidisasi dan mengusik pasir yang menutupnya
hingga terfluidisasi menjadi slurry. Slurry
tersebut diharapkan dapat mengalir ke arah hilir
akibat arus eksternal, arus yang ditimbulkan
oleh semprotan, atau dapat dengan mudah
dipompa ke luar. Dengan demikian yang tersisa
tinggal lubang panjang sepanjang pipa fluidisasi.

Você também pode gostar