Você está na página 1de 24

PEMBAHASAN

Konsep Dasar PPh Wajib Pajak Badan


Menurut UU Perpajakan 2008, Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak
tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan
Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk
memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah
mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
Penghasilan menurut UU Pajak Penghasilan adalah tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaan
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dasar pemotongan pajak dibedakan menjadi penghasilan bruto dan
penghasilan neto. Dasar pemotongan pajak adalah jumlah penghasilan bruto untuk
penghasilan sebagai berikut:
a.

Deviden
1

b.

Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan


pengembalian piutang

c.

Royalti

d.

Hadiah dan penghargaan

e.

Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi

Dasar pemotongan pajak adalah penghasilan neto untuk penghasilan sebagai berikut :
a.

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

b.

Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

Subjek Pajak Badan, terdiri dari :


a.

Dalam Negeri
Badan didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia
Dikecualikan sebagai subjek pajak dalam negeri
Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

b.

Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pembiayaan nya bersumber dari APBN atau APBD

Penerimaan nya dimasukan dalam APBN atau APBD

Pembukuan nya diperikasa oleh aparat pengawasan fungsional Negara

Luar Negeri
-

Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

Menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia

Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT

Bentuk Usaha Tetap

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak Pribadi Orang LN dan
Subjek Pajak Badan LN untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
(pekerjaan bebas) di Indonesia

Bukan Subjek Pajak Badan, terdiri dari :


a.

Badan perwakilan Negara asing

b.

Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
a.

bukan warga Negara Indonesia; dan

b.

di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar


jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
2

c.
c.

negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

Organisasi Internasional
Yang ditetapkan oleh Menkeu dengan syarat Indonesia menjadi anggotanya dan
tidak menjalankan usaha/kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota

d.

Unit tertentu dari badan pemerintah dengan syarat:


-

Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD

Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah


Pusat atau Daerah

II

Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Dasar Hukum PPh Wajib Pajak Badan


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009)
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian besar aturan pelaksanaannya
telah diterbitkan. Perubahan ketentuan peraturan perpajakan ini mengakibatkan
berubahnya bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak lanjut penyampaian SPT PPh Badan, akan
dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT yang memenuhi kriteria akan dilakukan
pemeriksaan.
Tarif Pajak Penghasilan secara umum (disebut juga tarif Pasal 17) diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT untuk menghitung Pajak
Penghasilan terutang dalam satu tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak. Tarif
umum ini dibedakan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri/BUT dan Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri.
Dengan Peraturan Pemerintah dapat diterapkan tarif pajak tersendiri yang dapat
bersifat final atas Penghasilan Tertentu yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan. Besarnya tarif khusus ini tidak
boleh melebihi tarif umum pajak tertinggi berdasarkan Pasal 17 Ayat (1). Penentuan
tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan
dan pemerataan dalam pengenaan pajak.

Berdasarkan Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga


Undang-undang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku untuk tahun pajak 2001, tarif
pajak dibedakan menjadi dua yaitu untuk Wajib Pajak Badan & BUT dan Wajib Pajak
Orang Pribadi. Selengkapnya tarif tersebut disajikan dalam bagian di bawah ini.
Tarif

Pajak

PPh

Badan

Pasal

25/29

Untuk

Tahun

Pajak

2013

Tarif Pajak PPh Badan digunakan untuk menghitung PPh Badan terutang bagi Wajib
Pajak Badan

yang memperoleh penghasilan dari objek pajak

non final.

Tarif Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
sebagai berikut :

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31 E

Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu sebagai berikut :
1.

Tarif Pajak untuk tahun pajak 2013 adalah sebesar 25 % dari Penghasilan Kena
Pajak.

2.

Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada
tarif tersebut yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

3.

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif tersebut (25 %) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Sehingga
menurut Pasal 31E di atas, Wajib Pajak Badan Dalam Negeri (Tidak termasuk
BUT) yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi 50 miliar rupiah, atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sebesar 4.8 miliar rupiah,
mendapat pengurangan tarif 50%, sehingga tarifnya hanya 12.5% saja.

4.

Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak


dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Misalnya Penghasilan Kena
Pajak sebesar Rp120.324.900,00 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah
menjadi Rp120.324.000,00.

5.

Tarif Pajak Pasal 17 dan 31 E dikenakan atas penghasilan kena pajak Wajib Pajak
Badan yang tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang telah
dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
4

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP Nomor 46 Tahun

2013 adalah sebagai berikut:


Atas peredaran usaha bruto bulan Juli sampai dengan Desember 2013 dari Wajib Pajak
Badan yang mempunyai peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar
dalam 1 tahun pajak. berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 dikenakan PPh
Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 1 % dari peredaran usaha bruto dan bersifat final.

III

Variabel-variabel dalam Perhitungan PPh Wajib Pajak Badan


Pendapatan usaha dan penghasilan kena pajak
Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf (b) undang-undang Pajak Penghasilan nomor
36 tahun 2008 bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah
sebesar 28% (dua puluh delapan persen) pada tahun 2009. Untuk tahun pajak 2010
diatur pada Pasal 17 ayat 2a menjadi 25%. Tarif Pasal 17 ayat 2b menjelaskan bahawa
bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseoran Terbuka dapat
memperoleh fasilitas berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dari
tarif normal atau tarif PPh nya menjadi sebesar 20%.
Untuk memperoleh fasilitas penurunan tarif tersebut, Wajib Pajak Badan Dalam
Negeri berbentuk Perseroan Terbuka harus memenuhi persyaratan: (1) paling sedikit
40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa
efek di Indonesia dan masuk dalam penitipan kolektif di lembaga penyimpanan dan
penyelesaian; (2) saham-saham tersebut harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak
dengan ketentuan masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5%
dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh; dan (3) Ketentuan pada
butir (1) dan (2) harus dipenuhi dalam jangka waktu paling singkat 183 hari kalender
dalam jangka waktu satu Tahun Pajak.
Fasilitas atau insentif berupa penurunan tarif ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2013 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan
Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseoraan Terbuka yang
ditetapkan tanggal 21 November 2013 dan mulai berlaku sejak Tahun Pajak
2013. Peraturan Pemerintah ini juga merupakan amanat dari Pasal 17 ayat (2b)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Fasilitas penurunan tarif ini diharapkan dapat meningkatkan peranan pasar modal
sebagai sumber pembiayaan dunia usaha dan mampu mendorong peningkatan jumlah

perseroan terbuka serta meningkatkan kepemilikan publik pada perseoran terbuka


tersebut.
Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berbentuk Perseoran Terbuka yang ingin
memanfaatkan fasilitas ini dapat dilakukan secara self assessment pada saat
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Wajib Pajak Badan dengan melampirkan
persyaratan yang diperlukan.
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1.

Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh


terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 25% X seluruh Penghasilan Kena Pajak

2.

Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp


50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:

PPh Terutang =(50% X 25%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian


peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 25% X Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas.

a.

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang


memperoleh fasilitas yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak

b.

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang


tidak memperoleh fasilitas yaitu:
Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh fasilitas

Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap


Tahun

Tarif Pajak

2009

28%

2010 dan selanjutnya

25%

PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek

5% lebih rendah dari yang


seharusnya

Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000

Pengurangan 50% dari yang


seharusnya

Biaya-biaya yang dapat dikurangkan


Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
a.

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk


biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah,
premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

b.

Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun

c.

Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan

d.

Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.

e.

Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

f.

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

g.

Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

h.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :


-

Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; dan

Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau


Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya

perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang


antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
-

Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan

Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada DJP, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat
yang boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT,
yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena
Pajak, biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh
dikurangkan atau dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk
membeli saham tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang
diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga
pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri
dan BUT, tidak boleh dikurangkan :
a.

Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti : dividen, dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.

b.

Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau
anggota.

c.

Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak


tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk
usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

d.

Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,


dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan.
8

e.

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

f.

Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.

g.

Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan
merupakan Objek Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

h.

Pajak Penghasilan.

i.

Biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang
menjadi tanggungannya.

j.

Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan


komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

k.

Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor
pusat yang tidak boleh dikurangkan adalah :
a.

Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten,


atau hak-hak lainnya;

b.

Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;

c.

Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Penyusutan serta Amortisasi


Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Biaya
yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
9

Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap


penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah
tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Contoh : pada
bulan April 2007 wajib pajak menyewa sebuah kantor untuk jangka waktu lima tahun
sebesar Rp 60 juta. Maka biaya sewa tahun 2007 hanya sebesar Rp 60 juta x (9/60) atau
sebesar Rp 9 juta saja.
Walaupun demikian, tidak ada larangan jika wajib pajak melakukan amortisasi
atas biaya sewa tersebut. Larangan hanya untuk pembebanan sekaligus. Metode untuk
penyusutan dan amortisasi untuk keperluan pajak sebagai berikut :
a.

Garis Lurus (GL), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama
masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

b.

Saldo Menurun (SM), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama
masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai
sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus,
dengan syarat dilakukan secara taat azas.

Berikut tarif yang berlaku untuk penyusutan :

Garis Lurus :
[1]

kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 25% ;

[2]

kelompok 2 untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 12,5% ;

[3]

kelompok 3 untuk aktiva dengan masa manfaat 16 tahun, tarifnya 6,25%

[4]

kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat 20 tahun, tarifnya 5%.

Saldo Menurun :
[1]

kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 50% ;

[2]

kelompok 2 untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 25% ;

[3]

kelompok 3 untuk aktiva dengan masa manfaat 16 tahun, tarifnya 12,5% ;

[4]

kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat 20 tahun, tarifnya 10%.


Jadi tarif penyusutan SM dua kali tarif penyusutan GL. Harap diingat,

untuk keperluan pajak, penyusutan dihitung per bulan. Seandainya kita beli aktiva
tanggal 30 pun maka pada bulan tersebut sudah boleh disusutkan. Selain itu, tarif
diatas tidak berlaku untuk bangunan. Bangunan hanya boleh dihitung dengan GL
dan tarifnya 5%, kecuali jika bukan bangunan permanen maka tarifnya 10% saja.
Jika terjadi pengalihan aktiva atau kejadian luar biasa, seperti kebakaran atau
banjir, maka aktiva tersebut disusutkan sekaligus. Artinya, nilai buku yang ada
langsung dibiayakan. Sebaliknya, jika dijual maka harga jual merupakan
10

penghasilan, jika mendapat penggantian asuransi kerugian maka penggantian


asuransi tersebut merupakan penghasilan.

IV

Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Wajib Pajak Badan
Perhitungan PPh Badan dilakukan pada setiap akhir tahun pajak. Jika ada
kekurangan pembayaran pajak, maka wajib disetorkan paling lambat tanggal 25 pada
bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Pelaporan PPh Badan terutang setiap
tahunnya dilaporkan dengan cara membuat SPT Tahunan PPh Badan, dan dilaporkan
ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah
tahun pajak berakhir. PPh tersebut disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk Masa) dan paling
lambat tanggal 25 Maret tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan
yang berakhir (untuk Tahunan). Pembayaran PPh tersebut dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak
perolehan penghasilan yang berakhir (untuk Masa) dan paling lambat tanggal 31 Maret
tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk
Tahunan).
Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor Penerima Pembayaran
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4 terdekat atau dengan cara lain melalui pembayaran
pajak secara elektronik.
Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan saran Wajib Pajak untuk melaporkan halhal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar,
lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka
arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serat menyampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.
Tata cara perhitungan PPh Pasal 25 untuk wajib pajak badan adalah sebagai
berikut :
PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu

xx

Pengurangan/kredit pajak :
PPh Pasal 22

xxx

PPh Pasal 23

xxx

PPh Pasal 24

xxx

Total kredit pajak

xx (-)
11

Dasar penghitungan angsuran

xxx

Angsuran PPh Pasal 25 = Dasar penghitungan angsuran pajak : 12 (atau jumlah


bulan dalam bagian tahun pajak)

Berikut langkah-langkah penghitungan PPh Badan :


Jumlah penghasilan neto bruto

xxxx

Biaya

xxxx

Penghasilan neto komersial

xxxx

Koreksi fiskal:
Positif

xxxx

Negatif

(xxxx) +/-

Penghasilan neto fiskal

xxxx

Kompensasi kerugian

xxxx

Penghasilan kena pajak

xxxx

PPh terutang

xxxx

Kredit pajak:
Dipotong/dipungut pihak ketiga

xxxx

Telah dibayar sendiri

xxxx +

Jumlah kredit pajak

xxxx

Kurang/lebih bayar

xxxx

CONTOH PERHITUNGAN PPh WAJIB PAJAK BADAN


1.

Tarif PPh Pasal 17 ayat 1 huruf (b)

Berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf (b) undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36


tahun 2008 bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah
sebesar 28% (dua puluh delapan persen). untuk tahun pajak 2010 diatur pada Pasal 17
ayat 2a menjadi 25%. untuk itu pph terutang badan pada tahun 2012 menggunakan tarif
25 %.
contoh :
PT sempurna memiliki jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2012 Rp
54.000.000.000,00 dan jumlah Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 4.000.000.000,00.
PPh terutangnya adalah = 25% x Rp 4.000.000.000,00 = Rp 1.000.000.000,0

12

2.

Tarif Pasal 17 ayat 2b

Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di indonesia dan dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah
daripada tarif sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a Undangundang nomor 36 tahun 2008. PPh Terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
dengan Penghasilan Kena Pajak.
Contoh

PT Meranti tbk memiliki penghasilan Kena Pajak tahun 2012

sebesar Rp.

1.250.000.000,00. PPh terutangnya = (25% - 5% ) x Rp 1.250.000.000,00


= Rp 250.000.000,00
Peraturan terkait : Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2007 tentang penurunan
tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.
3.

Tarif PPh berdasarkan Pasal 31 E Undang-undang Pajak Penghasilan


nomor 36 tahun 2008
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.

50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp.4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah). Penghitungan PPh
terutang berdasarkan Pasal 31E dibagi menjadi dua cara yaitu:
1.

Jika peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 maka


penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut :
PPh Terutang = 50% x 25% x Seluruh Penghasilan Kena Pajak.
Contoh :
Peredaran

bruto

PT

Saraswati

tahun

Pajak

2012

sebesar

Rp.4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.


500.000.000,00. Maka PPh terutangnya adalah :
= 50% x 25% x Rp. 500.000.000,00
= Rp. 62.500.000,00
2.

Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp


50.000.000.000,00 penghitungan PPh terutangnya adalah sebagai berikut :

13

a.

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran


bruto yang memperoleh fasilitas yaitu :

b.

Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto


yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak
dikurangi dari bagian bruto yang memperoleh fasilitas.

Contoh:
Peredaran

:
bruto

PT

30.000.000.000,00

Nusantara

dengan

tahun

pajak

2012

sebesar

Rp.

Penghasilan

Kena

Pajak

sebesar

Rp

3.000.000.000,00. Cara Menghitung PPh Terutang Badan tahun 2012 untuk


PT Nusantara sebagai berikut :
1.

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang


memperoleh fasilitas :
= (Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00
= Rp. 480.000.000,00

2.

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas :
= Rp 3.000.000.000,00 - Rp 480.000.000,00
= Rp 2.520.000.000,00

3.

PPh Badan yang Terutang tahun 2012 :


= (50% x 25% x Rp 480.000.000,00) + ( 25% x Rp 2.520.000.000,00)
= Rp 60.000.000,00 + Rp 630.000.000,00
= Rp 690.000.000,00

Penyusunan SPT Wajib Pajak Badan


Wajib Pajak PPh Badan Wajib mengisi SPT Tahunan PPh Badan setiap tahun
untuk melaporkan pajak penghasilan yang terutang dalam tahun tersebut. Pengisian

14

SPT Tahunan tersebut menggunakan formulir 1771 yang terdiri dari tujuh formulir
yaitu
1.

Form 1771 yang merupakan formulir induk (2 lembar / halaman 1 dan 2),

2.

Form 1771 I (lampiran I) yang berisi tentang penghitungan penghasilan neto


fiskal,

3.

Form 1771 II (lampiran II), berisi perincian harga pokok penjualan, biaya usaha
lainnya dan biaya dari luar usaha,

4.

Form 1771 III (lampiran III), berisi tentang kredit pajak dalam negeri (yang
dipotong atau dipungut pihak lain meliputi PPh 22, dan 23),

5.

Form 1771 IV (lampiran IV), berisi tentang rincian PPh final dan penghasilan
yang tidaktermasuk objek pajak,

6.

Form 1771 V (Lampiran V), berisi daftar pemegang saham/pemilik modal dan
jumlah dividen yang dibagikan dan daftar susunan pengurus dan komisaris,

7.

Form 1771 VI (lampiran VI), daftar penyertaan modal pada perusahaan afiliasi,
daftar pinjaman (utang) dari pemegang saham dan/atau perusahaan afiliasi, dan
daftar pinjaman (piutang) kepada pemegang saham dan/atau perusahaan afiliasi.
Selain tujuh formulir di atas, juga wajib ditambahkan lampiran tersendiri

berupa :
1.

Laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi)

2.

Daftar aktiva tetap dan penyusutannya apabila mempunyai aktiva tetap

Formulir lain yang bersifat opsional untuk dilampirkan adalah :


1.

Daftar Cabang utama apabila mempunyai cabang.

2.

Daftar penghitungan kompensasi kerugian fiskal apabila Wajib Pajak mempunyai


kerugian tahun tahun sebelumnya.

3.

Pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa, apabila terdapat transaksi dengan


pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

4.

Daftar fasilitas penanaman modal apabila mendapatkan fasilitas penanaman


modal.

5.

Perhitungan PPh pasal 26 ayat (4) dan SSP lembar ketiga khusus Wajib Pajak
BUT.

6.

Kredit pajak luar negeri apabila mempuyai kredit pajak luar negeri.

7.

Surat kuasa khusus (bila dikuasakan).

15

Untuk pengisian SPT Tahunan PPh Badan hal hal yang perlu diperhatikan
adalah :
a.

Dalam SPT PPh Tahunan PPh Badan (formulir 1771) terdiri dari dua lembar
induk dan enam lampiran (1771 I, 1771 II, 1771 III, 1771 IV, 1771 V, 1771 VI),

b.

Untuk pengisian dimulai dari lampiran yang terakhir kemudian baru ke induk
SPT,

c.

SPT harus diisi dengan lengkap, jelas, dan ditanda tangani,

d.

Seluruh induk dan lampiran harus tetap disampaikan, walaupun isinya nihil,

e.

SPT Tahunan WP Badan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak paling


lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya, mulai tahun pajak 2008 paling lambat
disampaikanntanggal 30 April tahun berikutnya.
Sebelum melakukan pengisian SPT Tahunan PPh Badan tersebut, untuk

memudahkan pengisian SPT, maka terlebih dahulu adalah menganalisis laporan


keuangan tersebut terutama mengidentifikasi penghasilan final, penghasilan bukan
obyek pajak, koreksi positif dan koreksi negatif.
DROP BOX
Fasilitas Drop box
Program sunset policy yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pajak telah
membuahkan hasil yang signifikan, terutama kesadaran masyarakat untuk memiliki
NPWP. Sehingga jumlah yang memiliki NPWP saat ini mengalami peningkatan yang
berdampak penerimaan SPT Tahunan pun mengalami peningkatan menurut Desi
Sutriani (2010). Dirjen Pajak memberikan fasilitas pelayanan berupa drop box pajak
untuk mempermudah wajib pajak dalam melaporkan SPT tahunan. Berdasarkan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 15/PJ/2009 Dalam rangka meningkatkan
pelayanan dan memberikan berbagai kemudahan kepada Wajib Pajak, Kantor
Pelayanan Pajak dan Kantor Penyuluhan Pelayanan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) di seluruh Indonesia agar menyediakan Drop Box. Berdasarkan Surat Edaran
Nomor 6 Tahun 2010 menyatakan pengertian dropbox, dropbox adalah tempat dimana
SPT Tahunan dapat diterima. Dropbox ini sesuai namanya, berbentuk kotak berukuran
cukup besar dengan logo DJP dan lubang seperti celengan tempat memasukkan SPT
Tahunan. dropbox ini ditempatkan pada tempat yang memang strategis, seperti pusatpusat perbelanjaan dan pusat-pusat keramaian di mana saja yang nantinya akan
disediakan dropbox maupun ditaruh di kantor-kantor pajak.

16

Drop Box pertama kali dikenalkan pada tahun 2009 sebagai inovasi pelayanan
dalam penerimaan SPT/ e-SPT Tahunan disamping sarana pelayanan lain yang sudah
ada yaitu penyampaian SPT melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), KP2KP, pos
tercatat, jasa ekspedisi, maupun e-Filling. Pelayan dropbox ini dapat memudahkan
wajib pajak dalam menyampaikan SPTnya, karena wajib pajak tidak perlu datang ke
tempat dimana wajib pajak tersebut terdaftar tetapi bisa mendatangi dropbox yang
tempatnya sudah ditentukkan seperti KPP, pusat perbelanjaan, pusat bisnis dan tempattempat umum lainnya dimana layanan dropbox tersebut dibuka. Tujuan pelayanan
dropbox yang disebar ditempat-tempat tertentu selain di KPP selain untuk memudahkan
wajib pajak juga untuk memperluas akses penyerahan SPT dan untuk menghindari
terjadinya antrean pada akhir-akhir penyerahaan batas waktu SPT. Jenis pelayanan SPT
Tahunan yang dapat disampaikan melalui Drop Box DJP adalah SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak Orang Pribadi (1770SS, 1770S, dan 1770) dan SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771$). Pada tahun 2012 ini dropbox hanya
menerima laporan SPT tahunan untuk tahun 2011, tidak menerima pelayanan untuk
SPT tahunan pembetulan dan keterlambatan SPT tahunan.
Tata cara melaporkan SPT melalui drop box hampir tidak ada bedanya dengan
tata cara lapor sebagaimana biasa di tempat pelayanan terpadu di KPP. Tata cara
melaporkan

SPT

pada

umumnya

Menurut

Mardiasmo

(2009:30),

prosedur

penyampaian SPT adalah pertama, wajib pajak sebagaimana mengambil sendiri surat
pemberitahuan ditempat yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak atau mengambil
dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan
peraturan Menteri Keuangan. Wajib pajak juga dapat mengambil surat pemberitahuan
dengan cara lain, misalnya dengan mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk
memperoleh formulir surat pemberitahuan tersebut. Kedua, setiap wajib pajak wajib
mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap ddan jelas dalam bahasa indonesia
dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen
Pajak. Ketiga wajib pajak yang telah mendapat izin menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa aSing dan mata uang lain
selain Rupiah, wajib menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang di izinkan. Keempat,
penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel atau
17

tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang
sama. Bedanya adalah bila lapor di drop box,
SPT Tahunan akan dimasukkan ke amplop yang ada kolom isian NPWP, nama
WP, tahun pajak, status SPT (Nihil, Kurang Bayar, atau Lebih Bayar), dan nomor
telepon. Sedangkan untuk tata cara penerimaan SPT yaitu pertama Petugas TPT/Pojok
Pajak/Mobil Pajak/Drop Box menerima amplop tertutup yang berisi SPT Tahunan/eSPT Tahunan dari Wajib Pajak, termasuk dari Wajib Pajak yang tidak terdaftar di
wilayah kerja KPP dimana TPT/Pojok Pajak/Mobil Pajak/Drop Box tersebut berada,
dan langsung memberikan Tanda Terima SPT kepada Wajib Pajak tanpa didahului
penelitian atas kelengkapan SPT. Kedua, KPP wajib mengirimkan SPT Wajib Pajak
yang tidak terdaftar pada KPP tersebut kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar,
paling lambat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari, kecuali untuk SPT Lebih Bayar
(LB) paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak SPT diterima. Ketiga, KPP
melakukan penelitian atas kelengkapan SPT paling lama dalam jangka waktu 2 (dua)
bulan setelah SPT diterima sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2009, kecuali untuk SPT Lebih Bayar (LB)
dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. Keempat, Apabila
berdasarkan hasil penelitian SPT Tahunan/e-SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap,
terhadap Wajib Pajak dikirimkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT
Tahunan.

18

SIMPULAN

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
Tarif Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
sebagai berikut :

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan Pasal 17 dan Pasal
31 E Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu
sebagai berikut :

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP Nomor 46 Tahun
2013 adalah sebagai berikut:

Variabel-variabel dalam Perhitungan PPh Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut
Pendapatan usaha dan penghasilan kena pajak, Biaya-biaya yang dapat dikurangkan, Biayabiaya yang tidak dapat dikurangkan, Penyusutan serta Amortisasi.
Perhitungan PPh Badan dilakukan pada setiap akhir tahun pajak. Jika ada kekurangan
pembayaran pajak, maka wajib disetorkan paling lambat tanggal 25 pada bulan ketiga setelah
tahun pajak berakhir. Pelaporan PPh Badan terutang setiap tahunnya dilaporkan dengan cara
membuat SPT Tahunan PPh Badan, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat
paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. PPh tersebut disetor
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan penghasilan yang
berakhir (untuk Masa) dan paling lambat tanggal 25 Maret tahun berikutnya setelah tahun
pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk Tahunan).

19

DAFTAR PUSTAKA

http://indahjewel.blogspot.com/2012/06/makalah-wajib-pajak-wp-badan.html(diakses

pada

tanggal 30 Oktober 2014)


http://bayar-pajak.blogspot.com/2013/06/menghitung-pph-badan-dengan-fasilitas.html
(diakses pada tanggal 31 Oktober 2014)
http://hastari-hayu.blogspot.com/2012/01/pph-badan.html

(diakses

pada

tanggal

04

Nopember 2014)
http://www.pajak.go.id/content/fasilitas-penurunan-tarif-pajak-penghasilan-bagi-wajib-pajakbadan-dalam-negeri-berbentuk(diakses pada tanggal 04 Nopember 2014)
http://www.wibowopajak.com/2012/02/tarif-pajak-pph-pasal-2529-untuk-wajib_08.html(diakses

pada tanggal 04 Nopember 2014)


http://amrizalbay.blogspot.com/2014/01/tarif-dan-contoh-cara-menghitung-pph.html(diakses
pada tanggal 04 Nopember 2014)
http://pembayarpajak.com/index.php/articles/pajak-penghasilan/pph-umum/20-mengenaltarif-pph-badan(diakses pada tanggal 04 Nopember 2014)
http://thepowerofkitty-tax.blogspot.com/2013/01/subjek-pajak-dan-tidak-subjekpajak.html(diakses pada tanggal 04 Nopember 2014)
http://kudusblog.blogspot.com/2013/10/perhitungan-spt-tahunan-pph-opbadan_838.html
(diakses pada tanggal 04 Nopember 2014)
Sutriani, Desi 2010. Tinjauan Atas Pelaksanaan Pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dengan Fasilitas Drop Box Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, Bandung: Jurnal Akuntansi, Universitas
Komputer Indonesia.

20

LAMPIRAN 1
Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final dan penghasilan yang bukan
obyek pajak juga dilakukan koreksi fiskal, yang sebenarnya merupakan koreksi fiskal
negatif, namun dalam memudahkan pengisian SPT tahunan, maka atas koreksi khusus
penghasilan final danbukan obyek pajak dilakukan tersendiri.

Sedangkan untuk penghasilan yang bukan obyek pajak yang diterima oleh Wajib
Pajak Badan adalah :
a.

Bantuan / Sumbangan
Bantuan / sumbangan yang bukan obyek pajak yaitu yang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan
21

b.

Hibah yang diterima khusus oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil.

c.

Deviden yang berasal dari cadangan laba yang ditahan


Khusus bagi penerima deviden berbentuk PT, BUMN dan BUMD yang
penyertaaanya minimal 25% serta koperasi. Selain penerima deviden diatas
termasuk pengertian obyek pajak.

d.

Penghasilan yang diterima dana pensiun meliputi :


-

Penerimaan iuran

deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia

obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia

saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

e.

Bunga / diskonto obligasi yang diterima reksadana

f.

Bagian laba yang diterima perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha

22

LAMPIRAN 2

23

LAMPIRAN 3
Ilustrasi:

PT. Anti Amsyong menjual komputer dan ATK. Diketahui Laba bersih sebelum pajak 2013 sebesar
Rp.480.000.000. Dan laba bersih 6 bulan (jan-jun) adalah Rp.200.000.000. Peredaran usaha/bruto 2013
sebesar Rp.5.000.000.000. Perusahaan ini juga membayar angsuran PPh 25 selama Januari-Juni dengan
nilai 2.000.000/bulan. Maka hitung pajak di SPT Tahunan PPh Badan 2013 dengan asumsi PT. Anti
AMsyong wajib PP 46?
Jawaban:
WP

Badan

Laba

suka
bulan

atau

tidak

pertama

suka

harus

Rp.200.000.000.

membuat
Pajak

laporan

Laba

Rugi

badan

Terutang

semester
2013

adalah

25%*50%*200.000.000=Rp.25.000.000. Angsuran PPh 25 Badan jan-jun totalnya 12.000.000 (2jt*6bln)


Pajak yang masih harus dibayar 25.000.000-12.000.000= Rp.13.000.000

24

Você também pode gostar