Você está na página 1de 6

1

Kasus Hanging
Dengan Posisi Duduk Bersandar Di Kursi Sofa
Tutik Purwanti, Hariadi Apuranto

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


FK Unair RSUD Dr Soetomo Surabaya
Abstrak
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering pada Hanging ( sekitar 90% )
dari seluruh kasus (Idris AM. 1997).
Salah satu cara bunuh diri yang mudah dikerjakan adalah gantung diri (Apuranto H. 2004),
karena dengan alat yang sederhana seperti tali rafia, ikat pinggang atau kabel listrik gantung diri ini
dapat dikerjakan oleh korban, mengingat alat - alat tersebut mudah didapatkan.
Kasus gantung (hanging) yang masuk Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU
Dr. Soetomo Surabaya Januari Desember 2013 kasus mati tak wajar sebanyak 960 kasus, kasus
dengan gantung diri sebanyak 24 kasus. Yang dilakukan pemeriksaan luar saja sebanyak 20 kasus,
sedangkan yang diotopsi sebanyak 4 kasus dan korbannya kebanyakan laki laki serta dewasa muda.
Pada laporan kasus ini ditemukan hanging dalam posisi duduk setengah tidur dan
tergantung dengan tali kabel telpon. Diperlukan olah TKP, pemeriksaan luar dan dalam untuk
mengetahui cara dan sebab kematiannya. Pada pemeriksaan luar dan dalam ditemukan tanda tanda
khas mati lemas (asphyxia) berupa bintik perdarahan, sianosis, darah tampak lebih gelap dan encer,
pelebaran pembuluh darah otak serta edema paru.
Keyword: hanging, suicide, asfiksia.

Pemeriksaan TKP
Korban ditemukan dalam keadaan tergantung di
Kusen jendela dengan posisi duduk di sofa.
Korban laki-laki, umur lebih kurang 61 th,
panjang badan 165 cm dalam keadaan telah
meninggal.
Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik
lainnya selain jejas jerat akibat jeratan yang
menjadi erat karena berat badan korban. Korban
diperkirakan meninggal dunia antara pukul 17.00
sampai 20.00 WIB tanggal 13 Febuari 2014.
Keadaan tersebut lazim terjadi pada peristiwa
gantung diri.
Untuk mengetahui penyebab kematian pasti perlu
dilakukan Otopsi.
Jenazah diterima di Instalasi Forensik dan
Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya tanggal
13 Febuari 2014, pukul 21.45 WIB, dilakukan
pemeriksaan luar dan dalam pada tanggal 14
febuari 2014, pukul 10.00 WIB atas permintaan
(SPVR) Polsekta Tambaksari.
Hasil Pemeriksaan Luar
Jenazah laki-laki, umur 61 tahun, panjang badan
165 cm, berat badan 64 kg, kulit sawo matang,
dan keadaan gizi baik.

Jenazah berlabel tetapi tidak bersegel.


Lebam mayat pada ujung tangan, punggung dan
jari jari serta telapak kaki, kaku mayat pada
seluruh persendian, dan tidak didapatkan tanda
tanda pembusukan.
Kepala: Wajah berwarna kebiruan. Mata kanan
dan kiri : Perdarahan bintik bintik pada selaput
lendir mata kiri. Mulut : bibir atas dan bawah
berwarna kebiruan.
Leher : ditemukan tali kabel di leher berwarna
biru muda dengan diameter nol koma empat
sentimeter dengan simpul hidup sebanyak satu
buah yang terletak sembilan sentimeter di bawah
lubang telinga kiri. Pada kulit leher terdapat luka
lecet berwarna merah kecoklatan yang melingkari
leher sepanjang tiga puluh tujuh sentimeter, lebar
nol koma tujuh sentimeter, kedalaman nol koma
lima sentimeter. Pada bagian depan jejas terletak
di bawah jakun melingkar ke arah kanan sampai
delapan sentimeter dibawah telinga kanan dan
menyerong kearah atas sampai lima koma lima
sentimeter di bawah lubang telinga kiri.
Anggota gerak atas : Kuku jari jari berwarna
keunguan, telapak tangan pucat.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 16 No. 2 April Juni 2014

Hasil Pemeriksaan Dalam


Rongga dada:
Paru kanan : tepi tajam, permukaan licin, warna
merah kehitaman, pada perabaan padat kenyal,
dan didapatkan suara derik, berat 630 gram.
Paru Kiri : tepi tajam, permukaan licin, warna
merah kehitaman, pada perabaan padat kenyal,
dan didapatkan permukaan mengkerut dan ada
sebagian yang mengeras, berat 550 gram.
Otak : Pembuluh darah permukaan otak melebar,
warna otak putih, pada perabaan padat kenyal,
pada irisan tidak ditemukan cairan merah, berat
1200 gram. Otak kecil berat 275 gram, pada irisan
tidak ditemukan kelainan. Batang otak tidak
ditemukan kelainan.
Leher. Jaringan bawah kulit dan otot : tidak
ditemukan kelaianan. Tulang lidah dan tulang
rawan gondok : tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan TKP
Pemeriksaan korban dimulai setelah
pengambilan foto dan pembuatan sketsa dilakukan
secara lengkap ( Geberth V.J. 1993). Sketsa
tersebut memuat posisi korban terhadap barang
barang di sekitar korban.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan
Tempat Kejadian perkara, dengan hasil Korban
laki-laki, umur lebih kurang 61 th, panjang badan
165 cm dalam keadaan telah meninggal. Tidak
ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik lainnya
selain jejas jerat akibat jeratan yang menjadi erat
karena berat badan korban. Korban ditemukan
dalam keadaan tergantung dalam posisi duduk di
sofa dengan tali terikat di kusen jendela Keadaan
TKP tenang, dan ditemukan kabel telepon yang
sudah tidak digunakan menempel di dinding. Tali
gantung terbuat dari kabel telepon yang dipilin
dan simpul pada leher berupa simpul hidup
terletak di bawah telinga kiri, sedangkan pada
kusen jendela adalah simpul mati dengan satu
buah lilitan. Jarak antara simpul di kusen dan
leher 60 Cm sedangkan jarak antara kusen dan
lantai 100 Cm. Korban terakhir terlihat pukul
17.00 WIB. Korban diperkirakan meninggal dunia
antara pukul 17.00 WIB sampai 20.00 WIB
tanggal 13 Febuari 2014. Keadaan tersebut lazim
terjadi pada peristiwa gantung diri. Untuk
mengetahui penyebab kematian pasti perlu
dilakukan Otopsi.
Kasus gantung (hanging) hampir selalu
kasus bunuh diri, meskipun ada beberapa kasus
yang dilaporkan adalah pembunuhan dengan cara
si korban dibuat sedemikian rupa seolah olah

bunuh diri ( Knight B. 1997, FKUI edisi 2, Idris


M.A. 1997 ), untuk itu perlu sekali diadakan
pemeriksaan Tempat kejadian perkara ( TKP ).
Pada kasus gantung (hanging) ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TKP,
sehingga dapat membantu memperkirakan cara
kematian, hal hal yang dimaksud seperti tersebut
pada tabel berikut.
Tabel 1. Perkiraan cara kematian pada pemeriksaan TKP.
Pembunuhan
A. Alat Penjerat
Simpul

Jumlah lilitan
Arah
Jarak
titik
tumpu simpul

B. Korban
Jejas jerat
Luka
perlawanan
Luka luka
lain
Jarak dari lantai
C. TKP
Lokasi
Kondisi
Pakaian

Bunuh diri

Biasanya
simpul mati.
Hanya satu.
Mendatar.
Dekat.

Simpul hidup.

Berjalan
mendatar.
(+)

Meninggi kearah
simpul
(-)

Ada, sering di
daerah leher.

Biasanya
tidak
ada,
mungkin
terdapat
luka
percobaan lain.
Dekat, dapat tak
tergantung.

Jauh.

Satu atau lebih.


Sering keatas.
Jauh.

Bervariasi.
Tak teratur.
Tak teratur,
robek.
Dari
si
pembunuh.

Tersembunyi.
Teratur.
Rapi & baik.

E.Surat Peninggalan

(-)

(+)

F. Ruangan

Tak teratur,
terkunci dari
luar.

Terkunci
dalam.

D. Alat

Dari yang ada di


TKP.
dari

Sumber : Ilmu Kedokteran Forensik FKUI edisi 2

Alat Penjerat
Alat penjerat yang sering digunakan antara lain
stocking, kabel telpon / listrik, sleyer, tali goni
dan kadang kadang baju korban. Jika yang
digunakan tali goni jejas cekungan
yang
ditimbulkan sangat jelas akibat tekanan simpul
dan helaian tali, sedangkan jika tali yang
digunakan mempunyai permukaan yang lembut
tanda tanda yang ditimbulkan tidak banyak yang
dapat diidentifikasi ( Fateh A. 1973).
Pada kasus ini korban menggunakan tali
dari kabel telepon yang mempunyai penampang
kecil.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 16 No. 2 April Juni 2014

Bila ditemukan alat jerat yang dicurigai


dipakai untuk menjerat korban pada TKP, tetapi
terpisah dari tubuh korban, maka perlu diperiksa
epidermis yang ada pada alat jerat tersebut yang
kemudian dibandingkan dengan bekas jerat pada
leher korban ( Fatteh A. 1973)
Tidak jarang alur jerat membentuk
cetakan yang sesuai dengan bentuk alat jerat yang
digunakan. Bila alat penjerat mempunyai
permukaan luas, maka tekanan yang ditimbulkan
tidak terlalu kuat / besar, tetapi cukup untuk
menutup pembuluh darah vena sehingga muka
korban tampak sembab, mata menonjol, wajah
merah kebiruan dan kadang kadang disertai
keluarnya lidah atau air liur, sebaliknya jika alat
penjerat yang digunakan mempunyai permukaan
kecil, maka tekanan yang ditimbulkan kuat / besar
sehingga dapat menekan baik pembuluh darah
vena maupun pembuluh darah arteri yang
menyebabkan muka korban pucat dan tidak ada
penonjolan mata ( Idris AM. 1997, Keith Simpson
1972 ).Pada kasus ini kabel dililitkan sekali lilitan
pada leher dengan simpul hidup.
Korban
Sebelum korban diturunkan dari tiang
gantungan, maka perlu diukur tinggi tiang
gantungan, panjang tali pengantung dan jarak
ujung
kaki dari lantai ( pada kasus yang
tergantung komplit). Pada kasus gantung diri kaki
tidak selalu harus bebas dari lantai, karena
gantung diri dapat dilakukan dengan kaki
menempel lantai kemudian lutut ditekuk (
Gonzales1954. Hariadi A. 2005. Njowito H.
1992). Makin jauh jarak antara kaki korban
dengan lantai, maka makin kuat dugaan bahwa
kasus tersebut adalah suatu pembunuhan, dan
makin dekat jarak simpul dengan tiang tumpuan,
semakin besar dugaan kasus tersebut adalah
pembunuhan ( Apuranto H. 2005). Pada kasus ini
posisi korban duduk di sofa, dan jarak antara
simpul dengan kusen jendela tempat mengikatkan
kabel dekat dan mudah dijangkau.
Tekanan 10 pon pada leher sudah dapat
menghentikan aliran darah di leher, namun jejas
yang terlihat tidak jelas, bahkan mungkin tak
terlihat sama sekali ( Dahlan S. 2000 ). Sedangkan
tekanan pada area a. Carotis selama 10 menit
menyebabkan korban tak sadar, perubahan
elektro cardiographi ( EKG ) minimal,
peningkatan amplitudo electro encephalographi (
EEG ), dan pergerakan pernafasan terhambat ( J.
D. Dominick, J, M, Dimaio V. 1993 )

Dan beberapa pembuluh darah lain dapat tertutup


dengan tekanan tertentu, seperti terlihat pada tabel
4
Tabel 2.
Besar tekan yang dapat menyebabkan
tertutupnya pembuluh darah

No
1
2
3

pembuluh
darah
Arteri
cerebralis
Arteri
vertebralis
Vena Jugularis

tekanan (
lb. )
11
6.6

Keterangan
1 lb lebih
kurang
0,45 kg

4.4

Sumber : Fatteh A Hand book of forensic pathologi 1973

Pada kasus bunuh diri biasanya tali


diikatkan pada ketinggian, tetapi pada korban
yang mempunyai ketrampilan, tali dapat
diikakkan pada pegangan pintu atau sesuatu yang
letaknya rendah ( Moritz A.R. , R. Crawford M.
1975 ).
Pada gantung diri cekungan bekas alat
jerat biasanya naik ke arah titik gantung
memberikan bentuk huruf V terbalik, dan akan
semakin menghilang kearah titik tertinggi dari
titik gantung ( Fatteh A. 1973 ).
TKP
Pada pemeriksan Tempat kejadian perkara
(TKP) perlu dicari informasi mengenai
pernikahan, problem keuangan, .riwayat depresi
dan usaha bunuh diri sebelumnya. Selain itu perlu
diperhatikan juga tipe jerat, titik gantung, sesuatu
yang dipakai mengikatkan tali gantung, apakah
kaki menyentuh tanah atau tidak dan lain lain. (
Gonzales 1954).
Pada kasus ini dari heteroanamnesa ( polisi
yang bertugas) bahwa si korban baru saja
ditangkap karena kasus kekerasan dalam rumah
tangga, dan menderita penyakit yang lama tidak
sembuh. Saat dalam proses pemeriksaan di ruang
periksa, beberapa saat setelah korban diperiksa
ditemukan dalam keadaan sudah meninggal dalam
posisi duduk dan ditemukan tali kabel di lehernya
yang diikatkan di jeruji jendela.
Meskipun tempat penggantungan tidak di
tempat tersembunyi, tetapi dari keterangan
tersebut mendukung tindakan korban adalah
bunuh diri.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 16 No. 2 April Juni 2014

Cara Kematian
Cara kematian akan dapat ditentukan apabila
pemeriksaan TKP dilakukan dengan baik dan
teliti. Hampir seluruh kasus gantung (hanging)
adalah bunuh diri, namun cara kematian yang lain
dapat terjadi pada gantung diri yaitu :
Kecelakaan.
Pembunuhan.
Yang perlu diperhatikan sebagai pegangan untuk
menentukan cara kematian yaitu keadaan lokasi,
posisi korban, keadaan korban, dan keadaan tali
jika simpul hidup apakah jika dilonggarkan dapat
dilewati kepala, dan jika simpul mati apakah dapat
dilewati kepala ( Dahlan S. 2000). Pada kasus ini
tempat korban melakukan di ruang pemeriksaan,
dimana keaadaan TKP rapi, posisi korban duduk
di sofa, dimana tempat simpul tali di kusen
jendela adalah simpul mati dan mudah dijangkau,
sedangkan jeratan di leher menggunakan simpul
hidup dimana untuk melepaskan lilitan , simpul
tali dapat dilonggarkan melewati kepala, jumlah
lilitan hanya satu lilitan. Sedangkan tali yang
digunakan diperkirakan diambil di ruang tersebut
karena juga ad ditemukan tali kabel telepon yang
sudah tidak digunakan lagi.
Kecelakaan
Beberapa contoh gantung (hanging) karena
kecelakaan antara lain seorang penerjun yang
tersangkut pada pohon sehingga tali parasutnya
menjerat lehernya, contoh lain yang sering terjadi
aktivitas autoerotic yaitu kegiatan yang dilakukan
sebagai salah satu cara untuk bermasturbasi
(Fatteh A. 1973 )
Pembunuhan
Pembunuhan
dengan
dengan
cara
menggantung korban relatif jarang, cara ini dapat
dilakukan si korban dibuat tidak berdaya, atau di
bunuh lebih dulu baru kemudian di gantung ( H.
Njowito, 1992., B. Knight, 1991 ).
Dan kadang suatu pembunuhan dibuat
sedemikian rupa sehingga mirip suatu bunuh diri (
simulated suicidal hanging ). Bila seseorang telah
meninggal kemudian digantung, biasanya jeratnya
diikatkan ke leher terlebih dulu, baru kemudian ke
tiang gantungan / blandar, sehingga bila blandar
diperhatikan lebih seksama akian didapatkan
tanda tanda bahwa talinya telah begerak dari
bawah ke atas, sedang pada kasus bunuh diri
justru sebaliknya. Disamping itu arah pergerakan
tali juga dapat dilihat dari serat serat kecil
gesekan tali ( Apuranto H. 2005 )

Bunuh diri
Di Amerika Serikat tiap tahun terjadi lebih
30.000 orang meninggal karena bunuh diri ( 85
orang / hari atau 1 orang / 20 menit ), dimana usia
korban antara 15 24 tahun, pada usia ini
digolongkan dalam masa remaja dimana pada
masa ini pertumbuhan fisik dan pematangan
psikisnya belum berimbang ( pertumbuhan fisik
lebih pesat dibanding perkembangan psikisnya ),
sehingga kegagalan yang dialami dalam
memenuhi tuntutan sosial akan menyebakan
frustasi dan konflik konflik batin, terutama jika
ada tanggapan yang salah dari orang dewasa
Korban bunuh diri laki laki lebih banyak dari
pada perempuan, tetapi pada kasus percobaan
bunuh diri justru sebaliknya perempuan lebih
banyak dari pada laki laki ( Sadock G. J.,
Kaplan M.D. et. Al. 1998 . Siti Rahayu H. 1982).
Bunuh diri klasik dilakukan dengan cara satu
ujung tali diikatkan pada blandar sehingga untuk
mencapai blandar tersebut korban memerlukan
tangga atau alat lain, kemudian korban mengambil
kursi atau alat pijakan yang lain dan berdiri
diatasnya kemudian membuat jerat pada ujung tali
yang lain yang lubangnya dapat di sempitkan dan
dilonggarkan ( simpul hidup ), selanjutnya kepala
dimasukkan dalam jerat kemudia kursi atau alat
pijakan
di
gulingkan
sehingga
korban
menggantung dengan kaki bebas dari lantai ( H.
Njowito, 1992. H. Apuranto, 2005 ).
Pada kasus bunuh diri kaki korban tidak
harus tergantung diatas lantai. Menurut posisi
bagian tubuh korban terhadap lantai, gantung diri
dibagi menjadi dua yaitu pertama komplit, bila
seluruh tubuh tergantung diatas tanah dan tidak
menyentuh lantai, dan inkomplit, bila beberapa
bagian tubuh menyentuh lantai (Ernoehazy
William,2006).
Pada kasus ini keadaan TKP yang tenang,
dimana juga ditemukan tali dengan bahan yang
sama dengan alat tali yang digunakan untuk
menjerat, dilihat dari jenis simpul di leher dan
simpul di kusen jendela serta mudah dijangkaunya
tempat untuk mengikat tali di jendela, dimana dari
keeerangan heteroanamnesa bahwa korban
menderita penyakit kronis dan baru saja keluar
dari tahanan, maka dapat disimpulkan cara
kematian korban secara tidak wajar yaitu bunuh
diri dengan cara hanging.
Sebab kematian
Pada gantung diri kematian korban dapat
disebabkan oleh ( Dahlan S. 2000. H. Apuranto

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 16 No. 2 April Juni 2014

2005) : Asphixia, Gangguan sirkulasi darah ke


otak, Vagal reflek, dan Kerusakan medulla
spinalis.
Asphixia
Tekanan yang terus menerus pada leher
selama minimal 15 30 detik cukup memberikan
tanda tanda kongesti / Asphixia ( Kninght B.
1991 ).
Pada kasus asphixia secara umumnya pada
otopsi ditemukan hal hal berikut ( Fatteh A.
1973) :
Perdarahan Petechial. Terjadi akibat peningkatan
tekanan intrakapiler dan kenaikan permeabilitas
kapiler yang disebabkan oleh anoxia. Perdarahan
dapat dilihat pada kulit, konjungtiva, epiglotis,
regio subglotis, permukaan pleura dan pericard
serta permukaan organ dalam, tetapi yang paling
menonjol terlihat pada konjungtiva palpebra,
kulit dahi, dan kulit di bawah tanda jerat yang
tampak sebagai bintik bintik merah yang
menyebar. Pada orang kulit gelap untuk dapat
melihatnya diperlukan bantuan kaca pembesar.
Kongesti. Tampak jelas pada pembuluih darah
mata, septum nasi dan membran tympani. Pada
muka terlihat ungu dan sedikit bengkak. Jika
terjadi kongesti yang kuat pada paru dapat terjadi
perdarahan yang biasanya terjadi bersamaan
dengan dilatasi jantung kanan
Cyanosis. Kelainan ini tidak spesifik, meskipum
umumnya ditemukan pada asphixia. Biasanya
terlihat pada bibir dan kuku extemitas atas
ataupun bawah. Intensitas cyanosis ini dapat
berubah setelah kematian.
Gangguan Sirkulasi Darah Otak
Pada leher terdapat a. Carotis communis
yang bersama sama dengan v. Jugularis interna
dan n. Vagus membentuk seberkas neurovaskuler,
berkas
ini
terletak
di
bawah
m.
Sternocleidomastoidius. A. Carotis communis
setinggi os. Hyoid bercabang menjadi a. Carotis
interna dan a. Carotis externa. A. Carotis interna
bersam sam a. Vertebralis menyuplai darah ke
otak.
A.Vertebralis berjalan ke atas ( di dalam
foramen transversum ) dari vertebra cervicalis 4
menuju vertebra cervicalis 1 ( atlas ) menembus
membran atlanto occipitalis. Kedua a. Vertebralis
bersatu membentuk a. Basilaris (Konhardi
Helmut, 1990 ).
Pada kasus gantung diri akibat berat badan
korban dapat terjadi jeratan pada leher yang dapat

menyebabkan tekanan pada a. Vertebralis, dan


jika tekanan yang terjadi sebesar 6,6 lb (2,97 kg),
maka akan menyebakan penyumbatan arteri ini (
Fatteh A. 1973 ). Atau jika jeratan tadi berada
setinggi os. Hyoid maka dapat menyebabkan
tekanan pada a. Carotis, yang bila tekanan ini
berlangsung selama 10 menit, maka akan
menyebabkan korban kehilangan kesadarannya
dan pergerakan pernafasan terhambat
(J. D.
Dominick, J, M, Dimaio V. 1993 ).
Jika hal tersebut diatas terjadi, maka akan
terjadi gangguan suplai darah ke otak yang bila
korban tidak tertolong dengan segera akan
menyebabkan kematian korban.
Vagal Refleks.
N. Vagus mempunyai empat serabut yaitu
serabut somatosensorik,
viscero sensorik,
somatomotorik, dan visceromotorik. N. Vagus
keluar ke leher di belakang arteri dan vena
jugularis interna (Mardjono Mahar, Priguna
Sidarta, 1989).
Refleks vagus dapat terjadi karena
stimulasi neural carotid kompleks dan lebih sering
terjadi pada manual strangulasi, kecuali hangging
(Knight B. 1991)
Kerusakan Medulla Spinalis.
Kerusakan batang otak dan medulla spinalis
terjadi akibat dislokasi atau fraktur vertebrae
cervicalis. Sebagai contoh pada hukuman gantung
( judicial hanging ) akibat tempat pijakan diambil
maka korban akan mengalami traksi yang
menyebabkan terpisahnya vertebrae cervicalis 2 (
VC2) dan vertebrae cervicalis 3 ( VC3 ) atau
vertebrae cervicalis 3 ( VC3) dan vertebrae
cervicalis 4 ( VC4 ). Hal ini juga dapat terjadi
akibat dorongan simpul besar yang berada pada
sisi leher, sehingga medulla spinalis bagian atas
akan tertarik / teregang ( FKUI,1997 ).
Kesimpulan
Penatalaksanaan korban mati akibat
gantung di mulai dari TKP. Gantung dapat di bagi
berdasarkan letak simpul yaitu atipikal dan
tipikal.sedangkan berdasarkan posisi tubuh
gantung dibagi menjadi inkomplit dan komplit.
Pada kasus ini jenis gantung inkomplit karena
posisi korban duduk dan kaki menyentuh lantai,
jenis simpul hidup yang terletak di bawah telinga,
termasuk atipical.
Keadaan TKP yang tenang, tempat untuk
mengikatkan tali yang mudah dijangkau, alat

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 16 No. 2 April Juni 2014

untuk menjerat kemungkinan didapatkan di TKP,


dan riwayat korban yang menderita penyakit, serta
baru keluar dari penjara, menunjukkan korban
mati karena bunuh diri.
Dari pemeriksaan luar korban khas atau
lazim didapatkan pada korban gantung diri, dan
pada pemeriksaan dalam ditemukan tenda yang
lazim pada mati lemas (asphixsia).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim,1997 Ilmu Kedokteran Forensik Edisi
I cetakan ke 2, FK Universitas Indonesia
jakarta, hal.61 63.
Apuranto Hariadi, 2004. Korban bunuh Diri
dengan Cara Gantung Diri dalam Pro
Justisia majalh Kedokteran Forensik
Indonesia, Volume 10 no 1, Perhimpunan
Dokter Forensik Indonesia Cabang
Surabaya, hal. 65 67.
Apuranto Hariadi, 2005. Asphixia dalam Buku
Ajar Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Unair, Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK. Unair, hal.
151 154.
Dahlan Sofwan, 2000 Ilmu Kedokteran Forensik
Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum
Cetakan I, BP. Universitas
Diponegoro Semarang, Hal. 108 119.
Ernoehazy William,2006 Hanging injuries and
Strangulation

http://
www.forensicmed.co.uk/hanging.htm
diakses 14 Pebruari 2014

Fatteh Abdullah, 1973 hand Book Of Vorensic


pathology JB. Lippincortt Company
Philadelphia, p. 133 148.
Geberth Vernon J., 1993 PracticalHomicide
Investigation, Tactics, Procedure And
Forensic Techniques 2nd ed. CRC Press
Inc. London, p. 147 -149.
Hamdani Njowito, 1992 Ilmu Kedokteran
Kehakiman Edisi II, PT. Gramedia
Pustaka Utama Jakarta., hal 137 142
Idris Abdul Munim, 1997 Pedoman Ilmu
Kedokteran Forensik Edisi I, Penerbit
Binarupa Aksara Jakarta, hal 158 162.
Knight Bernard, 1991 Forensic Pathology
First published in Great britain, p. 336
338, 353.
Knight Bernard, 1997 Simpsons Forensic
Medicine 11th ed. Oxford University Press
Inc. New York, p. 71 79.
Konhardi Helmut, 1990 Atlas Dan Buku Teks
Anatomi Manusia Bagian 2 Cetakan
kedua, EGC. Penerbit buku kedokteran, hal.
52 58.
MD. Dominick J. Dimaio., Vincent JM. Dimaio
MD. 1993 Forensic pathology CRC.
Press Inc. United States, p. 222 230
Simpson Keith, 1972 Forensic Medicine 6th ed.
Edward Arnold Ltd. London, p. 74 100.
T Gonzales., Morgan Vance et. al., 1954 Legal
Medicine Pathology and Toxicology 2nd
ed., Appleton Centra Crafts Inc. new york,
p. 454 461.

Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 16 No. 2 April Juni 2014

Você também pode gostar