Você está na página 1de 11

JOURNAL READING

Preceding Diagnoses to Young Adult Bipolar


Disorder and Schizophrenia in A Nationwide Study
Sren Martin Andersen, Anne Randers, Christina Mohr Jensen, Charlotte
Bisgaard and Hans-Christoph Steinhausen

Dipresentasikan oleh
Dinda Rizki Hutari
Yulia Naila Karima (09711165)
Muhammad Alfisyahri (09711276)
Hikma Ayu ()
Pembimbing:
dr. Anis Sukandar, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr. RM. SOEDJARWADI
JAWA TENGAH
2014

JOURNAL READING

Preceding Diagnoses to Young Adult Bipolar


Disorder and Schizophrenia in A Nationwide Study
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan
Stase Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Soedono Madiun

Oleh:
Dinda Rizki Hutari
Yulia Naila Karima (09711165)
Muhammad Alfisyahri (09711276)
Hikma Ayu ()

Telah dipresentasikan tanggal :


Juli 2014

Dokter Pembimbing

dr. Anis Sukandar, Sp.KJ

Preceding Diagnoses to Young Adult Bipolar


Disorder and Schizophrenia in A Nationwide Study
I.

Pencarian Bukti Ilmiah


Bukti ilmiah dicari melalui situs ncbi.nlm.nih.gov/m.pubmed dengan kata

kunci Bipolar disorder


II.

Pemilihan Artikel

Dipilih artikel dengan judul Preceding Diagnoses to Young Adult Bipolar


Disorder and Schizophrenia in A Nationwide Study dari BMC Psychiatry 2013,
13:343diunduh dari halaman http://ptjournal.apta.org/content/90/5/663 pada
tanggal 13 Juli 2014.

III.

Resume Jurnal

3.1. Latar Belakang dan Tujuan.


Penelitian yang dilakukan berdasarkan longitudinal epidemiologi pada
perkembangan psikopatologi menunjukkan bahwa gangguan metal pada dewasa
diawali dengan berbagai gangguan psikiatri khas pada anak-anak dan dewasa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Selandia Baru didapatkan 74% pasien
psikiatri dewasa didiagnosis sebelum usia 18 tahun, meskipun demikian banyak
dari literatur yang ada belum dapat menjelaskan dengan jelas terkait berbagai
gangguan psikiatri mulai dari dewasa hingga dewasa muda. Banyak studi yang
melaporkan angka prevalensi dari berbagai diagnosis pada pasien-pasien spesifik
sebagai pasien dengan bipolar disorder (BD) atau skizofren (SZ) tetapi tidak
mampu dalam menentukan diantara kedua gangguan tersebut gangguan mana
yang muncul pertama kali, terjadi bersamaan, atau mengikuti gangguan lainnya.
Saat ini sedang banyak diperbicangkan mengenai ada atau tidaknya hubungan
antara ADHD dengan kesalahan diagnosis yang paling sering dari gejala awal BD
atau hanya gejala komorbid BD. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan membandingkan jenis dan frekuensi dari gangguan psikiatri
sebelumnya pada masa anak-anak dan remaja pada kasus BD dan CZ.

3.2.Metode.
Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah dengan menggunakan
data dari Danish Psychiatric Central Research Register (DPCRR) dan Danish
Central Civil Registration (DCR).
.

3.3.Hasil.
Total seluruh artikel hasil penelitian yang diterima dalam penelitian kali ini
berjumlah 374 referensi (324 berasal dari tahun 2009 dan 50 pada Juni 2013) ;
269 referensi diantaranya tidak digunakan pada skrining pertama dan menyisakan
105 artikel untuk digunakan lebih lanjut pada penelitian kali ini. Terdapat 6 proses
seleksi untuk mendapatkan refrensi yang sesuai dengan kriteria penelitian kali ini.
Sehingga didapatkan 6 referensi yang digunakan dalam penelitian kali ini (5
referensi menggunakan anti jamur topikal dan 1 referensi menggunakan anti
jamur sistemik).
Penilaian risiko terjadinya bias menggunakan kriteria dari Cochrane
Collaboration dan Jadad Composite Scale ,terutama bagi penelitian yang
memiliki sedikit informasi terkait randomisasi dan karakteristik lainnya, maka
konfirmasi dari pemilik sangat dibutuhkan. Penelitian dengan poin 2 tergolong
studi yang memiliki nilai kualitas rendah, sedangkan penelitian dengan poin
minimal 3 dikategorikan sebagai studi dengan kualitas yang baik (4 penelitian
memiliki total nilai 5, 1 penelitian memiliki total nilai 4, dan 1 penelitian memiliki
total nilai 3). Jumlah referensi yang digunakan adalah 6 buah dan semuanya
termasuk dalam penelitian double-blinded.

3.4.Kesimpulan
1. Anti jamur topikal vs placebo
Kesimpulan dari penelitian ini menggunakan 5 hasil penelitian yang telah
dipilih sebelumnya.
a. Symptoms Score. Sampel yang digunakan berjumlah 101 pasien dengan
pemberian amphotericin grup B topikal dan 105 pasien dengan plasebo.
Hasilnya menunjukan bahwa SMD= 0.35 {0.07,062}; p= 0.01, dimana

hasilnya menunjukkan representatif homogenitas diterima dengan statistik


I sebesar 45% (X =3.64, df = 2, p= 0.16).
b. Disease-Specific Quality-of-Life-Score. Sampel yang digunakan berjumlah
143 pasien dengan terapi anti jamur dan 151 pasien dengan plasebo.
Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan manfaat terapi secara spesifik
antara penggunaan plasebo vs terapi anti jamur (SMD= 0.18 {-0.05,0.42},
p = 0.12 ), statistik I 10% dengan homogenitas baik (X=4.46; df =4 ;p=
0.35).
c. Nasal Endoscopy Score. Sampel yang digunakan 101 pasien dengan terapi
anti jamur dan 103 pasien dengan plasebo. Hasilnya menunjukkan tidak
ada perbedaan manfaat secara signifikan antara plasebo vs anti jamur
dengan (SMD= -0.00 {-0.26,0,26}, p= 0.98), dengan nilai statistik I 62%
dengan substansi heterogenitas (X= 7.93; df= 3; p= 0.05).
d. Radiographic score. Sampel yang digunakan totalnya adalah 53 pasien
dengan anti jamur dan 62 pasien dengan plasebo. Hasilnya menunjukkan
tidak ada perbedaan manfaat yang signfikan antara terapi anti jamur
dengan plasebo (SMD= 0.02 [-0.36, 0.41]; p= 0.9, dengan nilai statistik
88% dan substansi heterogenitas (X=17.03; df =2, p=0.0002).
2. Anti jamur sistemik vs plasebo.
Total referensi yang digunakan adalah berjumlah 1 buah referensi dengan
alokasi total pasien 23 pasien untuk pasien dengan terapi antijamur dan 26
pasien dengan terapi plasebo.
a.

Symptoms Score. Hasilnya menunjukan bahwa tidak ada perbedaan


manfaat yang signifikan antara pemakaian terbinafine dengan plasebo
(SMD= -0.07 [-0.64, 0.51}; p= 0.82)

b.

Radiographic. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan


antara terbinafine vs plasebo (SMD= -0.14[-19.22, 18.94]; p=0.99)

c.

Adverse effect. Tidak ada perbedaan manfaat signifikan antara terbinafine


vs plasebo dengan [risk ratio, 3.36 ; 95% CI, 0.86-13.0; p=0.08)

3.5. Diskusi

Penggunaan terapi anti jamur vs plasebo pada CRS mengundang


kontroversi. Di satu sisi koloni jamur pada mukosa sinus nasal menyebabkan
aktivasi dan sensitasi sistem imunitas pasien. Sehingga dengan penggunaan
terapi antijamur dapat berpotensi mengurangi aktifitas inflamasi pada rongga
hidung. Tetapi, tidak bukti ilmiah yang menunjukkan manfaat dari pemakaian
anti jamur topikal. Manfaat pemakaian anti jamur topikal hanya terbukti pada
1 dari 5 penelitian yang dilakukan dan itu hanya pada gambaran radiografi dan
endoskopi tetapi tidak pada gejala CRS itu sendiri.
Sementara itu, pada pemakaian antijamur sistemik tidak ditemukan manfaat
yang signifikan baik untuk skor gejala maupun radiografi, dikarenakan hanya
1 referensi jurnal yang termasuk dalam kriteria inklusi sehingga heterogenitas
tidak tercapai.
3.6. Kesimpulan
Berdasarkan meta analisis yang telah digunakan, penulis tidak menganjurkan
pemberian jenis anti jamur baik topikal maupun sistemik pada manajemen
terapi rutin yang ddigunakan untuk CRS dan hanya digunakan untuk kasuskasus di instansi dan situasi yang spesifik dan jelas menunjukkan manfaat.

Level of Evidence
Level 1A karena merupakan meta-analysis dengan randomized control trial.
Level

Criteria

Level 1A

Systematic review or meta-analysis of high-quality


randomized controlled trials
Appropriately designed randomized controlled trial with
adequate power to answer the question passed by the
investigators

Level 1b

Nonrandomized

clinical

trial

or

cohort

study

with

indisputable results
Level 2

Randomized controlled trial or systematic overview that does


not meet Level 1 criteria

Level 3

Nonrandomized clinical trial or cohort study

Level 4

Other

Level of Recommendation
Level A karena Level of evidence pada level 1
Grade

Criteria

Grade A

The best evidence was at Level 1

Grade B

The best evidence was at Level 2

Grade C

The best evidence was at Level 3

Grade D

The best evidence was at Level 4 or consensus

Critical Appraisal
1. VALIDITAS
A.

Apakah

terhadap

distribusi

terapi

pasien

ya

perlakuan

dilakukan secara random ?

Pencarian

referensi

yang

digunakan

dilakukan

secara

random dengan sistem elektronik


tanpa mempertimbangkan bahasa
yang digunakan, tahun publikasi,
atau

pengurangan

waktu

publikasi, sehingga didapatkan


374 referensi (324 dari Desember
2009, dan 50 pencarian pada Juni
2010).
B. Apakah antara subyek penelitian

Ya

Seluruh referensi yang digunakan

dan peneliti blind terhadap terapi

pada

/ perlakukan yang akan diberikan ?

referensi jurnal) menggunakan

penelitian

metode

kali

ini

(6

double blinded dan

penelitian

kali

ini

juga

menggunakan double-blinded.
C. Apakah semua subyek yang ikut

Dari total 389 referensi yang

serta

didapatkan, hanya 6 referensi

dalam

penelitian Tidak

diperhitungkan

dalam

hasil

kesimpulan

(Apakah

yang memenuhi kriteria inklusi


dan dianalisis.

pengamatannya cukup lengkap?)


D.

Apakah

pengamatan

dilakukan cukup panjang ?

yang

Penelitian ini hanya mengambil


Cant

dan menganalisis jurnal referensi

tell

penelitian yang telah dilakukan


sebelumnya.

E. Apakah subyek dianalisis pada Cant


kelompok dimana subyek tersebut tell

dikelompokkan dalam randomisasi


?

Importance
Seberapa besar efek

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan,

terapi dan seberapa tepat

didapatkan bahwa :

estimasi efek terapi?

Tidak ada perbedaan manfaat yang signifikan pada


penggunaan terapi anti jamur baik berupa terapi
topikal maupun sistemik jika dibandingkan dengan
plasebo.
1.Anti jamur topikal vs Plasebo
a.

Symptoms Score SMD= 0.35 {0.07,062}; p=

0.01, dimana hasilnya menunjukkan representatif


homogenitas diterima dengan statistik I sebesar 45%
(X =3.64, df = 2, p= 0.16).
b.Disease-Specific Quality-of-Life-Score tidak ada
perbedaan manfaat terapi secara spesifik (SMD= 0.18
{-0.05,0.42}, p = 0.12 ), statistik I 10% dengan
homogenitas baik (X=4.46; df =4 ;p= 0.35).
c.Nasal Endoscopy Score, tidak ada perbedaan
manfaat secara signifikan antara plasebo vs anti jamur
dengan (SMD= -0.00 {-0.26,0,26}, p= 0.98), dengan
nilai statistik I 62% dengan substansi heterogenitas
(X= 7.93; df= 3; p= 0.05).
d.Radiographic score, Hasilnya menunjukkan tidak
ada perbedaan manfaat yang signfikan antara terapi
anti jamur dengan plasebo (SMD= 0.02 [-0.36, 0.41];
p= 0.9, dengan nilai statistik 88% dan substansi

heterogenitas (X=17.03; df =2, p=0.0002).


2. Anti jamur sistemik vs plasebo.
a. Symptoms Score. Hasilnya menunjukan bahwa tidak
ada perbedaan manfaat yang signifikan antara
pemakaian terbinafine dengan plasebo (SMD= -0.07
{-0.64, 0.51}; p= 0.82)
b.Radiographic. Hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan antara terbinafine vs plasebo
(SMD= -0.14[-19.22, 18.94]; p=0.99)
c.Adverse effect. Tidak ada perbedaan manfaat
signifikan antara terbinafine vs plasebo dengan [risk
ratio, 3.36 ; 95% CI, 0.86-13.0; p=0.08

Applicable
Apakah pasien kita terlalu

Tidak

Kesimpulan hasil studi ini

berbeda dengan pasien dalam

menunjukkan

bahwa

studi sehingga hasil studi tidak

pemakaian anti jamur pada

dapat diterapkan?

kasus

rhinosinusitis

kronis

baik topikal maupun sistemik


tidak

memberikan

secara signifikan.
dapat

kita

manfaat
Hal ini

terapkan

pada

pasien-pasien

yang

juga

menderita

rhinosinusitis

kronis, dimana sebaiknya tidak


diberikan obat-obat anti jamur
baik topikal maupun sistemik
dalam

manajemen

terapi

sehari-hari.
Apakah mungkin kita lakukan

Ya

Keputusan

untuk

tidak

perlakuan

(terapi)

tersebut

dalam konteks kita?

memberikan terapi antijamur


baik topikal maupun sistemik
pada

pasien-pasien

rhonosinusitis

kronik

dengan
dapat

diterapkan di dalam keputusan


manajemen terapi sehari-hari.
Apa manfaat dan kerugian

Pemberian terapi anti jamur

yang mungkin dapat diperoleh

baik lokal maupun sistemik

pasien kita, bila terapi ini

tidak

diterapkan?

terhadap pengurangan gejala

memberikan

rhinosinusitis

efek

secara

signifikan. Sehingga jika kita


tetap

memberikan

tersebut,

bisa

terapi
menjadi

pengobatan yang tidak rasional


(useless).

Karena

pada

dasarnya,

kolonisasi

jamur

pada nasal juga ditemukan


pada

orang

menderita

normal

(tidak

rhinosinusitis),

sehingga jika diberikan maka


tidak menutup kemungkinan
justru

akan

menimbulkan

adverse effect dari pengobatan


tersebut.

Você também pode gostar