Você está na página 1de 7

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011)

22 23 Juni 2011, Bandung, Indonesia

Muhamad Tang dan Veinardi Suendo*


Diterima 8 Juni 2011, direvisi 21 Juni 2011, diterbitkan 5 Agustus 2011
Abstrak
Pada penelitian ini larutan sabun yang mengandung senyawa surfaktan natrium alkil benzen sulfonat
(C12H25C6H4SO3#Na+) dan natrium lauril eter sulfat (C12H25O(CH2CH2O)2SO3#Na+) dipelajari sifat tegangan
permukaannya. Kedua senyawa ini memiliki gugus anionik bersifat hidrofilik yang larut dalam air dan gugus
hidrofobik berupa rantai alkil yang larut dalam pelarut non#polar. Berdasarkan gugus fungsinya, kedua
senyawa tersebut dapat dikategorikan dalam golongan surfaktan anionik. Surfaktan merupakan senyawa
aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan suatu cairan. Pada penelitian ini tegangan
permukaan larutan surfaktan ditentukan dengan metoda cincin Du Nouy yang kemudian dibandingkan
terhadap larutan surfaktan yang mengandung berbagai pelarut organik. Pada penelitian ini diamati bahwa
tegangan permukaan larutan surfaktan pada suhu 25C mengalami penurunan sejalan dengan
bertambahnya konsentrasi surfaktan. Penambahan pelarut organik seperti metanol, etanol, gliserol dan
aseton dengan konsentrasi 0,1 M, dan 0,5 M, secara umum diamati menurunkan tegangan permukaan pada
konsentrasi surfaktan yang rendah, akan tetapi akan meningkatkan tegangan permukaan secara signifikan
pada konsentrasi surfaktan yang tinggi.
Kata kunci: Tegangan permukaan, larutan surfaktan, surfaktan anionik, metoda cincin Du Nouy, pelarut
organik.
1

gelembung tersebut. Pada prinsipnya larutan


dengan tegangan permukaan yang lebih rendah
memungkinkan terbentuknya gelembung dengan
volume yang lebih besar. Hal tersebut
menimbulkan pertanyaan bagaimana ukuran
maksimum dari gelembung tersebut dapat diatur
berdasarkan konsentrasi surfaktan terlarut.
Selanjutnya
bagaimana
kelenturan
dari
permukaan cairan dapat diatur tidak hanya
dengan melakukan variasi konsentrasi surfaktan
tapi juga dengan penambahan berbagai pelarut
organik polar seperti alkohol dan aseton. Oleh
karena itu, pada penelitian ini dilakukan suatu
studi terperinci mengenai pengaruh konsentrasi
larutan surfaktan serta penambahan berbagai
pelarut organik polar terhadap tegangan
permukaan menggunakan alat tensiometer
dengan metoda cincin Du Nouy.

Para mahasiswa kimia pada semester awal


jarang sekali mempelajari tentang kimia
permukaan atau fisika permukaan. Percobaan
tentang fenomena permukaan biasanya tidak
dibahas secara mendalam bahkan dalam kuliah
kimia fisika sekalipun.
Hal ini sangatlah
disayangkan, karena terdapat banyak percobaan
menarik
yang
dapat
ditampilkan untuk
menunjukkan efek efek permukaan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Pembentukan
gelembung sabun adalah satu dari fenomena
menarik tersebut. Hampir semua kalangan
mengenal gelembung sabun, mulai dari anak
anak hingga orang dewasa, bahkan gelembung
sabun juga digunakan dalam pertunjukan seni.
Gelembung
sabun
bahkan
banyak
diperjualbelikan terutama pada obyek wisata,
pusat keramaian dan pada saat perayaan.
Bahan dasar pembuatan gelembung sabun
sangatlah sederhana dan dapat ditemukan di
mana mana, seperti sabun cuci piring, sabun
mandi, sabun colek dan detergen. Pembuatan
gelembung sabun dapat menggunakan berbagi
alat sederhana seperti cincin kawat, cincin
plastik, serta benda berbentuk silinder dengan
berbagai ukuran.

Molekul surfaktan memiliki bagian polar


(hidrofilik) yang larut dalam air dan bagian non
polar
(hidrofobik)
yang
larut
dalam
minyak/pelarut non polar digambarkan secara
skematis pada Gambar 1. Bagian hidrofilik
molekul surfaktan dapat berupa gugus ionik
bermuatan positif atau negatif, atau gugus
bersifat polar non ionik yang bermuatan netral.2
Pada Gambar 1, bagian hidrofilik dari molekul
digambarkan secara skematis sebagai bagian
kepala berbentuk bulat, sedangkan bagian
hidrofobik sebagai bagian badan berbentuk
rantai zig zag.

Telah dilaporkan bahwa sifat gelembung


sabun
bergantung
pada
tegangan
permukaannya,
yang
secara
langsung
berpengaruh terhadap volume maksimum dari

ISBN xxx x xxxx xxxx x

http://portal.fi.itb.ac.id/cps/

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011)
22 23 Juni 2011, Bandung, Indonesia

Perlakuan ini berlaku untuk cairan dengan sudut


kontak = 0.3
Dalam kenyatannya ada sebagian cairan
yang terangkat sebelum permukaan cairan
pecah,
sehingga
persamaan
(1)
perlu
memperhitungkan faktor koreksi (Fr), yang
3
merupakan fungsi dari R /V dan R/r, dengan V
adalah volume cairan yang terangkat, r adalah
jari jari kawat cincin, dan R adalah jari jari cincin.
Volume yang diperoleh dari persamaan gaya,

Gambar 1. Skematis yang menggambarkan suatu


molekul surfaktan.

F = mg = V g

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan


penelitian ini adalah untuk menentukan
pengaruh konsentrasi molekul surfaktan serta
penambahan larutan organik terhadap tegangan
permukaan larutan surfaktan dengan metoda
cincin Du Nouy. Pada studi ini pelarut organik
yang dipelajari dibatasi untuk kelompok alkohol
yang meliputi metanol, etanol dan gliserol, serta
kelompok keton yang diwakilkan oleh aseton.

(2)

Dengan memperhitungkan faktor koreksi (Fr),


maka tegangan permukaan dapat ditulis ulang
sebagai berikut,

(3)

Dengan,
f = gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat
cincin dari permukaan cairan
Tegangan permukaan () suatu cairan dapat
didefinisikan sebagai banyaknya kerja yang
dibutuhkan untuk memperluas permukaan cairan
per satu satuan luas. Pada satuan cgs,
dinyatakan dalam erg cm 1 atau dyne cm 1,
sedangkan dalam satuan SI, dinyatakn dalam
1
N m . Molekul yang ada di dalam cairan akan
mengalami gaya tarik menarik (gaya van der
Waals) yang sama besarnya ke segala arah.
Namun, molekul pada permukaan cairan akan
mengalami resultan gaya yang mengarah ke
dalam cairan itu sendiri karena tidak ada lagi
molekul di atas permukaan dan akibatnya luas
permukaan cairan cenderung untuk menyusut.3

Fr = faktor koreksi (ditentukan secara percobaan


oleh Harkins dan Jordan)
= tegangan permukaan nyata
P = tegangan permukaan yang diukur pada saat
percobaan
Faktor koreksi dapat juga ditentukan
menggunakan rumus empirik berikut,

(4)

(5)

dimana,

= faktor koreksi
= 0,725
= 0,0009075
= jari jari cincin
= nilai tegangan permukaan yang diukur pada
saat percobaan
= 0,04534 1,679 r/R

(1)

= rapat massa fasa dibawah antar muka

Dengan R adalah jari jari cincin. Keliling 2R


harus dikalikan dua mengingat bahwa ada batas
dalam dan batas luar antara cairan dan kawat.

ISBN xxx x xxxx xxxx x

atau

Pengukuran tegangan permukaan dengan


metode cincin Du Nouy didasarkan atas
penentuan gaya yang dibutuhkan untuk
mengangkat cincin
dari permukaan cairan.
Gaya ini diukur dengan jalan mencelupkan cincin
yang digantung pada lengan neraca dan
perlahan lahan mengangkatnya sampai cincin
tersebut meninggalkan cairan. Metode ini tidak
hanya dapat digunakan mengukur tegangan
permukaan cairan udara, tetapi juga dapat
digunakan untuk mengukur tegangan antarmuka
cairan cairan
seperti
misalnya
tegangan
antarmuka (minyak air atau kloroform air). Gaya
yang dibutuhkan untuk mengangkat cincin dari
permukaan
cairan
dapat
dihitung
dari
persamaan:
Gaya (F) = 4R

= rapat massa fasa diatas antar muka

http://portal.fi.itb.ac.id/cps/

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011)
22 23 Juni 2011, Bandung, Indonesia

= keliling cincin

Sifat ini menyebabkan surfaktan dapat


diabsorbsi pada antar muka udara air, minyak
air, dan zat padat air, membentuk lapisan
tunggal dimana sifat hidrofilik berada pada
permukaan air dan rantai hidrokarbon menjauhi
permukaan air artinya sifat hidrofobik kontak
dengan udara dan zat padat maupun terendam
dalam fasa minyak. Umumnya sifat polar
(hidrofilik)
mengandung
gugus
hidroksil,
sementara sifat non polar (hidrofobik) memiliki
rantai alkil panjang.

= jari jari kawat


Surfaktan merupakan suatu molekul dengan
rantai hidrokarbon panjang dengan gugus ujung
bersifat polar atau ionik. Bagian rantai
hidrokarbon dari molekul ini bersifat hidrofobik
dan larut dalam cairan non polar, sedangkan
gugus ujung polar/ionik bersifat hidrofilik dan
larut dalam air. Berdasarkan klasifikasinya,
surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu surfaktan yang larut dalam minyak
dan surfaktan yang larut dalam air.

Surfaktan adalah senyawa yang dapat


menurunkan tegangan permukaan air/larutan.
Aktivitas surfaktan diperoleh karena memiliki
sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan
memiliki sifat polar (gugus hidrofilik) dapat
dengan mudah larut di dalam air dan sifat non
polar (gugus hidrofobik) yang mudah larut dalam
minyak. Jika proses interaksi dengan fasa air
lebih kuat dibandingkan dengan fasa minyak, hal
ini
menunjukkan
bahwa
jumlah
gugus
hidrofiliknya lebih banyak. Sebagai akibatnya
akibatnya, tegangan permukaan air menjadi
lebih rendah sehingga dengan mudah menyebar
dan menjadi fasa kontinu. Demikian pula
sebaliknya, jika interaksi dengan fasa minyak
lebih kuat dibandingkan dengan fasa air, yang
diakibatkan oleh jumlah gugus hidrofobik yang
lebih dominan. Hal ini akan mengakibatkan
tegangan permukaan minyak menjadi lebih
rendah sehingga dengan mudah menyebar dan
menjadi fasa kontinu.

Surfaktan yang larut dalam minyak adalah


senyawa organik yang memiliki rantai panjang
umumnya mempunyai gugus polar yang khas
seperti COOH, OH, CONH2, NH2, SO3H,
SH, dan garam garam dari gugus karbosilat
dan sulfonat. Senyawa senyawa ini umumnya
tidak menurunkan tegangan permukaan cairan,
tetapi menurunkan tegangan antarmuka minyak
air.4 Sedangkan surfaktan yang larut dalam air
adalah surfaktan yang ujung ion bersifat hidrofilik
seperti surfaktan anionik, surfaktan kationik,
surfaktan nonionik atau netral dan surfaktan
amfoterik, bergantung pada sifat dasar gugus
hidrofiliknya.
Klasifikasi surfaktan berdasarkan sifat
muatannya dapat dikategorikan menjadi 4 jenis,
yaitu: surfaktan anionik, kationik, nonionik dan
amfoterik. Surfaktan anionik adalah merupakan
suatu
surfaktan
yang
gugus
polarnya
mengandung muatan negatif (contohnya adalah
C12H25C6H4SO3 Na+ (Natrium Alkil Benzena
Sulfonat), sodium lauril sulfonat, sodium dodesil
benzen sulfonat, sodium lauril eter sulfat,
ammonium lauril sulfat, sodium metil kokoil sulfat,
sodium lauril sarkosinat.5 Surfaktan kationik
adalah merupakan suatu surfaktan yang gugus
polarnya mengandung muatan positif (contohnya
+
RNH3 Cl (garam amina rantai panjang),
benzalkonium
klorida
(dimetilbenzilalkil
ammonium klorida) dan stearalkonium klorida).
Surfaktan kationik biasanya berasal dari
senyawa amina yang berantai panjang primer,
sekunder, tersier dan kuartener yang larut dalam
pelarut pada semua pH. Senyawa kelompok
surfaktan kationik ini dapat digunakan sebagai
zat tolak air, zat pelunak untuk tekstil dan kertas,
zat pencegah korosi serta digunakan dalam
flotasi bijih.5 Surfaktan nonionik atau netral
adalah merupakan suatu surfaktan dengan
bagian aktif permukaannya mengandung gugus
non ion (contohnya adalah suatu karbohidrat
yang dapat berikatan hidrogen dengan air).6
Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang
mengandung muatan negatif dan positif pada
bagian aktif permukaannya misalnya sulfobetain.

ISBN xxx x xxxx xxxx x

Bila
penambahan
surfaktan
melebihi
konsentrasi kritis tertentu, maka surfaktan akan
mengalami agregasi dan membentuk struktur
misel. Penambahan Surfaktan tersebut tidak
akan mempengaruhi tegangan permukaan
walaupun
konsentrasi
surfaktan
terus
ditingkatkan. Konsentrasi kritis terbentuknya
misel ini disebut sebagai critical micelle
concentration (CMC). Tegangan permukaan
akan
menurun
hingga
CMC
tercapai.
Penambahan konsentrasi surfaktan lebih tinggi
dari CMC tidak akan menurunkan tegangan
permukaan,
yang
menunjukkan
bahwa
permukaan cairan telah menjadi jenuh, dimana
misel telah terbentuk dan berada dalam
7
kesetimbangan dinamis dengan monomernya.

Pada penelitian ini, setiap


tegangan
permukaan
ditentukan
dengan
menggunakan tensiometer Cincin Du Nouy yang
dilengkapi dengan beban logam standar.
Sedangkan dalam pembuatan larutan digunakan
peralatan gelas umum terbuat dari gelas Pyrex.

http://portal.fi.itb.ac.id/cps/

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011)
22 23 Juni 2011, Bandung, Indonesia

murni pada suhu 20C memiliki tegangan


permukaan sebesar 72,8 dyne cm 1. Pada
penelitian ini, tegangan permukaan untuk air
1
murni pada suhu 25C adalah 40,2 dyne cm .
Perbedaan
suhu
pengukuran
sangat
mempengaruhi hasil pengukuran. Jika suhu
pengukuran atau suhu sistem dinaikkan, maka
energi
kinetik
molekul molekulnya
juga
meningkat yang menyebabkan meningkatnya
getaran molekul. Getaran atau gerak vibrasional
dari
molekul molekul air
tersebut
akan
melemahkan interaksi antar molekul, seperti
ikatan hidrogen atau gaya van der Waals. Hal ini
berakibat langsung pada penurunan tegangan
permukaan suatu cairan dengan meningkatnya
suhu sistem. Hal ini sesuai dengan persamaan
RamsayShields yang menyatakan hubungan
antara suhu dan tegangan permukaan:

Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian


ini adalah : larutan sabun cair (Sunlight) dengan
berbagai konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 16, dan
20 % w/v. Untuk pelarut organik seperti: metanol,
etanol, gliserol, dan aseton, digunakan pelarut
dengan kualitas p.a. (pro analysis) yang dibeli
dari Merck, dengan masing masing konsentrasi
0,1 M, 0,5 M. Setiap larutan dibuat dengan
mengencerkan zat terlarut dengan air hasil
permurnian menggunakan metoda reverse
osmosis pada Laboratorium Kimia Fisik Material,
FMIPA ITB.

Sebelum setiap seri pengukuran


dilakukan kalibrasi terhadap alat tensiometer
yang digunakan menggunakan beban standar.
Setelah tahap kalibrasi, pengukuran tegangan
permukaan larutan surfaktan dilakukan pada
berbagai konsentrasi surfaktan. Masing masing
larutan dengan konsentrasi berbeda sebanyak
30 mL ditempatkan dalam gelas kimia 50 mL
dan diletakkan diatas penyangga cuplikan.
Selanjutnya penyangga cuplikan dinaikkan
hingga cincin tercelup ke dalam gelas kimia
0,5 cm dari permukaan larutan. Tahap ini
dilanjutkan dengan membebaskan lengan torsi
dan menggeser pembacaan pada angka nol,
dimana kedudukan penunjuk dan bayangannya
berimpit dengan garis pembanding pada cermin
(cincin tetap tercelup). Selanjutnya turunkan
penyangga cuplikan berlahan lahan hingga
cincin berada tepat pada permukaan cairan.
Kemudian lengan torsi dinaikkan dan dibaca
dengan teliti nilai pada skala tepat pada saat
lapisan tipis cairan pecah. Langkah langkah
yang sama diulangi untuk seri larutan dengan
penambahan metanol, etanol, gliserol dan
aseton dengan konsentrasi masing masing 0,1
dan 0,5 M. Pembacaan skala dilakukan dengan
dua cara, yaitu pertama ketika cincin terangkat
kepermukaan larutan (lapis tipis belum pecah)
dan kedua ketika lapisan tipis pecah. Hal ini
dilakukan dengan maksud untuk mengamati efek
konsentrasi surfaktan serta penambahan cairan
organik terhadap kelenturan permukaan cairan.

di mana jumlah

(6)

adalah energi bebas

permukaan molekular (Molecular free surface


energy), Tc suhu kritik, T suhu pengamatan dan
K adalah tetapan yang besarnya bergantung
pada masing masing cairan. Berdasarkan
persamaan tersebut maka semakin besar T,
9
maka tegangan permukaan akan semakin kecil.

Suatu molekul surfaktan mengandung suatu


rantai hidrokarbon panjang dan salah satu ujung
bersifat polar. Bagian hidrokarbon dari molekul
itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat zat
non polar, sedangkan ujung polar bersifat
10
hidrofilik dan larut dalam air.
Dari grafik
tegangan permukaan larutan surfaktan terhadap
konsentrasi surfaktan (Gambar 2 dan 3) dapat
dilihat bahwa tegangan permukaan larutan
surfaktan sejalan dengan naiknya konsentrasi
surfaktan dalam air dan akhirnya menjadi
konstan walaupun konsentrasi surfaktan dalam
larutan terus bertambah.

Molekul air merupakan molekul yang bersifat


polar dan antar molekulnya terjadi interaksi
berupa ikatan hidrogen yang sangat kuat.
Molekul molekulnya akan saling tarik menarik
dengan adanya ikatan hidrogen yaitu antar atom
hidrogen dari satu ikatan O H dan atom oksigen
dari molekul air yang lainnya. Hal ini akan
menyebabkan struktur permukaan air menjadi
kaku yang ditunjukkan oleh besarnya tegangan
permukaan air. Besarnya tegangan permukaan
cairan tergantung dari kekuatan gaya tarik
antara molekul molekulnya.8 Secara teoritis air

ISBN xxx x xxxx xxxx x

Penelitian ini difokuskan pada tegangan


permukaan larutan surfaktan ketika selaput tipis
(film) cairan tepat pecah. Surfaktan berupa
larutan sabun cair sunlight yang digunakan
dalam penelitian mengandung senyawa organik
yaitu 15% w/v natrium alkil benzen sulfonat
(C12H25C6H4SO3 Na+) dan natrium lauril eter
sulfat ( C12H25O(CH2CH2O)2SO3 Na+). Kedua
surfaktan ini berjenis anionik yang memiliki
muatan negatif pada gugus hidrofiliknya.

http://portal.fi.itb.ac.id/cps/

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011)
22 23 Juni 2011, Bandung, Indonesia

Bertambahnya konsentrasi surfaktan lebih tinggi


dari 12 % tidak menyebabkan pengurangan
yang berarti pada tegangan permukaan, hal ini
disebabkan karena pada konsentrasi tersebut
surfaktan mulai beragregasi membentuk misel.11
Konsentrasi kritis di mana misel mulai terbentuk
disebut sebagai Critical Micelle Concentration
(CMC).

diperoleh urutan nilai tegangan permukaan


larutan surfaktan dengan penambahan senyawa
organik dengan konsentrasi 0,1 M adalah etanol
> aseton > metanol > gliserol, sedangkan untuk
konsentrasi setelah CMC adalah aseton > etanol
> metanol > gliserol. Dari data tegangan
permukaan larutan surfaktan pada konsentrasi
setelah CMC, tampak bahwa aseton memiliki
tegangan permukaan paling tinggi. Hal ini dapat
dijelaskan dari interaksi antara aseton dengan
air. Aseton memiliki gugus aktif C karbonil (C=O)
yang menjadikan atom C lebih bersifat
elektropositif akibat keberadaan atom O yang
bersifat elektronegatif. Atom O pada ikatan C=O
akan berinteraksi kuat dengan atom H pada
molekul air, interaksi ini merupakan interaksi
dipol dipol bukan ikatan hidrogen. Sedangkan
atom C pada C=O yang bersifat elektropositif
tidak cukup polar untuk berinteraksi kuat dengan
atom O pada H2O akibat penetralan lewat efek
induksi oleh dua gugus metil. Keberadaan
interaksi dipol dipol ini meskipun memiliki
kekuatan ikatan yang lebih lemah dari ikatan
hidrogen namun tidak memiliki kebebasan untuk
berinteraksi seperti layaknya ikatan hidrogen
antara molekul air atau pun alkohol. Hal ini
mengakibatkan keberadaan aseton dalam
sistem membuat permukaan cairan menjadi
lebih
kaku
yang
ditunjukkan
tegangan
permukaan yang tinggi. Meskipun terdapat
kenaikan, nilainya tidak sesuai dengan teori,
dimana jika kehadiran zat terlarut menyebabkan
kenaikan tegangan permukaan, efeknya akan
kecil karena zat terlarut tersebut dipaksakan
12
agar keluar dari lapisan permukaan. Selain itu,
keberadaan aseton yang dapat berinteraksi
dengan baik dengan gugus non polar pada
senyawa surfaktan mampu untuk memecah
struktur misel yang lentur pada permukaan. Hal
ini akan membawa sistem pada keadaan
layaknya sebelum CMC. Jadi keberadaan
molekul aseton akan memberikan dua efek yang
signifikan berdasarkan sifat kepolarannya.

145

(dyne cm )

140

135

130

125

120
0

10

12

14

16

18

20

22

Konsentrasi Surfaktan (%)

Gambar 2. Pengukuran tegangan permukaan larutan


surfaktan pada berbagai konsentrasi ketika cincin
terangkat kepermukaan larutan sebelum film cairan
pecah.

270
260

240

(dyne cm )

250

230
220
210
200
190
180
0

10

12

14

16

18

20

22

Konsentrasi Surfaktan (%)

Gambar 3. Pengukuran tegangan permukaan larutan


surfaktan pada berbagai konsentrasi ketika cincin
terangkat kepermukaan larutan dan film cairan tepat
pecah.

Surfaktan
Metanol 0,1 M
Etanol 0,1 M
Gliserol 0,1 M
Aseton 0,1 M

400

350

ISBN xxx x xxxx xxxx x

(dyne cm )

Dari
Gambar
4
dan
Gambar
5
memperlihatkan nilai tegangan permukaan
larutan surfaktan setelah penambahan senyawa
organik pada konsentrasi 0,1 M dan 0,5 M
dimana aseton memiliki tegangan permukaan
yang besar dibandingkan dengan senyawa
lainnya. Pada Gambar 4, efek dari penambahan
zat organik dapat dibagi menjadi 2, yaitu pada
konsentrasi sebelum dan sesudah CMC. Pada
kedua daerah tersebut pada dasarnya memiliki
kecenderungan yang sama, kecuali untuk aseton
yang lebih berperan pada daerah konsentrasi
setelah CMC. Untuk daerah sebelum CMC

300

250

200

150
0

10

15

20

Konsetrasi Surfaktan (% w/v)

Gambar 4. Tegangan permukaan larutan surfaktan


dengan penambahan metanol, etanol, gliserol dan
aseton dengan konsentrasi 0,1 M.

http://portal.fi.itb.ac.id/cps/

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011)
22 23 Juni 2011, Bandung, Indonesia

Pada kasus penambahan pelarut organik lain,


ditemukan kecenderungan yang sama, yaitu
pelarut dengan struktur molekul yang memiliki
kemungkinan membentuk ikatan hidrogen akan
lebih sulit meningkatkan tegangan permukaan.
Sedangkan pelarut dengan struktur molekul
yang kurang polar dan dapat berinteraksi secara
van der Waals dengan gugus hidrofobik dari
molekul surfaktan akan cenderung untuk
meningkatkan tegangan permukaan. Hal ini
disebabkan karena kehadiran pelarut organik
akan berperan mencegah pembentukan misel
sehingga permukaan cairan menjadi lebih kaku.
Efek ini dapat diliha lebih jelas pada Gambar 5,
dimana konsentrasi surfaktan 6 dan 16 % w/v
mewakili keadaan larutan surfaktan sebelum dan
sesudah CMC. Penambahan aseton pada
daerah konsentrasi setelah CMC terlihat tetap
meningkatkan
tegangan
permukaan
dibandingkan sebelum CMC, biarpun efek
konsentrasi pelarut organik telah berperan
secara signifikan dari 0,1 ke 0,5 M, yaitu
menurunkan tegangan permukaan dari 310 ke
1
30 dyne cm . Penurunan tegangan permukaan
di sini terjadi secara signifikan akibat interaksi
antara pelarut organik dan air, sedangkan efek
interaksinya dengan molekul surfaktan terlihat
tidak terlalu signifikan, kecuali untuk metanol dan
aseton. Dimana kehadiran pelarut organik pada
konsentrasi setelah CMC tetap memberikan efek,
dimana terjadi proses pemecahan misel atau
misel terhalang untuk terbentuk. Selanjutnya
hasil penelitian ini harus terus dikembangkan,
terutama jika dimungkin dilakukan beberapa
pengukuran lain yang terpisah seperti layaknya
mobilitas ion, untuk membuktikan bahwa terjadi
penundaan
pembentukan
misel
akibat
penambahan pelarut organik.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa


tegangan
permukaan
larutan
surfaktan
mengalami penurunan sejalan bertambahnya
konsentrasi surfaktan, penurunan secara drastis
diamati pada daerah transisi di sekitar CMC. Hal
ini
mengindikasikan
bahwa
keberadaan
surfaktan dalam bentuk misel yang bersifat lebih
lentur pada permukaan menyebabkan tegangan
permukaan turun secara drastis sebelum
mencapai saturasi. Penambahan pelarut organik
seperti metanol, etanol, gliserol, dan aseton
menunjukkan penurunan tegangan permukaan
pada konsentrasi di bawah CMC, sedangkan
pada konsentrasi diatas CMC kehadiran pelarut
organik meningkatkan tegangan permukaan
secara drastis. Hal ini mengindikasikan rusaknya
struktur misel yang lentur pada permukaan
cairan akibat kehadiran pelarut organik atau
dengan kata lain misel terhalang untuk terbentuk
dengan penambahan pelarut organik dalam
sistem.

M. Tang menyampaikan terima kasih kepada


Kementrian Agama Republik Indonesia atas
dukungan biaya pada Program Beasiswa
Peningkatan Mutu Guru Madrasyah yang
memungkinkan penelitian ini dapat terlaksana. M.
Tang juga berterima kasih pada Sekolah Pasca
Sarjana Institut Teknologi Bandung atas
kesempatan dan berbagai fasilitas yang
diberikan dalam penyelesaian penelitian ini,
serta tak lupa secara pribadi pada Bambang
Piluharto, Entin Ratnasari dan Riyanta atas
segala sumbangsih, baik dalam bentuk saran
dan bantuan.

35

Surfaktan 6%
Surfaktan 16%

30

!
[1] Christian D. S and Enwall E., 1978. Bubble
Pressure and Volume, A Demonatrasi
Experiment, Jurnal of Chemical Education,
The University of Oklahoma, Norman.
[2] Lehninger,
A.L.,
1988.
Dasar Dasar
Biokimia, Jilid I, Erlangga, Jakarta.
[3] Bird Tony, (1993) : Kimia Fisik Untuk
Universitas, Erlangga, Jakarta, 304 308
[4] Schramm, L, L., dan Marangoni, D, G.
(2000) : Surfactants and Their Solutions:
Basic Principles, Cambdrige University
Press.
[5] Mansyur R, (2009) : Sintesis Kitosan
Sulfonat Sebagai Surfaktan, Tesis Program
Magister, Institut Teknologi Bandung.
[6] Fessenden J. Ralp dan Fessenden S. Joan,
(1982) : Kimia Organik , Erlangga, Jakarta,
411 412.

(dyne cm )

25
20
15
10
5
0
Metanol

Etanol

Gliserol

Aseton

Jenis pelarut organik [0.5 M]

Gambar 5. Efek penambahan pelarut organik dengan


konsentrasi 0,5 M terhadap tegangan permukaan
pada larutan surfaktan dengan konsentrasi sebelum
dan sesudah CMC.

ISBN xxx x xxxx xxxx x

http://portal.fi.itb.ac.id/cps/

Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011)
22 23 Juni 2011, Bandung, Indonesia

[7] Genaro R. A, (1990) : Rhemingtons


Pharma Ceutikal Science, 18th Ed, Mack
Printing Company, Easton, Pennsylvania,
USA, 207
[8] Brady E. James., 1999. Kimia Universitas,
Asas dan Struktur, Binarupa Aksara,
Jakarta, 523 524.
[9] Sukardjo., 2002. Kimia Fisika, Edisi 3,
Renika Cipta, Jakarta, 102 107.
[10] Fessenden J. Ralp dan Fessenden S. Joan.,
1982. Kimia Organik, Erlangga, Jakarta,
411 412.
[11] Adamson, W, A. (1967) : The Physical
Chemistry of Surface, 2nd Edition,
Interscience Publishers, New York, 23 25
[12] Alberty A. Rober dan Daniels F., 1987.
Kimia Fisika, Jilid 1, Edisi 5, Erlangga,
Jakarta, 239 257.
Muhamad Tang
MA Rahmatul Asri Maroangin
Jl. Poros Enrekang km. 1, Kabupaten Enrekang
m.tang75@yahoo.co.id

Veinardi Suendo*
KK Kimia Anorganik dan Fisik
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10, Bandung
vsuendo@chem.itb.ac.id
*Penulis korespondensi

ISBN xxx x xxxx xxxx x

http://portal.fi.itb.ac.id/cps/

Você também pode gostar