Você está na página 1de 13

P : Saudara-saudara serta hadirin sekalian yang terhormat ini tahun 2010, Ya,

tahun 2010½, jadi kira-kira 50 tahun jaraknya dari tahun dimana tuan-tuan
hidup. Ya, cukup lama juga. Dan selama 50 tahun yang terakhir ini sudah
banyak sekali kemajuan yang di dapat oleh umat manusia.
Politik maju, ekonomi maju, musik maju dan seni sastra tentu saja juga
mengalami kemajuan. Pokoknya segala kegiatan kebudayaan mengalami
kemajuan- kemajuan yang pesat sekali, terutama ilmu eksakta. Kalau
segala-galanya mengalami kemajuan,kenapa pula cinta tidak mengalami
kemajuan?
Oho, tentu saja mengalami kemajuan juga yang amat pesat sekali. Cinta,
lama kelamaan berkembang menjadi semacam ilmu yang pelik dan rumit.
Suatu lapangan keilmuan yang menarik meskipun agak ruwet. Tentu saja
yang saya maksudkan adalah cinta antara dua orang manusia, dan bukan
cinta antara dua ekor anjing misalnya. Anjing, seperti juga binatang-
binatang lainnya, sama sekali tak mengalami kemajuan dalam bercinta,
masih dengan yang itu-itu juga.
Saya tak begitu tahu cara bagaimana orang-orang Majapahit dahulu
bercinta, tapi yang jelas tuan-tuan dan nona-nona serta nyonya-nyonya
sekalian tahu bagaimana cara nenek-nenek dan kakek-kakek tuan dulu
bercinta. Tuan tentu merasa lucu dan geli kalau melihat mereka dulu saling
mencari kutu atau saling kerikan. Dan ... ... ...
Dan sebaliknya, saya pun merasa lucu kalau melihat tuan-tuan bercinta.
Bayangkan: Tuan-tuan yang di sana sejak sore tadi sudah berdandan
sebab sudah berjanji akan menjemput pacarnya nonton sandiwara. Dan
kemudian keduanya berangkat bersama, mereka dengan sengaja lewat
tempat-tempat yang gelap untuk bisa berbisik-bisik dan berpegangan
tangan, atau kalau perlu ... ... ... Heeeem.
Dan kalau sudah sampai di gedung sandiwara, lantas mulai cubit-cubitan.
Yaaaa, agak lucu juga rasanya.
Tapi apa yang bakal tuan tonton ini lain sama sekali. Akibat kemajuan yang
dicapai oleh manusia, semuanya berubah. Ingat tuan, saya hidup dalam
tahun 2010, 50 tahun jaraknya dari jaman tuan-tuan sekalian.

G : Hai ngung, apa yang sedang kau kerjakan? (BERDIRI)

P : Oooohh, tidak apa-apa nona. Cuma omong-omong sendiri.

G : Omong-omong sendiri bagaimana? Sudahlah jangan suka ngomong sendiri


lagi, Ngung.

P : Tentu saja saya tak suka nona, cuma terpaksa. Hai, kenapa nona tidak
pergi kantor hari ini?

G : Nah, kau lupa lagi. Sudah berapa bulan kau jadi pembantuku masih saja
belum hapal. Ini hari apa coba?

P : Hari ... ... Rabu, nona.

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 1
G : Itulah! Tiap hari Rabu aku akan harus di rumah. Hari Rabu adalah hari
bicaraku, sebab menurut astrologi, hari Rabu sangat cocok bagiku. Aku
terima tamu sampai sore, ingat?

P : Sejak tadi sudah saya tanyakan dalam hati, kenapa sih nona sibuk benar di
depan kaca. Saya lupa kalau hari ini, hari Rabu, dan nona sedang
menunggu kalau-kalau ada tamu rupanya.

G : Maklumlah Ngung, aku makin hari makin tua, dan aku butuh seorang
suami. Padahal aku hanya sempat di rumah pada hari Rabu saja. Hari-hari
lain aku terpaksa sibuk di luar.

P : Saya tahu, nona.

G : Dan saya jadi sedih Ngung, sudah berpuluh-puluh hari Rabu ini tak ada
seorang tamupun yang datang.

P : Itukah sebabnya nona jadi sedih dan kawatir saja tiap-tiap hari? Suami
memang sukar didapat, nona. Jaman serba sulit sekarang. Tapi kenapa
pula begitu tergesa-gesa buat menerima seorang yang akan melamar
nona? Nona kan belum terlalu tua.

G : Seorang gadis, umur selalu rahasia. Yang kau boleh tahu adalah bahwa
aku telah memasukkan namaku ke dalam lebih dari sepuluh biro
perkawinan, lengkap dengan foto-foto dengan pose serta riwayat hidupku.
Tapi rupanya tak ada yang memperhatikan.

P : Cuma belum saja, nona. Tunggu saja tanggal mainnya. Saya rasa untuk
orang yang macam nona, banyak laki-laki yang mau melirikkan matanya.
Nona cukup cantik. Oho, ini bukan main-main, nona.

G : Jangan mencoba merayu Ngung.

P : Ah, tidak.

G : Sudahlah Ngung, sudahlah. Kenyataan memang selalu menyakitkan hati.


Celakanya orang harus selalu berhadapan langsung dengan kenyataan,
terus-menerus.

P : Sssssst. Saya seperti mendengar suara sepatu di luar, nona. Ada tamu
barangkali.

G : Aku juga mendengarnya. Benar, ada tamu hari ini, hari Rabu yang mujur.

P : Betul nona, itu dia, tamu nona.

G : Pergilah ke dalam,Ngung. Biar aku layani tamu itu sendiri.

P : Ya, nona. Tenang-tenang saja, nona! (PERGIKELUAR)

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 2
G : Ya Allah, Ya Tuhan. Semoga orang itu mencari saya, dan ... dan ...
melamar saya. Ya Tuhan, sudah saya muat nama-nama saya di surat
kabar untuk mencari jodoh, dan semoga inilah hari Rabu yang berbahagia.
Ya Tuhan, berkatilah hambaMu ini.

T : (DARI LUAR) Spada.

G : (BISIK-BISIK) Ya Tuhan! (KERAS-KERAS) Yaaaa ... masuk!

T : (MUNCUL) Selamat pagi, nona!


(SEPERTI ACUH TAK ACUH, TERUS DUDUK) Apa kabar nona?

G : (KESAMPING) Ganteng benar orang ini. Semoga dia melamar saya.

T : Ou, nona sudah melamun ya, selamat pagi nona!

G : Ah, selamat pagi tuan. Tentunya ada perlu penting, dengan saya. Pagi-pagi
sudah datang kemari.

T : Memang nona. Tapi nona duduklah dulu, saya mau bicara penting pada
nona. (MENYULUT ROKOK)

G : (KE SAMPING) Tentu mau melamar, dia! Aduh, ganteng benar.

T : Apakah ini rumah nona sendiri?

G : Ya.

T : Bagus juga! Dan bersih, meskipun musim banyak hujan, masih tetap
bersih. Tentunya nona suka memelihara rumah.

G : Ah, tidak. Saya punya bujang.

T : Bujang??? O ya, bukan barang baru lagi sekarang bagi seorang gadis
untuk hidup dengan bujangnya. Eeeemm, nona pernah bermimpi?

G : Pernah, tentu saja. Kenapa sih??!!!

T : Maksud saya mimpi digigit ular, nona.

G : Tepat malam tadi, tuan. Tapi kenapa tuan sepertinya tahu? Saya memang
bermimpi seperti digigit ular pada jari kaki saya.

T : Menurut orang-orang tua dahulu ... ... Ah, tapi tak usah sajalah nona.
(KESAMPING) Rupa-rupanya memang tugasku berhasil. Begini nona ...

G : Ya. (KESAMPING) Ya Tuhan, semoga ia melamar saya!

T : Apakah betul nona yang bernama ... Retno Asiani Endang Sri Supraptini?

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 3
G : Ya, betul. Dan panggil saja saya Ninik.

T : Terima kasih. Dan umur nona ... ... 25 tahun?

G : Ya, tepat!

T : (SAMBIL MEMBACA FORMULIR). Nona adalah putri ke tiga dari tuan


Martosuwignyo? Masih ada sedikit sangkut pautnya dengan para
bangsawan Balambangan dulu. Eeeee, pokoknya nona yang mengisi
formulir ini?

G : Ya, betul. Dan tuan rupa-rupanya telah mengambil formulir itu dari biro
perkawinan ASMARA JAYA.

T : Ya.

G : Tuan sudah membaca semua tentunya.


(KESAMPING) Ya Tuhan, semoga dia melamar saya.

T : Nona rupanya tak begitu jauh lebih jelek dari potret yang ada di sana.
Banyak gadis yang memasukkan potret palsu kedalam biro-biro
perkawinan.

G : Mereka itulah yang memburukkan nama kami, gadis-gadis yang jujur.

T : Tapi sebelum saya sampaikan maksud saya yang terakhir, boleh saya
melanjutkan mengecek nona?

G : Boleh, tentu saja. Silahkan!

T : Nona mempunyai rumah sendiri, ialah rumah di jalan sawo ini. Dan selain
itu nona juga mempunyai sebidang tanah 150 x 100 meter diluar kota,
benar?

G : Ya.

T : Nona punya gaji Rp. 7.000,- sebulan, dan kadang-kadang menerima juga
uang lembur yang lumayan jumlahnya.

G : Dan jangan lupa tuan, gaji saya akan naik bulan depan.

T : Baik, baik! Dan yang penting, nona punya uang simpanan di Bank
sebanyak 100 ribu rupiah.

G : Itu benar juga tuan, tapi barangkali tentang jumlah, ada sedikit kekilafan.
Simpanan saya kira-kira ... ... ...

T : Stop! Sudahlah, kita putuskan saja pembicaraan ini ... ... ...
Gadis yang punya sedikit simpanan di Bank, tak menarik bagi calon suami.

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 4
(DIA BANGKIT DAN MAU KELUAR). Selamat pagi nona.

G : Eee, nanti dulu tuan. Jangan tergesa-gesa, duduklah dulu nanti saya
terangkan sebenarnya (TAMU DUDUK KEMBALI). Sebenarnya masih ada
simpanan saya di Bank sebanyak itu, tapi itu tidak saya simpan di Bank
saja. (DUDUK)

T : Tidak pada satu Bank saja,kalau begitu baik jugalah. Jadi kalau begitu
nona sudah mencukupi syarat minimum bagi seorang isteri yang ideal,
yang lain-lain akan segera kita putuskan nanti.

G : Jadi tuan datang buat membicarakan perkawinan?

T : Tak lain dan tak bukan!

G : Terima kasih tuan (BANGKIT DAN BERBICARA KESAMPING). Tak lain


dan tak bukan. Alangkah sedapnya kata-kata itu, sudah kuduga
sebelumnya bahwa hari ini adalah hari yang menentukan bagiku. Hari Rabu
yang bahagia, yang penuh rahmat. Kawin alangkah indahnya kata-kata itu.
Dan tamu yang datang itu masih muda, tidak terlalu bobrok juga wajahnya.
Ooh, alangkah manisnya dunia ini. Dia akan jadi suamiku, betapa
bahagianya.

T : Bagaimana nona? Apa bisa kita lanjutkan pembicaraan kita?

G : (KAGET DARI MELAMUN). Oh, maaf tuan, bagaimana?

T : Apa bisa kita lanjutkan pembicaraan ini?

G : Tentu, tentu bisa tuan. Tapi maaf, mau ke dalam sebentar.


(KESAMPING). Ya Tuhan, sudah sampai waktunya dunia kesepian ini akan
hancur. (MASUK)
(BUJANG MASUK SAMBIL MAMBAWA MINUM)

P : Selamat pagi, tuan?

T : Selamt pa ... ... hei! Kau kan yang dulu turut mas Tono dulu?

P : Ya, tuan.

T : Kemana dia sekarang?

P : Beliau pindah rumah, dan saya terpaksa pindah pekerjaan juga. Ha ... jauh
lebih enak, tuan. Oh ya, ada perlu apa sih, dengan tuan rumah?

T : Cuma urusan rutin biasa. Kerja apa-apa, seret sekarang!

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 5
P : Urusan rutin macam apa sih? Ooo, barangkali tuan, sobat nona rumah? Dia
baik sekali dijadikan sobat, tuan. Orangnya ramah tamah dan baik hati, tapi
sering ... ... ...

T : Sering apa?

P : Cuma sering sibuk.

T : Bagus sekali, tepat.

P : Lho, tepat sekali bagaimana?

T : Tepat untuk urusan saya ini.

P : Ah, saya tak tahu! Pokoknya dia tepat untuk sobat, tuan. Manis dan tak
suka keluyuran, dan ... sudahlah pokoknya dia orang yang baik hati, gadis
yang baik.

T : Kau ini macam anu saja.

P : Oh, ya apa kerja tuan sekarang?

T : Masih macam dulu juga.

P : Jadi tuan masih juga suka makelaran? Bagaimana harga-harga sepeda


motor dan mobil sekarang?

T : Benar makelaran. Tetapi bukan makelaran sepeda motor dan mobil.

P : Lantas makelaran rumah barangkali?

T : Bukan, semuanya bukan, sudahlah sana kau masuk. Aku tak butuh bicara
sama kau. Aku butuh bicara sama nonamu itu.

P : (KESAMPING). Bukan makelar mobil, bukan makelar rumah. Ya Allah,


makelaran apa pula sekarang? Oh ya, barangkali makelaran kereta api
atau kapal terbang. (TERUS MASUK).
(GADIS MASUK LAGI SAMBIL MEMBAWA SELEMBAR KERTAS)

G : Tentunya sudah tuan baca semua syarat-syarat bagi calon suami yang
saya idamkan, bukan? (BERDIRI)

T : Sudah nona.

G : Nah, ini daftar turunan dari syarat-syarat yang harus di penuhi oleh calon
suami saya sebelum berani melamar saya. (DUDUK)

T : Barangkali ada juga saya yang lupa. Tolong bacakan.

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 6
G : (MEMBACA)
1. Calon suami saya harus seorang intelek, artinya paling sedikit harus
punya ijasah sarjana muda.

T : Ya, benar.

G : 2. Calon suami saya harus orang yang matang, artinya tidak seperti
kanak-kanak lagi yang mboseni.

T : Okey.

G : 3. Calon suami saya harus seorang yang tak punya cacat luar dan dalam,
artinya cacat yang bisa merusak kebahagiaan rumah tangga.
4. Calon suami saya harus orang yang bebas, artinya tak punya isteri, baik
yang terang maupun yang gelap.

T : Tentu, nona. Tentu, tentu.

G : Itu semua rasanya penting tuan ketahui, mengingat banyak sekarang yang
menipu kesana-kemari.

T : Saya paham, nona. Dan kalau tak salah, ada syarat tentang penghasilan
dan gaji.

G : Ya itu bisa dirundingkan berdamai.

T : Bagaimana kalau calon suami nona punya penghasilan Rp.5.000,-


sebulan?

G : Wah, wah. Itu Cuma sedikit tuan! Kenapa mau dilepaskan? Tapi baiklah ,
itu saya terima, asal tidak terlalu banyak menyakiti hati saya.
(KESAMPING) Barang sudah di tangan.

T : Siapa pula mau menyakiti hati nona yag manis ini?

G : Aha, jangan mulai merayu cara film Malaya, tuan.

T : Toh, pembicaraan kita belum tentu jadi.

G : (KESAMPING) Ya tuan, pembicaraan ini harus jadi. Sudah terlampau sepi


dunia ini.

T : Menurut pandangan saya, pembicaraan kita ini sudah hampir mencapai


persesuaian faham, sebab banyak hal yang bisa kita terima bersama.
Sekarang menginjak pelaksanaan perkawinan, nona.

G : Ya, bagaimana?

T : Siapa yang menanggung segala ongkosnya?

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 7
G : Wahai, tentu saja pihak laki-laki, tuan.

T : Bagaimana kalau kompromi?

G : Maksud tuan bagaimana?

T : Anu ... fifty-fifty, nona?

G : Kalau terpaksa benar baiknya. Tapi ingat tuan, perkawinan hanya


berlangsung hari Rabu dan Sabtu sore. Hari-hari lain penuh!

T : Itu terserah. Masing-masing berangkat sendiri-sendiri dari rumah, kembali


ke kota, dan di sana menandatangani surat kawin. Begitu?

G : Yak, dan masing-masing harus membawa saksi yang akan menjamin


kebenaran syarat-syarat yang ditetapkan tadi.

T : Dan saksi tersebut harus juga mau bersumpah di depan polisi dan memberi
jaminan tentang kedua bakal pengantin. Kalau seorang tak memenuhi
syarat, misalnya nona, maka polisi berhak turut campur tangan dalam hal
ini. Nona bisa masuk bui lantaran terbukti memalsukan kenyataan.

G : Kenapa menyangkut polisi, tuan. Saya takut pada polisi. (BERDIRI)

T : Ini syarat mutlak, nona. Apa nona curang? Kalau tak curang kenapa mesti
takut sama polisi?

G : (KESAMPING) Polisi, polisi! Perkawinan di bawah pengawasan polisi.


Ngeri juga rasanya tapi bagaimana lagi.
(KERAS) Saya tidak curang , tuan. Tapi kalu polisi turut campur, saya
gemetar juga.

T : Apa sebaiknya batal saja perkawinan ini?

G : Batal? Ah,tidak tuan! Saya menerima.

T : Nah, sekarang tinggal satu persoalan yang terakhir tapi yang paling
penting, ialah persen untuk penghubung.

G : Persen untuk penghubung? Bagaimana maksud tuan?

T : Seorang penghubung dalam soal-soal perkawinan tentunya mendapat


tegen prestasi untuk jasa-jasanya, nona. Dan uang itu harus dipastikan
jumlahnya sekarang.

G : Lho, kan tak ada penghubung dalam persoalan kita ini. Saya butuh seorang
suami, dan tuan datang kemari melamar saya, dan saya telah
menerimanya. Itu beres sudah.

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 8
T : Nona salah tafsir rupa-rupanya.

G : Salah tafsir bagaiman, tuan. Syarat kita masing-masing sudah dipenuhi.


Tuan rupa-rupanya cinta kepada saya, dan saya pun sudah berhasil
mencintai tuan, tadi. Apalagi? Apa barangkali ada seorang di belakang tuan
yang menghubungkan kita?

T : Nona salah tafsir. Dan justru pada hal yang penting, nona salah tafsir.

G : Bagaimana ini? (DUDUK)

T : Nona kira bahwa saya datang buat melamar nona?

G : Lantas buat apalagi?

T : Benar. Tapi bukan saya sendiri yang bakal mengawini nona, saya cuma
seorang makelar.

G : Makelar! Ya, Tuhan, jadi tuan cuma makelar? Jadi ada orang di belakang
tuan yang akan mengawini saya? Tapi kenapa dia tidak datang sendiri?
Saya belum bisa menentukan kalau begitu, jangan-jangan dia seperti
drakula.
(KE SAMPING) Ya Tuhan, hancur segala mimpiku sekarang.

T : Nona sudah mengajukan syarat-syarat, dan syarat-syarat itu sudah


terpenuhi. Itu beres kan? Nona minta apa lagi?

G : Tapi kenapa dia tidak datang sendiri?

T : Hari ini dia ke Rumah sakit, sedang nona hanya bisa menerima tamu pada
hari Rabu saja. Jadi terpaksa harus saya yang melamarkan dia. Tapi
minggu depan katanya sudah bisa melaksanakan perkawinan.

G : Tapi bagaimana kira-kira dia tampangnya tuan?

T : Oh, nona jagan kawatir. Pokoknya syarat-syarat yang nona sodorkan


semua sudah dia penuhi. Ia seorang yang jauh lebih baik dari apa yang
nona sangkakan. Ia seorang yang sudah banyak pengalaman dan alim,
pernah ke luar negeri, meskipun cuma sebentar, nona. Dan dia dari
keluarga alim.
Dan yang terpenting, dia telah jatuh cinta begitu pertama kali melihat
gambar nona. Ia sungguh jatuh cinta sehingga mau menyerahkan jiwa raga
buat mendapatkan nona.

G : Tapi saya belum pernah sekalipun melihat dia, bagaimana bisa


mencintainya?!

T : Tanpa tetapi, nona. Nona segera jatuh cinta pada lelaki itu, pada pandang
pertama. Tentu.

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 9
G : Apakah kau bisa menjamin?

T : Tentu, nona jangan kawatir. Saya mau memberi jaminan asal nona mau
saja.
Dia orang alim yang mau hidup sedehana. Yang penting ialah, ia telah jatuh
cinta pada nona. Nona ayu, sekarang sukar mencari orang yang jatuh cinta.

G : Baiklah tuan, untuk sementara saya mau menerimanya, tapi kalau


syaratnya tak terpenuhi, dia bisa masuk bui.

T : Nah, begitu bagus. Jangan nona meragukan kwalitet saya sebagai


makelar. (MELIHAT JAM) Hei,sudah jam 10 sekarang saya mesti buru-
buru pergi, nona. Ada urusan makelar lain yang mesti saya rampungkan
sebelum jam tugas nanti. Jadi nona, pokoknya sudah setuju dan persoalan-
persoalan selanjutnya saya telpon saja.

G : Terserah tuan saja, asal tuan yang menanggung calon suami saya itu.

T : Jangan takut nona. Oh ya, jangan lupa menulis surat pernyataan kepada
surat kabar dan biro-biro perkawinan itu, bahwa lowongan sudah terisi. Ini
perlu nona. Toh nona tak mau punya suami dua orang.

G : Akan saya telpon kantor-kantor itu dengan segera.

T : (BANGKIT) Selamat pagi nona maaf saya agak tergesa-gesa. Jangan lupa
segala-galanya nona.

G : Selamat pagi, tuan. (TAMU KELUAR)


Ya Tuhan saya akan segera kawin. Tapi dengan seorang belum saya
pernah kenal. Aduuuuh nasib! Tapi biarlah, aku akan kawin. Itu adalah
suatu kebahagiaan yang cukup buat saya dalam kesunyian ini. Wahai hari
Rabu yang gilang gemilang. Aku akan kawin.

T : (TERGESA-GESA MASUK LAGI) Maaf nona, ada kelupaan sedikit.

G : Ada apa, tuan?

T : Tadi sudah diputuskan berapa nona harus bayar pada saya? Tarip saya
adalah Rp.5.000,- untuk setiap perkawinan yang berhasil saya rancangkan.

G : Rp.5.000,-? Apa tidak bisa kurang, tuan? Saya sedang krisis.

T : Tak ada tawar menawar, nona!

G : Bagaimana kalau saya bayar separuh dulu!


(TAMU MENGELUARKAN KWITANSI DAN GADIS MASUK MENGAMBIL
UANG, TERUS KELUAR LAGI)
(SETELAH MENANDATANGANI TERUS BERKEMAS).

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 10
T : Bisa juga! (TELAH MENANDATANGANI, TERUS BERKEMAS) Terima
kasih nona, yang lain besok kalau perkawinan sudah berlangsung.

G : Stop dulu, tuan!

T : Ada apa? (BERDIRI DI PINTU)

G : Kira-kira berapa umur bakal suami saya itu?

T : Ah, saya lupa tepatnya. Tapi kira-kira seperti gambar yang ada di atas meja
nona itu. Aahhh, itu. Selamat pagi, nona. (CEPAT-CEPAT KELUAR)

G : (TERKEJUT) Seperti gambar itu? (MEMEGANG GAMBAR) Tapi ini gambar


ayahku. Gambar almarhum ayahku. Jadi aku mesti kawin dengan orang
setua ayah? Ah, tidak masuk akal rasanya. Jaman dulu ada pepatah: tua-
tua kelapa, makin tua ... ... Ya Tuhan, saya akan kawin dengan orang yang
seumur ayahku sendiri? Tapi semuanya sudah disetujui. Dan lagi aku
memang sudah pengen berumah tangga.
(PENGUNG MASUK)

P : Ada apa nona, sudah pergi tamu tadi?

G : Sudah, anu ... Ngung, aku mau kawin. Dan kalu jadi nanti, kau terpaksa
harus keluar. Sebab tentunya sebagian kerjamu sudah bisa dikerjakan oleh
bakal suamiku. Sediakan sekedar makanan, malam ini, untuk pesta kecil
antara kau dan aku. Kita rayakan hari Rabu yang bahagia ini dengan
sekedar ramai-ramai berdua. Kau harus turut berbahagia pula, Ngung.Ya
Tuhan aku akan kawin. (KELUAR)

P : Ini tahun 2010. Ingat, tuan-tuan serta nona-nona dan nyonya-nyonya,


berdua. Semua mengalami kemajuan. 50 tahun jaraknya dari jaman tuan-
tuan sekalian. Semua serba praktis, dan cinta pula bisa selesai praktis,
tuan tak bisa lagi mendengar bisik-bisik di tempat gelap, atau bergandeng
tangan sambil berjalan. Tak ada lagi saling cubit mencubit atau sentuh-
sentuhan mesra diantara dua orang kekasih. Tak cium-cium dalam gelap.
Tak ada lagi.
Hal-hal tersebut sudah dilindas oleh sejarah, jaman menghendaki hal-hal
lebih praktis, tak ada hal-hal nampak lucu.
Jaman sudah berubah, tuan-tuan. Jaman sudah berubah dan akan selalu
berubah.
Para hadirin sekalian, selamat malam.

Layar Turun

Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 11





















Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 12







Naskah Koleksi Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta (c) retype 2005 13

Você também pode gostar