Você está na página 1de 7

REFERAT

ANASTESIA PADA PEMBEDAHAN


RAWAT JALAN

DISUSUN OLEH:
Dwi Andrio Septadi
2007730040

DOKTER PEMBIMBING:
Dr. Dadang Sp.AN
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANASTESI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014
1

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul Anastesia pada
Pembedahan Rawat Jalan.
Referat ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan sekaligus memenuhi tugas
kepaniteraan klinik ilmu Anastesi di RSUD Cianjur. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Pembimbing: dr. Dadang Sp.AN selaku konsulen Anastesi di RSUD Cianjur
2. Orang tua yang selalu mendoakan keberhasilan penulis
3. Teman-teman sekelompok atas dukungan dan kerjasamanya
Semoga dengan adanya laporan kasus ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
dan berguna bagi penulis maupun teman sejawat lainnya.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis sangat membutuhkan saran dan kritik untuk pembuatan referat yang lebih baik di
waktu yang akan datang.
Terima kasih.

Cianjur, Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar...............................................................................................................................

Daftar isi........................................................................................................................................

1.1 Pendahuluan

1.2 Seleksi Pasien

1.3 Tindakan Bedah

1.4 Persiapan Pasien

1.5 Premedikasi

1.6 Induksi dan Rumatan Anastesia

1.7 Tatalaksana Jalan Napas

1.8 Pulih Anastesia


6
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................

1.1 PENDAHULUAN
Meskipun ada istilah bedah minor atau bedah kecil dan bedah sedang, tetapi tak
ada istilah anastesia kecil atau sedang. Anastesia pada bedah rawat jalan (day care
anesthesia, ambulatory anesthesia, one day care anesthesia, outpatient anesthesia)
harus diusahakan agar pasien cepat sadar, bebas dari nyeri, tidak mual atau muntah,
cepat mobilisasi dan pasien serta keluarganya merasa aman
Penjadwalan anastesia untuk pasien bedah bedah rawat jalan idealnya sudah
ditentukan beberapa hari sebelumnya, sehingga ada kesempatan kalau diperlukan
tambahan pemeriksaan laboratorium atau konsultasi, karena biasanya anstesia hanya
punya waktu terbatas bertemu dengan pasien.
Keuntungan anastesia pada bedah rawat jalan:
-

Pasien dapat memilih hari dan jam yang sesuai, terutama untuk anak dan
manula.

Tidak usah menunggu ada kamar kosong dirumah sakit.

Insiden infeksi rendah.

1.2 SELEKSI PASIEN


Pasien harus sehat dan fit dengan keadaan fisik pasien sebaiknya ASA-1 atau
ASA-2. Kalau ada penyakit sistemik yang kronis misalnya hipertensi atau diabetes,
maka seyogyanya sudah terkendali dan diramalkan tak akan menambah berat penyakit
tersebut (ASA-3).
Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan khusus lainnya
seperti pemeriksaan radiologis dan sebagainya, kecuali atas indikasi. Pemeriksaan
kadar Hb atau Ht dan urinalisis masih kontroversial. Sebagian besar setuju tidak
diperlukan, karena akan menambah bahaya.

1.3 TINDAKAN BEDAH


Bedah minor, < 60 menit

Cabut gigi

Biopsi atau ekstrapasi tumor di permukaan kulit

Dilatasi-kuretase

Histeroskopi

Eksisi kista bartolini


4

Herniotomi

Sirkumsisi

Vasektomi

Ekstraksi katarak

Miringotomi

Adenoidektomi

Bronkoskopi

1.4 PERSIAPAN PASIEN


Puasa tetap diperlukan, dan 3 jam sebelum anestesia masih diperkenankan minum
cairan bening seperti teh manis atau jus buah encer.
Setelah pasien pulang, tidak diperbolehkan mengendarai mobil sendiri dalam 24-48
jam.
Anastesia umum lebih digemari, karena anastesia regional spinal, epidural berisiko
terjadinya hipotensi ortostatik, blockade motorik atau sensorik yang berkepanjangan,
retensio urin dan nyeri kepala pasca anastesia.

1.5 PREMEDIKASI
Biasanya tidak diperlukan, kalupun diperlukan:

Analgetika gol. AINS


misalnya ketorolac (toradol) 10-30 mg.

Obat anti mual muntah


Simetidin 300 mg, oral satu hari menjelang operasi atau iv beberapa saat
sebelum induksi anastesia.
Ondansentron 4 mg iv pada dewasa menjelang induksi anstesia.

Opioid kerja singkat


Misalnya fentanil 1-2mcg/kg
Diberikan menjelang induksi anastesia.

1.6 INDUKSI DAN RUMATAN ANASTESIA


Induksi propofol 2-2,5 mg/kgBB i.v
Tiopental 3-7 mg/kgBB i.v
Nyeri pada suntikan propofol i.v lidokain 10-20 mg i.v
Rumatan dapat menggunakan inhalasi halotan, enfluran, isofluran, desfluran atau
sevofluran
Rumatan anastesia i.v hanya digunakan propofol 4-12 mg/kgBB/jam dengan bantuan
opioid fentanil 1 /kg

1.7 TATALAKSANA JALAN NAPAS


Penggunaan sungkup laring makin sering dilakukan mengingat pemasangannya tidak
memerlukan pelumpuh otot, kalaupun diperlukan pilihan jatuh pada golongan
nondepol kerja singkat misalnya mivakurium (mivakron) atau rokuronium (esmeron).
Dengan adanya sungkup laring, maka penggunaan pelumpuh otot dan pipa trakea kian
berkurang.
Pada penggunaan pelumpuh otot, usahakan pada akhir oprasi tanpa menggunakan
penawar neostigmin yang kadang-kadang menyebabkan nyeri otot.

1.8 PULIH ANESTESIA


Nyeri pasca bedah

Mencegah timbulnya nyeri pasca bedah baik sewaktu masih dirumah sakit
ataupun sudah dirumah pasien diperlukan pendekatan multifaktorial.
Dengan anestetik lokal kerja panjang (bupivakain), menggunakan opioid kuat
(fentanil, sufentanil), dan pasca bedah menggunakan analgetik kuat nonopiad
(ketorolak)

Mual muntah pasca bedah

Pencegahan mual muntah pasca bedah sangat penting, karena sering terjadi
pasca bedah.
Penggunaan propofol, opioid kuat kerja pendek disusul analgetik anti
inflamasi non-steroid, disamping penggunaan anti emetik droperidol,
metoklopramid, ondansetron atau granistron.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gudaityte J, Marchertiene I, Pavalkis D. Anesthesia for ambulatory anorectal surgery.


Medicina. 2004;4 (2).
2. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Anestesiologi. FKUI: Jakarta. 1989. p. 135-9.
3. Latief SA dkk. Anestesiologi. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta 2001. Hal: 121-3.
4. Joshi GP. Inhalational techniques in ambulatory anesthesia. Anesthesiology Clin N Am.
2003;21:263-72.
5. Dewandre PY. Preoperative management for ambulatory anaesthesia: does the choice of
drug matter? Acta Anaesth Belg Suppl. 2004.55 00-00.
6. Deutsch N, Cristhoper L. Patient outcomes following ambulatory anesthesia.
Anesthesiology Clin N Am. 2003;21: 403-15.
7. Joshi GP. The society for ambulatory anesthesia: 20th annual meeting report. Anesth
Analg. 2006;102:759-63.
8. Posner KL. Liability profi le of ambulatory anesthesia. ASA Newsletter. 2000;64(6):10-2.
9. White P. Anesthesia for ambulatory surgery. Mxicana de Revista Anest. 2004;27 Sup.1:
43-52.
10. Wennervirta J, Ranta S, Hynynen M. Awareness and recall in outpatient anesthesia.
Anesth Analg. 2002;95:72-7.
11. Chakravorty NJ, Chakravorty D, Agarwal. Spinal anaesthesia in the ambulatory setting: A
review. Indian J Anaesth. 2003;47(3):167-73.

Você também pode gostar