Você está na página 1de 2

Preparasi sampel adalah proses

penting yang harus dilakukan untuk


menyiapkan sampel sehingga sampel tersebut
siap
untuk
dianalisis
menggunakan
instrumentasi yang sesuai. Preparasi sampel
juga dilakukan untuk analisis mineral. Garam
mineral yang terdapat dalam bahan pangan
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
garam organik dan anorganik. Kadar mineral
dari suatu bahan pangan dapat ditetapkan
setelah melalui tahapan-tahapan tertentu,
salah satunya tahapan pengabuan. Abu
merupakan
zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Pengabuan
dapat dibedakan menjadi pengabuan kering
(dry ashing) dan pengabuan basah (wet
ashing) (Fauzi 2000).
Pada percobaan preparasi sampel
untuk analisis mineral kali ini hanya
dilakukan pengabuan basah. Pengabuan basah
dilakukan
dengan
cara
mengoksidasi
komponen organik sampel menggunakan
oksidator kimiawi seperti asam kuat, baik
secara tunggal maupun kombinasinya. Asam
nitrat dan asam sulfat sering dikombinasikan
untuk digunakan dalam pengabuan basah,
karena asam sulfat akan memakan waktu
oksidasi yang sangat lama, sedangkan asam
nitrat mampu mengoksidasi bahan organik
sampel dengan baik, akan tetapi cepat habis
sebelum
semua
sampel
terdekstruksi
sempurna. Oleh karena itu, kombinasi
tersebut
digunakan
untuk
menyiasati
kekurangan dari masing-masing oksidator
kimiawi tersebut (Gunawan 2009).
Tahapan pengabuan basah diawali
dengan menimbang sampel sebanyak satu
gram
dan
melarutkannya
dengan
menggunakan 15 ml air ke dalam erlenmeyer
100 ml. Air yang digunakan untuk melarutkan
adalah air deionisasi untuk mengurangi bias
pada hasil analisis mineral. Setelah itu, pada
sampel ditambahkan 10 ml HNO3 (asam
nitrat) dan 10 ml H2SO4 (asam sulfat) 98%,
agar larutan dan sampel dapat teroksidasi
sempurna dan zat-zat organik di dalamnya
dapat terdestruksi pada suhu rendah sehingga
kehilangan mineral akibat penguapan dapat
dihindari. Kedua asam tersebut juga
merupakan oksidator yang kuat sehingga
proses oksidasi dan destruksi dapat dipercepat
(Setiono
dan
Pudjaatmaka
2009).

Penambahan HNO3 dan H2SO4


98%
dilakukan di ruang asam karena kedua
pereaksi tersebut merupakan pereaksi yang
cukup berbahaya dan bersifat korosif (Ngili
2010).
Tahap selanjutnya setelah penambahan
reagen adalah pemanasan larutan sampel
menggunakan hot plate di ruang asam. Ketika
proses pemanasan, akan terjadi oksidasi
komponen organik dari sampel sehingga
larutan sampel akan mengeluarkan asap dan
warna larutan berubah menjadi jernih.
Apabila warna larutan berubah menjadi hitam,
yang menandakan bahwa zat organik dari
sampel masih tersisa namun reagen yang
digunakan untuk mengoksidasinya telah
habis, maka larutan harus ditambahkan
dengan HNO3
sebanyak 10 ml dan
dipanaskan kembali. Setelah larutan berwarna
jernih, larutan selanjutnya diangkat dan
didinginkan.
Larutan
yang
telah
dingin
ditambahkan dengan air deionisasi sebanyak
1-2
tetes
untuk
meyakinkan
dan
mengakuratkan bahwa senyawa senyawa
organik dari sampel benarbenar telah
teroksidasi sempurna karena penambahan air
deionisasi tersebut dapat mengikat senyawa
senyawa lain yang larut dalam air (Setiono
dan Pudjaatmaka 2009). Warna larutan harus
tetap jernih agar tahapan selanjutnya dapat
dilaksanakan, akan tetapi apabila larutan
berubah menjadi berwarna kuning yang
berarti masih terdapat zat organik pada
sampel, maka larutan harus dipanaskan
kembali hingga benar-benar jernih. Lalu
larutan diangkat dan didinginkan, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan
dilakukan pengenceran dengan penambahan
air deionisasi hingga tanda tera.
Metode pengabuan basah dapat
dikatakan lebih baik dibandingkan dengan
pengabuan kering, karena tidak banyak bahan
yang hilang dengan suhu pengabuan yang
tinggi seperti pada pengabuan kering. Selain
itu, waktu pengabuan basah relatif lebih cepat,
peralatan yang digunakan sederhana, proses
oksidasi cepat, volatilisasi mineral lebih
rendah, dan suhu yang dibutuhkan juga tidak
terlalu tinggi. Akan tetapi, teknik pengabuan
basah hanya dapat digunakan untuk analisis
sampel
dalam
jumlah
sedikit
dan

pelaksanaannya juga harus dilakukan dengan


sangat hati-hati karena reagen yang digunakan
bersifat korosif dan berbahaya dan perlu
koreksi terhadap reagen yang digunakan
(Gunawan 2009).
Daftar Pustaka:
1. Fauzi Mukhammad. Analisa Hasil Pangan
(Teori dan Praktek). Jember (ID): UNEJ.
2000.
2. Gunawan D, dkk. Petunjuk Operasi AAS
Analyse 100. Lab. Kimia Instrumen
UNNES. 2009.
3. Ngili Y. Biokimia Dasar. Jakarta (ID):
Rekayasa Sains. 2010.
4. Setiono L, Hadyana Pudjaatmaka. Analisis
Anorganik
Kualitatif
Makro
dan
Semimikro Bagian I. Jakarta (ID): PT.
Kalman Media Pustaka. 2009.

Você também pode gostar