Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Usus besar atau kolon kira-kira 1,5 meter adalah sambungan dari usus
halus dan mulai di katup iliokolik atau ilioseikal yaitu tempat sisa makanan lewat.
Reflek gastrokolik terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan
peristaltic didalam usus besar. Refleks ini menyebabkan defekasi. Kolon mulai
pada kantong yang mekar padanya terdapat appendix vermiformis.9
Fungsi serupa dengan tonsil sebagian terletak di bawah sekum dan
sebagian dibelakang sekum atau retrosekum. Sekum terletak di daerah iliaka
kanan dan menempel pada otot iliopsoas. Disini kolon naik melalui daerah daerah
sebelah kanan lumbal dan disebut kolon asendens. Dibawah hati berbelok pada
tempat yang disebut flexura hepatica, lalu berjalan melalui tepi daerah epigastrik
dan umbilical sebagai kolon transvesus. Dibawah limpa ia berbelok sebagai
fleksura sinistra atau flexura linealis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan
lumbal sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang
disebut flexura sigmoid dan dibentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis, dan
kemudian masuk pelvis besar menjadi rectum.9
2
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dan,
dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.9,10
Persyarafan motorik sphincter ani interna berasal dari serabut saraf
simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf
parasimpatis (n.splanchnicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis
serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani
dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensarafi sphincter ani
eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanchnicus (parasimpatis). sehingga,
Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.10
terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara volunter dengan
menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi.1
MEGAKOLON
Megakolon adalah dilatasi abnormal dari kolon yang sering disertai oleh
paralisis dari peristaltik usus. Selama proses pencernaan makanan, otot otot pada
kolon membawa makanan dengan gerakan peristaltiknya. Ketika kita makan, sel
saraf pada dinding usus (sel ganglion dari pleksus saraf) yang menerima sinyal
dari otak dan akan menghantarkan informasi ke otot intestinal untuk mendorong
isi kolon (feses). Pada keadaan dimana kolon kehilangan atau terjadinya
perkembangan abnormal dari sel saraf, isi kolon tidak dapat terdorong dari
segmen ini.5,11
Pada kebanyakan kasus, penyakit ini terbatas pada rectum atau region
rectosigmoid. Kolon menjadi terhalang oleh feses sebagian maupun total sehingga
terjadi konstipasi. Obstruksi didalam kolon menyebabkan tekanan didalamnya
menjadi meningkat (diatas zona tanpa ganglion atau area obstruksi), relaksasi
dinding usus (ukuran usus lebih besar dari pada normal) serta stagnasi feses akibat
obstruksi ini menjadi media infeksi bakteri dan akumulasi toksin yang dapat
menyebabkan masalah yang serius.7,8,11
Pada kasus yang lebih ekstrim, feses dapat berkonsolidasi menjadi massa
yang keras didalam kolon, yang disebut dengan fecaloma, yang membutuhkan
operasi untuk mengeluarkannya. Kolon manusia dikatakan membesar secara
abnormal bila diameternya mencapai lebih dari 12 cm di caecum, lebih dari 6,5
cm di rectosigmoid dan lebih dari 8 cm di kolon ascenden.7
Megakolon dapat akut maupun kronik. Juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan etiologinya, berdasarkan penyebabnya, megakolon dibagi menjadi 2
yaitu megakolon kongenital yang sering disebut dengan penyakit Hirschsprung
serta megakolon non kongenital atau akuisita yang biasanya terjadi akibat dari
beberapa penyakit tertentu.1,4
Tanda dan gejala eksternal dapat berupa konstipasi yang memanjang, perut
kembung, nyeri perut, teraba massa feses yang keras. Pada megakolon toksik
dapat ditemukan tanda-tanda berupa demam, kadar kalium darah yang rendah,
takikardia dan shock. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang
penting pada penyakit megakolon. Foto polos abdomen sangat berguna untuk
screening awal, setelah foto polos abdomen dapat menemukan adanya megakolon,
dapat digunakan barium enema untuk pemeriksaan selanjutnya dengan beberapa
alasan:1,11
1. Secara akurat dapat menentukan besarnya kolon.
2. Membantu untuk memisahkan antara adanya megakolon, megarektum,
atau keduanya.
3. Membantu untuk melihat anatomi usus besar, dapat digunakan untuk
pencernaan tindakan terapi selanjutnya
terjadi pada usus besar karena tidak terdapatnya sel ganglion Auerbach dan
Meissner. Penyakit ini lebih dikenal dengan Aganglionalis Kongenital.2,11
Kadang seseorang menderita konstipasi yang begitu parah sehingga
pergerakan usus hanya terjadi beberapa hari sekali atau kadang hanya sekali
dalam seminggu. Keadaan ini menyebabkan sejumlah besar feses menumpuk di
kolon, kadang kadang menyebabkan distensi kolon dengan diameter 3 4 inci.
Keadaan ini disebut megakolon atau penyakit Hirschsprung.10
Epidemiologi
Penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus. Diperkirakan satu
diantara 5.000 10.000 kelahiran. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak
laki laki (80%) dari pada wanita dan tersering pada neonatus serta terjadi pada
bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg.2,6
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah lakilaki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan
pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan
kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun
hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down
Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya
fekaloma,
maka
dijumpai
gangguan
urologi
seperti
refluks
1/3
kasus).12
Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Megakolon itu sendiri
adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada
anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus.2,3
Beberapa peneliti menyatakan bahwa Hirschsprung disebabkan karena
kekurangan migrasi sel saraf untuk berkembang. Sebuah penelitian menilai neural
cell adhesion molecules (NCAM) pada Hirschsprung. Usus yang mengandung sel
10
Penampilan makroskopik
Bagian usus yang tidak berganglion terlihat spastic, lumen terlihat kecil.
Usus dibagian proksimalnya disebut daerah transisi, terlihat mulai melebar
dari bagian yang menyempit. Usus di bagian proksimalnya lagi lebih
melebar lagi dan umumnya mengecil kembali mendekati kaliber lumen
usus normal.
Patologi
Akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal
dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak adanya
inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal.2
Segmen aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 755 penderita; 10%
pada seluruh kolon tanpa sel sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung ujung
saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi.
Secara histology, tidak di dapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan
ditemukan berkas
berkas
saraf
yang hipertrofi
dengan
konsentrasi
Klasifikasi
Hirschsprung
yaitu:
1,3,11
11
Manifestasi klinis
Gejala gejala klinis penyakit hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan:
-
12
tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut, tetapi pada pemeriksaan
rectum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar, mungkin akan
berupa butir butir kecil, seperti pita atau berkonsistensi cair; tidak ada
tinja yang besar dan yang berkonsistensi seperti tanah pada penderita
dengan konstipasi fungsional. 1,2,11
-
Diagnosis
Penegakkan diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yaitu :
-
Gejala klinis dapat pula timbul pada umur beberapa minggu atau baru
menarik perhatian orang tua setelah beberapa bulan.2
Pemeriksaan Radiologi
-
14
saraf. Biopsi seluruh lapisan rectum dapat dilakukan saat operasi untuk
memastikan diagnosis dan derajat keterlibatan. 2,5,11
Pemeriksaan histokimia
Pada pemeriksaan histokimia aktivitas kolinesterase biasanya meningkat.
Biopsy isapan rectum hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea
dentate untuk menghindari daerah normal hipoganglionosis di pinggir anus.
Biopsy harus mengandung cukup sampel submukosa untuk mengevaluasi adanya
sel
ganglion,
biopsy
dapat
diwarnai
untuk
asetilkolinesterase,
untuk
Diagnosis banding
Banyak kelainan usus dengan penampilan klinik obstruksi yang menyerupai
penyakit hirschsprung atau sumbatan anorektum oleh mekonium yang sangat
padat, mekonium ileus dan sebagainya.
1. Meconium plug syndrome
Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirscprung pada neonatus,
tapi setelah colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya
normal.2,11
2. Akalasia recti
Keadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip
dengan Hirschprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya
ganglion Meissner dan Auerbach.1,11
Terapi
Prinsip
penanganan
adalah
mengatasi
obstruksi,
mencegah
terjadinya
16
Tindakan Pembedahan
I.
penderita
Hirschsprung
yang
telah
besar
sehingga
3,5
17
18
Kolon
kiri
tetap
ditinggalkan
dan
tidak
perlu
1,5
hirschsprung
yang
melibatkan
segmen
panjang
20
Komplikasi
-
Prognosis
Prognosis baik kalau gejala obstruksi segera diatasi. Penyakit hirschsprung
yang diterapi dengan pembedahan umumnya memuaskan. Sebagian besar
penderita berhasil mengeluarkan tinja (kontinensia). Penyulit pasca bedah seperti
kebocoran anastomosis atau striktur anastomosis umumnya dapat diatasi. Masalah
pasca bedah meliputi enterokolitis berulang, striktur, prolaps, abses perianal dan
pengotoran tinja. 2,11
21
MEGAKOLON AKUISITA
22
Megakolon organik yang didapat, juga dapat terjadi sebagai kondisi yang
disebabkan obstruksi mekanis dari colon bawah, rectum maupun anus. Beberapa
kasus di sebabkan oleh :5
-
Limphogranuloma venereum
Endometriosis
Radiasi proktitis
Megakolon toksik
Megakolon toksik merupakan tahap klinis dari colitis akut dengan dilatasi
segmental ataupun total dari kolon yang berhubungan dengan tanda toksik dengan
gejala klinis yaitu :5,13
-
Demam tinggi
Nyeri abdomen
Malaise
Takikardia
Leukositosis
Distensi abdomen
Dehidrasi
Kondisi ini dapat berkembang menjadi kondisi toksik dan termasuk kegawat
daruratan medis, yang merupakan komplikasi yang mengancam jiwa dari colitis
ulseratif (Morbus Chron) serta dapat terjadi sebagai penyakit kronis eksaserbasi
akut namun lebih sering berkembang selama timbulnya gejala awal. Penyebab nya
tidak diketahui namun beberapa faktor yang menyebabkannya yaitu obat obatan
anti diare, opiate, alkaloid beladona dan barium enema.5,13
23
24
BAB III
ILUSTRASI KASUS
STATUS PASIEN
I.
II.
III.
IDENTIFIKASI PASIEN
Nama
: An. NA
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 11 Bulan
: Tn. S
Usia
: 43 Tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pegawai swasta
Nama Ibu
: Ny. N
Usia
: 43 Tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesa
Tanggal
a. Keluhan Utama
Nyeri Perut sebelah kiri bawah yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
b. Keluhan peyerta
Mual (+), Muntah (+) , Demam hilang timbul , Perut
kencang dan kembung, Nafsu makan menurun, belum BAB sejak
7 hari yang lalu.
25
belum
BAB
seperti
ini
sering
berulang
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Rutin kontrol
Rumah bersalin
Bidan
Cara persalinan
Masa gestasi
Partus spotan
Cukup bulan (40 minggu)
26
o Berat lahir
: 3300 gr
o Panjang
:o Lingkar kepala
:o Langsung menangis : Ya
o Nilai APGAR
:o Kelainan bawaan : -
Keadaan bayi
Ibu pasien lupa kapan pasien keluar mekonium pertama kali setelah lahir.
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.
g. Riwayat gizi dan nutrisi
h. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dilakukan di Puskesmas
BCG
1 bulan
HEPATITIS B
0,1 bulan
DPT
2, 3, 4 bulan
POLIO
1, 2, 3, 4 bulan
IV.
PEMERIKSAAN
a. PEMERIKSAAN
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Nadi
: 103 x/menit
Respirasi
: 27 x/menit
27
Suhu
: 37,4 C
Status Gizi:
Klinis: edema (-), tampak kurus (+)
Antropometris:
Berat Badan (BB)
:9
Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) : 98
kg
cm
BB/U
: 3,6
TB/U
: 21,4
BB/TB
: 0,16
BMI
: (BB) / [(TB)*(TB)]
18 / [107]2 = 15,7
b. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
: Normocephal
Mata
Leher
Thoraks
Cor
Pulmo
Abdomen
Genitalia
Ekstrimitas
Kulit
cepat
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Hb
Ht
: 30% (40-46%)
28
Leukosit
: 10.000 ul(5000-10000/ul)
Trombosit
: 245.000ul(200000-500000/ul)
Na+
: 138 mmol/L
K+
Cl
: 99 mmol/L (98-108 )
SGOT
: 11 U/L (<29 )
SGPT
: 26 U/L (<29 )
GDS
Ureum
Kreatinin
Hitung Jenis
Basofil
:0
Eosinofil
:0
Batang
:0
Segmen
:78
Limfosit
: 15
Monosit
:7
Pemeriksaan Urin
Warna
: kuning
BJ
: 1,015
PH
: 7,0
Keton
:+2
Darah/Hb
: +2
Protein
: +1
Leukosit
: 1-3
Eritrosit
: 8-10
Sel epitel
: +1
Bakteri
:+
29
Pemeriksaan BNO
30
- usus dilatasi
- distribusi udara usus tidak tampak di rectum
- herring bone di kiri
Kesan : Suspek Ileus
V.
DIAGNOSIS KERJA
-
VI.
Mata
Dada
Abdomen
Kulit
31
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
VII.
RENCANA TERAPI
Non- mendikamentosa
Tirah Baring
Puasa
O2 2-3 L
Pemasangan NGT
Medikamentosa
VIII.
IX.
Microlac supp 5 ml
Ondansentron 2x2mg
Omeprazol 2x10 mg
Inj. Ceftriaxon 1 g
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
RESUME
Pasien anak laki-laki datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri
seperti ditusuk-tusuk sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluh lemas, mual, muntah, sulit untuk BAB, demam yang
32
BAB IV
ANALISIS KASUS
Hirschsprung Disease adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai
pleksus auerbach dan pleksus meissner pada kolon. Sembilan puluh persen (90%)
terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan
seluruh usus (Total Colonic Aganglionois). Tidak adanya ganglion sel ini
mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus
fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon
yang lebih proksimal. Pada kasus yang disajikan kali ini didapatkan pasien datang
dengan keluhan utama nyeri perut sebelah kiri yang tidak berhubungan dengan
posisi tubuh dan dirasakan terus menurus. Selain itu, didapatkan juga keluhan
tambahan berupa mual, muntah, konstipasi, demam yang hilang timbul dan nafsu
makan yang menurun. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol
adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Kegagalan
mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut
menjadi kembung.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan yang normal, hanya pada
pemeriksaan abdomen terlihat bentuk abdomen yang membuncit dan pada
perabaan teraba keras. Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding
33
abdomen. Namun, pada pasien ini tidak terlihat spontan gerakan peristaltik dari
luar. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya
buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
defekasi. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil hemoglobin yang
menurun, jumlah leukosit yang meningkat dan jumlah LED yang meningkat.
Jumlah atau hasil hemoglobin yang menurun mungkin dikarenakan masukan
nutrisi yang kurang dan kehilangan melalui usus ( perdarahan yang menyertai
diare). Tapi pada kasus ini lebih kepada asupan nutrisi yang kurang. Sedangankan
pada jumlah leukosit dan LED yang meningkat disebabkan oleh faktor infeksi
dalam tubuh pasien.
Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa
neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak
mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran. Walaupun
barium enema berguna untuk menegakkan diagnosis, biopsi rektum tetap menjadi
gold standard penegakkan diagnosis. Biasanya, karena bayi tumbuh dalam
kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia) mulai terbentuk antara lapisan otot di
bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir
di usus besar bagian bawah (dubur). Pada anak-anak dengan penyakit
Hirschsprung, proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh
panjang dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang dari hanya beberapa
centimeter dari usus besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti.
Pada pasien ini dilakukan terapi cairan maupun obat. Namun pada selanjutnya,
pasien dirujuk untuk mendapat penanganan yang lebih lagi diutamakan terapi
definitif bedah.
34
BAB V
KESIMPULAN
klinis
penyakit
Hirschsprung
(megakolon
kongenital)
dibedakan berdasarkan usia, gejala klinis mulai terlihat dimana pada periode
neonatal terdapat trias gejala klinis yakni pengeluaran mekonium yang terlambat,
muntah hijau dan distensi abdomen sedangkan gambaran klinis pada megakolon
yang didapat, sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Penatalaksanaan megakolon kongenital terdiri dari tindakan non bedah dan
tindakan bedah. Tindakan bedah terdiri dari Prosedur Swenson, Prosedur
35
Duhamel,
Prosedur
Soave
atau
Endorectal
Pull
Through
sedangkan
36
DAFTAR PUSTAKA
37
(diakses
28
Agustus
2013).
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/181054-overview
38