Você está na página 1de 12

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS METODE KANGURU DENGAN INKUBATOR

TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH


DI RUANG MELATI RSUD PROF. DR.MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Siti Suwaibah1*, Sodikin2, Mustiah Yulistiani3
ABSTRACT
Background: Incubator use is a common practice in nursing of low birth weight newborn. This
method is aimed to regulate the babys temperature, reducing infection risk, and enhance babys
body weight gain. However, the use of incubator may be less cost effective. Alternatively, Kangaroo
care method may be the solution to shorten the hospital stay.
Goal: the study aimed to investigate the effectiveness of kangaroo care method compared with
conventional incubator care method to increase the babys body weight in Melati ward Margono
Soekarjo hospital Purwokerto.
Method: The study was a quasi experimental. The population was all low birth weight babies in
Melati ward during October-December 2009. There were 44 babies recruited in the study which
were grouped into equivalent group of kangaroo care method and Incubator care method. A t- test
independent analysis was applied in this study.
Result: the study result showed that the biggest category of mothers age was 20-35 years old in
both group, most of them were less than 37 weeks of pregnancy and baby boy was more than baby
girl in both groups. There were differences of weight gain between both groups in the fifth day
at77.28 grams and in the 10th day at 150.91 grams. Overall, there was a difference of weight gain
between babies who had Kangaroo care method and incubator care method (p=0.001).
Conclusion: the use of kangaroo care method is more effective compared with incubator care
method in caring low birth weight babies.
Keywords: Kangaroo care method, Incubator care method, Low birth weight newborn.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Berdasarkan perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1995 hampir
semua (98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di Negara berkembang. Lebih dari dua
pertiga kematian itu terjadi pada neonatal dini.Umumnya karena berat badan lahir kurang dari
2500 gram. Menurut WHO 17% dari 25 persalinan pertahun adalah berat badan lahir rendah
(BBLR) dan hampir semua terjadi di Negara berkembang.
Menurut Survei Kesehatan dan Rumah Tangga (SKRT) 2003 diantara sebab kematian bayi
yang tertinggi adalah faktor-faktor penyebab kematian bayi baru lahir sampai usia 28 hari yaitu
sebagai berikut : berat badan rendah (29%); gangguan pernafasan (27%); masalah pemberian
makanan (10%); tetanus (10%); gangguan darah (6%); infeksi (5%); lain-lain (13%) (Prambudi,
2009).1,2
Negara-negara berkembang termasuk Indonesia dihadapkan pada masalah kekurangan
tenaga terampil, biaya pemeliharaan alat serta logistik. Selain itu penggunaan inkubator dinilai
menghambat kontak dini ibu-bayi dan pemberian air susu ibi (ASI), serta berakibat ibu kurang
percaya diri dan tidak terampil merawat bayi BBLR, sehingga memerlukan metode perawatan
alternatif yang lebih mudah, murah dan efektif dalam mendukung perkembangan dan
pertumbuhan BBLR.
Perawatan BBLR yang berkualitas baik bisa menurunkan kematian neonatal, seperti
inkubator dan perlengkapannya pada Neonatal Intensive Care Unit. Namun, teknologi ini relatif
mahal. Biaya perawatan BBLR dengan menggunakan inkubator di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo satu hari mencapai Rp.300.000,00. Rata-rata lama rawat inap perawatan BBLR antara
10-15 hari.3 Sehingga hal ini bila terjadi pada keluarga yang tidak mampu suatu keadaan yang
sangat memberatkan.
Data di Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto, tahun 2008, dari 583 kelahiran bayi
yang lahir dengan berat badan <2500 gram sebanyak 44,4%, berat badan lahir antara 2500-4000
gram sebanyak 43,4% dan yang lebih dari 4000 gram sebanyak 12,2%. Hal ini menunjukkan
bahwa hampir separuh dari

kelahiran adalah bayi dengan berat lahir rendah, dan angka

kematian yang disebabkan BBLR mencapai 10,3%. Sedangkan bila dilihat dari 10 besar kasus

yang ada di Ruang Melati RSMS sebagai ruang neonatologi, BBLR menduduki peringkat ke dua
setelah asfiksia.
Banyak juga kasus neonatal berisiko yang dirujuk ke RSMS termasuk kasus BBLR. Data
neonatus rujukan di Ruang Melati pada tahun 2008 menunjukkan dari 496 kasus rujukan 50%
merupakan kasus BBLR dan angka kematiannya mencapai 20,4%.
Masih banyaknya kasus BBLR baik yang lahir di RSMS maupun rujukan merupakan masalah yang
sangat mendasar yang memerlukan perhatian khusus. Hal ini menyangkut masalah penanganan
yang tepat dan cermat yang ditujukan pada kasus BBLR. Karena bayi dengan berat lahir rendah
merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi
khususnya pada masa perinatal. Perawatan yang dilakukan pada awal kehidupan ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama kebutuhan fisiologis agar tercapai suatu keadaan
yang stabil dan terbebas dari penyulit selama proses adaptasi, sehingga memungkinkan bayi
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Hasil penelitian Lusmilasari et al (2003) menyimpulkan bahwa peningkatan berat badan
bayi yang mendapatkan perawatan bayi lekat lebih tinggi dibandingkan yang mendapatkan
perawatan konvensional.4 Rata-rata berat badan bayi yang mendapatkan perawatan bayi lekat
sebesar 1.999 gram, sedangkan rata-rata berat badan bayi yang mendapatkan perawatan
konvensional sebesar 1.921 gram. Hasil penelitian lain oleh Ali et al (2009) di Rumah Sakit
Aligarh India menyimpulkan bahwa metode kanguru dapat meningkatkan berat badan bayi.5
Peningkatan berat badan bayi yang mendapatkan perlakuan dengan metode kanguru meningkat
19,3 gram per hari, sedangkan pada bayi yang mendapatkan perlakuan dengan metode
konvensional meningkat 10,44 gram per hari.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan selama bulan April 2009 pada bayi antara
umur 2-10 hari di Ruang Melati RSMS, didapatkan data sebagai berikut : dari 108 bayi, 80,9% (87
bayi) mengalami penurunan berat badan dan hanya 12,4% bayi mengalami kenaikan berat
badan. Sedangkan sisanya tidak mengalami kenaikan maupun penurunan barat badan. Dari 87
bayi yang mengalami penurunan berat badan, 48.6% adalah BBLR. Penurunan BB bervariasi yaitu
sebanyak 50 bayi BB turun 1%-10% dari BB lahir, 14 bayi BB turun 10%-20% dari BB lahir dan 6
bayi BB turun 20%-30% dari BB lahir. Sedangkan BB turun >30% sebanyak 2 bayi.
Perawatan BBLR menggunakan metode kanguru di Ruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo belum dilakukan. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang
efektivitas penerapan metode kanguru dalam meningkatkan berat badan BBLR.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelirian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui efektivitas perawatan metode
kanguru dibandingkan penggunaan inkubator dalam peningkatan berat badan pada bayi BBLR di
ruang Melati RSUD Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto.
Sedangkan secara khusus penelitian ini memiliki tujuan: peningkatan berat badan bayi BBLR
yang mendapatkan perawatan metode kanguru, peningkatan berat badan bayi BBLR yang
mendapatkan perawatan dalam inkubator, dan perbedaan berat badan bayi BBLR antara yang
mendapatkan perawatan metode kanguru dengan perawatan inkubator di ruang Melati RSUD
Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto.

C. METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan rancangan eksperimen semu dengan menggunakan jenis
rancangan pre test dan post test nonequivalent time sample design (pengukuran dilakukan
sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok sampel). Kelompok sampel pertama
mendapatkan perlakuan dengan metode kanguru, sedangkan lainya menggunakan metode
inkubator. Pengukuran berat badan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali yaitu sebelum perlakuan,
setelah 5 (lima) hari dan setelah 10 (sepuluh) hari perlakuan. Penelitian dilakukan di Ruang
Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada bulan November sampai dengan
Desember tahun 2009. Responden penelitian berjumlah 44 orang dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu kelompok yang mendapatkan perlakuan dalam inkubator sebanyak 22 orang dan
kelompok yang mendapatkan perlakuan metode kanguru. Pengambilan data berat badan
menggunakan timbangan, dilakukan sebanyak 3 kali yaitu berat badan sebelum perlakuan, berat
badan setelah perlakuan hari ke-5 dan berat badan setelah perlakuan hari ke-10. Karakteristik
responden yang diambil meliputi karakteristik ibu bayi dan karakteristik bayi pada setiap
kelompok perlakuan. Data penelitian yang diperoleh selanjutnya ditabulasi dan dianalisis untuk
mengetahui distribusi setiap data yang diperoleh.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa umur ibu bayi sebagian besar antara 20-35
tahun baik pada kelompok inkubator (86,4%) maupun pada kelompok metode kanguru (90,9%).
Umur kehamilan sebagian besar kurang dari 37 minggu baik pada kelompok inkubator (77,3%)
maupun pada kelompok metode kanguru (72,7%). Jenis kelamin bayi laki-laki lebih banyak
dibandingkan yang perempuan baik pada kelompok inkubator (59,1%) maupun pada kelompok
metode kanguru (59,1%).

Tabel 1.
Purwokerto

Distribusi Karakteristik Responden di Ruang Melati RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Karakteristik

1. Umur Ibu (Tahun)


a. < 20
b. 20 35
c. > 35
2. Umur Kehamilan
(Minggu)
a. < 37
b. 37
3. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki
b. Perempuan
4. Berat Badan Lahir
a. 1.500 1.750 gram
b. 1.701 2.000 gram

Kelompok Inkubator

Kelompok Metode Kanguru

0
19
3

0,0
86,4
13,6

0
20
2

0,0
90,9
9,1

17
5

77,3
22,7

16
6

72,7
27,3

13
9

59,1
40,9

13
9

59,1
40,9

10
12

45,5
54,5

10
12

45,5
54,5

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umur ibu bayi sebagian besar antara 20-35
tahun baik pada kelompok inkubator (86,4%) maupun pada kelompok metode kanguru (90,9%).
Umur ibu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian bayi dengan berat lahir
rendah, dimana angka kejadian tertinggi BBLR adalah pada usia di bawah 20 tahun. Kejadian
terendah adalah pada usia ibu antara 26 - 30 tahun (Hasan dkk, 2000).6 Hasil penelitian yang
menunjukkan sebagian besar bayi BBLR pada ibu bayi yang berumur antara 20-35 tahun
menunjukkan faktor umur bukan menjadi penyebab BBLR. Menurut Nelson (2000) penyebab bayi
BBLR dari faktor ibu selain umur yaitu bayi faktor penyakit dan keadaan sosial ekonomi. Angka
kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu di bawah 20 tahun dan pada multigravida
dengan jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia ibu antara 26-35 tahun.6
Pada umur di bawah 20 tahun, organ reproduksi belum matang untuk menerima hasil
konsepsidan dari segi psikis seorang wanita yang berumur terlalu muda belum cukup dewasa
untuk menjadi seorang ibu. Sementara pada kelompok umur 35 tahun organ reproduksi sudah
mulai terjadi penurunan fungsi sehingga dapat mempersulit persalinan dan dapat menyebabkan
lahirnya bayi dengan berat badan rendah (Manuaba,2001).7
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umur kehamilan sebagian besar kurang dari
37 minggu baik pada kelompok inkubator (77,3%) maupun pada kelompok metode kanguru

(72,7%). Hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar bayi BBLR memiliki umur kehamilan
kurang dari 37 bulan sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Nelson (2000) bahwa bayi kecil
untuk masa kehamilan kurang, karena berhubungan dengan keadaan di mana terdapat
ketidakmampuan uterus mempertahankan janin, gangguan selama kehamilan, solusio plasentae,
atau rangsangan yang menimbulkan kontraksi uterus sebelum aterm. berat badannya sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai
untuk masa kehamilan (NKB-SMK), dulu disebut prematuritas murni.6a
Hasil penelitian Graha (2006) menunjukkan hubungan yang bermakna antara umur
kehamilan dengan kejadian BBLR.8 Menurut Manning & Hohler (1991) bahwa pertumbuhan janin
intrauterin dapat dipandang sebagai suatu perubahan dimana terjadi penambahan ukuran janin
dan peningkatan fungsi sistem organ janin yang berlangsung selama kehamilan.9 Perubahan
tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, yang keduanya berinteraksi
terhadap pertumbuhan sel, diferensiasi organ, dan perkembangan metabolic selama
pertumbuhan janin. Pada keadaan tertentu pengaruh tersebut dapat berupa pengurangan
potensi pertumbuhan janin, atau berupa pembatasan pertumbuhan janin yang terjadi sekunder
akibat berkurangnya suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin bayi laki-laki lebih banyak
dibandingkan yang perempuan baik pada kelompok inkubator (59,1%) maupun pada kelompok
metode kanguru (59,1%). Jenis kelamin bayi bukan termasuk salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap bayi BBLR. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar bayi BBLR berjenis
kelamin laki-laki dapat disebabkan karena bayi yang lahir selama berlangsungnya penelitian
berjenis kelamin laki-laki. Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya
bayi dengan BBLR. Faktor yang berhubungan secara langsung dengan faktor ibu yaitu adanya
penyakit pada ibu saat kehamilan. Faktor janin yang dapat menyebabkan BBLR yaitu hidramnion,
kehamilan ganda, kelainan bawaan atau kelainan kromosom dan infeksi kronis (Nelson, 2000).5b
Peningkatan berat badan bayi BBLR yang mendapatkan perawatan metode kanguru dan
perawatan dalam inkubator di ruang Melati RSUD Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto. Data
hasil penimbangan berat badan bayi meliputi berat badan baru lahir, berat badan sebelum
perlakuan, berat badan setelah perlakuan hari ke-5 dan setelah perlakuan hari ke-10 yang
selengkapnya disajikan pada tabel 2.

Tabel .2.
Rata-rata peningkatan berat badan bayi BBLR yang mendapatkan perawatan metode
kanguru dan perawatan dalam inkubator di ruang Melati RSUD Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto
Berat Badan
Metode Kanguru
Metode Inkubator
Selisih

Baru Lahir
Awal Perlakuan
Hari ke-5
Hari ke-10

1.775,00
1.706,82
1.810,23
1.921,36

1.775,00
1.706,82
1.732,95
1.770,45

0
0
77,28
150,91

Berdasarkan hasil penelitian seperti tampak pada tabel 3 bahwa rata-rata berat badan bayi
baru lahir pada kelompok metode kanguru maupun kelompok metode inkubator 1.775,00 gr.
Berat awal perlakuan kelompok metode kanguru maupun kelompok metode inkubator adalah
1.706,82 gr. Berat badan bayi setelah mendapatkan perlakuan selama 5 hari meningkat menjadi
1.810,23 gr dan meningkat kembali setelah 10 hari yaitu 1.921,36 gr. Pada kelompok metode
inkubator, setelah mendapatkan perlakuan selama 5 hari meningkat menjadi 1.732,95 gr dan
meningkat kembali setelah 10 hari yaitu 1.770,45 gram, selisih peningkatan berat badan antara
yang menggunakan metode kanguru dengan yang menggunakan metode inkubator pada hari ke5 sebesar 77,28 gram dan pada hari ke-10 sebesar 150,91 gram

Tabel 3 Analisis perbedaan berat badan bayi BBLR antara yang mendapatkan perawatan metode
kanguru dengan yang mendapatkan perawatan dalam inkubator di ruang Melati RSUD Prof. DR Margono
Soekarjo Purwokerto
Kelompok

BB Awal
gr

Metode
Kanguru

1.706,82

Metode
Inkubator

1.693,1
8

BB Hari Ke-5

BB Hari Ke-10

gr

gr

0,318

0,752

1.810,23

1,942

0,059

1.921,36

3,475

0,001

1.732,22

1.770,45

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa berat badan bayi yang mendapatkan perlakuan
dengan metode kanguru setelah hari ke-5 dan ke-10 lebih berat dibandingkan yang mendapatkan
perlakuan dengan metode inkubator. Hasil uji t diperoleh hasil ada perbedaan berat badan bayi
BBLR antara yang mendapatkan perawatan metode kanguru dengan yang mendapatkan
perawatan dalam inkubator di ruang Melati RSUD Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto
(p=0,001).
Berdasarkan hasil penelitian seperti tampak pada tabel 3 bahwa rata-rata berat badan bayi
baru lahir pada kelompok metode kanguru maupun kelompok metode inkubator 1.775,00 gr.
Berat awal perlakuan kelompok metode kanguru maupun kelompok metode inkubator adalah
1.706,82 gr. Berat badan bayi setelah mendapatkan perlakuan selama 5 hari meningkat menjadi
1.810,23 gr dan meningkat kembali setelah 10 hari yaitu 1.921,36 gr. Pada kelompok metode

inkubator, setelah mendapatkan perlakuan selama 5 hari meningkat menjadi 1.732,95 gr dan
meningkat kembali setelah 10 hari yaitu 1.770,45 gr.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan berat badan bayi yang
mendapatkan perawatan dengan metode kanguru lebih tinggi dibandingkan pada yang
mendapatkan perawatan dalam inkubator. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Syed et
al.(2009) yang menyimpulkan bahwa metode kanguru lebih baik dalam meningkatkan berat
badan bayi dibandingkan dengan metode konvensional (inkubator).10 Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Lusmilasari et al (2003) menyimpulkan bahwa peningkatan berat badan bayi yang
mendapatkan perawatan bayi lekat (metode kanguru) lebih tinggi dibandingkan yang
mendapatkan perawatan konvensional (inkubator).3a Rata-rata berat badan bayi yang
mendapatkan perawatan bayi lekat sebesar 1.999 gram, sedangkan rata-rata berat badan bayi
yang mendapatkan perawatan konvensional sebesar 1.921 gram.
Perawatan bayi BBLR menggunakan metode kanguru tidak saja dapat mempertahankan
kondisi lingkungan yang optimal bagi BBLR, namun juga memberikan kesempatan yang lebih
tinggi bagi ibu untuk memberikan ASI pada bayinya. Hasil penelitian Syed et al.(2009)
menyimpulkan bahwa perawatan metode kanguru dapat meningkatkan frekuensi pemberian
ASI.10a Menurut Sidi (2004) bayi yang mendapatkan ASI memiliki risiko kecil menderita penyakit
karena adanya zat protektif dalam ASI seperti laktobasilius yang berfungsi mengubah laktosa
menjadi asam laktan dan asam asetat.11 Laktoferin bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan
kuman tertentu seperti Staphylococcus dan Eschericia Coli.
Kenaikan berat badan bayi baru lahir yang mendapatkan perawatan dengan metode
inkubator disebabkan kondisi lingkungan bayi dapat terjaga optimal sesuai kebutuhan bayi baru
lahir dengan berat lahir rendah. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Sacharin (1993) yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhan fisiologis, khususnya pada bayi baru lahir diantaranya dengan memberikan
perawatan yang lazim diberikan pada bayi baru lahir yaitu mempertahankan suhu tubuh normal
dan menghindarkan kontak dengan sumber infeksi.12
Pentingnya mempertahankan suhu ruangan bagi BBLR disebabkan keadaan fisiologis
BBLR yang belum tumbuh optimal. Menurut Rafani (2009), kurang sempurnanya alat-alat dalam
tubuh baik anatomis maupun fisiologis pada BBLR sehingga BBLR kesulitan mempertahankan
suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit, permukaan tubuh relatif lebih luas dibandingkan dengan berat badan, otot
yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown fat) yang belum
cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya.13 Jika suhu

lingkungan rendah, bayi akan merespon dengan meningkatkan oksigen dan memperbesar
metabolisme sehingga akan meningkatkan produksi panas yang dapat menyebabkan habisnya
cadangan glikogen.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa berat badan bayi yang mendapatkan
perlakuan dengan metode kanguru setelah hari ke-5 dan ke-10 lebih berat dibandingkan yang
mendapatkan perlakuan dengan metode inkubator. Hasil uji t diperoleh hasil ada perbedaan
berat badan bayi BBLR antara yang mendapatkan perawatan metode kanguru dengan yang
mendapatkan perawatan dalam inkubator di ruang Melati RSUD Prof. DR Margono Soekarjo
Purwokerto (p=0,001). Rata-rata berat awal perlakuan kelompok metode kanguru maupun
kelompok metode inkubator adalah 1.706,82 gr. Rata-rata berat badan bayi setelah mendapatkan
perlakuan selama 5 hari meningkat menjadi 1.810,23 gr 139,44 gr dan meningkat kembali
setelah 10 hari yaitu 1.921,36 gr 155,74 gr. Pada kelompok metode inkubator, setelah
mendapatkan perlakuan selama 5 hari meningkat menjadi 1.732,95 gr 124,02 gr dan meningkat
kembali setelah 10 hari yaitu 1.770,45 gr 131,30 gr. Perbedaan peningkatan berat badan bayi
antara yang menggunakan perawatan metode kanguru dengan metode inkubator pada hari ke-5
sebesar 77,28 gram dan setelah perlakuan pada hari ke-10 sebesar 150,91 gram.

Hal ini

menunjukkan bahwa metode kanguru lebih efektif dalam meningkatkan berat badan
dibandingkan dengan metode inkubator.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Penelitian Triyowati (2007) yang
menyimpulkan bahwa ada perbedaan berat badan bayi BBLR pada kedua kelompok (perawatan
bayi lekat lebih tinggi dibandingkan yang mendapatkan perawatan konvensional) secara statistik
bermakna (p= 0,03) dengan menggunakan t-test.14 Penelitian lain oleh Ali et al (2009)
menyimpulkan bahwa metode kanguru dapat meningkatkan berat badan bayi.4a Peningkatan
berat badan bayi yang mendapatkan perlakuan dengan metode kanguru meningkat 19,3 gram
per hari, sedangkan pada bayi yang mendapatkan perlakuan dengan metode konvensional
meningkat 10,44 gram per hari.
Metode kanguru mengadaptasi perlakuan terhadap BBLR di Kolombia. Martinez yang
dikutip Luize (2003) melakukan perawatan untuk perkembangan bayi dengan berat badan kurang
dari 1.500 g dengan metode kanguru sebagai pengganti perawatan inkubator.15 Perawatan
dengan metode kanguru hasilnya lebih baik dalam mempertahankan suhu optimal serta
kecenderungan kenaikan berat badan.
Nilai lebih dari perawatan metode kanguru adalah karena metode kanguru memberikan
lingkungan hangat yang sesuai, meningkatkan oksigenasi, menurunkan apnoe dan bradikardi,
memfasilitasi pemberian ASI secara dini, meningkatkan lamanya laktasi, menurunkan

pengeluaran kalori, meningkatkan penambahan berat badan, meningkatkan waktu dalam


keadaan perilaku optimum, mendorong kelekatan dan ikatan emosional dengan orang tua, dan
memperpendek masa rawat inap di rumah sakit (Pratomo, 2006).7a,13, 16

E. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Umur ibu bayi sebagian besar antara 20-35 tahun baik pada kelompok inkubator maupun pada
kelompok metode kanguru. Umur kehamilan sebagian besar kurang dari 37 minggu baik pada
kelompok inkubator maupun pada kelompok metode kanguru. Jenis kelamin bayi laki-laki lebih
banyak dibandingkan yang perempuan baik pada kelompok inkubator maupun pada kelompok
metode kanguru. Rata-rata berat badan bayi baru lahir pada kelompok metode kanguru maupun
kelompok metode inkubator 1.775,00 gr. Berat awal perlakuan kelompok metode kanguru maupun
kelompok metode inkubator adalah 1.706,82 gr. Berat badan bayi setelah mendapatkan perlakuan
selama 5 hari meningkat menjadi 1.810,23 gr dan meningkat kembali setelah 10 hari yaitu 1.921,36
gr. Pada kelompok metode inkubator, setelah mendapatkan perlakuan selama 5 hari meningkat
menjadi 1.732,95 gr dan meningkat kembali setelah 10 hari yaitu 1.770,45 gr. Ada perbedaan berat
badan bayi BBLR antara yang mendapatkan perawatan metode kanguru dengan yang mendapatkan
perawatan dalam inkubator di ruang Melati RSUD Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto
(p=0,001).

2. Saran-Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut di atas, dapat diberikan saran-saran sebagai
berikut; perawatan Bayi lahir BBLR menggunakan metode kanguru di rumah sakit hendaknya dibuat
protapnya sehingga penerapan metode kanguru dapat dilaksanakan dengan baik untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan bayi BBLR. Pelayanan terhadap bayi BBLR diperlukan upaya yang
integratif yang melibatkan berbagai fungsi pelayanan keperawatan dan medis di rumah sakit.
Program komunikasi, informasi dan edukasi tentang metode kanguru perlu diberikan kepada
keluarga yang mempunyai bayi dengan BBLR agar dapat merawat bayinya secara optimal.

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Prambudi.
(2009).
Bayi
Baru
Lahir
Meninggal
Setiap
6
Menit
!.
http://www.sinodegbi.org/home/index.php?option=com_content&view=article&id=448%3A
bayi&Itemid=118. Diakses pada tanggal 25 Februari 2010.
2. Prosedur Tetap Perawatan Bayi Dengan Inkubator RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto tahun 2006. Tidak Dipublikasikan.
3. Lusmilasari L, Surjono A, Haksari, E.L.(2003). Pengaruh Perawatan Bayi Lekat terhadap
Pencapaian Pertumbuhan Bayi Berat Lahir Rendah di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat, BKM/XX/02/49-95.
4. Ali S.M, Sharma J, Sharma R, Alam S. (2009). Kangaroo Mother Care as Compared to
Conventional Care for Low Birth Weight Babies. Dicle Medicice Journal Chilt/Vol 36 No. 3,
155-160.
5. Nelson (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Editor A. Samik Wahab. Jakarta: EGC
6. Manuaba IBG. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC
7. Hasan, 2000. Buku Kuliah Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta: FKUI.
8. Kosim M.S, Surjono A, Setyowireni D. (2003). Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru
Lahir untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
9. Graha C. (2006). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
Di
Rumah
Sakit
Urip
Sumoharjo
Kota
Bandar
Lampung.
http://grahacendikia.wordpress.com/2009/04/02/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengankejadian-bayi-berat-lahir-rendah-bblr-di-rumah-sakit-xx. Diakses pada tanggal 25 Oktober
2009.
10. Manning FA, Hohler C. (1991). Intrauterine growth retardation: Diagnosis, prognostication
and management based on ultrasound method. In: Fleischer AC, et al. The principles and
practice of Itrasonography in obstetrics and gynecology. 4th ed. London: Prentice-Hall Int.
11. Manning FA, Hohler C. (1991). Intrauterine growth retardation: Diagnosis, prognostication
and management based on ultrasound method. In: Fleischer AC, et al. The principles and
practice of Itrasonography in obstetrics and gynecology. 4th ed. London: Prentice-Hall Int.
12. Rafani. (2009). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). http://www.rafani.co.cc/2009/08/beratbadan-lahir-rendah-bblr.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2009.

13. Syed M.A, Jyoti S., Rajyashree S., Seema A. (2009). Kangaroo Mother Care as Compared to
Conventional Care for Low Birth Weight Babies. Dicle Medicine Journal Vol. 36. No. 3 . 155160 2009
14. Sidi. (2004). Manajemen Laktasi. Jakarta: Program Manajemen Laktasi Perkumpulan
Perinatologi Indonesia.
15. Luize, A. (2003). Merawat Bayi Ala Kangguru..!,. terdapat pada http://www.kompas.com.
Diakses pada tanggal 25 Oktober 2009.
16. Sacharin, R.M. (1993). Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2, Editor Ni Luh Gede Yasmin
Asih. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

17. Triyowati, M.A. (2007). Pengaruh Perawatan Metode Kanguru Terhadap Peningkatan Berat
Badan Pada Bayi BBLR Di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan. Unsoed Purwokerto. Tidak
Dipublikasikan.
18. Pratomo, H. (2006), Metode Kanguru Untuk Bayi Prematur, terdapat pada
http://www.Balitaindomedia.com. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2009.
19. Soemantri, S, dkk. (2004). Kajian Kematian Ibu dan Anak di Indonesia. Jakarta: Balitbang
Depkes RI.
20. World Health Organization. (2003). Kangaroo Mother Care: A Practice Quide. Departement
of Reproductive Health and Research. Geneva.ISBN 92 4 159035 1 (NLM Clasification WS
410)

Você também pode gostar