Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
dan
sebagainya
dapat
mengkotaminasi
makanan
yang
dapat
BAB II
PEMBAHASAN
12
Buah-buahan segar
1-7
Buah-buahan kering
Sayuran daun
1-2
Umbi-umbian
17
Biji-bijian kering
1. Konsistensi
2. Tekstur
3. Memar
4. Berlendir
5. Berbau busuk
6. Gosong
7. Ketengikan
8. Penyimpangan pH
9. Reaksi Browning
10. Penggembungan kaleng (terjadi gas)
11. Penyimpangan warn
12. Penyimpangan cita rasa
13. Penggumpalan/pengerasan pada tepung
14. Lubang/bekas gigitan
15. Candling (keretakan pada kulit telur)
case
hardening
karena
penyimpanan
dalam
gudang
basah
menyebabkan bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi
pengerasan atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin chilling
injuries atau kerusakan beku freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang
dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es dan
menyerap air dari sel sekitarnya. Akibat dehidrasi ini ikatan sulfihidril (SH) dari
protein akan berubah menjadi ikatan disulfida (SS), sehingga fungsi protein
secara fisiologis hilang dan fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme
berhenti dan sel rusak kemudian membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik
terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya.
Kerusakan ini disebabkan oleh perlakuan fisik yang digunakan. Kerusakan
pangan yang disebabkan perlakuan fisik contohnya adalah pengerasan lapisan luar
kulit pangan yang dikeringkan. Kesan kulit kering pada makanan beku dan kesan
gosong pada makanan yang digoreng pada suhu tinggi. Chill ing injuries atau
kerusakan pangan yang disimpan pada suhu dingin (0-10C) seperti yang
ditemukan pada buah atau sayuran, disebabkan oleh toksin yang terdapat pada
tenunan sel hidup yang dikenal sebagai asam klorogenat. Pada kondisi normal,
asam klorogenat dinetralkan atau didetoksifikasi oleh asam askorbat. Pada suhu
dingin, kecepatan reaksi detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan sayur
membusuk akibat akumulasi toksin pada tenunan buah dan sayur. Kerusakan
akibat penyimpanan pangan pada kelembaban tinggi (RH > 70%) dapat
menyebabkan pangan menyerap air sehingga pada tepung kering dapat
menggumpal
yang memicu
kerusakan
mikrobiologis.
Kerusakan
akibat
penyimpanan suhu tinggi (suhu >30C) pada buah dan sayuran dapat
menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari jaringan.
Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan case hardening
atau pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel.
coklat yang ditimbulkannya, contohnya menimbulkan warna coklat jika buah atau
ubi dipotong. Enzim dapat pula menyebabkan penyimpangan citarasa makanan
seperti enzim lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga
dapat menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzim pektinase yang umum
terdapat pada buah-buahan. Karena merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan kerusakan pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika
bahan pangan yang bersangkutan akan diawetkan.
2.4.1
pangan seperti biji-bijian, buah-buahan atau sayuran, tetapi karena luka yang
ditimbulkan pada permukaan bahan pangan akan mengundang mikroba untuk
mencemari luka tersebut dan tumbuh serta berkembang di sana. Mikroba ini yang
seterusnya akan merusak bahan pangan yang bersangkutan. Air kencing dan
kotoran serangga yang terkumpul pada tumpukan bahan pangan juga merupakan
tempat yang cocok bagi mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Telur-telur
serangga dapat tertinggal di dalam bahan pangan kemudian pada suatu saat akan
menetas dan berkembang.
2.4.2
Binatang Pengerat
Tikus merupakan salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman
padi dan biji-bijian, baik yang belum dipanen maupun yang sudah dipanen dan
disimpan di dalam lumbung- lumbung. Bahaya tikus bukan hanya karena binatang
ini dapat menghabiskan hasil panen kita, tetapi juga kotorannya termasuk air
kencing dan bulu yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang sesuai bagi
pertumbuhan mikroba.
2.4.3
Kandungan Air
Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor
penyebab kerusakan bahan pangan. Bahan pangan yang mudah rusak adalah
bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh
2.4.4
Suhu
Pada beberapa jenis bahan pangan suhu yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi dapat mempercepat kerusakan bahan pangan. Oleh karena itu, jika proses
pendinginan atau pemanasan tidak dikendalikan dengan benar maka dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan.
Hasil pertanian hortikultura khususnya buah-buahan dan sayuran tropis
sifatnya peka terhadap suhu rendah. Beberapa jenis buah-buahan dan sayuran
akan mengalami kerusakan yang disebut chilling injury atau kerusakan karena
suhu rendah yang berakibat warna berubah atau tekstur cepat menjadi lunak.
Sebagai contoh pisang yang disimpan di lemari es akan segera mengalami
pencoklatan dan pelunakan dan jika dikeluarkan dari lemari es menjadi tidak
layak lagi untuk dimakan. Oleh karena itu buah-buahan seperti pisang dan tomat
jangan disimpan di lemari es yang terlalu dingin.
Pembekuan juga akan mengakibatkan kerusakan pada makanan yang
bentuknya cair, misalnya sebotol susu sapi jika dibekukan akan mengakibatkan
lemak susu atau krim terpisah cairannya. Pembekuan juga dapat menyebabkan
protein susu menjadi menggumpal.
Terjadinya kerusakan bahan pangan pada suhu rendah seperti disebutkan
di atas hanya perkecualian karena umumnya penyimpanan pada suhu rendah dapat
mengawetkan bahan pangan dan umumnya makin rendah suhunya semakin baik
pengawetannya.
Seperti halnya suhu yang terlalu rendah, suhu yang terlalu tinggi juga
dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Umumnya pada suhu penanganan
bahan pangan, setiap kenaikan 10 derajat celsius kecepatan reaksi kimia naik 2
kalinya. Beberapa contoh kerusakan karena suhu tinggi misalnya protein
menggumpal, emulsi pecah, keringnya bahan pangan karena airnya menguap, dan
rusaknya vitamin.
2.4.5
Udara
Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalam bahan pangan
2.4.6
Sinar
Kerusakan bahan pangan karena sinar terlihat jelas pada makanan yang
berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat karena
pengaruh sinar. Hal ini terlihat jelas pada produk-produk makanan berwarna yang
dipajang di etalase warung yang umumnya berwarna pudar karena setiap hari
terkena sinar matahari.
Sinar juga dapat merusak beberapa vitamin yang terkandung dalam bahan
pangan, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C. Susu yang disimpan di
dalam botol transparan juga dapat rusak karena sinar menimbulkan bau tengik
akibat terjadinya oksidasi. Demikian juga minyak kelapa yang disimpan dalam
botol transparan akan mudah menjadi tengik jika terkena sinar matahari secara
terus-menerus.
2.4.7
Waktu penyimpanan
Setelah bahan pangan dipanen, diperah, atau disembelih, ada waktu
beberapa saat yang dipunyai bahan pangan untuk memberikan mutu terbaiknya.
10
Namun setelah itu mutu akan turun secara terus-menerus. Penurunan mutu karena
faktor waktu ini sangat dipengaruhi oleh faktor- faktor kerusakan bahan pangan
lainnya seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
2.5.1
Bakteri
Bakteri dapat berbentuk cocci (Streptococcus sp), bentuk cambuk pada
bacilli, vibrios, dan bentuk spiral pada spirilla. Bakteri berukuran satu mikron
sampai beberapa mikron, dapat membentuk spora yang lebih tahan terhadap
panas, perubahan kimia, dan pengolahan. Suhu pertumbuhan untuk bakteri
thermophylic (450C550C), bakteri mesophylic (200C450C), dan bakteri
psychrophylyc < 200C.
11
2.5.2
sp, Penicillium sp, dan Rhizopus sp. Kapang hitam pada roti, warna merah jingga
pada oncom, warna putih dan hitam pada tempe disebabkan oleh warna conidia
atau sporanya. Khamir mempunyai ukuran 20 mikron atau lebih dan berbentuk
bulat atau lonjong (elips).
2.5.3
Enzim
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis
bersangkutan.
Enzim
yang
dikeluarkan
oleh
mokroba
dapat
12
pemecahan
protein
oleh
mikroorganisme.
Daging
yang
rusak
13
2.8.1
Pada pH Rendah
adanya
bakteri
termofilik
fakultatif
anaerob
dari
grup
B.
stearothermophilus . Hal ini dapat diperjelas dengan pengujian daya tahan panas.
14
2.8.2
Pada pH Asam
15
tergantung dari pH ikan. Histamin, diamin, dan senyawa volatil (total volatile
substances) juga digunakan sebagai indikator kebusukan ikan.
1. Histamin merupakan penyebab keracunan scromboid. Seperti halnya pada
daging kadaverin dan putresin merupakan diamin yang juga digunakan
sebagai indikator kebusukan ikan. Histamin diproduksi dari asam amino
histidan
oleh
enzim
histidin
dekarboksilase
yang
diproduksi
oleh
mikroorganisme.
2. Senyawa volatil yang digunakan sebagai indikator kebusukan ikan termasuk
TVB (total votatile bases), TVA (total volatile acids) TVS (total volateli
substance), dan TVN (total volatile nitrogen). Yang termasuk TVB adalah
amonia, dimetilamin, dan trimetilamin, sedangkan TVN terdiri dari TVB dan
senyawa nitrogen lainnya yang dihasilkan dari destilasi uap terhadap contoh,
dan TVS atau VRS (volatile reducing substance) adalah senyawa hasil aerasi
dari produk dan dapat mereduksi larutan alkalin permanganat. Yang termasuk
TVA adalah asam asetat, propionat dan asam - asam organik lainnya. Batas
TVN maxsimum untuk udang yang bermutu baik di Jepang dan Australia
adalah 30 mg TVN/100g dengan maksimum 5 mg trimatilamin nitrogen/100g.
3. Untuk produk-produk laut seperti oister, clamdan scallop, perubahan pH
merupakan indikator kerusakan, yaitu pH 5,9-6,2 untuk produk yang masih
baik, pH 5,8 sudah agak menyimpang, dan pH 5,2 atau kurang merupakan
tanda kebusukan atau asam.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari suatu makalah tentang kerusakan bahan
pangan yaitu. Kerusakan pangan juga dapat diartikan sebagai penyimpangan
yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indra atau
parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia. Secara naluriah manusia
dapat mengatakan bahwa pangan telah rusak dan tidak dapat dikonsumsi melalui
rasa dan penampakan pangan. Meski pengetahuan manusia seringkali
berperilaku sebaliknya, menentang naluri, dan justru menemukan jenis-jenis
pangan baru.
Faktor penyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan, antara lain
sebagai berikut : pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim yang
terdapat dalam bahan pangan, aktivitas parasit dan binatang pengerat, kandungan
air dalam bahan pangan, udara khususnya oksigen, sinar dan waktu penyimpanan.
Serta jenis kerusakan pangan dibedakan menjadi kerusakan mikrobiologis,
kerusakan mekanis dan fisik, kerusakan kimiawi, dan kerusakan biologis dan
fisiologis.
3.2 Saran
Meski pengetahuan manusia seringkali berperilaku sebaliknya, menentang
naluri dan justru menemukan jenis-jenis pangan baru. Setiap bahan pangan harus
diperlakukan dengan baik untuk mencegah terjadinya berbagai kerusakankerusakan yang dapat merusak kandungan gizi maupun teksturnya. Setiap bahan
pangan yang kita olah dan konsumsi akan mempengaruhi kesehatan dan kualitas
hidup kita, tergantung bagaimana cara kita menyimpan dan mengolahnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
18