Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MAKALAH
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT,Karen berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun solawat
serta salam buat untuk imam besar kita semua Nabi Muhammad SAW.
Adapun
makalah
yang
berjudul Asuhan
Keperawatan
Anak
Diabetes
Melitusmembahas tentang
.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
baik dari segi isi maupun redaksinya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menyusun makalah yang
lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan
kontribusi bagi kita dalam memajukan ilmu keperawatan.
Bandung,
April 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan
dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa
sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3
persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian
terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh
diabetes.Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendahmenengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian
dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi mampu
memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin.
Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel
tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada
usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10
persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1
belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini
disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah
mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa
berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak
dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah
(GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam
air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit
kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi.
Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya jika mereka
memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan
hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak
dengangangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis
melalui proses keperawatan.
II.
TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
A. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan
keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
B. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus.
2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
3. Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
4. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
5. Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6. Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
9. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
III.
METODE
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini diantaranya melalui media
literature, perpustakaan dan elektonik.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN DM
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif,
dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer dan
ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong, 2003)
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan pada endokrin yang merupakan hasil dari
proses destruksi sel pankreas sehingga insulin mengalami kekurangan. (Suriadi. 2001).
Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum umur 15
tahun. (FKUI, 1988)
II. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 diabetes melitus dibagi
menjadi :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui proses
imunologik atau idiopatik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a.
trauma/pankreatektomi,
Neoplasma, Cystic
fibrosis,
hemokromatosis,
hipertiroidisme,
somatostatinoma,
sindroma
cushing,
feokromositoma,
aldosteronoma.
e.
f.
Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
g. Imunologi (jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom Stiff-man.
h. Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader Willi, ataksia
friedreichs, sindrom laurence-Moon-Biedl.
ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 15tahun.
Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ), gangguan ini ditandai dengan adanya
hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I
adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner
& Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1
meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA
(DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan
secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk
laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi
atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan
human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
IV.
PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio dorsal dan
bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas
yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1)
2)
Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel
beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau
dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma
sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul
insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk
bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke
aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin
ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong,
1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormonhormon yang disekresikan oleh sel sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya
insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan
insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa
darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja
dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui
perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat
segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton &
Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan glukosa
sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena
hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa
dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan metabolisme,
karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang kemudian terjadilah hiperglikemi
dan
berat
badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh
glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine yang
disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan
terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah
terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir
tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas
gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin
eksogen
untuk
memperbaiki
katabolisme,
mencegah
ketosis,
dan
menurunkan
MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes melitus
juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar
glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena
keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik
yang klasik seperti:
a.
b. Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.
c.
Polidipsia
d. Poliphagia
e.
f.
Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau
kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering didahului
oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2.
Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah teratasi dan
sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3.
4.
Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi kekurangan
insulin endogen.
VI.
KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa
organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi
berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart,
2006):
A. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan
tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu
kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl.Hipoglikemi sering membuat anak emosional,
mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga
mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh
obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan,
atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih
dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau
aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus
segara dibawa ke rumah sakit
B. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke5)berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara
3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
Katarak
VII.
a.
Hepatomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1.
2.
3.
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
Belum pasti DM
DM
Plasma vena
<110
110-199
>200
Darah Kapiler
<90
90-199
>200
Plasma vena
<110
110-125
>126
Darah Kapiler
<90
90-109
>110
d.
e.
Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun
f.
Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
i.
Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap
pembentukan antibody . ( autoantibody)
j.
k. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
VIII.
PENATALAKSANAAN MEDIS
komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan
insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam
bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik
Sedang
Buruk
- puasa
80-109
110-139
>140
-2 jam
110-159
160-199
>200
HbA1c (%)
4-6
6-8
>8
<200
200-239
>240
- tanpa PJK
<130
130-159
>159
- dengan PJK
<100
11-129
>129
>45
35-45
<35
- tanpa PJK
<200
<200-249
>250
- dengan PJK
<150
<150-199
>200
- perempuan
18,9-23,9
23-25
- laki-laki
20 -24,9
25-27
<140/90
140-160/90-95
>160/95
Kolesterol LDL
Trigliserida (mg/dl)
BMI/IMT
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita
anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju
pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,
elektrolit dan pemakaian insulin.
pemantauan glukosa
darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam
batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan
penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya
anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa
menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik
maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya
sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit
dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi
hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk
mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan
makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari
karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara terus menerus
pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin
meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun.
Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa
darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak
bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui
suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot
(intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang
dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Insulin yang Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin
Ultra Short Acting (Quick-Acting,
Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Mulai Kerja
Rapid 15-30 min
Puncak
60-90 min
Lama Kerja
3-5 hr
30-60 min
2-4 hr
6-8 hr
1-2 hr
4-8 hr
16-24 hr
1-3 hr
4-12 hr
16-24 hr
2-4 hr
4-24hr
(nopeak)
24-36 hr
2-8 hr
24 hr
Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yakni :
1. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk mengetahui
berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah tubuh
2. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut membuat kadar
glukosa darah tinggi atau tidak.
3. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir
kerusakan.
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap
1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin yang
intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi
diabetes secara efektif. Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
-
60 70 %
2) Protein sebanyak
10 15 %
3) Lemak sebanyak
20 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca
yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu
untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk
dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa
porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak
25%
Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit
yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang
berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih
baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne,
2002)
IX.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2. Riwayat Keperawatan
a.
Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan berkemih.
Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan perilaku.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkunganseperti oleh virus
penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau
oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat mencetuskan timbulnya
diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e.
3. Pemeriksaan fisik
a.
Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun. Tachicardi,
tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.Letargi / disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak
ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahantekanan darah
c.
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport / koma
(tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD)
menurun (koma), aktifitas kejang.
e.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi :
tampak sangat berhati hati.
f.
Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi
hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i.
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
5. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat, hiperglikemia, diare, muntah,
poliuria, evaporasi.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake
oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat
pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
C. PERENCANAAN
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat, hiperglikemia, diare,
muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan
kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB,nadi tidak teratur
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral,
anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan
Kriteria Hasil :
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan
makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera
jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
Tujuan
Criteria hasil :
a.
Luka sembuh
Intervensi :
Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya tempat, orang
dan waktu.
6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
Tujuan
kriteria hasil :
a.
Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat ditoleransi
kriteria hasil :
a.
Pemberian analgetik
Criteria hasil :
a. Kuku pendek dan bersih
b. Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap
c. Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
Berikan aktivitas secara bertahap
Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Bantu klien (memotong kuku)
9) Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interprestasi
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
D. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan
baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
2.
Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
3.
4.
5.
Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC,
Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi
III), EGC, Jakarta.
FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta
Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta
Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI