Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perikanan Indonesia merupakan salah satu sumber devisa Negara yang
sangat potensial. Dengan adanya garis pantai sepanjang 81.000 km,
pemanfaatan bidang perikanan seharusnya dapat dilakukan dengan maksimal
untuk kemajuan Negara serta kemakmuran masyarakat. Wilayah Indonesia
memiliki potensi besar untuk pengembangan sektor budidaya perairan.
UPT BBIP (Balai Benih Ikan Pantai) Kota Bontang merupakan salah
satu unit yang melaksanakan produksi benih udang windu yang berkualitas
sehingga dapat membantu para petani tambak. Balai ini menyediakan atau
mengembangkan sistem pembenihan tanpa mengurangi kuantitas dan kualitas
produksi.
Udang windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu komoditas
unggulan Indonesia dalam upaya menghasilkan devisa negara yang berasal
dari kelompok non migas. Kondisi laut yang luas dan iklim tropis di
Indonesia mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang windu
(Penaeus monodon). Namun karena berlalunya waktu, udang windu semakin
sulit untuk didapat secara alami. Sehingga dilakukan berbagai cara agar
produksi udang windu tetap berjalan, salah satunya adalah penerapan system
budidaya atau pembenihan udang windu secara intensif yang dimulai sejak
pertengahan tahun 1986.
Benur udang windu merupakan salah satu faktor bagi usaha
pembenihan yang tidak tergantung pada benur alam yang terdapat disekitar.
Oleh sebab itu penyediaan benur mendapatkan perhatian yang utama untuk
memudahkan budidaya udang windu. Untuk menunjang usaha budidaya,
yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan balai-balai pembenihan.
Keberhasilan usaha pembenihan udang windu merupakan langkah awal
dalam sistem mata rantai budidaya. Keberhasilan pembenihan tersebut pada
1.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya PKL (Praktek Kerja Lapangan) ini adalah
sebagai berikut :
1. Melihat keadaan yang riil saat dilapangan
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan
3. Untuk mengetahui cara pembenihan larva udang windu
1.3. Manfaat
Manfaat yang didapatkan adalah sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan atau wawasan mengenai pembenihan udang
windu
2. Mendapat pengalaman kerja yang dapat dimanfaatkan untuk kedepannya
1.5. Gambaran Umum UPT Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang
1.5.1. Sejarah UPT Balai Benih Ikan Pantai Bontang (BBIP) Kota Bontang
Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang berdiri sejak tahun
2000. Pembangunan BBIP dilakukan secara bertahap. Dari pembebasan
lahan, pemancangan dan pengerukan pada tahun 2000-2002 dan
dilanjutkan pembangunan kantor dan mess pada tahun 2003 dan
selanjutnya pembangunan bak induk, bak larva, bak pengelondongan, bak
kultur plankton, ruang laboratorium, tandon air laut, tandon air tawar, bak
reservoir 1 dan 2 dan bak filter pada tahun 2004 sampai sekarang.
Pembangunan ini berdasarkan SK Walikota, sarana Balai Benih Ikan
Pantai ini bertujuan memproduksi benih ikan dan udang untuk memenuhi
kebutuhan para pembudidaya ikan dan udang di wilayah Kota Bontang
dan sekitarnya.
BBIP Kota Bontang pada bulan desember tahun 2008 telah
melakukan uji coba operasional yaitu uji coba pembenihan kerapu.
Kemudian pada tahun 2009 dilakukan uji coba pembenihan ikan kerapu
dan udang. Pada uji coba oprasional tahap ke-2 ini, BBIP telah mampu
memijahkan induk udang. Induk udang diperoleh dari daerah Balikpapan,
sedangkan benih ikan kerapu diperoleh dari daerah Situbondo-Jawa Timur.
Prospek pemasaran benur udang sangat baik, dibuktikan dengan
banyaknya pemintaan benur udang dari daerah Bontang dan Sangatta.
Berapa Keunggulan benur yang di produksi oleh BBIP Kota Bontang
antara lain karena dipijahkan sendiri, maka benur yang dihasilkan adalah
benur yang telah beradaptasi dengan kondisi/kualitas air khususnya di
daerah Kalimantan Timur dan keuntungan lain yaitu transportasi dari asal
benih ke tempat pembesaran (kolam/tambak) semakin dekat sehingga
mengurangi tingkat kematian benur udang atau benih ikan. BBIP Kota
Bontang terus berupaya melakukan upaya pembenahan dan meningkatkan
hasil produksi benih ikan dan udang.
1.5.2. Latar Belakang UPT Balai Benih Ikan Pantai Kota Bontang
Ada beberapa hal yang melatar belakangi pendirian UPT Balai
benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang adalah sebagai berikut :
Wilayah laut yang luas sehingga pembangunan diarahkan ke sektor
perikanan
Mencegah overfishing sebagai dampak dari penangkapan yang terus
menerus
1.5.3. Tujuan Pembangunan UPT Balai Benih Ikan (BBIP) Pantai kota
Bontang
Tujuan di bangunnya UPT Balai Benih Ikan Pantai Kota Bontang
adalah untuk memenuhi kebutuhan benih para pembudidaya ikan atau
udang wilayah Kota Bontang dan sekitarnya.
1.5.4. Dasar Pelaksanaan Operasional UPT Balai Benih Ikan Pantai (BBIP)
Kota Bontang
Berikut merupakan dasar pelaksanaan operasional UPT BBIP Kota
Bontang :
Operasional BBIP Kota Bontang diatur dengan peraturan Walikota
Bontang Nomor 11 tahun 2009, tanggal 25 Mei 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Ikan
Pantai pada Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian Kota Bontang
Perda Kota Bontang Nomor 10 Tahun 2011 tanggal 27 Desember
tentang Retribusi Jasa Usaha
a. Sebelah Utara
Api-Api
b. Sebelah Selatan
c. Sebelah Barat
d. Sebelah Timur
: Selat Makassar
1.5.6. Sarana dan Prasarana yang Terdapat UPT Balai Benih Ikan Pantai
(BBIP) Kota Bontang
Berikut merupakan sarana dan prasarana yang terdapat di BBIP
Kota Bontang :
Kantor
Sarana administrasi dan tata usaha
Sarana laboratorium (pakan alami)
Asrama karyawan
Laboratorium pakan alami
Sarana kegiatan usaha budidaya perikanan
- Bak induk pemijahan rangsang
- Bak kultur fitoplankton
- Bak kultur zooplankton
- Bak penggelondongan
- Bak larva
- Rumah blower
- Menara air tawar
- Reservoir I
- Reservoir II
- Rumah pompa
- Rumah genset
Gudang alat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Udang Windu (Penaeus monodon)
Menurut Darmono (1993), taksonomi udang windu (Penaeus
monodon) adalah sebagai berikut :
Phyllum
: Arthropoda
Sub Phyllum
: Mandibulata
Class
: Crustacea
Devisi
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Sub Ordo
: Natanita
Family
: Panaeidae
Sub Family
: Penaenae
Genus
: Penaeus
Spesies
: Penaeus monodon
Sumber: http//www.google.com/image/udangwindu.jpg.
pada malam hari, dan pada siang hari lebih suka membenamkan diri di tempat
yang tadah serta berlumpur.
Sumber: http//www.google.com/image/udangwindu.jpg.
udang-udang yang sehat dan tidak sedang dalam keadaan molting atau ganti
kulit dan sifat kanibal ini akan sangat nampak apabila udang kekurangan
pakan. Sedangkan mangsanya biasanya udang yang saat itu sedang ganti
kulit. Sifat kanibal pada udang biasanya muncul pada saat masih pada tingkat
mysis.
Induk Betina ()
Panjang kepala 7 cm
Panjang Kepala 9 cm
10
11
pakan. Media hidup terutama kulaitas air harus dijaga, jangan sampai
terjadi perubahanyang mencolok, sedangkan pakan diusahakan yang
sesuai dengan bukaan mulutnya supaya mudah ditangkap dan dimakan.
Tingkat perkembangan zoea dapat dilihat dengan adanya tanda-tanda
sebagai berikut :
Zoea 1 : Badan pipih, mata dan carapace mulai tampak, maxilla
pertama dan kedua serta maxilliped pertama dan kedua mulai
berfungsi, alat pencernaan makanan tampak jelas
Zoea 2 : Mata mulai bertangkai dan pada carapace sudah terlihat
rostrum dan duri supraorbital yang bercabang
Zoea 3 : Sepasang uropoda yang bercabang dua mulai berkembang
dan duri pada ruas-ruas perut sudah mulai tumbuh
Setelah fase zoea berakhir maka fase berikutnya akan berubah
menjadi fase yang bentuknya mirip dengan udang muda, yaitu fase
mysis. Pada fase ini, larva bersifat planktonis dan yang paling menonjol
adalah gerakannya mundur dengan cara membengkokkan badannya.
Makanan yang paling disukai adalah dari golongan zooplankton, seperti
copepod atau rotifera. Pada fase ini, larva mengalami tiga kali
perubahan bentuk selama 2 sampai 3 hari, yang dapat dilihat dengan
adanya tanda-tanda sebagai berikut :
Mysis 1 : Bentuk badan ramping dan memanjang seperti udang
muda, tetapi kaki renang masih belum tampak
Mysis 2 : Tunas kaki renang sudah mulai nyata, tetapi belum
beruas-ruas
Mysis 3 : Tunas kaki renang bertambah panjang dan beruas-ruas
Perubahan bentuk yang paling akhir dan paling sempurna dari
seluruh metamorphosis udang adalah saat larva tersebut mencapai fase
post larva (PL). Pada fase ini, larva tidak mengalami perubahan bentuk
karena seluruh bagian anggota tubuh sudah lengkap dan sempurna
seperti udang windu dewasa. Dengan bertambahnya umur, larva hanya
mengalami perubahan panjang dan berat, sedangkan bagian lain tidak
12
Nauplius
Zoea 1
Zoea 2
Zoea 3
Mysis 1
Mysis 2
13
Mysis 3
PL 1
telur
yang
tersimpan
dalam
tubuhnya
lalu
mengalami
metamorphosis menjadi zoea. Tahap kedua ini memakan alga dan setelah
beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi mysis. Mysis mulai terlihat
seperti udang kecil dan memakan alga dan zooplankton.
Perry (2008) mengatakan, setelah 3 sampai 4 hari, mysis
mengalami metamorphosis menjadi post larva. Tahap post larva adalah
tahap saat udang sudah mulai memiliki karakteristik udang dewasa.
Keseluruhan proses dari tahap nauplius sampai post larva membutuhkan
waktu sekitar 12 hari. Di habitat aslinya, post larva akan migrasi menuju
ertuarin yang kaya utrisi dan bersalinitas rendah. Mereka tumbuh di sana
dan akan kembali ke laut terbuka saat dewasa. Udang dewasa adalah
hewan bentik yang hidup di dasar laut.
14
15
yang
16
17
2.7.1. Suhu
Suhu air media pemeliharaan udanh windu berkisar antara 28-320C,
dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu air adalah Thermometer.
Semakin tinggi suhu perairan, semakin tinggi laju metabolisme didalam
tubuh udang. Kondisi ini akan diimbangi dengan meningkatnya laju
konsumsi pakan. Bila suhu meningkat, udang akan stress dan akan
mengeluarkan lendir yang berlebihan, sebaliknya jika suhu terlalu rendah,
udang akan kurang makan dan bergerak. Sehingga pertumbuhannya akan
lambat (Sumeru dan Anna, 1992). Sedangkat menurut (Soetomo H.A,
2007) suhu yang baik ditambak untuk kehidupan udang windu adalah
berkisar antara 26-300C akan tetapi, kenaikan suhu melebihi 350C dalam
waktu yang lama akan menambahkan daya racun air terhadap udang yang
akan menimbulkan kematian.
18
2.7.2. Salinitas
Kisaran salinitas berkisar antara 30-34 ppt. Jika salinitas terlalu
rendah dan tinggi nafsu makan masih ada tetapi konversi pakan menjadi
tinggi karena energi tubuh banyak terbuang. Alat yang digunakan untuk
mengukur salinitas adalah Handrefaktometer. Akan tetapi salinitas yang
cocok untuk pertumbuhan udang windu pada tambak adalah antara 10300/00 bahkan 50 0/00 masih dapat hidup walaupun tidak dapat tumbuh
dengan baik, asal kenaikan itu terjadi secara bertaha karena pada
umumnya kenaikan kadar garam terjadi pada saat musim kemarau
(Soetomo H.A, 2007).
2.7.3. pH Air
Kisaran pH air berkisar antara 7-8,5 dan akan mematikan bila
mencapai angka kematian terendah yaitu 6 dan tertinggi yaitu 9 dan alat
yang digunakan yatu pH meter (Soetomo H.A, 2007).
19
Stadia
Zoea-Mysis
Jenis Makanan
Phytoplankton
Lokasi
Filipina
Sumber
Villauz,
1969
2.
Mysis-Pasca larva
Zooplankton
dan Filipina
udang-udang kecil
20
Villauz,
1969
3.
Pasca larva
Kepiting
kecil, Filipina
Marte, 1980
udang-udangan,
Moluska,
Cacing-
cacingan, sisa-sisa
ikan pasir, lumpur
4.
Dewasa
Udang-Udangan,
Sudan,
Cacing-cacingan,
Alga,
Lumpur, dan
Laut El Hag,
Muara Thomas,
1972
21
22
2.10. Cara Pemberian Pakan pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon)
Pemberian pakan ini dilakukan untuk memacu pertumbuhan larva
udang windu, adapun jenis pakan yang diberikan yaitu :
A. Pakan Alami
Jenis pakan alami yang diberikan pada larva udang windu yaitu
bisa menggunakan Chaetoceros dan Artemia sp. Pemberian pakan alami
fitoplankton Chaetoceros diberikan mulai stadia zoea 1 yaitu dimana
larva sudah mulai kehabisan persediaan kuning telur (Egg yolk) dan
diberikan sampai stadia PL 3.
Hal ini sesuai dengan pendapat Subaidah, S dan Pramudjo, S
(2008) yang menyatakan bahwa pemberian Chaetoceros sp dilakukan
mulai dari stadia zoea 1 mysis 3, sedangkan pada stadia naupli belum
diberikan pakan dikarenakan pada stadia ini larva udang masih
memanfaatkan kuning telur sebagai pensuplai makanan. Pemberian
Chaetoceros sp bertujuan untuk meningkatkan anti body yang sangat
dibutuhkan oleh larva udang terutama pada fase-fase transisi seperti dari
stadia naupli ke stadia zoea, yang mana pada fase ini sering dikenal
dengan istilah zoea syndrome atau zoea lemah, yaitu larva kelihatan
lemah dan tubuh kotor yang dapat menyebabkan mortalitas hingga 90%.
Selain itu, Chaetoceros sp mampu menekan laju pertumbuhan bakteri
Vibrio harvey selama proses pemeliharaan larva. Kultur Chaetoceros
dilakukan dengan 3 cara, yaitu skala laboraturium, skala semi massal
(Intermediate) dan skala Massal. Pemberiannya dilakukan dengan cara
memompa Chaetocerosla langsung ke bak pemeliharaan dengan selang.
Artemia salina merupakan pakan alami jenis zooplankton yang diberikan
pada larva udang mulai dari stadia larva mysis 3 post larva. Pemberian
nauplius artemia dikarenakan banyak mengandung nilai nutrisi yang
sangat dibutuhkan oleh larva udang seiring dengan peningkatan nilai
usaha pemeliharaan larva dalam masalah kualitas larva. Di samping itu,
nauplius artemia merupakan zooplankton yang bergerak aktif sehingga
dapat merangsang dan meningkatkan nafsu makan larva udang. Sebelum
23
24
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama satu bulan,
yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 05 Agustus 2013 di UPT Balai
Benih Ikan Pantai (BBIP), Kota Bontang.
Sumber: http//www.google.com/image/KotaBontang.jpg.
Alat
Jumlah
1.
Bak Larva
3 Buah
2.
Bak Pembesaran
4 Buah
3.
Baskom
6 Buah
4.
Ember
8 Buah
5.
Gayung
8 Buah
6.
Neraca Ohaus
2 Buah
7.
Filter Bag
6 Buah
8.
Seser
3 Buah
9.
Selang
2 Buah
25
10.
Terpal
4 Buah
b. Bahan :
Bahan yang digunakan adalah benih udang Windu (Penaeus
monodon) dan air treatment.
pembesaran
merupakan
bak
yang
digunakan
untuk
pemeliharaan larva atau benur sejak fase nauplius hingga post larva (PL).
Sebelum digunakan, bak dibersihkan terlebih dahulu dengan cara disikat
hingga bersih kemudian diisi dengan air treatment dan diberi antibiotik
(Elbasin) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Dilengkapi dengan aerasi
sebagai sumber oksigen untuk larva udang.
3. Penebaran Larva Udang
Bak pembesaran larva yang telah disiapkan kemudian diisi dengan
larva udang windu (nauplius). Sebelum nauplius ditebar kedalam bak, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu kedaan nauplius dan kualitas
air. Nauplius yang baik adalah nauplius yang mempunyai gerakan aktif
26
dilakukan
Pengemasan
langsung
bertujuan
bersamaan
untuk
27
dengan
proses
mempermudah
proses
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Persiapan Induk dan Tempat Pembenihan Udang Windu (Penaeus
monodon)
Sebelum proses pembenihan larva atau benur, hal yang pertama
dialakukan adalah dengan menyiapkan induk udang windu dan menyiapkan
tempat untuk pembenihan (bak). Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kota
Bontang menyuplai indukan udang windu dari nelayan daerah Kota
Balikpapan. Induk udang windu yang sehat dan telah siap telur didatangkan
langsung dari Balikpapan dan merupakan indukan yang berasal dari
tangkapan alam (bukan hasil Budidaya). Induk udang windu dipilih dengan
kualitas yang terbaik agar dapat menghasilkan telur dengan baik dan
maksimal. Induk udang windu yang digunakan adalah induk betina yang
berukuran 25-30 cm dan 20-25 cm untuk udang jantan.
Sebelum melakukan reproduksi, induk udang terlebih dahulu
ditreatmen atau diaklimatisai terhadap suhu juga salinitas terhadap air media
tempat pemeliharaan dengan tujuan agar induk tidak mengalami stress karena
perubahan lingkungannya.
Sebelum proses pembenihan dilakukan, proses persiapan tempat harus
dilakukan terlebih dahulu. UPT BBIP Kota Bontang memiliki empat buah
bak pemeliharaan larva yang berkapasitas 10 ton setiap baknya. Bak-bak yang
akan digunakan harus dibersihkan menggunakan kaporit juga detergen
kemudian disikat agar jamur yang menempel tidak mengganggu proses
pembenihan nantinya. Sanitasi bak bertujuan untuk menghilangkan hama dan
penggangu atau penyakit.
diberi aerasi sebagai sumber oksigen untuk larva atu benur. Bak pemeliharaan
juga harus dilengkapi dengan terpal yang berfungsi untuk melindungi larva
dari cahaya matahari karena kondisi yang baik untuk pertumbuhan larva
adalah dengan kondisi yang gelap.
28
29
30
31
b. Pakan Buatan
Pakan Buatan merupakan pakan pendukung (tambahan) yang
digunakan agar larva tetap berada pada nutrisi yang cukup. Pakan buatan
juga harus rutin diberikan kepada larva hingga waktu pemanenan. Jenis
pakan buatan yang digunakan adalah Flakes, Frippak, ZM dan MPL .
Sebelum diberikan ke larva, pakan buatan harus dihancurkan terlebih
dahulu menggunakan saringan pakan. Kemudian ditebar ke seluruh
bagian bak pemeliharaan agar pakan buatan dapat secara merata
dikonsumsi oleh semua larva yang tersebar didalam bak.
Pakan buatan akan selalu diberikan bersamaan dengan pakan alami.
Komposisi dan jenis pakan buatan akan berubah pada setiap stadia larva.
Semakin naik fase larva maka jumlah pakan buatan pada setiap jenisnya
akan bertambah. Pakan buatan selalu ditimbang menggunakan neraca
ohaus, agar komposisinya tepat.
32
No.
Faktor Peubah
Nauplius
Zoea
Mysis
1.
Suhu Dalam C
30-32
30-32
30-32
30-32
2.
Salinitas %
30-35
30-35
30-35
30-35
3.
pH
4.
Oksigen
Larva
3.3. Pemanenan
UPT Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang melakukan
pemanenan pada saat stadia larva post larva 12 (PL 12). Pemanenan benur
dilakukan secara total (penen total). Panen dimulai pada pukul 04.00 WITA.
Cara panen adalah dengan memasang pipa pada paralon pembuangan agar air
yang keluar tidak terlalu deras sehingga tidak merusak benur kemudian diberi
saringan yang telah di rakit untuk menampung benur yang akan keluar
bersama air dari dalam bak. Benur yang telah tersaring lalu di pindahkan
kedalam baskom dan siap untuk dikemas.
Pada saat pemanenan, satu bak pemeliharaan mengalami kegagalan.
Sebagian besar benur yang terdapat pada bak nomor 4 (empat) mati. Hal
33
34
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat
disimpulkan jika UPT Balai benih Ikan Pantai (BBIP) Kota Bontang hanya
memproduksi benur larva udang windu hingga stadia post larva 12 (PL 12).
BBIP Kota Bontang memilih indukan (induk udang windu) yang memiliki
kualitas baik dengan memilih menggunakan indukan yang di tangkap di alam.
Perlakuan dimulai sejak induk udang windu siap memijah dan bertelur
kemudian dilanjutkan dengan pemeliharaan larva udang dari stadia nauplius,
zoea, mysis dan post larva. Pakan yang menjadi faktor penting juga harus
diperhatikan mulai dari jenis pakan hingga waktu pemberian pakan. Larva
membutuhkan pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami berupa
fitoplankton (Skeletonema sp) dan zooplankton (Artemia sp). Pakan buatan
berupa Frippak, ZM, Flakes dan MPL. Larva mulai membutuhkan pakan saat
berada pada stadia zoea karena system pencernaanya yang telah terbentuk
dengan sempurna.
Teknik
pembudidayaan
(pemeliharaan)
larva
udang
windu
mempengaruhi jumlah hasil panen yang diproduksi. Perlakuan yang baik dan
benar harus dilakukan agar menghasilkan larva-larva udang windu sesuai
dengan yang di harapkan.
5.2. Saran
Sebaiknya seluruh karyawan atau para pekerja harus melakukan
kegiatan berdasarkan SOP (Standart operational Prosedur). Dan jadwal
pemberian pakan harus tepat berdasarkan jadwal atau waktu yang telah
ditentukan.
35