Você está na página 1de 5

NAMA

D. Ajeng Pramita Sari

NIM

041210113064

Kasus Hakim Syarifudin Umar


Jakarta - Hakim Syarifuddin Umar tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) terkait dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT
Skycamping Indonesia (SCI Syarifuddin Umar). Kasus ini memperlihatkan masih lemahnya
pengawasan pada hakim. Hal ini menjadi salah satu tumpukan pekerjaan rumah (PR) Mahkamah
Agung (MA). "Menurut saya ini terkait dengan isu pengawasan. Yang bersangkutan ini
merupakan hakim karir lama, angkatan tua. Jangan-jangan ini ada keliru dalam rekrutmen dulu.
Ini menjadi hal-hal yang dibenahi, khususnya oleh MA," ujar peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi
(Pukat) UGM, Hifdzil Alim, dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (3/6/2011).
Pengawasan, imbuh Hifdzil, tidak hanya dilakukan saat hakim sudah menjalankan
tugasnya, namun juga kala rekrutmen dilakukan. Untuk itu, perlu juga peran dari Komisi
Yudisial untuk mengawasi. "Pengawasan pada hakim seolah menurun, baik internal maupun
eksternal. Saya sungguh mengapresiasi KPK yang telah menangkap tangan. Dan saya berharap
pengawasan KPK dimaksimalkan," sambungnya. Hifdzil mengingatkan, tidak semua hakim
berlaku sama dengan Syarifuddin. Menurutnya, Syarifuddin hanyalah oknum. Kendati tidak
semua hakim berperilaku demikian, namun hal ini juga tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. "Ini
menjadi catatan bagi MA untuk memperbaiki kinerja. Kalau dibiarkan akan menimbulkan
ketidakpercayaan. Kalau tidak percaya lagi pada institusi hukum kita, maka rakyat akan main
hakim sendiri," tambahnya. Jika masyarakat sudah semakin sering main hakim sendiri, maka
berita terkait anarkis akan semakin sering didengar. Hal ini tentunya akan merugikan negara.
"Pengawasan pada hakim, kewajiban pertama ada di MA. Lalu juga menjadi tanggung
jawab
KY
dan
juga
masyarakat
untuk
mengawasi,"
ucap
Hifdzil.
KPK telah resmi menetapkan Syarifuddin dan kurator berinisial PW sebagai tersangka dugaan
suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT Skycamping Indonesia (SCI). Keduanya
dijerat pasal berlapis UU Tipikor. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, selain menyita uang
Rp 250 juta dan mata uang asing, KPK juga menyita ponsel dari tangan Syarifuddin. "Penyidik
menemukan 2 barang bukti baru 2 buah ponsel yang didapat di tas S," jelasnya, saat jumpa pers
di Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (2/6).
(http://www.detiknews.com/read/2011/06/03/181457/1652805/10/kasus-hakim-syarifuddinsalah-satu-tumpukan-pr-ma diakses 25 Desember 2014)

Analisis Kasus:
Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak sederhana, bukan saja kompleksitas
sistem hukum itu sendiri, tetapi juga rumitnya jalinan hubungan antara sistem hukum dengan
sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat. Sebagai suatu proses, penegakan hukum
pada hakikatnya merupakan variabel yang mempunyai korelasi dan interpendensi dengan faktorfaktor lain.
Ada beberapa faktor terkait yang menentukan proses penegakan hukum sebagaimana
diungkapkan oleh Lawrence M Friedman, yaitu komponen substansi, struktur, dan cultural.
Beberapa komponen tersebut termasuk ruang lingkup bekerjanya hukum sebagai suatu sistem.
Kesemua faktor tersebut akan sangat menentukan proses penegakan hukum dalam masyarakat
dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kegagalan pada salah satu komponen akan

berimbas pada faktor yang lainnya. Dalam komponen tersebut hakim termasuk komponen
Struktur.
Hakim dimana dan kapan saja diikat oleh aturan etik disamping aturan hukum. Aturan etik
adalah aturan mengenai moral atau berkaitan dengan sikap moral. Filsafat etika adalah filsafat
tentang moral.
Berdasarkan uraian diatas perbuatan hakim Syarifudin Umar yang menerima sejumlah uang
sebesar Rp 250 juta dan mata uang asing dari kurator pada kasus niaga yang dia tangani
menunjukkan moralitas hakim tersebut sangat buruk dan bertentangan dengan sifat air yang
melukiskan sifat hakim yang harus jujur dan bersih dan bertentangan dengan sikap haki,
meliputi: berkelakuan baik dan tidak tercela, tidak menyalahgunakan wewenang untuk
kepentingan pribadi, tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim.
Pandangan Islam Mengenai Suap Menyuap
Salah satu perkara yang diharamkan di dalam agama Islam adalah perkara suap atau yang
diistilahkan dengan nama risywah. Yang dimaksud dengan risywah adalah harta yang diberikan
oleh suatu pihak kepada pihak lain yang memiliki kewenangan tertentu dengan tujuan untuk
mendapatkan sesuatu yang bukan haknya secara batil. Harta ini bisa berbentuk uang ataupun
benda yang lainnya. Contohnya antara lain perbuatan seseorang yang menyuap hakim untuk
memenangkan kasusnya.
Hukum dari perbuatan ini adalah haram karena mengandung beberapa bahaya atau mafsadah.
Diantaranya sebagai berikut:
1. Perilaku risywah (sogok/suap) adalah golongan yang dilaknat oleh Rasulullah,
sebagaimana disebutkan dalam hadist:


Rasulullah melaknat orang yang memberi sogokan dan yang menerima sogokan. [HR
Abu Daud (3580) dan At Tirmidzi (1337) dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhu.
Hadist shahih.]
2. Risywah (sogok/suap) merupakan kebiasaan kaum Yahudi. Allah subhanu wa taala
berfirman:

Mereka (kaum Yahudi) itu sangat gemar mendengar kedustaan dan banyak memakan
benda yang haram [QS Al Maidah: 42]
Yang dimaksud dengan haram pada ayat diatas adalah uang suap atau sogok.
3. Risywah adalah salah satu bentuk memakan harta orang lain secara batil, sedangkan
perkara ini diharamkan oleh Allah. Allah taala berfirman:

Janganlah kalian memakan harta sebahagian yang lain di antara kalian dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim/penguasa
supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa padahal kalian mengetahuinya. [QS Al Baqarah: 188]

Kasus Dua Hakim Kasus Bioremediasi Dilaporkan ke Komisi Yudisial


Jakarta Diduga melanggar kode etik selama menangani perkara di pengadilan, dua
hakim dalam kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yakni
Sudharmawatiningsih dan Antonius Widijantono pada Kamis, 7 November 2013 dilaporkan ke
Komisi Yudisial.
Hakim Sudharmawatiningsih dan Hakim Antonius, keduanya adalah hakim Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diduga telah melanggar kode etik perilaku
hakim saat menangani perkara Endah Rumbiyanti terkait proyek bioremediasi PT CPI.
Laporan ke Komisi Yudisial itu, disampaikan oleh tiga penasehat hukum Endah
Rumbiyanti, yang dipimpin Lelyana Santosa. Menurutnya, selama persidangan kasus
bioremediasi berlangsung, tampak perilaku kedua hakim ini jelas-jelas bertentangan dengan
sikap dan perilaku hakim yang seharusnya.
Para terlapor (Sudharmawatiningsih dan Antonius, red), ujarnya, diadukan ke Komisi
Yudisial karena dinilai telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap Peraturan Bersama
Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI No. 02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012
tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan pada 27
September 2012 (Panduan 2012).
Ada paling tidak empat dugaan pelanggaran atas Panduan Penegakan Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim atayu Panduan 2012 yang dilakukan oleh hakim
Sudharmawatiningsih dalam menangani kasus klien kami, jelas Lelyana usai melapor ke
Komisi Yudisial.
Pertama, hakim Sudharmawatiningsih telah melakukan tindakan-tindakan yang
menimbulkan kesan memihak, berprasangka dan menyudutkan saksi-saksi dan ahli-ahli yang
keterangannya menguntungkan terdakwa, sehingga keterangan para saksi dan ahli tidak dapat
diberikan secara bebas di hadapan persidangan. Kedua, kata Lelyana, beberapa kali hakim
Sudharmawatiningsih menunjukkan sikap berprasangka atas salah satu pihak dan atas fakta
perkara saat pemeriksaan saksi serta ahli dalam kasus bioremediasi.
Yang ketiga, lanjutnya, selama memimpin persidangan kasus bioremediasi,
Sudharmawatiningsih menunjukkan sikap yang angkuh, tidak rendah hati, dan tidak menghargai
pendapat yang diberikan oleh ahli yang diajukan terdakwa Endah Rumbiyanti di dalam
persidangan.
Keempat, hakim Sudharwatiningsih tidak mempunyai tekat untuk melaksanakan
pekerjaannya dengan kesungguhan. Sehingga berakibat pada mutu pekerjaan, yaitu putusan
yang tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, bahkan bertentangan dengan
peraturan perundangan tentang isi putusan, imbuh Lelyana.
Sementara terkait laporannya soal hakim Antonius Widijantono, Lelyana Santosa
menjelaskan bahwa patut diduga hakim Antonius melakukan pelanggaran kode etik perilaku
hakim. Yaitu bersikap tidak arif dan menyudutkan saksi saat sedang berupaya menjawab
pertanyaan, agar jawaban yang terlontar dari saksi sesuai dengan yang diinginkannya.
Dalam laporan ke Komisi Yudisial, kami menguraikan secara jelas dan kongkrit disertai
bukti-bukti tentang perilaku kedua hakim ini, dalam laporan setebal 17 halaman. Masyarakat
perlu mendapat edukasi yang benar tentang proses hukum, bahwa hak-hak mereka di depan
hukum ada dan harus dihormati oleh siapapun, lanjut Lelyana lagi.
Dalam laporannya, tim penasehat hukum Endah Rumbiyanti pun meminta Komisi
Yudisial untuk melakukan investigasi, atas dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh kedua hakim itu, serta menjatuhkan sanksi terhadap keduanya, atau memberikan tindakantindakan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
Tindakan kedua hakim itu selama mengadili kasus bioremediasi atas terdakwa Endah
Rumbiyanti, telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, pungkasnya.

(http://www.dunia-energi.com/melanggar-kode-etik-dua-hakim-kasus-bioremediasi-dilaporkanke-komisi-yudisial/ diakses 25 Desember 2014)

Analisis Kasus:
Ditemukannya beberapa dugaan pelanggaran kode etik dan prinsip profesi hakim yang
telah dilakukan oleh kedua hakim Tipikor di Pengadilan Negri yaitu Hakim
Sudharmawatiningsih dan Hakim Antonius yang dilaporkan oleh Endah Rumbiyanti kepada
Komisi Yudisial adalah hal yang tepat dalam hal ini. Apabila dugaan atas kesalahannya yang
berupa menimbulkan kesan memihak, berprasangka dan menyudutkan saksi-saksi dan ahli-ahli
yang keterangannya menguntungkan terdakwa, sehingga keterangan para saksi dan ahli tidak
dapat diberikan secara bebas di hadapan persidangan, menunjukkan sikap yang angkuh, tidak
rendah hati, dan tidak menghargai pendapat yang diberikan oleh ahli yang diajukan terdakwa
Endah Rumbiyanti di dalam persidangan serta tidak mempunyai tekat untuk melaksanakan
pekerjaannya dengan kesungguhan.
Sehingga berakibat pada mutu pekerjaan, yaitu putusan yang tidak sesuai dengan fakta
yang terungkap di persidangan, bahkan bertentangan dengan peraturan perundangan tentang isi
putusan maka jelas bahwa kedua hakim tersebut telah melanggar beberapa Prinsip Etika Profesi
Hakim berdasarkan peraturan Komisi Yudisial karena dinilai telah melakukan pelanggaranpelanggaran terhadap Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI No.
02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan pada 27 September 2012 (Panduan 2012) dan wajib
diberikan hukuman.
Korupsi Menurut Perspektif Islam
Hukum Islam disyariatkan Allah SWT untuk kemaslahatan manusia. Di antara kemaslahatan
yang hendak diwujudkan dengan persyariatan hukum tersebut ialah terpeliharanya harta dari
pemindahan hak milik yang tidak menurut prosedur hukum, dan dari pemanfaatannya yang tidak
sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Oleh karena itu, larangan mencuri, merampas, mencopet, dan sebagainya adalah untuk
memelihara keamanan harta pemilikan yang tidak sah. Larangan menggunakan sebagai taruhan
judi dan memberikannya kepada orang lain yang diyakini akan menggunakan dalam berbuat
maksiat, karena pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT jadikan
kemaslahatan yang dituju dengan tidak tercapai.
Korupsi adalah perbuatan curang dan penipuan yang berpotensi merugikan keuangan negara dan
kepentingan publik (masyarakat) yang dikecam oleh Allah SWT. Adapun hukum memanfaatkan
hasil korupsi, termasuk memakainya untuk konsumsi atau belanja pribadi dan keluarga,
sumbangan sosial dan biaya ibadah, atau kepentingan lainnya, hukumnya sama dengan
memanfaatkan harta hasil usaha yang haram seperti judi, mencuri, menipu, dan sebagainya.
Dalam hal ini, ulama fikih sepakat bahwa memanfaatkan harta yang diperoleh secara ilegal,
tidak sah adalah haram dan dilarang. Karena bertentangan dengan maqasid asy-syariah.
DALIL QURAN:
QS An-Nisa 4:29 Allah berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu.

QS Al-Maidah: 42 Allah berfirman:

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang
haram.
Menurut Ibnu Mas'ud dan Ali bin Abi Talib, makna suht adalah suap.
QS Al-Maidah: 2

,
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
DALIL HADIST
Hadist sahih riwayat Imam Lima Nabi bersabda:

Rasulullah melaknat penyuap dan penerima suap dan yang terlibat di dalamnya.

Você também pode gostar