Você está na página 1de 9

39

Isolasi dan Karakterisasi Rhizobia .(Sattya Arimurti dkk.)

Isolasi dan Karakterisasi Rhizobia Asal Pertanaman Kedelai


di Sekitar Jember
(Isolation and Characterization of Rhizobia from Soybean Plants Around
Jember Area)
Sattya Arimurti, Sutoyo dan Rudju Winarsa
Staf Pengajar Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Jember
ABSTRACT
Rhizobia are bacteria inducing the formation of nitrogen-fixing root nodules on legumes.
Rhizobia (J1, J4, J5, J6, J9, J10 and J11) has been isolated from five areas around Jember
(Keranjingan 1, Keranjingan 2, Keranjingan 3, Wirolegi and Mastrip), and from two variety of
soybean (local and edamame). Morphology characteristics of coloni rhizobia indicated a wild
type. Physiological characteristics of rhizobia indicated that rhizobia are resistance to penicillin
and sensitive to ampicyllin, streptomycin, tetracycline dan chloramphenicol. They are viable to
grow in pH 4 dan pH 9, except for J5 and J6. The optimum growth of rhizobia is in NaCl 2%,
except for J5 and J9. Gelatinase activity of rhizobia indicated a negative activity. Rhizobia J4 is
viable of inducing the root nodules on siratro plants.
Key words: rhizobia, nitrogen fixing, characterization, isolation

PENDAHULUAN
Rhizobia merupakan bakteri yang mampu
menambat N2 dengan membentuk bintil akar
pada tanaman kacang-kacangan (Somasegaran
dan Hoben, 1994). Rhizobia yang efektif pada
bintil akar, mampu memenuhi seluruh atau
sebagian kebutuhan nitrogen bagi tanaman
(Somasegaran
dan
Halliday,
1982).
Berdasarkan kemampuan tersebut rhizobia
memiliki andil yang cukup besar dalam
peningkatan produktivitas pertanian, terutama
tanaman kacang-kacangan.
Penggunaan rhizobia sebagai pupuk hayati
memiliki prospek yang cukup cerah di masa
yang akan datang, karena dapat meningkatkan
produktivitas
tanah,
membantu
proses
pelarutan hara, mengatasi daya dukung tanah
sebagai akibat rendahnya aktivitas mikrob dan
menekan pencemaran lingkungan (Dunnigan,
1979). Bahkan dengan dicabutnya subsidi
pemerintah untuk pupuk kimia, penggunaan
pupuk hayati dianggap lebih menguntungkan.
Namun penggunaan rhizobia sebagai pupuk
hayati masih menghadapi kendala, yaitu dalam
hal pemilihan galur-galur yang sesuai dengan
kondisi tanah tertentu (spesifik lokasi).
Pemanfaatan inokulan rhizobia terkadang
mengalami kegagalan sebagai akibat lebih
tingginya daya kompetisi populasi rhizobia
indigenous daripada yang diintroduksikan.
Menurut Triplett dan Sadowsky (1992),
kompetisi merupakan faktor paling kritis yang

mempengaruhi kesuksesan inokulasi rhizobia


di lapangan.
Di samping itu, dijumpai
permasalahan konsistensi, yaitu rhizobia yang
efektif di suatu lokasi pertanaman kacangkacangan ternyata belum tentu efektif di suatu
lokasi pertanaman yang lain. Freire (1977)
menyatakan bahwa galur-galur indigenous
memiliki daya adaptasi, efisiensi dan daya
kompetisi relatif lebih baik daripada galur
introduksi.
Selanjutnya Shantharam dan
Mattoo (1997) mengemukakan bahwa galurgalur untuk pupuk hayati sebaiknya diisolasi
dari daerah tertentu dan diinokulasikan kembali
ke lingkungan yang sama untuk menjamin
kesuksesan inokulasi. Dengan demikian perlu
pendekatan dengan memilih galur-galur
rhizobia indigenous yang unggul untuk pupuk
hayati, karena kualitas mikrob sangat
berpengaruh terhadap kualitas pupuk hayati.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi
rhizobia dari pertanaman kedelai dari daerah
sekitar Jember dan selanjutnya isolat rhizobia
yang diperoleh akan dikarakterisasi dengan uji
fisiologis dan diuji kemampuan penambatan
nitrogennya. Isolat yang diperoleh diharapkan
dapat dipergunakan sebagai inokulan yang
dapat mengatasi beberapa permasalahan
inokulasi di lapangan dan sesuai untuk
diaplikasikan di daerah-daerah pengembangan
tanaman kedelai di sekitar Jember.

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 1 No. 2, 2000: 39 47

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Jember.
Medium pertumbuhan untuk rhizobia ialah
Yeast Ekstrak Manitol (YMA) yang terdiri atas
0.5 g/l K2HPO4, 0.2 g/l MgSO4.7H2O, 10 g/l
manitol, 0.5 g/l ekstrak khamir, merah kongo
atau biru bromtimol (Vincent, 1970), medium
Luria Agar (LA) yang terdiri atas
10 g/l
tripton, 10 g/l ekstrak khamir, 0.1 g/l NaCl, 15
g/l agar bakto (Atlas, 1993). Bahan-bahan
untuk keperluan lainnya ialah gelatin, kertas
tissue, H3BO3, NaOH, HCl, HgCl2. Antibiotik
(Sigma) yang digunakan adalah spektinomisin,
ampisilin,
streptomisin,
tetrasiklin,
kloramfenikol, dan penisilin.
Alat-alat yang diperlukan diantaranya ialah
gelas ukur, gelas piala, cawan petri, tabung
reaksi, millipore 0.22 m, pH-meter, neraca
analitik, lemari pendingin, autoklaf, vortex
mixer, labu erlenmeyer, shaker, pipet mikro
(P20, P200, P1000) (Gilson Pipetman), tabung
eppendorf 1.5 ml, tip, sentrifus dan inkubator.
Isolasi dan Pemurnian Isolat Rhizobia
Rhizobia diisolasi dari lokasi pertanaman
kedelai di sekitas Jember. Bintil akar kedelai
dari tiap- tiap wilayah diambil secara acak,
kemudian dilakukan sterilisasi permukaan
dengan cara perendaman berturut-turut dalam
alkohol 95% selama 10 detik diikuti dengan
H2O2 5% selama 5 menit, setelah itu dibilas 7
kali dengan aquades. Tiap bintil akar digerus
dalam 1 ml aquades steril, kemudian
digoreskan pada media YMA. Pengamatan
dilakukan selama 1 sampai 7 hari. Koloni yang
tumbuh dimurnikan dengan mengambil koloni
tunggal dan digoreskan kembali ke media
YMA.
Pengujian Ketahanan Terhadap Suhu
Isolat rhizobia yang diperoleh diuji ketahanan
terhadap suhu dengan menumbuhkan pada
media YMA dan diinkubasi pada inkubator
dengan variasi suhu yaitu 30, 35, 40, 45 dan
500C.
Pengamatan dilakukan setelah
diinkubasi selama satu hari.
Pengujian Aktivitas Gelatinase
Isolat rhizobia ditumbuhkan pada media LA
yang mengandung 0.4% gelatin.
Biakan
diinkubasi selama satu hari, kemudian
digenangi dengan larutan HgCl2 15% di dalam

40

HCl 20%. Pengamatan dilakukan terhadap


terbentuknya zona bening di sekeliling koloni
(Sadowsky et al., 1983).
Pengujian Ketahanan Terhadap NaCl
Pengujian ketahanan terhadap NaCl dilakukan
dengan cara menumbuhkan isolat rhizobia pada
media LA yang mengandung NaCl 2% dan 4%.
Selanjutnya dilakukan pengamatan setelah
diinkubasi pada suhu ruang selama satu hari.
Pengujian Ketahanan Terhadap pH
Isolat Rhizobia ditumbuhkan pada media YMA
dengan pH 4.5 dan 9. Pengamatan dilakukan
setelah diinkubasi selama satu hari pada suhu
ruang.
Pengujian Ketahanan Terhadap Antibiotika
Pembuatan media antibiotika adalah sebagai
berikut. Media YMA disterilisasi dan setelah
suhu media menjadi 550C ditambahkan
antibiotika steril dengan beberapa variasi
konsentrasi (50, 100, 200. 400, 600, 800
g/ml) dan dituang ke cawan petri. Sterilisasi
antibiotika dilakukan dengan penyaringan
menggunakan millipore.
Untuk mencegah
rusaknya media yang mengandung antibiotika,
media tersebut sebelum dipakai disimpan
dalam ruang dingin.
Prosedure penanaman pada media
antibiotika adalah sebagai berikut. Masingmasing isolat diambil sebanyak satu ose
kemudian disuspensikan ke dalam 1 ml larutan
fisiologis
(NaCl
0.85%).
Dengan
menggunakan pipet mikro, sebanyak 5 l
biakan diambil dan ditumbuhkan pada media
YMA yang mengandung antibiotika dan
diinkubasi pada suhu ruang.
Pengamatan
kemampuan tumbuh dilakukan selama satu
hari.
Pengujian Kemampuan Membentuk Bintil
Akar pada Tanaman Siratro
Isolat-isolat rhizobia yang diperoleh masingmasing diuji kemampuannya membentuk bintil
akar. Teknik yang digunakan adalah metode
tabung dengan tanaman indikator siratro
(Macroptilium atropurpureum).
Untuk
penyiapan
kecambah
dan
penanamannya, biji-biji siratro dipilih yang
mempunyai ukuran seragam, tidak luka, tidak
keriput dan tidak terapung di air. Biji tersebut
ditoreh kulit bijinya dengan silet untuk
menghilangkan masa dormansinya (Vincent,
1970). Sterilisasi permukaan biji dengan cara

41

Isolasi dan Karakterisasi Rhizobia .(Sattya Arimurti dkk.)

merendamnya di dalam alkohol 95% selama 10


detik dan diteruskan dengan perendaman di
dalam H2O2 5% selama 5 menit. Selanjutnya
dibilas dengan aquades steril 7 kali. Biji-biji
siratro tersebut kemudian dikecambahkan
dalam cawan petri diameter 135 mm yang
beralaskan kertas tissue steril yang dibasahi
aquades steril.
Perkecambahan dilakukan
selama dua hari pada suhu ruang dalam
keadaan gelap.
Sementara itu disiapkan media agar tegak
(17.5-20 ml) dalam tabung berukuran 25 x 200
mm. Media tersebut terdiri dari larutan hara
mengikuti komposisi Ahmed dan Evans
(Wahyudi, 1996). Setelah kecambah siratro
berumur dua hari, ditanam secara aseptik di
dalam media tersebut. Untuk setiap tabung
ditanam satu kecambah.
Selanjutnya dilakukan penyiapan inokulum
dan inokulasi. Kecambah yang telah tumbuh
selama dua hari (umur 4 hari), diinokulasi
dengan suspensi rhizobia. Suspensi rhizobia
disiapkan dengan menumbuhkan masingmasing rhizobia tersebut pada media cair YMA
selama satu hari.
Satu mililiter suspensi masing-masing
rhizobia diinokulasikan ke dalam tabung agar
tegak yang telah ditumbuhi kecambah tadi.
Pekerjaan ini dilakukan secara aseptik.
Selanjutnya tabung-tabung dibenamkan ke
dalam bak pasir, yang telah dibasahi air lebih
kurang seperempat dari tinggi tabung dan
disimpan di growth chamber. Suhu pasir
dijaga supaya tidak melebihi 30C dengan cara
menyiram pasir dengan air setiap 2-3 hari
sekali. Pengamatan bintil akar yang terbentuk
dilakukan dimulai hari ke-5 hingga hari ke-30
setelah inokulasi. Bintil akar yang terbentuk
dari isolat-isolat rhizobia di atas dihitung dan
diamati penyebarannya pada akar tanaman
siratro.
Percobaan ini dilakukan dengan tiga
ulangan untuk masing-masing isolat. Kontrol

dalam percobaan ini ada dua macam yaitu (1)


tanpa inokulasi rhizobia dan dengan
penambahan KNO3 0.05% dan (2) tanpa
inokulasi rhizobia dan tanpa penambahan
KNO3 0.05%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap pertama pada penelitian ini adalah
penggalian isolat-isolat rhizobia indigenous
dari pertanaman kedelai di sekitar Jember.
Pada tahapan ini diharapkan bahwa isolat-isolat
rhizobia yang diperoleh bersifat efektif,
kompetitif, adaptif dan dapat meningkatkan
penambatan N2. Dasar pengambilan sampel
bintil kedelai yang mengandung rhizobia
adalah perbedaan varietas kedelai dan lokasi
pertanaman, sehingga diharapkan dari masingmasing lokasi maupun dari varietas yang
berbeda tersebut diperoleh isolat rhizobia yang
mempunyai kemampuan penambatan N2 yang
berbeda. Selanjutnya dari bintil akar kedelai
tersebut diisolasi rhizobianya.
Pada penelitian ini berhasil diisolasi 7
isolat rhizobia berdasarkan kriteria varietas
kedelai dan perbedaan lokasi, yaitu dari lima
lokasi (Keranjingan 1, Keranjingan 2,
Keranjingan 3, Mastrip dan Wirolegi) dan dari
dua varietas kedelai (lokal dan edamame).
Isolat rhizobia yang diperoleh disajikan pada
tabel 1.
Karakteristik Morfologi Koloni
Tabel 2 menunjukkan penampakan sifat-sifat
morfologi koloni rhizobia hasil isolasi.
Berdasarkan tabel ini terlihat bahwa semua
isolat rhizobia yang diisolasi memiliki tipe
yang hampir seragam yaitu mempunyai tipe
koloni wild (berdiameter lebih dari 1 mm,
berair, cembung, tranlucens). Hasil ini sesuai
dengan pernyataan Fuhrmann (1990) bahwa
sebagian besar rhizobia yang tumbuh cepat
memiliki tipe koloni wild.

Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel bintil akar kedelai


Lokasi
Keranjingan 2
Keranjingan 1
Wirolegi
Keranjingan 1
Mastrip
Keranjingan 2
Keranjingan 3

Varietas kedelai
Lokal
Edamame
Lokal
Edamame
Lokal
Lokal
Edamame

Isolat Rhizobia
J1
J4
J5
J6
J9
J 10
J 11

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 1 No. 2, 2000: 39 47

42

Tabel 2. Penampakan morfologi rhizobia


Isolat
J1
J4
J5
J6
J9
J 10
J 11

Penampakan Koloni
Cembung, berair, putih susu, bulat, umur 1 hari diameternya 4
Cembung, berair, putih susu, bulat, umur 1 hari diameternya 4 mm
Cembung, berair, putih susu, bulat, umur 1 hari diameternya 2 mm
Cembung, berair, putih susu, bulat, umur 1 hari diameternya 5 mm
Cembung, berair, putih susu, bulat, umur 1 hari diameternya 5 mm
Cembung, berair, putih susu, bulat, tembus cahaya, umur 1 hari diameternya
6 mm
Cembung, berair, putih susu, bulat, umur 1 hari diameternya 2 mm
Tabel 3. Ketahanan terhadap antibiotika

[]g
/ml
J1
J4
J5
50
Ampisilin
100
200
400
600
800
50
Streptomisin
100
200
400
600
800
50
Tetrasiklin
100
200
400
600
800
50
Kloramfenikol
100
200
400
600
800
50
Penisilin
+++
++
++
100
+++
++
++
200
+++
++
++
400
+++
++
++
600
++
+
800
++
+
Ket: +++ = tumbuh sangat subur ++ = tumbuh subur
+
= tumbuh
- = tidak tumbuh
Antibiotika

Tipe wild merupakan indikasi tingginya


produksi eksopolisakarida (EPS).
EPS
berfungsi untuk meningkatkan viskositas
sekeliling sel, mengurangi penekanan terhadap
aktivitas nitrogenase, melindungi sel bakteri
dari pengaruh cekaman (pH, kekeringan,
fluktuasi potensial air), mengkelat Al3+ dan

Isolat
J6
+++
++
+++
++
+++
-

J9
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++

J10
+++
+++
+++
+++
+++
+++

J11
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++

Fe3+ pada pH lingkungan tertentu, memacu


pembentukan gel dengan adanya Ca2+ yang
berperan di dalam pelekatan pada rambut akar.
Eksopolisakarida rhizobia tipe wild
memiliki 2 bentukan yaitu loose slime yang
tidak melekat pada sel dan mirokapsul maupun
kapsul yang melekat pada dinding sel.

43

Isolasi dan Karakterisasi Rhizobia .(Sattya Arimurti dkk.)

Bentukan-bentukan
tersebut
memberikan
konsistensi stiky dari koloni rhizobia pada
medium padat atau peningkatan viskositas pada
medium cair. Dengan demikian isolat-isolat
bertipe wild memiliki keunggulan jika
diinokulasikan pada lingkungan yang tercekam.
Ketahanan Terhadap Antibiotika
Ketahanan rhizobia
hasil isolasi terhadap
berbagai antibiotika disajikan pada tabel 3.
Antibiotika merupakan senyawa produk
metabolik yang dihasilkan oleh organisme
tertentu, yang dalam jumlah kecil bersifat
merusak atau menghambat mikroorganisme
lain. Pada penelitian ini digunakan 5 jenis
antibiotika
yaitu
ampisilin,
tetrasiklin,
streptomisin, penisilin dan cloramphenikol.
Setiap jenis antibiotika yang digunakan ini
mempunyai mekanisme
penghambatan
terhadap pertumbuhan rhizobia yang berbeda.
Antibiotika penisilin dan ampisilin merupakan
-laktam
antibiotika
yang
mempunyai
mekanisme
penghambatan
pertumbuhan
bakteri dengan menghambat pembentukan
dinding sel bakteri. Antibiotika streptomisin
merupakan antibiotika aminoglikosida yang
mempunyai mekanisme penghambatan dengan
mengganggu sintesis protein pada ribosom.

Sedangkan tetrasiklin merupakan antibiotika


yang menghambat pertumbuhan bakteri dengan
cara menghalangi terikatnya RNA transfer
aminoasil pada situs spesifik di ribosom,
selama perpanjangan rantai peptide sehingga
sintesis protein terhambat.
Antibiotika
kloramfenikol
menghambat
pertumbuhan
bakteri dengan cara bergabung dengan subunitsubunit ribosom sehingga mengganggu sintesis
protein (Pelczar dan Chan, 1988).
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui
bahwa rhizobia tahan terhadap antibiotika
penisilin dan tidak tahan terhadap ampisilin,
sreptomisin, tetrasiklin dan kloramphenikol,
kecuali J9 dan J11 tahan terhadap ampisilin 50
g/ml.
Ketahanan terhadap pH
Tabel 4 menunjukkan ketahanan rhizobia
terhadap tingkat keasaman (pH). Menurut Holt
et al. (1994) bahwa pH optimum untuk
pertumbuhan rhizobia adalah 6-7, tetapi ada
beberapa isolat yang tumbuh pada pH 5 dan pH
10. Pada pengujian ketahanan terhadap pH ini
terlihat bahwa semua isolat tahan terhadap pH
asam (4.5), sedangkan terhadap pH basa (9)
hanya J5 dan J6 yang tidak mampu tumbuh.

Tabel 4. Ketahanan terhadap pH


Isolat
4.5
1
+++
4
+
5
++
6
++
9
++
10
++
11
+++
Ket: +++ = tumbuh sangat subur
+
= tumbuh

PH
6.8
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++

9
+++
++
+++
+++
+++

++ = tumbuh subur
- = tidak tumbuh

Ketahanan suatu bakteri terhadap suatu


tingkat
keasaman
disebabkan
karena
kemampuannya dalam memelihara kestabilan
pH internal sel yang mendekati basa pada saat
pH eksternal sel menurun. Selain itu rhizobia
umumnya mempunyai membran plasma yang
lebih bersifat impermiabel terhadap ion H+
yang ada di luar sel.
Ketahanan terhadap NaCl
Pengujian ketahanan terhadap NaCl dilakukan
untuk melihat respon rhizobia terhadap

salinitas.
Tabel 5 menyajikan ketahanan
rhizobia terdapat NaCl. Pada pengujian ini
terlihat bahwa isolat rhizobia J1, J4, J9, J10
dan J11 mampu tumbuh subur pada konsentrasi
NaCl 2% dan pada konsentrasi 4% juga mampu
tumbuh walaupun pertumbuhannya tidak
begitu subur. Menurut pendapat Holt et al.
(1994), bahwa rhizobia tahan hingga
konsentrasi NaCl 1% dan bahkan isolat-isolat
tertentu tahan hingga konsentrasi 4%.

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 1 No. 2, 2000: 39 47

44

Tabel 5. Ketahanan terhadap NaCl


Isolat
0%
1
++
4
++
5
6
9
+++
10
++
11
+++
Ket: +++ = tumbuh sangat subur
+
= tumbuh

NaCl
2%
++
++
+++
++
+++
++ = tumbuh subur
- = tidak tumbuh

4%
++
+
++
+
+

Tabel 6. Ketahanan terhadap suhu


Isolat
30
1
+++
4
+++
5
+++
6
+++
9
+++
10
+++
11
+++
Ket: +++ = tumbuh sangat subur
+
= tumbuh

Suhu (oC)
34
++
++
++
+++
+++
++
++
++ = tumbuh subur
- = tidak tumbuh

37
++
+
+++
++
++

Tabel 7. Aktifitas gelatinase


Isolat
1
4
5
6
9
10
11

Hasil uji Gelatinase


Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Alasan yang mungkin untuk menjelaskan


kemampuan
rhizobia
tanah
terhadap
kandungan NaCl yang tinggi adalah
kemampuannya dalam mensintesis protein
khusus. Protein tersebut diperlukan untuk
respon toleransi terhadap kondisi NaCl yang
tinggi (salinitas tinggi), namun tidak diperlukan
untuk pertumbuhan.

sedangkan pada suhu 37C hanya isolat J5 dan


J6 yang tidak tahan. Tidak tumbuhnya isolatisolat tersebut pada suhu 37C dapat
disebabkan karena pada suhu tersebut telah
menyebabkan sudah terdenaturasinya protein
dan enzim yang mengakibatkan berhentinya
proses-proses metabolik rhizobia sehingga
rhizobia tersebut mengalami kematian.

Ketahanan terhadap Suhu


Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu
bakteri. Pada tabel 6 menunjukkan ketahanan
rhizobia pada variasi suhu. Berdasarkan tabel
ini terlihat bahwa semua isolat rhizobia yang
diuji tahan pada suhu 30C dan 34C,

Aktifitas Gelatinase
Senyawa gelatin merupakan protein kolagen
yang mengalami transformasi dari bentuk
untaian tidak larut dan tidak tercerna menjadi
campuran polipeptida yang larut jika
dididihkan di dalam air. Protein kolagen
mengandung kira-kira 35% glisin, 10% alanin,

45

Isolasi dan Karakterisasi Rhizobia .(Sattya Arimurti dkk.)

21% prolin dan hidroksi prolin sedangkan


(Lehninger, 1994). Aktivitas gelatinase positif
menunjukkan bahwa rhizobia tersebut mampu
menggunakan
gelatin
sebagai
sumber
proteinnya
dengan
ditunjukkan
oleh
terbentuknya zona bening di sekeliling koloni.
Hasil pengujian aktifitas gelatinase pada
rhizobia ini menunjukkan bahwa semua isolat
rhizobia yang diuji menunjukkan aktifitas
gelatinase negatif (tabel 7). Berdasarkan Holt
et. al. (1994) menyatakan bahwa rhizobia yang
tumbuh cepat mempunyai aktivitas gelatinase
positif sedangkan yang tumbuh lambat
menunjukkan aktivitas negatif.
Kemampuan Membentuk Bintil Akar pada
Tanaman Siratro
Setelah dilakukan pengujian terhadap sifat
fisiologisnya, isolat-isolat rhizobia yang
diperoleh masing-masing diuji kemampuannya
membentuk bintil akar.
Teknik yang
digunakan adalah metode tabung dengan
tanaman indikator siratro (Macroptilium
atropurpureum).
Seperti yang dilaporkan oleh Wahyudi
(1996), tanaman siratro (Macroptilium
atropurpureum), dapat digunakan sebagai

sisanya merupakan asam amino lainnya


tanaman indikator untuk uji pembentukan bintil
akar pada skala laboratorium.
Hal ini
disebabkan bahwa rhizobia selain membentuk
bintil akar pada tanaman kedelai juga dapat
membentuk bintil akar pada tanaman siratro
(Somasegaran dan Hoben, 1994). Bintil akar
yang
terbentuk
menunjukkan
adanya
keserasian antara rhizobia dengan tanaman
inangnya.
Hasil pengamatan terhadap pembentukan
bitil akar pada tanaman siratro oleh rhizobia
disajikan pada tabel 8. Pada tabel tersebut
terlihat bahwa dari tujuh rhizobia yang diujikan
menunjukkan bahwa hanya satu isolat yang
dapat membentuk bintil akar pada tanaman
siratro yaitu rhizobia isolat J-4. Rhizobia J-4
merupakan rhizobia yang diisolasi dari
pertanaman kedelai varietas edamame dari
daerah Kranjingan 1.
Ketidak mampuan
rhizobia yang lain dalam membentuk bintil
akar pada tanaman siratro dapat disebabkan
karena rhizobia tersebut tidak mempunyai
pengenalan terhadap senyawa organik yang
dikeluarkan oleh tanaman siratro sehingga
tidak membentuk bintil.

Tabel 8. Pembentukan bintil akar pada tanaman siratro oleh rhizobia


No

Isolat

Ulangan

Hari ke1
J-1
1
20
2
20
3
20
2
J-4
1
20
2
20
3
20
3
J-5
1
20
2
20
3
20
4
J-6
1
20
2
20
3
20
5
J-9
1
20
2
20
3
20
6
J-10
1
20
2
20
3
20
7
J-11
1
20
2
20
3
20
Ket : - = tidak membentuk bintil akar

Bintil akar terbentuk


Jumlah
letak
15
di perakaran utama
11
di perakaran utama
3
di perakaran utama
-

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 1 No. 2, 2000: 39 47

Bintil akar yang dibentuk rhizobia J-4


terdapat pada daerah perakaran utama dengan
morfologi bintil yang cukup besar. Menurut
Saraswati (1986) bahwa kemampuan rhizobia
dalam menambat nitrogen dari udara
dipengaruhi oleh besarnya bintil akar dan
jumlah bintil akar. Semakin besar bintil akar
atau semakin banyak bintil akar yang terbentuk
maka semakin besar nitrogen yang ditambat
oleh rhizobia tersebut.
Tanaman siratro yang tidak diinokulasi
rhizobia dengan menggunakan media hara
bebas N diberi KNO3 menampilkan
pertumbuhan yang normal, yaitu daun
berwarna hijau dan tidak terbentuk bintil akar.
Pada tanaman siratro yang tidak ditambah
KNO3 pada media hara bebas N serta tidak
diinokulasi oleh rhizobia menampilkan
pertumbuhan yang tidak normal, yaitu daun
berwarna kuning memperlihatkan klorosis,
serta tidak terbentuk bintil akar. Kejadian
klorosis tersebut disebabkan karena tanaman
kekurangan unsur hara nitrogen. Gejala ini
terlihat pada hari ke-15 setelah tanam. Lain
halnya dengan tanaman siratro yang diinokulasi
oleh rhizobia J-4, meskipun medianya bebas N,
namun mampu menampilkan pertumbuhan
yang normal, yaitu daun berwarna hijau dan
membentuk bintil.
Tanaman siratro yang diinokulasi oleh
rhizobia J-4 menunjukkan pertumbuhan yang
normal, disebabkan karena kebutuhan nitrogen
pada tanaman dipenuhi oleh rhizobia yang ada
pada bintil akar. Molekul nitrogen direduksi
menjadi amonia (NH3) oleh enzim nitrogenase
yang selanjutnya dapat digunakan tanaman
dengan cara mengubahnya menjadi produk
berupa ureid, glutamin dan asam-asam amino
lain yang kemudian ditranslokasikan ke
tanaman bagian atas melalui xilem. Rhizobia
dalam menambat N2 memperoleh energi dari
tanaman berupa karbohidrat hasil fotosintesis
yang ditranlokasikan dari daun ke akar melalui
floem (Atkins, 1987).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut.
1. Telah berhasil diisolasi 7 rhizobia asal
pertanaman kedelai di sekitar Jember
dengan kode isolat J1, J4, J5, J6, J9, J10
dan J11.
2. Rhizobia hasil isolasi bersifat
tahan
terhadap antibiotika penisilin dan tidak
tahan terhadap ampisilin, streptomisin,
tetrasiklin dan kloramfenikol, kecuali J9
dan J11 tahan terhadap ampisilin 50 g/ml.

46

3. Rhizobia mampu tumbuh pada pH 4 dan pH


9, kecuali J5 dan J6.
4. Rhizobia tumbuh optimal pada NaCl 2 %,
kecuali rhizobia J5 dan J9.
5. Aktifitas gelatinase dari rhizobia uji
menunjukkan aktifitas yang negatif.
6. Rhizobia J4 mampu membentuk bintil akar
pada tanaman siratro.
SARAN
Masih perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk menguji kemampuan rhizobia hasil
isolasi membentuk bintil akar pada tanaman
kedelai di rumah kaca dan di lapangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas
terlaksananya penelitian ini yang dibiayai
dengan dana DIKS Universitas Jember Tahun
Anggaran 2000.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M. 1993. Microbiological Media. In
L.C. Parks (Ed). CRC Press, Inc. USA.
Atkins, C.A.
1987.
Metabolism and
Translocation of Fixed Nitrogen in The
Nodulated legume. Plant and Soil.
100, 157-169.
Dunnigan, E.P. 1979. Microbial Fertilizers,
Activators and Conditioners: A Critical
Review of Their Value to Agriculture.
Dev. Indust. Microb. 20, 311-322.
Freire, J.R.J. 1977. Inoculation of Soybean.
In J.M. Vincent, A.S. Whitney and
J.Bose (Eds). Exploiting the LegumeRhizobium Symbiosis in Tropical
Agriculture. Dept. Agron. Soil Sci.
Hawai.
Fuhrmann. J. 1990. Symbiotic Effectiveness
of Indigenous Soybean Bradyrhizobia as
Related to Serological, Morphological,
Rhizobitoxine
and
Hydrogenase
Phenotypes. Appl. Environ. Microbiol.
56, 224-229.
Holt, G.H., N.R. krieg, P.H.A. Sneath, J.T.
Staley and S.T. Williams.
1994.
Bergey's Manual of Determinative
Bacteriology 9th ed. The Williams and
Wilkins Co. Baltimore.
Lehninger. 1994. Dasar-Dasar Biokimia Jilid
III
(diterjemahkan
oleh
M.
Thenawijaya). Erlangga. Jakarta.
Pelczar, M.J. and A.C.S. Chan. 1986. DasarDasar Mikrobiologi (diterjemahkan
oleh R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S.
Tjitrosomo dan S.L. angka). UI Press.
Jakarta.

47

Isolasi dan Karakterisasi Rhizobia .(Sattya Arimurti dkk.)

Sadowsky, M.J., H.H. Keyser ang B. Bohlool.


1983. Biochemical Characterization of
Fast-Growing
and
Slow-Growing
Rhizobia that Nodulate Soybean.
Int.J.Sys.Bacteriol. 33, 716-722
Saraswati, R. 1986. Kaji Banding Dua Metode
Ukur Penambatan Nitrogen Secara
Hayati dengan Jumlah Nitrogen
Tanaman Kedelai.
Seminar Hasil
Penelitian Tanaman Pangan. Balitbio.
Bogor.
Shantharam, S and A.K. Mattoo. 1997.
Enhancing
Biological
Nitrogen
Fixation: An Appraisal of Current and
Alternative Technologies for N Input
Into Plans. Plant and Soil. 194, 205216.
Somasegaran, P. and J. Halliday. 1982. The
Dilution of Liquid Cultures of
Rhizobium to Increase Production
Capacity of Inoculant Production Plants.
Appl. Environ. Microbiol. 44, 330-333

Somasegaran, P. and H.J. Hoben.


1994.
Handbook for Rhizobia.
SpringerVerlag. New York.
Tripplet, E.W. and M.J. Sadowsky. 1992.
Genetics of Competition for Nodulation
of Legumes. Annu. Rev. Microbiol.
46, 399-428.
Vincent, J.M. 1970. A Manual for The
Practical Study of Root-Nodule
Bacteria.
International Biological
Programme Handbook.
15, 73-97.
Blackwell
Scientific
Publications.
Oxford.
Wahyudi, A.T. 1996. Seleksi Galur-Galur
Bradyrhizobium japonicum Toleran
Asam-Aluminium: Analisis Gen-Gen
Penanda Molekuler dan Kompetisi in
Planta. Tesis. Progran Pasca Sarjana.
IPB. Bogor

Você também pode gostar