Você está na página 1de 38

1

MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP DASAR


PECAHAN BENTUK ALJABAR MENGGUNAKAN METODE
DISCOVERY LEARNING

Ana Maria Ulfa


Jurusan Tadris Matematika
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
e-mail : anamariaulfa29@gmail.com

ABSTRAK
Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman matematika
siswa pada konsep dasar Pecahan dalam Bentuk Aljabar, untuk meningkatkan
pemahaman siswa tentang Pecahan Bentuk aljabar menggunakan metode
Dicovery Learning. Karya ilmiah ini dilatarbelakangi oleh sebuah fenomena
bahwa masih banyak siswa kelas VIII yang melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal pecahan bentuk aljabar dikarenakan kurang faham konsep
dasar yang mengakibatkan hasil belajar siswa kurang yakni, nilainya dibawah
kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan sekolah. Penerapan Metode
Discovery Learning dilakukan melalui beberapa tahap atau langkah, yaitu: 1)
Langkah persiapan meliputi menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi
yang akan dicapai, mengulang sedikit materi prasyarat, menyampaikan topiktopik yang harus dipelajari siswa, mengembangkan bahan-bahan belajar, dan
melakukan penilaian proses. 2) Pelaksanaan meliputi siswa dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, misalnya diberikan soal awal,
mengajukan beberapa pertanyaan mengenai materi, mengelompokkan siswa
dalam beberapa kelompok, mengidentifikasi masalah, mendiskusikan masalah,
dan menarik kesimpulan. Pembelajaran menggunakan metode Discovery Learning
dapat meningkatkan semangat belajar siswa dan dapat meningkatkan pemahaman
siswa tentang konsep dasar Pecahan Bentuk Aljabar.
Kata kunci: Discovery Learning, Pecahan Bentuk Aljabar

ABSTRACT
This Scientific papers aims to determine students 'mathematical
understanding the basic concepts Fractions in Algebra Shape, to increase students'
understanding of Fractions Form Dicovery Learning algebra method. The
scientific paper is motivated by a phenomenon that is still a lot of eighth grade
students who make mistakes in solving fractional algebraic form due to lack of
schools of basic concepts that lead to student learning outcomes are less namely,
the value below the minimum completeness criteria school. Implementation
Method of Discovery Learning is done through several stages or steps, namely: 1)
Step preparation includes explaining the purpose of learning or competency to be
achieved, repeat little material prerequisites, convey topics students need to learn,
develop learning materials and assessment process. 2) The implementation
includes students are exposed to something that causes confusion, for example,
given the initial problem, ask a few questions about the material, grouping
students into groups, identify problems, discuss issues, and draw conclusions.
Discovery Learning Learning method can improve students 'enthusiasm for
learning and can enhance students' understanding of the basic concepts of Algebra
Fractions Shape.
Keywords: Discovery Learning, Fractions Algebra Shape

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini telah
berkembang sangat pesat yang membawa perubahan dalam aspek kehidupan
manusia. Berbagai permasalahan banyak yang muncul dan permasalahan itu
dapat diselesaikan dengan upaya peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Meskipun perubahan yang terjadi bermanfaat, namun juga
membawa dampak dalam persaingan global yang semakin ketat. Untuk itu,
kita perlu terus mengembangkan dan meningkatakan kualitas sumber daya

manusia (SDM) yang dihasilkan agar mampu bersaing dengan negara-negara


lain.1
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya
manusia tersebut tidak lain adalah melalui pendidikan yang bermutu unggul.2
Pendidikan merupakan rangkaian proses pemberdayaan potensi dan
kompetensi individu untuk menjadi manusia berkualitas yang berlangsung
sepanjang hayat.3 Menurut UU tentang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20
tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.4 Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu proses pemberian bantuan
yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik terhadap perkembangan sikap,
pengetahuan, sosial, jasmani dan rohani anak dalam suatu jenjang pendidikan
formal maupun non formal.
Jenjang pendidikan yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan
pendidikan tersebut yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan secara berencana, terarah, berjenjang
serta sistematis. Dalam suatu lembaga pendidikan terdapat beberapa bidang
studi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik, salah satunya
adalah Matematika.
Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang
didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. 5 Sedangkan
dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) matematika didefinisakan
1

Nuroni soyomukti, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,


2008), hal. 5
2
Ibid, hal. 5
3
Ibid, hal. 5
4
Wiji Suwarno, Dasar Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009),
hal. 21
5
Herumen, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), hal.1

sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur


operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.6
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu
kegiatan penulusuran pola hubungan yang memerlukan kreativitas dalam
pemecahan masalah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun
2006, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah serta mampu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.7 Dengan demikian, pada diri siswa
dapat tertanamkan sifat dasar berfikir logis, sistematis, rasional, kritis, cermat,
kreatif, efektif, dan efisien.8
Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan memiliki peranan
penting dalam berbagai aspek kehidupan. Matematika mulai dikenalkan pada
siswa sejak Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Ini dikarenakan
matematika merupakan ilmu dasar untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan
yang lain. Namun anehya, matematika sangat tidak disukai bagi kebanyakan
siswa karena dianggap pelajaran yang sulit.9 Selain itu, matematika dianggap
sebagai sesuatu yang begitu menakutkan.10 Untuk menghadapi berbagai
anggapan tersebut, guru perlu memberikan informasi yang lebih dalam
pembelajaran matematika sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
Guru adalah salah satu sumber daya manusia yang terkait langsung
dalam pengembangan dan peningkatan kualitas proses dan hasil proses
6

Abdul Halim Fathani, Metematika Hakikat dan Logika, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,
2012), hal. 22
7
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
8
A.S. Sudjatna, Panduan Pelajaran Matematika 3, (Jogjakarta: DIVA Press, 2008), hal.
5
9
Siska Wulansari, Belajar Mudah Matematika SD, (Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta,
2008) , hal. 1
10
Ariesandi Setyono, Mathemagics, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal.
1

pendidikan.11 Disini, guru harus mampu memperdalam pengetahuan dan


menyesuaikan metode terhadap situasi dan kondisi dalam mengajarnya agar
siswa yang di didiknya menjadi pribadi yang lebih baik. Seorang guru selalu
mengharapkan

agar

semua

pengetahuan

yang

disampaikan

dalam

pembelajaran mampu diterima, diingat, dan dikembangkan dengan baik oleh


peserta didik.
Seperti halnya siswa-siswa yang berada pada jenjang SMP. Salah satu
contohya yaitu pada materi Aljabar. Dalam Ilmu aljabar, huruf dapat
digunakan untuk mempresentasikan bilangan. Dengan menggunakan hurufhuruf dan simbol-simbol matematis, kita dapat menggunakan ekspresi aljabar
yang singkat untuk menggantikan kalimat verbal yang panjang. 12 Materi yang
sering membuat siswa kesulitan adalah pada materi Pecahan dalam Bentuk
Aljabar. Pada materi tersebut terdapat beberapa sub materi seperti
Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Bentuk Aljabar, Perkalian dan
Pembagian Pecahan Bentuk Aljabar, Perpangkatan Pecahan Bentuk Aljabar.
Jika dasar dari materi materi ini disampaikan secara baik oleh seorang guru,
maka dalam pembelajaran materi ini akan berjalan dengan baik pula.
Proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran dikatakan
berhasil dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi dan hasil belajar
siswa. Namun pada kenyataannya dapat dilihat bahwa hasil belajar yang
dicapai siswa masih rendah. Masalah tersebut dikarenakan kurangnya
pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Siswa cenderung
hanya menghafalkan rumus-rumus serta mencatat apa yang diajarkan oleh
guru, kondisi seperti ini dapat menyebabkan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan suatu persoalan menjadi lemah. Selain itu, siswa cenderung
kurang berani bertanya sehingga siswa belum mampu berfikir kritis ketika
dikaitkan dalam permasalahan kehidupan sehari-hari.
Seorang anak dengan pengetahuan dasar yang kuat akan dengan
mudah memahami instruksi matematika pada level-level berikutnya. Jika
konsep dasar yang diletakkan kurang kuat atau anak mendapatkan kesan
11

Mohammad Saroni, Mengelola Jurnal Pendidikan Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media, 2012), hal. 9
12
Berneet Rich, Philip A. Schmidt, Aljabar Elementer, (Jakarta: Erlangga, 2004), hal. 1

buruk pada perkenalan pertamanya dengan matematika, maka tahap


berikutnya akan menjadi masa-masa sulit dan penuh perjuangan.13 Itu
sebabnya, jika seorang guru hanya menerangkan saja tanpa memberikan
penguatan konsep dasar dari apa yang diajarkan akan berdampak pada materimateri selanjutnya.
Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah
karena matematika kurang bermakna. Pembelajaran matematika disekolah
kebanyakkan

masih

menggunakan

metode

pembelajaran

bersifat

konvensional (ceramah). Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah


untuk dilakukan. Pada metode ini cenderung bersifat Teacher Centered
Learning14 yaitu guru mendominasi dalam kelas. Keaktifan siswa tidak
tampak dalam pembelajaran tersebut, dikarenakan siswa cenderung pasif dan
hanya mendengarkan pengajaran guru yang masih mendominasi dalam proses
belajar-mengajar dikelas sehingga pembelajaran di kelas lebih banyak
berjalan pada satu arah saja. Guru yang mengajar dengan ceramah memiliki
harapan agar siswa mendengar, mencatat dan menghafalkan. Padahal dalam
dunia pendidikan sekarang siswa harus diberikan kesempatan untuk
menemukan dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematikanya. Penggunaan
metode dalam pembelajaran merupakan suatu hal yang sangat penting, karena
tanpa menggunakan metode yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan
pada proses dan hasil dalam kegiatan belajar mengajar. Selain metode,
pemanfaatan sarana dan fasilitas yang disediakan juga mempengaruhi dalam
kegiatan belajar mengajar.
Metode pembelajaran Dicovery Learning merupakan salah satu
alternatif yang diharapkan mampu mengaktifkan anak, menemukan suatu
yang inovatif dan mampu mengembangkan kreativitas namun tetap
menyenangkan

bagi

siswa.

Bruner

dalam

metode

penemuannya

menggungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa harus


menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya.Menemukan

13

Ariesandi Setyono, Mathemagics, ..., hal. 15


Amdayhary, Model Pembelajaran Teacher Center dan Student Center,
http://amdayhary.blogspot.com/2014/04/model-pembelajaran-teacher-center-dan.html, diakses 07
Oktober 2014, jam 13.22 WIB.
14

di sini terutama adalah menemukan lagi (discovery), atau dapat juga


menemukan yang sama sekali baru.15 Suasana yang menyenangkan juga
dapat membuat guru dalam menyampaikan suatu pelajaran menjadi lebih
baik. Disamping itu, siswa dapat menerima pelajaran dengan senang sehingga
apa yang disampaikan oleh guru cepat diterima dan diingat dengan baik oleh
siswa.
Berdasarkan uraian diatas, metode yang akan digunakan adalah
metode pembelajaran Discovery Learning. Siswa diharuskan mampu
mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan ,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. 16 Dengan
aktif melakukan hal tersebut, diharapkan dapat meningkatkan peran aktif
siswa dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
serta kualitas pendidikan matematika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana pemahaman matematika siswa pada konsep dasar Pecahan


dalam Bentuk Aljabar?

2.

Bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang Pecahan Bentuk


aljabar menggunakan metode Dicovery Learning?

C. Tujuan
1.

Untuk mengetahui pemahaman matematika siswa pada konsep dasar


Pecahan dalam Bentuk Aljabar

2.

Untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang Pecahan Bentuk


aljabar menggunakan metode Dicovery Learning

KAJIAN TEORI
A. Belajar Mengajar Matematika
1.

Hakikat Matematika

15
16

Herumen, Model Pembelajaran Matematika, ..., hal. 4


Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hal. 20

Matematika

berasal

dari

kata

mathenein, yang artinya mempelajari.

Yunani
17

mathein

atau

Menurut Nasution kata

matematika diduga erat hubungannya dengan kata Sangsekerta, medha


dan widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi. 18 Banyak
yang beranggapan bahwa matematika hanya berupa perhitungan
mencakup tambah, kurang, kali dan bagi. Sehingga banyak sekali definisi
tentang matematika.
Soedjadi

menyebutkan

beberapa

definisi

atau

pengertian

matematika, diantaranya:
a.

Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir


secara sistematik

b.

Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi

c.

Matematika adalah tentang penalaran logik dan berhubungan dengan


bilangan

d.

Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan


masalah tentang ruang dan bentuk

e.

Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik

f.

Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.19


Dapat pula dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-

ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang


diatur secara logis berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai suatu khas
tersendiri bila dibandingkan dengan ide-ide/konsep-konsep, abstrak yang
tersusun secara penalarannya deduktif.20 Dengan demikian kegiatan
pembelajaran

matematika

sebaiknya

tidak

disamakan

dengan

pembelajaran ilmu yang lain. Dari sinilah peran seorang guru matematika
dituntut untuk mampu menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien
17

Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelegence: Cara Cerdas
Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hal. 42
18
Rosma Hartiny Sams, Model Penelitian Tindakan Kelas, (Yogyakarta: Teras, 2010),
hal. 11
19
Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstansi Keadaan Masa Kini
Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Dirjen Perguruan Tinggi, Depdiknas, 2000), hal. 11
20
Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, (Malang: IKIP Malang,
1990), hal. 4

dan menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga anggapan


bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan dapat
berangsur-angsur hilang.
Dengan memahami masing-masing definisi matematika yang
berbeda-beda, terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang
dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa
karakteristik tersebut adalah:
a.

Memiliki objek abstrak


Dalam matematika objek yang dipelajari adalah abstrak sering juga
disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran.
Objek dasar itu meliputi: 1) fakta, 2) konsep, 3) operasi ataupun
relasi dan 4) prinsip. Dari objek dasar itulah dapat disusun suatu pola
dan struktur matematika.
Adapun objek dasar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Fakta berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol
tertentu.
2) Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk
menggolongkan atau mengklarifikasikan sekumpulan objek.
3) Operasi ataupun relasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan
aljabar dan pengerjaan matematika yang lain.
4) Prinsip adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat
terdiri atas beerapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh
suatu relasi ataupun operasi secara sederhana dapatlah dikatakan
prinsip

adalah

hubungan

antara

beberapa

objek

dasar

matematika.
b.

Bertumpu pada kesempatan


Dalam matematika kesempatan merupakan tumpuan yang sangat
penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan
konsep primitive. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif
diperlukan
pendefinisian.

untuk

menghindarkan

berputar-putar

dalam

Aksioma juga disebut sebagai postulat ataupun

10

penyataan pangkal (yang sering dinyatakan tidak perlu dibuktikan).


Sedangkan konsep primitif disebut juga sebagai undefined term
ataupun pengertian pangkal tidak perlu didefinisikan. Beberapa
aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, selanjutnya dapat
menurunkan berbagai teorema.
c.

Berpola pikir deduktif


Dalam matematika sebagai ilmu hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan
pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan
atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.

d.

Memiliki simbol yang kosong dari arti


Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang
digunakan, baik berupa huruf maupun bukan huruf. Rangkaian
simbol

dalam

matematika

dapat

membentuk

suatu

model

matematika. Tetapi makna huruf dan tanda itu tergantung dari


permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu terserah
kepada yang akan memanfaatkan model itu.
e.

Memperhatikan semesta pembicaraan


Dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam
lingkup model apa itu dipakai. Bila lingkup pembicaraannya
bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup
pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol diartikan suatu
transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan
semesta pembicaraan.

f.

Konsisten dalam sistemnya


Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang
mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat
dipandang terlepas dari satu sama lain. Di dalam masing-masing
sistem strukturnya itu berlaku ketaat azasan atau konsistensi. Ini juga
dikatakan bahwa dalam setiap sistem dan strukturnya tersebut tidak
boleh dapat kontradiksi.21

21

Soedjadi, Kiat pendidikan matematika..., hal. 13-18

11

2.

Proses Balajar Mengajar Matematika


Proses belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara siswa
dengan guru dan siswa dengan sesama siswa dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuannya. Tidak sekedar hubungan siswa dengan guru
saja melainkan terjadi proses penyampaian pesan berupa materi pelajaran
serta nilai dan sikap pada diri siswa yang sedang belajar. Dalam proses
belajar mengajar terdapat adanya satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan antara guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Berikut
adalah beberapa definisi belajar menurut beberapa tokoh, definisi
tersebut diantaranya adalah:
a.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologis belajar


memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi
tersebut memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan
untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Sehingga dengan belajar
manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan
dan memiliki tentang sesuatu.22

b.

Belajar juga didefinisikan sebagai suatu aktivitas psikis yang


dilakukan seseorang sehingga terjadi perubahan pola pikir dan
perilaku yang diakibatkan oleh belajar tersebut. Belajar juga dapat
pula diartikan sebagai kegiatan yang dapat mengubah struktur
pengetahuan lama hingga terbentuk struktur pengetahuan baru.23

c.

Sedangkan pengertian belajar menurut Al-Quran adalah proses


untuk menghasilkan perubahan tingkah laku dan proses pencarian
ilmu yang dapat ditempuh dengan dua cara yaitu, ilmu laduni dan
ilmu kasbi.24

d.

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan


pada diri seseorang, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman,

22

Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2012), hal. 13
23
Agus Zainul Fitri, Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta,
2013), hal. 196
24
Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar..., hal. 30

12

sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, dan lain-lain aspek yang


ada pada individu.25
e.

Belajar adalah terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku,


termasuk juga perbaikan perilaku.26

f.

Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi


seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu.27

g.

Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang


relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif.28

h.

Menurut Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning


(1975) mengemukakan Belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi
itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau
dasar kecenderungan respon pembawaan kematangan , atau keadaan
sesaat seseorang.29
Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang mana


perubahan tersebut dapat disebabkan oleh pengalamannya yang terjadi
secara

berulang-ulang.

Seperti

halnya,

perubahan

pengetahuan,

pemahaman, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya, dan lain-lain


aspek yang ada pada individu.
Seseorang dikatan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri
orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu
perubahan tingkah laku. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan
tingkah laku itu sendiri merupakan proses belajar sedang perubahan
25

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru


Algesindo, 2004), hal. 28
26
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2000), hal. 45
27
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000), hal. 157
28
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 92
29
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), hal. 84

13

tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar.30 Dalam proses belajar
mengajar, seorang anak dapat dikatakan sebagai subjek pelaku dimana
guru harus mampu membimbing cara anak belajar.
Belajar mengajar merupakan dua kosep yang tidak dapat
dipisahkan. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh
seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran sedangkan mengajar
menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai seorang
pengajar. Kedua konsep tersebut dapat terpadu jika terjadi interaksi
antara guru dan siswa. Interaksi guru dengan siswa memegang peranan
yang penting untuk mencapai tujuan pengajaran yang efektif.
Mengajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan pengajar
dan peserta didik. Disini pengajar menyampaikan pengetahuan yang
dimiliki kepada peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu
memahami dan menguasai pengetahuan dan pandangan yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Dalam hal mengajar matematika, pengajar mampu memberikan
intervensi yang cocok, bila pengajar itu menguasai dengan baik
matematika yang diajarkan.31 Namun sebagai seorang pengajar
penguasaan terhadap bahan saja belum cukup, pengajar harus memahami
teori belajar sehingga apa yang diajarkan terkait matematika menjadi
bermakna bagi peserta didik.
3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dan mengajar


matematika.
a.

Faktor intern
1) Faktor jasmaniah, yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh
2) Faktor Psikologis, yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan dan kesiapan.32

30

Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika, (Jakarta: Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988), hal. 1
31
Ibid., hal. 6
32
Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), hal. 83

14

3) Faktor kelelahan, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani


(bersifat psikis).
b.

Faktor ekstern
1) Faktor keluarga, yaitu cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua dan atar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah, yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pengajaran, wktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.
3) Faktor masyarakat, yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat,
media massa, teman begaul, bentuk kehidupan masyarakat.33
Keberhasilan dalam proses belajar mengajar matematika tidak

terlepas oleh kesiapan peserta didik dan pengajar dibidangnya. Kesiapan


peserta didik untuk mengikuti pelajaran matematik, bagaimana sikap dan
minat peserta didik terhadap matematika. Kemampuan pengajar dalam
menyampaikan matematika dan sekaligus menguasai materi yang
diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses belajar. Kepribadian,
pengalaman dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika juga
berpengaruh terhadap efektivitasnya proses belajar.34

B. Pembelajaran dengan Metode Discovery Learning


1.

Pengertian
Menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa
mampu

mengasimilasikan

sesuatu

konsep

atau

prinsip.

Yang

dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati,


mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan ,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya.35

33

Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT Rineka


Cipta, 2003), hal. 54-72
34
Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika,..., hal. 6-7
35
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hal. 20

15

Discovery learning, yaitu siswa didorong untuk belajar dengan


diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mempunyai
pengalaman-pengalaman dan menghubungkan pengalaman-pengalaman
tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi mereka sendiri.36 Peserta
didik menemukan sendiri pola-pola dan struktur matematika melalui
sederetan pengalaman belajar yang lampau.37
Peserta didik diwajibkan melakukan aktivitas mental sebelum
materi yang dipelajari dapat dipahami. Dalam pembelajaran peserta didik
menemukan sendiri sesuatu yang baru , guru hanya membimbing dan
memberikan instruksi. Hal-hal baru yang ditemukan oleh peserta didik
diharapkan dapat berupa pola, aturan dan lain sebagainya. Untuk dapat
menemukan hal tersebut, peserta didik harus melakukan dugaan,
penafsiran, coba-coba dan usaha lainnya dengan menggunakan
pengetahuannya sendiri yang diperoleh sebelumnya.
Peserta

didik

memerlukan

waktu

dan

bantuan

untuk

mengembangkan kemampuan untuk memahami ide/gagasan baru.


Beberapa petunjuk atau instruksi perlu diberikan kepada peserta didik,
apabila mereka belum menunjukkan kemampuan untuk menemukan
ide/gagasan yang dimaksud.38 Jika dalam pembelajaran peserta didik
mampu terlibat secara aktif maka dia akan memahami konsep dan
teorema dengan lebih baik, lebih lama ingat dan mampu untuk
mengaplikasikannya kedalam permasalahan yang lainnya.

2.

Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Discovery Learning


a.

Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery
learning) adalah sebagai berikut:
a) Menentukan tujuan pembelajaran

36

Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar..., hal. 134


Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika,..., hal. 132
38
Ibid., hal. 132
37

16

b) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,


minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c) Memilih materi pelajaran.
d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f)

Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke


kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik

g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

b.

Pelaksanaan
1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada
sesuatu

yang

menimbulkan

kebingungannya,

kemudian

dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul


keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat
memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini
berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang
dapat

mengembangkan

dan

membantu

siswa

dalam

mengeksplorasi bahan.
2) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah)
3)

Data collection (Pengumpulan Data).

17

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi


kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah, pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi,
dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing. Verification menurut Bruner, bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contohcontoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum

18

dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,


dengan memperhatikan hasil verifikasi.39
3.

Keunggulan Metode Discovery Learning


a.

Mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak


kesiapan;

serta

penguasaan

ketrampilan

dalam

proses

bersifat

sangat

kognitif/pengenalan siswa.
b.

Siswa

memperoleh

pengetahuan

yang

pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam


jiwa siswa tersebut.
c.

Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.

d.

Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang


dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

e.

Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki


motivasi yang kuat untuk belajar giat.

f.

Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan


pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

g.

Metode ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai
teman teman belajar saja; membantu bila diperlukan.

4.

Kelemahan Metode Discovery Learning


a.

Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara
belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui
keadaan sekitarnya dengan baik.

b.

Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.

c.

Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan
pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti
dengan teknik penemuan.

d.

Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini
terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan ketrampilan bagi siswa.

39

Muhammad Faiq, Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam


Implementasi Kurikulum 2013, http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/06/modelpembelajaran-discovery-learning-kurikulum-2013.html, diakses 22 September 2014, jam 18.10
WIB.

19

e.

Metode ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir


secara kreatif.40

C. Materi Pecahan dalam Bentuk Aljabar


1.

Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Bentuk Aljabar


Di Kelas VII, telah dipelajari cara menjumlahkan dan
mengurangkan pecahan. Pada bab ini, materi tersebut dikembangkan
sampai dengan operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan bentuk
aljabar. Cara menjumlahkan dan mengurangkan pecahan bentuk aljabar
adalah sama dengan menjumlahkan dan mengurangkan pada pecahan
biasa, yaitu dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu.
Contoh soal penjumlahan pecahan bentuk aljabar:
a.
b.

c.

d.

Jawab:
a.
b.

c.
d.

e.

+
+
+

)(

( )

3 2 + 5 + 15 2 + 8 + 15
=
5
10

40

e.

2
2

)(

2
2

)(

4 + 2 + 2

+2

2 2

)(

+ 4 2

+ 2 4

4 + + 4 2 2 4 2 4
= 2
2 4
4

Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar,..., hal. 20-21

20

Contoh soal pengurangan pecahan bentuk aljabar:

a.

b.

c.

d.

Jawab:
a.

b.

c.

d.

)(

2 6

=
=
=

2.

e.

e.

3
3

2
2

( )

2 15 36
9 36
=
9
9

)(

) (

)(

)(

+ 15 + 6 + 30 + 2
2 + 10 2 5

4+2

+ 2 + 15 + 6 2 2 + 30 + 4
2 3 + 10

4 2 +17 +34
2 3 + 10

Perkalian dan Pembagian Pecahan Bentuk Aljabar


a.

Perkalian
Cara mengalikan pecahan bentuk aljabar sama dengan
mengalikan pecahan biasa, yaitu:

Contoh soal:
a.
b.

c.
d.

dengan

dan

e.

21

Jawab:
a.
b.

c.

d.

=
)(

3 18+ 2 6
7

e.

b.

2 3

18
)(

40 48
7
40 48
= 2
+6 7

Pembagian

2+ 7

Aturan pembagian pada pecahan bentuk aljabar sama


dengan aturan pembagian pada pecahan biasa, yaitu :

Contoh soal:
a.
b.
Jawab:
a.
b.
c.

dengan

:
:

:4

c.

d.

=3

2 4 2
1 2
: 4 = 3 : 1 = 3 4 = 12 = 6

, dan

22

d.
3.

Perpangkatan Pecahan Bentuk Aljabar

Pada bagian sebelumnya, kamu telah mengetahui bahwa


untuk a bilangan riil dan n bilangan asli, berlaku:
=

sebanyak n faktor

Definisi bilangan berpangkat tersebut berlaku juga pada


pecahan bentuk aljabar.
=

a.

b.

c.

4.

(
(

)
)

=
=

(
(

)(
2

)(

)
)

+2 +2 +4
3 3 +9
+4 +4
6 +9

Penyederhanaan Pecahan Bentuk Aljabar

Cara menyederhanakan pecahan bentuk aljabar. Untuk itu,


pelajari uraian berikut ini.
a.
Untuk menyederhanakan bentuk

, tentukan faktor

persekutuan dari pembilang dan penyebutnya.


Kemudian, bagilah pembilang dan penyebutnya dengan faktor
persekutuan tersebut.
Faktor persekutuan dari 5x dan 10 adalah 5.
Jadi,
b.

23

Faktor persekutuan dari 9p dan 27q adalah 9.


Jadi,
c.

Untuk menyederhanakan bentuk


faktor penyebutnya sehingga

Jadi,

.41

tentukan
=

)(

PEMBAHASAN
A. Pemahaman Matematika Siswa pada Konsep Dasar Pecahan dalam
Bentuk Aljabar
Belajar mengajar merupakan dua kosep yang tidak dapat dipisahkan.
Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai
subjek yang menerima pelajaran sedangkan mengajar menunjuk pada apa
yang harus dilakukan oleh guru sebagai seorang pengajar. Kedua konsep
tersebut dapat berjalan efektif jika terjadi interaksi antara guru dan siswa.
Tingkat pemahaman matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh
pengalaman siswa itu sendiri. Sedangkan pembelajaran matematika
merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui
proses belajar mengajar di kelas. Seorang guru memiliki kewajiban dalam
mengatasi kesulitan yang dialami siswa pada proses belajarnya. Kesulitan
tersebut dapat berupa kesalahan yang terlihat ketika siswa menyelesaikan soal
yang diberikan.
Kebanyakan dari siswa memiliki perbedaan dalam memahami
pelajaran matematika. Terkadang mereka dapat cepat memahami materi yang
41

Nuniek Avianti Agus, Mudah Belajar Matematika 2 Untuk Kelas VIII Sekolah
Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional, 2007), hal. 12-17

24

diajarkan, terkadang pula mereka lambat dalam memahaminya. Permasalahan


tersebut merupakan salah satu permasalahan yang harus diselesaikan oleh
seorang guru, apalagi guru mata pelajaran matematika. Selain permasalahan
tersebut, masih banyak lagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
permasalahan tersebut, antara lain lemahnya konsep dasar siswa dan metode
pengajaran guru yang kurang tepat untuk diajarkan dalam kelas.
Tingkat pemahaman siswa terhadap konsep dasar pada materi
Pecahan dalam Bentuk Aljabar antara siswa juga memiliki perbedaan.
Sebelum memahami materi Pecahan dalam Bentuk Aljabar, siswa
diharuskan sudah mampu menguasai materi Operasi Hitung Bentuk Aljabar
dan Pemfaktoran Bentuk Aljabar. Jika materi Operasi Hitung Bentuk Aljabar
dan Pemfaktoran Bentuk Aljabar belum sepenuhnya dikuasi oleh siswa,
maka akan banyak terjadi kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa.
Penyebab kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan soalsoal matematika dapat dilihat dari beberapa hal antaranya disebabkan
kurangnya pemahaman atas materi prasyarat maupun materi pokok yang
dipelajari, kurangnya penguasaan bahasa matematika, keliru menafsirkan
atau menerapkan rumus, salah perhitungan, kurang teliti, lupa konsep. Dari
pihak guru dapat dinyatakan bahwa cara mengajar kurang mendukung
pemahaman yang tuntas atas materi yang diajarkan serta guru kurang
memperhatikan siswa dalam belajar.
Kesalahan-kesalahan tersebut didukung oleh penelitian yang telah
dilakukan Sitti Sahriah yaitu masih banyak ditemukan siswa yang mengalami
kesalahan yang berhubungan dengan operasi pecahan bentuk aljabar.
Kesalahan
prosedural.
1.

yang terjadi

yaitu kesalahan konseptual

dan kesalahan

42

Kesalahan konseptual

42

Sitti Sahriah, Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika


Materi Operasi Pecahan Bentuk Aljabar Kelas VIII SMP Negeri 2 Malang, http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel9EEC8FEB3F87AC825C375098E45CB689.pdf
diakses 24
Oktober 2014, jam 11.46 WIB.

25

Kesalahan konseptual adalah kesalahan yang dilakukan siswa


dalam menafsirkan istilah, konsep, dan prinsip. Kesalahan tersebut antara
lain:
a.

Kesalahan tidak menyamakan penyebut


Diberikan sebuah soal, yaitu
Sederhanakanlah!

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakannya harus


menyamakan penyebut terlebih dahulu. Akan tetapi, ditemukan
dalam lembar jawaban siswa masih melakukan kesalahan tidak
menyamakan penyebut. Siswa menuliskan seperti berikut:
+12+7

+4

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah,


dikarenakan siswa langsung melakukan operasi penjumlahan dan
pengurangan tanpa menyamakan pennyebutnya terlebih dahulu.
Seharusnya disamakan penyebutnya terlebih dahulu, yaitu masingmasing dikalikan a
=
=
b.

( )

( )

+12+7
43
)+
)

12 +
4

2 + 7 + 12
+ 12 + 7
=
2 4 3
2 3 4

Kesalahan konsep perkalian silang

Diberikan sebuah soal, yaitu


Sederhanakanlah!

26

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakannya


langsung melakukan operasi perkalian. Akan tetapi, ditemukan
dalam lembar jawaban siswa masih melakukan kesalahan konsep
perkalian silang. Siswa menuliskan seperti berikut:
=
=

)(
)(

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah,


seharusnya siswa langsung menggunakan operasi perkalian.
=

c.

(
(

)(

)(

Kesalahan tidak memfaktorkan

)
)

Diberikan sebuah soal, yaitu


Sederhanakanlah!

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakannya dengan


melakukan pemfaktoran. Akan tetapi, ditemukan dalam lembar
jawaban siswa masih melakukan kesalahan tidak melakukan
pemfaktoran. Siswa menuliskan seperti berikut:
=

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah,


dikarenakan siswa menyelesaikannya dengan melakukan operasi
penjumlahan yang seharusnya langsung menggunakan pemfaktoran.
Seharusnya difaktorkan terlebih dahulu, seperti:
=

(
(

)(
)(

)(
)(

)
)

27

d.

Salah menafsirkan prinsip pencoretan.


Diberikan sebuah soal, yaitu
Sederhanakanlah!

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakannya dengan


melakukan pemfaktoran. Akan tetapi, ditemukan dalam lembar
jawaban siswa masih melakukan kesalahan menafsirkan prinsip
pencoretan. Siswa menuliskan seperti berikut:
=
=

=
=

(
(

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah,


dikarenakan siswa belum benar dalam menyelesaikan soal
menggunakan pemfaktoran. Seharusnya difaktorkan terlebih dahulu,
kemudian dilakukan pencoretan. Seperti:
=

2.

Kesalahan prosedural

)(

(
(

)(

)(
)(

)
)

Kesalahan prosedural adalah kesalahan yang dilakukan siswa


dalam menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis untuk
menjawab suatu masalah. Kesalahan tersebut antara lain:

28

a.

Kesalahan karena tidak menuliskan variabel


Diberikan sebuah soal, yaitu
Sederhanakan penjumlahan pecahan berikut!
+

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakan dengan


menyamakan penyebut terlebih dahulu. Akan tetapi, ditemukan
dalam lembar jawaban siswa masih melakukan kesalahan tidak
menuliskan variabel. Siswa menuliskan seperti berikut:
+

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah.


Seharusnya variabel tetap dituliskan, seperti:

b.

Kesalahan penjumlahan atau perkalian atau pembagian


Diberikan sebuah soal, yaitu
Sederhanakan penjumlahan pecahan berikut!
+

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakan dengan


menyamakan penyebut terlebih dahulu. Akan tetapi, ditemukan
dalam

lembar

jawaban

siswa

masih

melakukan

kesalahan

penjumlahan. Siswa menuliskan seperti berikut:


+

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah.


Seharusnya disamakan penyebutnya terlebih dahulu, seperti:

c.

Kesalahan tidak menyederhanakan jawaban


Diberikan sebuah soal, yaitu
Sederhanakan pengurangan pecahan berikut!

29

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakan dengan


menyamakan penyebut terlebih dahulu. Akan tetapi, ditemukan
dalam lembar jawaban siswa masih melakukan kesalahan tidak
menyederhanakan jawaban. Siswa menuliskan seperti berikut:
+

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah.


Seharusnya disederhanakan jawabannya, seperti:
+

30

d.

Kesalahan tidak menjawab soal


Diberikan sebuah soal, yaitu
Tentukan nilai x dari persamaan pecahan berikut!
=

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakan dengan


melakukan perkalian silang. Akan tetapi, ditemukan dalam lembar
jawaban siswa tidak menjawab soal. Siswa hanya menuliskan
soalnya saja. Pembahasan soal tersebut sebagai berikut:

7
3

, dilakukan perkalian silang

1 =14

7 = 4 , kedua ruas dikalikan 3

7 =4

(14 35 21) = 12

(14 56) = 12
14 12 = 56

2 = 56
=

= 28

Jadi, nilai x pada persamaan tersebut adalah 28.


e.

Kesalahan menuliskan tanda


Diberikan sebuah soal, yaitu
Sederhanakan pengurangan pecahan berikut!

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakan dengan


menyamakan penyebut terlebih dahulu. Akan tetapi, ditemukan
dalam

lembar

jawaban

siswa

masih

melakukan

menuliskan tanda. Siswa menuliskan seperti berikut:

kesalahan

31

Dari jawaban tersebut menunjukkan bahwa jawaban siswa salah,


dikarenakan siswa salah menuliskan tanda operasi pengurangan
dengan tanda sama dengan. Kesalahan ini dilakukan oleh siswa
karena siswa tidak teliti.
f.

Kesalahan memfaktorkan.
Diberikan sebuah soal, yaitu
Sederhanakanlah!
(

Dari soal tersebut, siswa dituntun dalam menyelesaiakan dengan


melakukan pemfaktoran. Akan tetapi, ditemukan dalam lembar
jawaban siswa masih salah dalam pemfaktoran. Siswa menuliskan
seperti berikut:
(

)(

)(

Dapat dilihat bahwa siswa salah dalam melakukan pemfaktoran.


Siswa

menuliskan

faktor

dari

16) = ( + 4)( 5).

Kesalahan ini disebabkan karena siswa tidak menuliskan langkah

penyelesaian secara teratur. Selain itu, siswa juga tidak melakukan


pemfaktoran(3 15) sehingga siswa menemui kesulitan. Dan
untuk langkah terakhir yang dilakukan siswa adalah mengalikan.

Dapat dilihat dari siswa melakukan perkalian pun juga salah. Dari
sisni dapat dikatakan bahwa siswa tidak mahir dalam melakukan
pemfaktoran. Selain itu, siswa juga kurang mahir melakukan
manipulasi langkah penyelesaian. Untuk pembahasan soal tersebut
sebagai berikut:
(

(
(

)
)

(
(

)(
)(

)
)

32

=
=

)(

(
(

)(
)

)(
)(

)
)

Kesalahan-kesalahan tersebut dapat dikarenakan beberapa faktor,


diantaranya: siswa tidak mengetahui cara menyamakan penyebut berbeda
pada pecahan aljabar, siswa kurang mahir dalam memfaktorkan, Siswa tidak
mahir dalam memanipulasi langkah penyelesaian, siswa tidak mengerti aturan
perkalian silang, siswa tidak dapat mengkaitkan materi pada soal dengan
materi yang telah diperoleh sebelumnya, siswa kurang teliti dalam melakukan
operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada pecahan
bentuk aljabar.

B. Penggunaan

Metode

Discovery

Learning

dalam

Meningkatkan

Pemahaman Siswa Pada Pokok Bahasan Pecahan dalam Bentuk Aljabar

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diukur dari kemampuan siswa


dalam memahami materi pelajaran. Kriteria keberhasilan pembelajaran
diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila sebagian
besar siswa memahami pelajaran dengan baik. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah guru. Guru berperan besar
dalam menyusun strategi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan
agar siswa termotivasi untuk berprestasi serta dapat memahami pelajarannya
dengan baik.
Tinggi rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran tidak
terlepas dari pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran. Dengan
penggunaan metode pembelajaran yang tepat, maka dapat meningkatkan
hasil dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa akan lebih
aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung
secara efektif dalam mencapai suatu kompetensi. Dengan tercapainya
kompetensi, maka akan berakibat pada peningkatan prestasi belajar siswa

33

pada proses pembelajaran.


Materi Pecahan Bentuk Aljabar merupakan salah satu materi yang
sulit untuk dipelajari siswa, karena pada materi ini diperlukan pemahaman
terhadap konsep dasarnya. Untuk memahami materi tersebut diperlukan
metode yang tepat. Sebenarnya banyak sekali metode yang dapat digunakan,
namun pada pembahasan ini akan dibahas penerapan metode discovery
learning untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
pecahan bentuk aljabar. Di dalam metode ini, siswa dituntut untuk melakukan
berbagai

kegiatan

menghimpun

informasi,

membandingkan,

mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan


serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan Metode Discovery
Learning sebagai berikut:
1.

Langkah Persiapan
a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan
dicapai serta mengidentifikasi karakteristik siswa dengan mengulang
sedikit materi prasyarat
b) Guru menyampaikan topik-topik yang harus dipelajari siswa
Misalnya, operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian,
perpangkatan dan penyederhanaan Pecahan Bentuk Aljabar
c) Guru mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa pemberian
soal diawal pelajaran, diskusi kelompok, dan pemberian tes/ kuis
pada akhir pelajaran
d) Guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa melalui
proses pembelajaran dikelas

2.

Pelaksanaan
a.

Pertama, siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan


kebingungannya, misalnya diberikan suatu soal awal mengenai
operasi penjumlahan pecahan dalam bentuk aljabar sebelum
pembelajaran dimulai agar siswa memiliki keinginan untuk
menyelediki atau menyelesaikan soal tersebut serta guru mengetahui

34

seberapa besar pemahaman siswa, selain itu guru juga memperoleh


nilai awal kemampuan siswa. Contoh soal:
+

1)
2)
3)
b.

Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan beberapa


pertanyaan mengenai pecahan dalam bentuk aljabar, kemudian guru
memberikan anjuran kepada siswa untuk membaca buku mereka
masing-masing atau bisa aktivitas belajar lainnya yang mana
aktivitas-aktivitas tersebut mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.

c.

Guru mengelompokkan siswa dalam beberapa kelompok. Setiap


kelompok terdiri dari 4-5 anggota, dimana anggota kelompok
tersebut memiliki kemampuan akademik yang berbeda-beda (tinggi,
sedang, dan rendah).

d.

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi


sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran
dan memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya.
Misalnya, siswa diarahkan untuk menemukan suatu persoalan yang
mereka anggap sulit. Contohnya:

e.

:
) (

Guru meminta setiap kelompok untuk semua informasi hasil bacaan


diperiksa secara cermat dan didiskusikan secara bersama-sama,
saling membantu antar anggota lain. Disini memiliki tujuan utama
yaitu diharapkan dari setiap kelompok mampu menguasai konsep
dan materi yang diberikan oleh guru.

f.

Guru meminta siswa untuk menarik sebuah kesimpulan.

35

Misalnya, dari persoalan yang telah dikumpulkan diharapkan setiap


siswa mampu memahami dan mengerti atas penyelesaian persoalan
tersebut dan lebih kreatif dalam mengolah jawaban.
Dari kegiatan tersebut, siswa akan bisa berfikir lebih aktif dan
berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Belajar siswa
dapat terarah sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar giat.
Selain itu, dapat membantu siswa untuk memperkuat dan menambah
kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuannya sendiri.

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Siswa memiliki tingkat pemahaman matematika

yang berbeda-beda

Dalam pembelajaran matematika terkadang mereka dapat cepat


memahami materi yang diajarkan, terkadang pula mereka lambat dalam
memahaminya.

Dalam

materi

Pecahan

dalam

Bentuk

Aljabar

pemahaman siswa juga memiliki perbedaan. Sebelum memahami materi


Pecahan dalam Bentuk Aljabar, siswa diharuskan sudah mampu
menguasai materi Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Pemfaktoran
Bentuk Aljabar. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diukur dari
kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Untuk membantu
meningkatkan pemahaman siswa, diharapkan guru mampu melakukan
pembelajaran yang optimal serta kreatif dalam pembelajaran. Selain itu,
guru

juga

harus

mampu

memilih

dan

menggunakan

metode

pembelajaran. Dengan penggunaan metode pembelajaran yang tepat,


maka dapat meningkatkan hasil dan partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran.
2. Materi Pecahan Bentuk Aljabar merupakan salah satu materi yang sulit
untuk dipelajari siswa, karena pada materi ini diperlukan pemahaman
terhadap konsep dasarnya. Salah satu metode yang digunakan untuk
meningkatkan

pemahaman

matematika

siswa

adalah

dengan

menggunakan metode Discovery Learning. Metode Discovery learning,


yaitu siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa

36

belajar melalui aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru


mendorong siswa untuk mempunyai pengalaman-pengalaman dan
menghubungkan pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan
prinsip-prinsip bagi mereka sendiri. Dengan metode Discovery Learning
siswa dapat melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Disini
siswa dapat meningkatkan pemahamannya dari penemuannya sendiri.
B. Saran
Sebelum melakukan pembelajaran, Guru sebaiknya memastikan
bahwa materi prasyarat dan konsep dasar dari materi aljabar sudah dikuasai
oleh siswa sehingga siswa dengan mudah menghubungkan dengan materi
selanjutnya. Selain itu guru juga harus dapat memilih metode pembelajaran
yang tepat agar siswa dapat lebih paham serta tidak merasa bosan dari
pengajaran guru. Untuk siswa diharapkan lebih memperbanyak referensi buku
baik di perpustakaan atau dimanapun tempatnya agar pengetahuan yang
diperoleh tidak hanya terpusat dari pengajaran guru saja tetap.

DAFTAR RUJUKAN
Agus, Nuniek Avianti. 2007. Mudah Belajar Matematika 2 Untuk Kelas VIII
Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Fathani, Abdul Halim dan Moch. Masykur. 2009. Mathematical Intelegence:
Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Fathani, Abdul Halim. 2012. Metematika Hakikat dan Logika. Jogjakarta : ArRuzz Media
Fitri, Agus Zainul. 2013. Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam. Bandung:
Alfabeta
Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo

37

Herumen. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya
Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Hudojo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP
Malang
Makmun, Abin Syamsuddin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah
Purwanto, M. Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Sams, Rosma Hartiny. 2010. Model Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:
Teras
Saroni, Mohammad. 2012. Mengelola Jurnal Pendidikan Sekolah. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Schmidt, Philip A., Berneet Rich. 2004. Aljabar Elementer. Jakarta: Erlangga
Setyono, Ariesandi. 2007. Mathemagics. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Slamet. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstansi Keadaan
Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dirjen Perguruan
Tinggi, Depdiknas
Soyomukti, Nuroni . 2008. Pendidikan Berperspektif Globalisasi. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo
Sudjatna, A.S. 2008. Panduan Pelajaran Matematika 3. Jogjakarta: DIVA
Press

38

Supriadi, Dedi. 2005. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan. Bandung:


Remaja Rosdakarya
Suwarno, Wiji. 2009. Dasar Dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Wahyuni, Esa Nur, Baharuddin. 2012.

Teori Belajar dan Pembelajaran.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media


Wulansari, Siska. 2008. Belajar Mudah Matematika SD. Yogyakarta: Gala
Ilmu Semesta.
Amdayhary. 2014. Model Pembelajaran Teacher Center dan Student Center.
http://amdayhary.blogspot.com/2014/04/model-pembelajaran-teachercenter-dan.html, diakses 07 Oktober 2014
Faiq, Muhammad. 2014. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery
Learning)

dalam

Implementasi

Kurikulum

2013.

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/06/modelpembelajaran-discovery-learning-kurikulum-2013.html,

diakses

22

September 2014
Sahriah, Sitti. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Matematika Materi Operasi Pecahan Bentuk Aljabar Kelas VIII SMP
Negeri

Malang.

http://jurnal-

online.um.ac.id/data/artikel/artikel9EEC8FEB3F87AC825C375098E4
5CB689.pdf diakses 24 Oktober 2014

Você também pode gostar