Você está na página 1de 20

AGAMA BUMI

I.

PENGERTIAN AGAMA BUMI (ARDHI)

Agama bumi atau sering di kenal sebagai agama ardhi ,agama budaya, agama
filsafat, agama rayu, natural religion, non revealed religion. Yang konsep Tuhannya tidak
diketahui secara pasti contoh agama ini adalah agama Hindu, Budha, Konghucu, Shinto,
dan lainnya. Agama ardhi mempunyai kitab yang dianggap suci, namun bukan wayhu
yang turun dari langit. Kitab yang mereka anggap suci itu hanyalah karangan dari para
pendeta, rahib, atau pun pendiri agama itu. Bukan wayhu, bukan firman, bukan
kalamullah, bukan perkataan tuhan.
Adapun kitab suci agama ardhi umumnya lebih banyak bicara tentang pujian,
kidung, nyanyian, penyembahan.Dari sisi isi materi, umumnya kitab suci agama samawi
berisi aturan dan hukum. Kitab-kitab itu bicara tentang hukum halal dan haram. Adapun
kitab suci agama ardhi umumnya lebih banyak bicara tentang pujian, kidung, nyanyian,
penyembahan. agama ardhi umumnya punya konsep bahwa tuhan itu ada banyak.
Walaupun ada yang paling besar dan senior, tetapi masih dimungkinkan adanya
tuhan-tuhan selain tuhan senior itu, yang boleh disembah, diagungkan, diabdi dan
dijadikan sesembahan oleh manusia. Konsep bertuhan kepada banyak objek ini dikenal
dengan istilah polytheisme. Agama dan kepercayaan yang beredar di Cina telah
mengarahkan bangsa itu kepada penyembahan dewa-dewa.Ada dewa api, dewa air,
dewa hujan, dewa tanah, dewa siang, dewa malam, bahkan ada dewa yang kerjanya
minum khamar, dewa mabuk. Kepercayaan bangsa-bangsa di Eropa pun tidak kalah
serunya terhadap konsep dewa-dewa ini.Semua bintang di langit dianggap dewa, diberi
nama dan dikait-kaitkan dengan nasib seseorang. Kemudian ada dewa senior di gunung
Olympus, Zeus namanya.Dewa ini punya anak, setengah dewa tapi setengah manusia,
Hercules namanya.Lalu para dewa itu bertindak-tanduk seperti manusia, bahkan hewan.
Ada yang perang, ada yang berzina, ada yang mabuk-mabukan bahkan ada dewa yang
kerjaannya melacurkan diri. Kepercayaan bangsa Romawi kuno hingga hari ini masih saja
berlangsung masyarakat barat, mereka masih sangat kental mempercayai adanya dewadewa itu.
Dinamisme adalah kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Tujuan beragama
pada dinamisme adalah untuk mengumpulkan kekuatan gaib atau mana (dalam bahasa
ilmiah) sebanyak mungkin.
Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang beryawa
maupun tidak bernyawa mempunyai roh. Tujuan beragama dalam Animisme adalah
mengadakan hubungan baiik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan
senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka.
Politheisme adalah kepercayaan kepada dewa-dewa. Tujuan beragama dalam politeisme
bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga

AGAMA BUMI

menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat
yang bersangkutan.

II.

CIRI-CIRI AGAMA BUMI

Agama budaya mempunyai ciri-ciri antara lain:


1. Hasil fikiran dan atau perasaan manusia.
2. Ajaran ketentuan paling tinggi monotheisme nisbi, bahkan kadang-kadang
dinamisme, animisme, atau politheisme.
3. Tidak di sampaikan oleh nabi/rasul Allah.
4. Umumnya tidak mempunyai kitab suci. Kalaupun ada sudah mengalami perubahanperubahan(bertambah dan berkurang) dalam pejalanan sejarahnya.
5. Ajaran-ajarannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal fikiran
para pengikut-pengikutnya.
6. Disampaikan oleh manusia yang dipilih allah sebagai utusan-nya
Persamaan agama langit dengan agama bumi :
1. Agama wahyu( samawi) dan agama budaya(ardhi) persamaannya adalah Samasama agama yang di dalamnya mengajarkan tata karma.
2. Memiliki sumber/landasan
3. Mempunyai tujuan untuk kehidupan yang lebih baik dan teratur.

AGAMA BUMI

III. CONTOH AGAMA BUMI


A. HINDU
Agama Hindu (disebut pula Hinduisme)
merupakan agama dominan di Asia Selatan
terutama di India dan Nepalyang mengandung
aneka ragam tradisi. Agama ini meliputi berbagai
alirandi antaranya Saiwa, Waisnawa, dan
Saktaserta suatu pandangan luas akan hukum
dan aturan tentang "moralitas sehari-hari" yang
berdasar pada karma, darma, dan norma
kemasyarakatan. Agama Hindu cenderung seperti
himpunan berbagai pandangan filosofis atau
intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang
baku dan seragam.
Agama Hindu disebut sebagai "agama tertua" di dunia yang masih bertahan
hingga kini, dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Santana-dharma
(Dewanagari: ), artinya "darma abadi" atau "jalan abadi" yang melampaui
asal mula manusia. Agama ini menyediakan kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh
umatnyatanpa memandang strata, kasta, atau sekteseperti kejujuran, kesucian, dan
pengendalian diri.
Para ahli dari Barat memandang Hinduisme sebagai peleburan atau sintesis dari
berbagai tradisi dan kebudayaan di India, dengan pangkal yang beragam dan tanpa tokoh
pendiri. Pangkal-pangkalnya meliputi Brahmanisme (agama Weda Kuno), agama-agama
masa peradaban lembah Sungai Indus, dan tradisi lokal yang populer. Sintesis tersebut
muncul sekitar 500200 SM, dan tumbuh berdampingan dengan agama Buddha hingga
abad ke-8. Dari India Utara, "sintesis Hindu" tersebar ke selatan, hingga sebagian Asia
Tenggara. Hal itu didukung oleh Sanskritisasi. Sejak abad ke-19, di bawah dominansi
kolonialismeBarat serta Indologi (saat istilah "Hinduisme" mulai dipakai secara luas),
agama Hindu ditegaskan kembali sebagai tempat berhimpunnya aneka tradisi yang
koheren dan independen. Pemahaman populer tentang agama Hindu digiatkan oleh
gerakan "modernisme Hindu", yang menekankan mistisisme dan persatuan tradisi Hindu.
Ideologi Hindutva dan politik Hindu muncul pada abad ke-20 sebagai kekuatan politis dan
jati diri bangsa India.
Praktik keagamaan Hindu meliputi ritus sehari-hari (contohnya puja [sembahyang]
dan pembacaan doa), perayaan suci pada hari-hari tertentu, dan penziarahan. Kaum
petapa yang disebut sadu (orang suci) memilih untuk melakukan tindakan yang lebih
ekstrem daripada umat Hindu pada umumnya, yaitu melepaskan diri dari kesibukan
duniawi dan melaksanakan tapa brata selama sisa hidupnya demi mencapai moksa.

AGAMA BUMI

Susastra Hindu diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: Sruti (apa yang


"terdengar") dan Smerti (apa yang "diingat"). Susastra tersebut memuat teologi, filsafat,
mitologi, yadnya (kurban), prosesi ritual, dan bahkan kaidah arsitektur Hindu. Kitab-kitab
utama di antaranya adalah Weda, Upanishad (keduanya tergolong Sruti), Mahabharata,
Ramayana, Bhagawadgita, Purana, Manusmerti, dan Agama (semuanya tergolong
Smerti).
Dengan penganut sekitar 1 miliar jiwa, agama Hindu merupakan agama terbesar
ketiga di dunia, setelah Kristen dan Islam.
Keberadaan agama Hindu sebagai agama tersendiri yang berbeda dengan agama
Buddha dan Jainisme diperkuat oleh penegasan para penganutnya bahwa agama mereka
memang demikian berbeda. Berbeda dengan dua agama tersebut, Hinduisme bersifat
lebih teistik. Sebagian besar sekte dan aliran Hinduisme meyakini suatu pengatur alam
semestadasar bagi segala fenomena di dunia yang memanifestasikan diri dalam
berbagai wujudyang disebut dengan berbagai nama, seperti Iswara, Dewa, Batara,
Hyang, dan lain-lain. Sebagian aliran meyakini bahwa berbagai kemajemukan di dunia
merupakan bagian dari Brahman. Dalam agama Hindu, seorang umat boleh
berkontemplasi tentang misteri Brahman (dalam konteks tertentu, Brahman dapat
didefinisikan sebagai Tuhan personal atau pun impersonal) dan mengungkapkannya
melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya, serta melalui penyelidikan filosofis.
Mereka mencari kemerdekaan atas penderitaan melalui praktik-praktik brata atau
meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta
kasih (bhakti) dan percaya (sradha).
Agama Hindu dapat dideskripsikan sebagai sebuah wadah tradisi yang memiliki
"sifat kompleks, bertumbuh, berhierarki, dan kadangkala inkonsisten secara internal."
Agama Hindu tidak mengenal "satu sistem kepercayaan yang disusun demi
menyeragamkan keyakinan atau iman", namun menjadi istilah awam yang meliputi
kemajemukan tradisi keagamaan di India. Menurut Mahkamah Agung India:
Tidak seperti agama lainnya di dunia, agama Hindu tidak mengklaim satu nabi
saja, tidak memuja satu dewa saja, tidak menganut satu konsep filosofis saja, tidak
mengikuti atau mengadakan satu ritus keagamaan saja; faktanya, ciri-ciri [agama Hindu]
itu tidak seperti agama atau kepercayaan lain pada umumnya. Tak lain dan tak bukan,
agama [Hindu] itu merupakan suatu jalan hidup.
Salah satu masalah dalam merumuskan satu definisi tentang istilah "agama
Hindu" adalah adanya fakta bahwa agama Hindu tidak didirikan oleh seorang tokoh.
Agama ini merupakan sintesis dari berbagai tradisi, atau himpunan tradisi keagamaan
yang berbeda tetapi memiliki persamaan.
Konsep ketuhanan dalam tubuh agama Hindu pun tidak seragam. Beberapa aliran
bersifat monoteismemengagungkan Wisnu, Kresna, atau Siwasementara aliran
lainnya bersifat monisme, yang memandang bahwa para dewa atau sembahan apa pun

AGAMA BUMI

merupakan manifestasi beragam dari Yang Maha Esa. Beberapa aliran Hindu bersifat
panenteismesebagaimana disebutkan dalam kitab Bhagawadgitayang meyakini
bahwa Tuhan meresap ke seluruh alam semesta, namun alam semesta bukanlah Tuhan.
Beberapa filsafat Hindu membuat postulat ontologiteistis (dalil ketuhanan) tentang
penciptaan dan peleburan alam semesta, meskipun beberapa umat Hindu merupakan
ateis yang memandang Hinduisme tak lebih dari sebuah filsafat, bukan agama.
Di samping itu, agama Hindu tidak mengenal satu sistem saja untuk mencari
"keselamatan" (salvation), namun mengandung sejumlah aliran dan berbagai bentuk
tradisi keagamaan. Beberapa tradisi Hindu mengandalkan ritus tertentu sebagai hal
penting demi keselamatan, namun berbagai pandangan mengenai hal tersebut juga hadir
secara berdampingan. Agama Hindu juga dicirikan dengan adanya kepercayaan akan
reinkarnasi (samsara, atau siklus lahir-mati) yang ditentukan oleh hukum karma, dan
gagasan tentang "keselamatan" adalah kondisi saat individu terbebas dari siklus lahirmati yang terus berputar. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, agama Hindu dipandang
sebagai agama yang paling kompleks dari seluruh agama yang masih bertahan hingga
saat ini.
Menurut Axel Michaels, ada tiga bentuk religi (agama) Hindu dan empat macam
religiositas (pengabdian) umat Hindu.
Pembagian agama Hindu menjadi tiga bentuk bersuaian dengan metode
pembagian dari India yang mengelompokkannya sebagai berikut: praktik ritual menurut
Weda (vaidika), agama rakyat dan lokal (gramya), dan sekte keagamaan (agama atau
tantra).[91] Menurut Michaels, tiga bentuk agama Hindu yakni:
1. Hinduisme Brahmanis-Sanskritis (Brahmanic-Sanskritic Hinduism): suatu agama
politeistis, ritualistis, dan kependetaan yang berpusat pada suatu keluarga besar
serta upacara pengorbanan, dan merujuk kepada kitab-kitab Weda sebagai
keabsahannya. Agama ini mendapat sorotan utama dalam banyak risalah tentang
agama Hindu karena memenuhi banyak kriteria untuk disebut sebagai agama,
serta karena agama ini merupakan yang dominan di berbagai wilayah India, sebab
masyarakat non-brahmana pun mencoba untuk mengasimilasinya.
2. Agama rakyat dan agama suku: suatu agama lokal yang politeistis, kadangkala
animistis, dengan tradisi lisan yang luas. Kadangkala bertentangan dengan
Hinduisme Brahmanis-Sanskritis.
3. Agama bentukan: tradisi dengan komunitas monastis yang dibentuk untuk
mencari keselamatan (salvation), biasanya menjauhkan diri dari belenggu
duniawi, dan seringkali anti-Brahmanis. Agama ini dapat dikelompokkan lagi
menjadi tiga bagian:
o Agama sektarian: aliran keagamaan yang menggarisbawahi suatu konsep
filosofis dari Hinduisme dan menekankan praktik religius menurut konsep
tersebut, contohnya Waisnawa dan Saiwa.
o Agama-bentukan sinkretis: agama tersendiri yang terbentuk dari
sinkretisme antara Hinduisme dengan agama lain, contohnya Hindu-Islam
AGAMA BUMI

(Sikhisme), Hindu-Buddha (Buddhisme Newara), atau Hindu-Kristen


(Neohinduisme).[92]
Agama proselitisis (proselytizing religions), atau "Guru-isme": kelompok
keagamaan yang berawal dari seorang guru dan biasanya menekankan isu
universalisme, contohnya Maharishi Mahesh Yogi dengan gerakan
Meditasi Transendental, Sathya Sai Baba dengan Federasi Satya Sai,
Bhaktivedanta Swami Prabhupada dengan gerakan ISKCON, Maharaj Ji
dengan Divine Light Mission, dan Osho.[92]

Menurut Michaels, empat macam religiositas Hindu yakni:


1. Ritualisme: terutama mengacu pada ritualisme Weda-Brahmanistis (VedicBrahmanistic ritualism) yang domestik dan butuh kurban, namun dapat juga
meliputi beberapa bentuk Tantrisme.[91] Ini merupakan karma-marga klasik.[93]
2. Spiritualisme: kesalehan intelektual, bertujuan untuk mencari kebebasan (moksa)
bagi individu, biasanya dengan bimbingan seorang guru. Ini merupakan
karakteristik Adwaita Wedanta, Saiwa Kashmir, Saiwa Siddhanta, Neo-Wedanta,
Guruisme esoterik masa kini, dan beberapa macam Tantrisme.[91] Ini merupakan
jnana-marga klasik.[93]
3. Devosionalisme: pemujaan kepada Tuhan, seperti yang ditekankan dalam tradisi
bhakti dan Kresnaisme.[91] Ini merupakan bhakti-marga klasik.[93]
4. Heroisme: bentuk religiositas politeistis yang berpangkal dari tradisi militeristis,
seperti Ramaisme dan sebagian dari Hinduisme politis.[91] Ini juga disebut wiryamarga.[93]
Weda (Sanskerta:

; Vid, "ilmupengetahuan") adalah kitab suciagama Hindu.

Weda merupakan kumpulan sastra-sastra kuno dari zaman India Kuno yang jumlahnya
sangat banyak dan luas. Dalam ajaran Hindu, Weda termasuk dalam golongan Sruti
(secara harfiah berarti "yang didengar"), karena umat Hindu percaya bahwa isi Weda
merupakan kumpulan wahyu dari Brahman (Tuhan). Weda diyakini sebagai sastra tertua
dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini. Pada masa awal turunnya
wahyu, Weda diturunkan/diajarkan dengan sistem lisan pengajaran dari mulut ke
mulut, yang mana pada masa itu tulisan belum ditemukan dari guru ke siswa. Setelah
tulisan ditemukan, para Resi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.[1]
Weda bersifat apaurusheya, karena berasal dari wahyu, tidak dikarang oleh manusia, dan
abadi.[2] Maharesi Byasa, menyusun kembali Weda dan membagi Weda menjadi empat
bagian utama, yaitu: Regweda, Yajurweda, Samaweda dan Atharwaweda. Semua itu
disusun pada masa awal Kaliyuga.
Upaweda merupakan turunan dari Weda yang merupakan jurusan ilmu yang lebih
spesifik dalam aplikasi kehidupan. Upaweda digolongkan dalam beberapa jurusan, antara
lain:

Ayurweda - Ilmu pengobatan.

AGAMA BUMI

Dhanurweda - Seni bela diri dan persenjataan.


Ayurveda dan Dhanurveda memiliki beberapa kesamaan dalam kegiatan
prakteknya. Keduanya bekerja dengan memanfaatkan Marma, energi Prana yang
mengalir di dalam tubuh. Ayurveda berfungsi mengobati badan jasmani,
sedangkan Dhanurveda memanfaatkan energi prana sebagai pelindung tubuh.
Konsep ini juga dikenal dalam ilmu pengetahuan di Cina, dalam akupuntur dan
seni beladiri-nya.

Stahapatya Veda - Ilmu Arsitektur, Seni Pahat dan Ilmu Geomansi.


Gandharv Veda - Seni musik, sajak dan tari

Beberapa bidang ilmu seperti Jyotisha (Ilmu Astrologi), Tantra, Shiksha dan Vyakara (Ilmu
Tata Bahasa) juga bersumber pada Weda.

B. BUDDHA
Agama Buddha adalah sebuah agama
dan filsafat yang berasal dari anak benua India
dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan
praktik yang sebagian besar berdasarkan pada
ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha
Gautama, yang secara umum dikenal sebagai
Sang Buddha (berarti yang telah sadar dalam
bahasa Sanskerta dan Pali). Sang Buddha hidup
dan mengajar di bagian timur anak benua India
dalam beberapa waktu antara abad ke-6
sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum). Beliau dikenal oleh para umat Buddha sebagai
seorang guru yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk
membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan/kebodohan (avidy),
kehausan/napsu rendah (tah), dan penderitaan (dukkha), dengan menyadari sebab
musabab saling bergantungan dan sunyatam dan mencapai Nirvana (Pali: Nibbana).
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena
dalamnya tercatat sabda dan ajaran Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian
mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piaka (kotbahkotbah Sang Buddha), Vinaya Piaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan
Abhidhamma Piaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).
Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama
Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawidimana alam semesta diciptakan
oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan
yang kekal.

AGAMA BUMI

Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak
Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak
ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang
Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan,
pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada
Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak,
maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,
pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka,
Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha.
Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang
Asamkhatang yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak
Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang
tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat
digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak
berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai
kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa
konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan
yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu
ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep
Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama
lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam
agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci
Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan
dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama
Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsepkonsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di
alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai
kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk
tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan
bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu,
hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan
contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri,
mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.
Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari
suku Sakya pada awal masa Magadha (546324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan

AGAMA BUMI

Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Ia
juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum Sakya").
Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan
ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha),
Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan bahwa
kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak dapat dihindari.
Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu
menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya,
dan lalu mencari jalan tengah (majhima patipada ). Jalan tengah ini merupakan sebuah
kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan
kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri.
Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah meninggalkan
posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun, ia mencapai
Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Buddha, atau hanya "Buddha" saja,
sebuah kata dalam Sanskerta yang berarti "ia yang sadar" (dari kata budh+ta).
Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri
dataran Gangga di tengah India (daerah
mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak
sungainya), sembari menyebarkan ajarannya
kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.
Keengganan Buddha untuk mengangkat
seorang penerus atau meresmikan ajarannya
mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam
waktu 400 tahun selanjutnya: pertama-tama
aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang
sekarang hanya masih tersisa Theravada, dan
kemudian terbentuknya mazhab Mahayana,
sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan
pada penerimaan kitab-kitab baru.
Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
1. Buddha Theravada
2. Buddha Mahayana: Zen
3. Buddha Vajrayana

Buddha Mahayana
Sutra Teratai merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh
Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokitevara"

AGAMA BUMI

merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam
manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat
keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah
seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok,
profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan
legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama
Buddha Mahayana. Surga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati
selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha
Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana
menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat
Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin
mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian
dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai
oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan.
Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan
daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa
kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah
pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai
manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada
banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran
tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu).
Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan
hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha
Maitreya .

Buddha Theravada
Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai
saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara
(sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia
dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan
Australia.

AGAMA BUMI

Gramatika
Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera
berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran.
Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa,
catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam
Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini
Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu
Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha
awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan
wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau
Agama Akal Budi (Religion of Reason).

Sejarah
Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gautama sebagai pendiri agama
Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan
Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan
Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya
Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini
adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang
diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang
berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat,
melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang
Dhamma.
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal
Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang
ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi
lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya.
Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan
dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal
Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut
Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh
kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak
mengubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku
Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula
Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang.
Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada
AGAMA BUMI

yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran
ini dikenal sebagai Theravada.
Kitab suci Buddhisme
Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tripitaka
yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua,
yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali/Magadhi Kuno, yang terbagi
dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya
Pitaka, Sutta Piaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut,
maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

Ajaran Buddhisme
Empat Kebenaran Mulia
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, yang meliputi:

Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia
yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati,
disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.

Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),

Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang
menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),

Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan


menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan
tersebut.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju
Terhentinya Dukkha).

Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh
kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih
mendalam pada pokok pembahasan yang selanjutnya.
Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini
tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang

AGAMA BUMI

terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit,
dipisahkan dari yang dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang
sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap sebagai
sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan
atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu,
padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak mungkin
dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap berada. Semua
penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah yang
disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap
kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12
pokok permulaan yang menjadi fokus pratitya samutpada.

C. KONG HU CHU atau KONFUSIANISME


Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam
bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao () yang berarti agama dari orangorang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah
pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada
jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta
melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira
bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan
moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar
dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam
agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para
penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar
sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan
dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian"
atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM
Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan
terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu
banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti
oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan
antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar
supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran
ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah
laku.
Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi
hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu

AGAMA BUMI

yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap
manusia perlu berusaha memperbaiki moral.
Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mengzi ke seluruh Tiongkok dengan
beberapa perubahan.

Kitab suci
Kitab suci agama Khonghucu dibagi menjadi dua kelompok:

Wu Jing () (Kitab Suci yang Lima) yang terdiri atas:


1. Kitab Sanjak Suci Shi Jing
2. Kitab Dokumen Sejarah Shu Jing
3. Kitab Wahyu Perubahan Yi Jing
4. Kitab Suci Kesusilaan Li Jing
5. Kitab Chun-qiu Chunqiu Jing
Si Shu (Kitab Yang Empat) yang terdiri atas:
1. Kitab Ajaran Besar - Da Xue
2. Kitab Tengah Sempurna - Zhong Yong
3. Kitab Sabda Suci - Lun Yu
4. Kitab Mengzi - Meng Zi

Selain itu masih ada satu kitab lagi: Xiao Jing (Kitab Bhakti).

D. SHINTO
Sejarah
Shintoisme (agama Shinto)
pada
mulanya
adalah
merupakan perpaduan antara
faham serba jiwa (animisme)
dengan pemujaan terhadap
gejala-gejala alam. Shintoisme
dipandang
oleh
bangsa
Jepang sebagai suatu agama
tradisional warisan nenek
moyang yang telah berabadabad hidup di Jepang, bahkan
faham ini timbul daripada

AGAMA BUMI

mitos-mitos yang berhubungan dengan terjadinya negara Jepang. Latar belakang historis
timbulnya Shintoisme adalah sama-sama dengan latar belakang historis tentang asal usul
timbulnya negara dan bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan timbulnya faham ini
adalah budidaya manusia dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi
kepercayaan animisme, maka faham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama
alamiah. Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang pada abad
keenam masehi yang dimaksudkan untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang.
Selama berabad-abad antara agama Shinto dan agama Buddha telah terjadi percampuran
yang sedemikian rupa (bahkan boleh dikatakan agama Shinto berada di bawah pengaruh
kekuasaan agama Buddha) sehingga agama Shinto senantiasa disibukkan oleh usahausaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sendiri. Pada perkembangan
selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli
bangsa Jepang (Shinto) yang akhienya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup
hebat antara pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka
untuk mempertahankan kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima
dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka. Akibatnya
agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya. Misalnya, aneka
ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama Shinto
banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patang dewa yang semula tidak dikenal
dalam agama Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama
Shinto lambat laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warnawarni yang mencolok.
Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal seperti anggapan bahwa
dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan
Bodhisatwa), Dainichi Nyorai (cahaya besar) merupakan figur yang disamakan dengan
Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam Budhisme Mahayana), hal im
berlangsung sampai abad ketujuh belas masehi. Setelah abad ketujuh belas timbul lagi
gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran Shinto murni di bawah pelopor
Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain dengan tujuan bangsa Jepang ingin
membedakan Badsudo (jalannya Buddha) dengan Kami (roh-roh yang dianggap dewa
oleh bangsa Jepang) untuk mempertahankan kelangsungan kepercayaannya. Pada abad
kesembilan belas tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi agama
negara yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta pemeluknya.
Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang
mengandung politik religius bagi Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti
taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan politik negara.

Kepercayaan dan Peribadatan Agama Shinto


Kepercayaan agama Shinto
Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme)
dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda
baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadangAGAMA BUMI

kadang dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap
memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (penganut
Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan Kami. Istilah
Kami dalam agama Shinto dapat diartikan dengan di atas atau unggul, sehingga
apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata Kami
dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan Dewa (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi
bangsa Jepang kata Kami tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda
pengertiannya dengan pengertian objek-objek pemujaan yang ada dalam agama lain.
Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa
bertambah, hal ini diungkapkan dalam istilah Yao-Yarozuno Kami yang berarti delapan
miliun dewa. Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru
dianggap mempunyai pengertian yang positif. Sebuah angka yang besar berarti
menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung, maha sempurna, maha suci
dan maha murah. Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10, 50, 100, 500
dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah
para dewa itu tidak terbatas jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka dengan
bilangannya yang besar maka bilangan itu juga menunjukkan sifat kebesaran dan
keagungan Kami. Pengikut-pengikut agama Shinto mempunyai semboyan yang
berbunyi Kami negara no mishi yang artinya : tetap mencari jalan dewa.
Kepercayaan kepada Kami daripada benda-benda dan seseorang, keluarga, suku, rajaraja sampai kepada Kami alam raya menimbulkan kepercayaan kepada dewa-dewa.
Orang Jepang (Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi) dan
dewa yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan
pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.
Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi kesejahteraan hidup, mereka
juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan, yakni hantu roh-roh jahat
yang disebut dengan Aragami yang berarti roh yang ganas dan jahat. Jadi dalam
Shintoisme ada pengertian kekuatan gaib yang dualistis yang satu sama lain saling
berlawanan yakni Kami versus Aragami (Dewi melawan roh jahat) sebagaimana
kepercayaan dualisme dalam agama Zarathustra.
Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya tiga hal yang terdapat dalam konsepsi kedewaan
agama Shinto, yaitu :

Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala alam


itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus dipuja
secara langsung.
Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang sudah
meninggal.
Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi dan
berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.

AGAMA BUMI

Peribadatan agama Shinto


Agama Shinto sangat mementingkan ritus-ritus dan memberikan nilai sangat tinggi
terhadap ritus yang sangat mistis. Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya
adalah baik dan bersih. Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan
merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae).
Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan dengan
pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae) senantiasa
dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto.
Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja dewi
Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan
serta kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang pada Bulan
Juli dan Agustus di atas gunung Fujiyama.

Ritual Shintoisme
Matsuri adalah kata dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti
ritual yang dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme
berarti festival, perayaan atau hari libur perayaan. Matsuri diadakan di banyak tempat di
Jepang dan pada umumnya diselenggarakan jinja atau kuil, walaupun ada juga matsuri
yang diselenggarakan gereja dan matsuri yang tidak berkaitan dengan institusi
keagamaan. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut
Kunchi. Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan
keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut,
jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit,
keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam
menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang
berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna
upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai dengan
tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang
sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Pada
penyelenggaraan matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi,
Dashi (Danjiri) dan Yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami
atau objek pemujaan. Pada matsuri juga bisa dijumpai Chigo (anak kecil dalam prosesi),
Miko (anak gadis pelaksana ritual), Tekomai (laki-laki berpakaian wanita), Hayashi (musik
khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan dan berpakaian bagus, dan
pasar kaget beraneka macam makanan dan permainan

Matsuri
Matsuri berasal dari kata matsuru (matsuru? menyembah, memuja) yang berarti
pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal
empat unsur dalam matsuri: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito),
dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah
AGAMA BUMI

ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato. Matsuri dalam bentuk pembacaan doa
masih tersisa seperti dalam bentuk Kigansai (permohonan secara individu kepada jinja
atau kuil untuk didoakan dan Jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau
konstruksi). Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok
orang di tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada
saat ini, Ise Jing merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih
menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang eksklusif bagi kalangan
terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta. Sesuai dengan perkembangan
zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud matsuri yang
sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan
dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal sebagai wacana dan tanpa
makna religius

Dewa Dewi
Dewi matahari Shinto disebut Tensho Daijin yang juga dikenal dengan Amaterasu
Omikami. Amaterasu adalah Ratu dari seluruh Kami, ia adalah anak dari Izanagi dan
Izanami (Dewa Pencipta dari mitologi Jepang). Keluarga Kekaisaran Jepang mengatakan
bahwa mereka adalah keturunan langsung dari garis keturunan Dewi Amaterasu. Oleh
karena itu maka para Kaisar Jepang dianggap sebagai keturunan para dewa. Kamus Istilah
dan Konsep Buddhis menyertakan informasi berikut berkaitan dengannya: Dewi
Matahari yang terdapat dalam mitologi Jepang, yang belakangan diadopsi menjadi
seorang dewa pelindung dalam Buddhisme. Menurut catatan sejarah tertua, Kojiki
(Catatan tentang Hal-hal Kuno) dan Nihon Shoki (Sejarah Negeri Jepang), ia adalah
pemimpin mahkluk gaib dan juga leluhur dari keluarga kerajaan. Dalam banyak
tulisannya, Nichiren Daishonin memandang Tensho Daijin sebagai personifikasi dari
perbuatan-perbuatan yang melindungi kemakmuran orang-orang yang memiliki hati
kepercayaan dalam Hukum Sejati.

Kitab Suci
Kitab suci agama Shinto yang paling tua ada dua buah, yang disusun sepuluh abad
sepeninggal Jimmu Tenno (660 SM) yang merupakan kaisar Jepang yang pertama, yaitu;
Kojiki (Catatan dari hal-hal Kuno) yang mencatat peristiwa-peristiwa purbakala yang
disusun pada 712 M, dan Nihongi (Sejarah Jepang) yang ditulis pada 720 M oleh seorang
pangeran Jepang . Kemudian terdapat dua karya kemudian, yakni Yengishiki (Lembagalembaga pada masa Yengi), dan Manyoshiu yaitu kumpulan dari 10.000 daun adalah
karya utama, tapi ini tidak dianggap sebagai kitab suci yang diwahyukan.

Tujuan Agama Shinto


Tujuan utama dari Shinto adalah mencapai keabadian di antara mahluk-mahluk rohani,
Kami. Kami dipahami oleh penganut Shinto sebagai satu kekuasaan supernatural yang
suci hidup di atau terhubung dengan dunia roh. Agama Shinto sangat animistik,

AGAMA BUMI

sebagaimana kebanyakan keyakinan timur, percaya bahwa semua mahluk hidup memiliki
satu Kami dalam hakikatnya. Hakikat manusia adalah yang paling tinggi, karena mereka
memiliki Kami yang paling banyak. Keselamatan adalah hidup dalam jiwa dunia dengan
mahluk-mahluk suci ini, Kami. Jalan Untuk Mencapai Tujuan Dalam Shinto keselamatan
dicapai melalui pentaatan terhadap semua larangan dan penghindaran terhadap orang
atau obyek yang mungkin menyebabkan ketidak sucian atau polusi. Persembahyangan
dilakukan dan persembahan dibawa ke kuil untuk para Dewa yang dikatakan ada
sejumlah 800 miliar di alam semesta. Manusia tidak mempunyai Tuhan tertinggi untuk
ditaati, tapi hanya perlu mengetahui bagaimana menyesuaikan diri dengan Kami dalam
berbagai manifestasinya. Kami seseorang tetap hidup setelah kematian, dan manusia
biasanya menginginkan untuk berharga dan dikenang dengan baik oleh keturunannya.
Oleh karena itu, pemenuhan kewajiban adalah unsur yang paling penting dari Shinto.

Sikap Orang Mukmin terhadap Kitab Samawi dan


Ardhi.
Seorang mukmin harus meyakini bahwa kitab suci yang wajib diyakini dan dipercayai
kebenarannya adalah Al Quran.
Adapun kitab suci yang lainnya, baik kitab samawi dan kitab ardhi, kita harus tetap
menghormatinya sebagai kitab suci, Akan tetapi tidak sampai meyakini kebenarannya,
apalagi beriman kepadanya.
Karena hanya kitab suci Al Quran-lah yang tidak diragukan kebernarannya, dan kitab suci
Al Quran-lah yang memberikan petunjuk ke jalan yang benar bagi orang-orang yang
bertakwa.
Allah berfirman:

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
(Q.S Al Baqarah: 2)

AGAMA BUMI

IV. KESIMPULAN
Agama bumi atau sering dikenal sebagai agama ardhi, agama budaya, agama
filsafat, agama rayu, natural religion, non revealed religion. Yang konsep Tuhannya tidak
diketahui secara pasti contoh agama ini adalah agama Hindu, Budha, Kong hu chu, Shinto,
dan lainnya. Agama ardhi mempunyai kitab yang dianggap suci, namun bukan wayhu
yang turun dari langit. Kitab yang mereka anggap suci itu hanyalah karangan dari para
pendeta, rahib, atau pun pendiri agama itu. Bukan wayhu, bukan firman, bukan
kalamullah, bukan perkataan tuhan.
Agama budaya mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Hasil fikiran dan atau perasaan manusia.
2. Ajaran ketentuan paling tinggi monotheisme nisbi, bahkan kadang-kadang dinamisme,
animisme, atau politheisme.
3. Tidak di sampaikan oleh nabi/rasul Allah.
4. Umumnya tidak mempunyai kitab suci. Kalaupun ada sudah mengalami perubahanperubahan(bertambah dan berkurang) dalam pejalanan sejarahnya.
5. Ajaran-ajarannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal fikiran para pengikutpengikutnya.
6. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya.
Contoh agama bumi adalah agama Hindu, agama Buddha, agama Kong Hu Chu,
agama Shinto.
Adapun kitab suci yang lainnya, baik kitab samawi dan kitab ardhi, kita harus tetap
menghormatinya sebagai kitab suci, Akan tetapi tidak sampai meyakini kebenarannya,
apalagi beriman kepadanya.

AGAMA BUMI

Você também pode gostar