Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
ADAB DAN IMPLEMENTASI DALAM KEHIDUPAN
Sebagai seorang muslim yang baik kita tentu tahu bahwa adab terhadap orang tua
merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Karena, orang tua adalah orang yang mengenalkan
kita pada dunia dari kecil hingga dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan
terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi
lebih baik dan sholeh, di samping itu juga tentunya dalam kehidupan kita sehari-hari tidak
terlepas dari interaksi dengan yang ada di sekeliling kita, guru, tetangga, dan sesama makhluk
Allah SWT.
Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu berbakti
kepada orang tua, melakukan apa yang telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk
membangkang kepada orang tua, dan juga harus memperhatikan yang ada di sekeliling kita agar
terciptanya keharmonisan dalam kehidupan.
Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap
orang tua dan yang ada di sekeliling kita sebagai muslim yang baik, yaitu adalah kita harus
memiliki adab dan prilaku yang sempurna terhadap orang tua dan yang ada di sekeliling kita.
Makalah ini mengandung poin-poin penting bagaimana menjadi manusia yang beradab dalam
kehidupan baik terhadap orang tua, guru, tetangga, tamu, dan sesama manusia. Maka selain
sebagai upaya untuk mengerjakan tugas Aqidah Akhlaq, saya berharap bahwa tugas makalah ini
juga dapat dijadikan sebagai pengingat bagi setiap orang muslim yang membacanya akan
pentingnya adab dan prilaku yang baik terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita.
Demikian makalah ini kami susun dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang
posisi bagi ummat manusia, dan tak lupa koreksi ataupun saran yang bersifat konstruktif dari
para pembaca dengan harapan hasil penyusunan kami lebih baik di kemudian hari.
Terima kasih
Ciamis, November 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini rumusan masalah yang akan d kaji diantaranya:
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab
Menurut bahasa Adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti,
akhlak. M. Sastra Praja menjelaskan bahwa, adab yaitu tata cara hidup, penghalusan atau
kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah Adab adalah suatu ibarat tentang
pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah.
Pengertian bahwa adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya
seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa seseorang itu bisa
mulia dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki adab dan budi pekerti yang
baik.
Seseorang akan menjadi orang yang beradab dengan baik apabila ia mampu menempatkan
dirinya pada sifat kehambaan yang hakiki. Tidak merasa sombong dan tinggi hati dan selalu
ingat bahwa apa yang ada di dalam dirinya adalah pemberian dari Allah swt. Sifat-sifat tersebut
telah dimiliki Rasulullah saw. Secara utuh dan sempurna.
Menurut Imam al-Ghazali akhlak mulia adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh para utusan
Allah swt. yaitu para Nabi dan Rasul dan merupakan amal para shadiqin. Akhlak yang baik itu
merupakan sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-sungguh dari latihan yang
dilakukan oleh para ahli ibadah dan para mutaqin.
Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas mujahadah
(ketekunan) dan latihan jiwa. Mujahadah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan latihan
kejiwaan) menurut al-Ghazali ialah membebani jiwa dengan amal-amal perbuatan yang
ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau: Barangsiapa yang ingin dirinya
mempunyai akhlak pemurah, maka ia harus melatih diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan
pemurah, yakni dermawan, dan gemar bersedekah. Jika beramal bersedekah dilakukan secara
istiqamah, maka akan jadi kebiasaan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah swt :
Artinya :
... dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik,,,.
Konsepsi pendidikan modern saat ini sejalan dengan pandangan al-Ghazali tentang
pentingnya pembiasaan melakukan suatu perbuatan sebagai suatu metode pembentukan akhlak
yang utama. Pandangan al-Ghazali tersebut sesuai dengan pandangan ahli pendidikan Amerika
Serikat, John Dewey, yang dikutip oleh Ali Al Jumbulati menyatakan: Pendidikan moral
terbentuk dari proses pendidikan dalam kehidupan dan kegiatan yang dilakukan oleh murid
secara terus-menerus.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. (Luqman : 14)
Seseorang yang bertanya kepada Rasulullah SAW, Siapakah yang berhak mendapatkan
pergaulanku yang baik? Rasulullah SAW bersabda, Ibumu. Orang tersebut bertanya lagi,
Siapa lagi? Rasulullah SAW bersabda, Ibumu. Orang tersebut bertanya lagi, Siapa lagi?
Rasulullah SAW bersabda, Ibumu. Orang tersebut bertanya lagi, Siapa lagi? Rasulullah
SAW bersabda, Ayahmu.
Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada kedua orang tua,
menahan hak, dan mengubur hidup anak perempuan. Allah membenci untuk kalian mengosip,
banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta. (Muttafaq Alaih)
Rasulullah SAW bersabda,
Seorang anak tidak bisa membalas ayahnya, kecuali ia menemukan ayahnya menjadi
budak, kemudian ia membelinya dan memerdekaannya (Muttafaq Alaih)
Salah seorang sahabat datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin berjihad,
kemudian beliau bertanya, Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Sahabat tersebut
menjawab, Ya keduanya masih hidup, Rasulullah SAW bersabda, Mintalah izin kepada
keduanya, kemudian berjihadlah.
Salah seorang kaum Anshar datang kepada Rasulullah SAW, kemudian berkata, Wahai
Rasulullah, apakah aku masih mempunya kewajiban bakti kepada orang tua yang harus aku
kerjakan setelah kematian keduanya? Rasulullah SAW bersabda, Ya ada, yaitu empat hal :
Mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji keduanya,
memuliakan teman-teman keduanya, dan menyambungkan sanak famili di mana engkau tidak
mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur keduanya. Itulah bentuk bakti engkau
kepada keduanya setelah kematian keduanya. (Diriwayatkan Abu Daud).
Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya bakti terbaik ialah hendaknya seorang anak tetap menyambung hubungan
keluarga ayahnya setelah ayahnya menyambungnya. (Diriwayatkan Muslim)
Setelah orang muslim mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya dan menunaikannya
dengan sempurna karena mereka mentaati Allah Taala dan merealisir wasiat-Nya, maka juga
menjaga etika-etika berikut ini terhadap kedua orang tuanya :
1.
Taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan keduanya, selama di dalamnya
tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah, dan pelanggaran terhadap syariat-Nya, karena manusia
tidak berkewajibab taak kepada manusia sesamanya dalam bermaksiat kepada Allah,
berdasarkan dalil-dalil berikut :
xs N= m/ y7s9 }s9 $tB 1 @ br& #n?t #yygy_ b)ur
`tB @6y 7?$#ur ( $]rtB $uR9$# $yJg6m$|ur ( $yJg?
OFZ. $yJ/ N6m;tR's N3_tB n<) OO 4 n<) z>$tRr&
tbq=yJs?
dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Sabda Rasulullah SAW,
Tidak ada kewajiban ketaatan bagi manusia dalam maksiat kepada Allah
2.
Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan memuliakan keduanya
dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak mengangkat suara di atas
suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan istri dan anak atas
keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil keduanya dengan
panggilan, Ayah, ibu, dan tidak berpergian kecuali dengan izin dan kerelaan keduanya.
3.
Berbakti kepada keduanya dengan apa saja yang mampu ia kerjakan, dan sesuai dengan
kemampuannya, seperti memberi makan-pakaian keduanya, mengobati penyakit keduanya,
menghilangkan madzarat dari keduanya, dan mengalahkan untuk kebaikan keduanya.
4.
Menyambung hubungan kekerabatan dimana ia tidak mempunya hubungan kecuali dari jalur
kedua orang tuanya mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji
(wasiat), dan memuliakan teman-teman keduanya.
diraih dengan adab, dan tidaklah tercegah kebaikan dunia dan akhirat melainkan karena
kurangnya adab. (Madarijus Salikin, 2/39)
Di antara adab-adab yang telah disepakari adalah adab murid kepada syaikh atau gurunya.
Imam Ibnu Hazm berkata: Para ulama bersepakat, wajibnya memuliakan ahli al-Quran, ahli
Islam dan Nabi. Demikian pula wajib memuliakan kholifah, orang yang punya keutamaan dan
orang yang berilmu. (al-Adab as-Syariah 1/408)
Berikut ini beberapa adab yang selayaknya dimiliki oleh penuntut ilmu ketika menimba ilmu
kepada gurunya. Sebagai nasehat bagi kami, selaku seseorang yang masih belajar dan nasehat
bagi saudara-saudara kami seiman yang sedang dan ingin menimba ilmu. Allohul Muwaffiq.
1. Ikhlas sebelum melangkah
Pertama kali sebelum melangkah untuk menuntut ilmu hendaknya kita berusaha selalu
mengikhlaskan niat. Sebagaimana telah jelas niat adalah faktor penentu diterimanya sebuah
amalan. Ilmu yang kita pelajari adalah ibadah, amalan yang mulia, maka sudah barang tentu
butuh niat yang ikhlas dalam menjalaninya. Belajar bukan karena ingin disebut sebagai pak
ustadz, ?rang alim atau ingin meraih ba-iian dunia yang menipu.
Dalil akan pentingnya ikhlas beramal di antaranya firman Allah:
Artinya :
Padahal mereka tidakdisuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus.(QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membantah orang bodoh, atau berbangga di hadapan
ulama atau mencari perhatian manusia, maka dia masuk neraka. (HR. Ibnu Majah 253, Syaikh
al-Albani menyatakan hadits ini hasan dalam al-Misykah 225)
Imam ad-Daruqutni berkata: Dahulu kami menuntut ilmu untuk selain Alloh, akan tetapi
ilmu itu enggan kecuali untuk Alloh. (Tadzkiratus Sami hal. 47, lihat Maalim fi Thoricj
Tholibil llmihal. 20).
Imam asy-Syaukani berkata: Pertama kali yang wajib bagi seorang penuntut ilmu adalah
meluruskan niatnya. Hendaklah yang tergambar dari perkara yang ia kehendaki adalah syariat
Alloh, yang dengannya diturunkan para Rosul dan al-Kitab. Hendaklah penuntut ilmu
membersihkan dirinya dari tujuan-tujuan duniawi, atau karena ingin inencapai kemuliaan,
kepemimpinan dan Iain-lain. Ilmu ini mulia, tidak menerima selainnya. (Adabut Tholab wa
Muntaha al-Arab hal. 21)
Apabila keikhlasan telah hilang ketika belajar, maka amalan ini (menuntut ilmu) akan
berpindah dari keutamaan yang paling utama menjadi kesalahan yang paling rendah!. (at-Taliq
as-Tsamin hal. 18)
2. Jangan mencari guru sembarangan
Ibnu Jamaah al-Kinani berkata: Hendaklah penuntut ilmu mendahulukan pandangannya,
istikhoroh kepada Alloh untuk memilih kepada siapa dia berguru. Hendaklah dia memilih guru
yang benar-benar ahli, benar-benar lembut dan terjaga kehormatannya. Hendaklah murid
memilih guru yang paling bagus dalam mengajar dan paling bagus dalam memberi pemahaman.
Janganlah dia berguru kepada orang yang sedikit sifat waronya atau agamanya atau tidak punya
akhlak yang bagus. (Tadzkiratus Sami wal Mutakallim hal. 86)
Bukan sebuah aib apabila kita menuntut ilmu dari orang alim yang masih muda. Imam Ibnu
Muflih berkata: Fasal mengambil ilmu dari ahlinya sekalipun masih berusia muda. (al-Adab
asy-Syariah 2/214)
Sahabat Abdulloh bin Abbas radhiyallahu anhuma berkata: Aku dahulu membacakan ilmu
kepada beberapa orang muhajirin, di antara mereka ada Abdurrahman bin Auf. (HR. Bukhori
6442).
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: Dalam hadits ini terdapat peringatan akan perlunya
mengambil ilmu dari ahlinya sekalipun masih berusia muda atau sedikit kedudukannya.
(Kasyful Musykil, lihat Adab at-Tatalmudz hal. 16)
Imam Ibnu Abdil Barr berkata: Orang yang bodoh itu tetap dikatakan rendah sekalipun dia
seorang syaikh. Dan orang yang berilmu itu tetap mulia sekalipun masih muda. (Jami Bayanil
Ilmi, Adab at-Tatalmudz hal. 16)
3. Mengagungkan guru
Mengagungkan orang yang berilmu termasuk perkara yang dianjurkan. Sebagaimana
Rasululloh bersabda : bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menghorrmti
orang yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hak ulama kami. (HR. Ahmad
5/323, Hakim 1/122. Dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Targhib 1/117)
Imam Nawawi rahimahullah berkata: Hendaklah seorang murid memperhatikan gurunya
dengan pandangan penghormatan. Hendaklah ia meyakini keahlian gurunya dibandingkan yang
lain. Karena hal itu akan menghantarkan seorang murid untuk banyak mengambil manfaat
darinya, dan lebih bisa membekas dalam hati terhadap apa yang ia dengar dari gurunya tersebut.
(al-Majmu 1/84)
4. Akuilah keutamaan gurumu
Khothib al-Baghdadi berkata: Wajib bagi seorang murid untuk mengakui keutamaan
gurunya yang faqih dan hendaklah pula menyadari bahwa dirinya banyak mengambil ilmu dari
gurunya. (al-Faqih wal Mutafaqqih 1/196)
Ibnu Jamaah al-Kinani berkata: Hendaklah seorang murid mengenal hak gurunya, jangan
dilupakan semua jasanya. (Tadzkiratus Sami hal. 90)
5. Doakan kebaikan
Rasululloh bersabda : Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah
denganbalasan yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia
hingga engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal.
(HR. Abu Dawud 1672, Nasai 1/358, Ahmad 2/68, Hakim 1/412 Bukhori dalam al-Adab alMufrod no. 216, Ibnu Hibban 2071, Baihaqi 4/199, Abu Nuaim dalam al-Hilyah 9/56. Lihat asShohihah 254)
Imam Abu Hanifah berkata: Tidaklah aku sholat sejak kematian Hammad kecuali aku
memintakan ampun untuknya dan orang tuaku. Aku selalu memintakan ampun untuk orang yang
aku belajar darinya atau yang mengajariku ilmu. (Mana-qib Imam Abu Hanifah. Lihat Adab atTatalmudz hal. 28)
Ibnu Jamaah berkata: Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunya sepanjang
masa. Memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya dan menunaikan haknya apabila telah wafat.
(Tadzkiroh Sami hal. 91)
6. Rendah diri kepada guru
Ibnu Jamaah rahimahullah berkata: Hendaklah seorang murid mengetahui bahwa rendah
dirinya kepada seorang guru adalah kemuliaan, dan tunduknya adalah kebanggaan. (Tadzkiroh
Sami hal. 88)
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dengan kemuliaan dan kedudukannya yang
agung, beliau mengambil tali kekang unta Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu seraya berkata:
Demikianlah kita diperintah untuk berbuat baik kepada ulama. (as-Syifa 2/608) al-Khothib
telah meriwayatkan dalam kitab Jaminya bahwa Ibnul Mutaz berkata: Orang yang rendah diri
dalam belajar adalah yang paling banyak ilmunya sebagaimana tempat yang rendah adalah
tempat yang paling banyak airnya. (Adab at-Tatalmudz hal. 32)
7. Mencontoh akhlaknya
Hendaklah seorang penuntut ilmu mencontoh akhlak dan kepribadian guru. Mencontoh
kebiasaan dan ibadahnya. (Tadzkiroh Sami hal. 86) Qoshim bin Salam menceritakan: Adalah
para murid Ibnu Masud mereka belajar kepadanya untuk melihat akhlak, kepribadian dan
kemudian menirunya. (Adab at-Tatalmudz hal. 40)
Bila pelajaran sudah dimulai
Bila pelajaran telah dimulai hendaklah bagi seorang penuntut ilmu memperhatikan hal-hal
berikut;
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin berkata: Duduklah dengan duduk penuh adab.
Jangan engkau luruskan kakimu di hadapannya, ini termasuk adab yang jelek. Jangan duduk
dengan bersandar, ini juga adab yang jelek apalagi di tempat belajar. Lain halnya jika engkau
duduk di tempat umum, maka ini lebih ringan. (at-Taliq as-Tsamin hal. 181)
tidak bisa dijadikan dalil. Meyakini ucapannya sebagai hujjah sekalipun bukan hujjah. (Adab
Dunya hal. 49, Adab at-Tatalmudz hal. 38)
10. Bila guru bersalah
Sudah menjadi ketetapan yang mapan bahwasanya tidak ada seorang pun yang selamat dari
kesalahan. Salah merupakan hal yang wajar terjadi pada manusia. Rosululloh -SHI bersabda;
Seluruh bani Adam banyak bersalah. Dan sebaik-baiknya orang yang banyak bersalah adalah
yang bertaubat. (HR. Tirmidzi 2499, Ibnu Majah 4251, Ahmad 3/198, ad-Darimi 273, Hakim
4/244; Lihat Shohih Jamius Shoghir 4515).
Imam Ibnul Qoyyim berkata: Barangsiapa yang mempunyai ilmu dia akan mengetahui dengan pasti bahwa orang yang mempunyai kemuliaan, mempunyai peran dan pengaruh dalam
Islam maka hukumnya seperti ahli Islam yang lain. Kadang-kala dia tergelincir dan bersalah.
Orang yang semacam ini diberi udzur bahkan bisa diberi pahala karena ijtihadnya, tidak boleh
kesalahannya diikuti, kedudukannya tidak boleh dilecehkan di hadapan manusia. (Ilamul
Muwaqqiin 3/295)
D. Adab Terhadap Tetangga
1. Definisi Tetangga
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu.
2.
3.
4.
5.
Yang lebih kuat, insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang
menurut adat adalah tetangga maka itulah tetangga. Wallahu Alam.
Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat
tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas
lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar
dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman
perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka
memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.
2. Wasiat Islam Terhadap Tetangga
Jibril senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga
tersebut akan mewarisinya.
Hadits yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga
memiliki kedudukan arti penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap muslim. Sehingga
dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta dapat direalisasikan dan
dirasakan oleh setiap manusia.
Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah
menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhid-Nya serta berbuat bakti kepada kedua
orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firman-Nya:
Artinya :
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri. (QS. Annisaa: 36)
Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat baik
kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan
memberikan kebaikan kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam
menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya
ketika ditanya:
Dosa apa yang terbesar di sisi Allah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab:
Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang menciptakanmu. Saya (Ibnu Masud)
bertanya: Kemudian apa? beliau menjawab: Kemudian membunuh anakmu karena khawatir
dia makan bersamamu lalu saya bertanya lagi: Kemudian apa? beliau menjawab: Berzina
dengan istri tetanggamu.
3. Hak-Hak Tetangga
Telah jelas tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam islam. Hakhak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan
kepada empat hak yaitu:
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang pertama dan
menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek
mereka, khususnya kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya.
Hasan Al Bashri berkata: Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga
akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya. Sebagian ulama
berkata: Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal, (1) senang dan
bahagia dengan apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3)
Mencegah gangguan darinya, (4) Bersabar dari gangguannya.
kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.Namun, bertamu, baik itu
kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata
melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena
berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali
persaudaraan terhadap sesama muslim. Allah berfirman: Wahai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian
berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. (Al Hujurat: 13)
Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi
pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.
,
Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan
makananmu melainkan orang yang bertakwa! (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang
miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan
orang-orang miskinnya ditinggalkan. (HR. Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais
datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal. (HR.
Bukhari)
5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja.
Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik.
Allah taala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim alaihis salam bersama
tamu-tamunya:
.
Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia
mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: Tidakkah
kalian makan? (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)
6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga,
tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para
Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim alaihis salam. Beliau diberi gelar Abu
Dhifan (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada
sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan
apabila para tamu duduk dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda
beliau shallallahu alaihi wa sallam:
Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang
lebih tua dari kami bukanlah golongan kami. (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits
ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincangbincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur,
tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa
kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya
sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim alaihis salam,
Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka. (Qs. Adz-Dzariyat: 27)
13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan
penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan
menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang
ceria dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam,
:
Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi
seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya. Para sahabat
berkata: Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
berkata: Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk
menjamu tamunya.
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.
Barangsiapa yang diundang maka datangilah! (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya. (HR. Bukhari)
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada
sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan
haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya!
Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa
memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu,
Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang
benar. (Qs. Al Azab: 53)
5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan
karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak
menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam:
Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan
apabila tidak berpuasa, makanlah! (HR. Muslim)
6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah
tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.
7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang
yang sedang makan.
8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan
rumah, sebagaimana firman Allah taala dalam ayat di atas: Bila kamu selesai makan,
keluarlah! (Qs. Al Ahzab: 53)
9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat
mempererat kasih sayang antara sesama muslim,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya
kalian akan saling mencintai. (HR. Bukhari)
10.
Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin
kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Masud radhiyallahu anhu:
Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai
seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, Buatkan aku makanan yang
dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Kemudian, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang
kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berkata, Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini
mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan
meninggalkannya. Kemudian, Abu Suaib berkata, Aku telah mengizinkannya." (HR.
Bukhari)
11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah
selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:
,
,
Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah
memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya. (HR Abu Daud,
dishahihkan oleh Al Albani)
Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan
berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman. (HR. Muslim)
Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka. (HR.
Muslim)
12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada,
memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.
F. Adab Terhadap Sesama
Allah taala berfirman :
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa. ( Az-Zukhruf : 67 )
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: seseorang itu
sesuai agama teman dekatnya, maka hendaknya dia melihat kepada siapakah dia berteman
dekat.
Di antara adab-adab pergaulan bersama sesama saudara Muslim :
1. Memilih Teman Bergaul Dan Teman Duduk
Telah dikemukakan sebelumnya hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu secara marfu :
Seseorang itu sesuai agama teman dekatnya maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat
bersama siapakah dia berteman
Sabda Nabi : Dan janganlah seseorang memakan makananmu kecuali seorang yang
bertakwa. Al-Khaththabi berkata : Larangan ini berlaku pada makanan undangan bukan
makanan hajat/kebutuhan, yang demikian itu karena Allah subhanahu berfirman :
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan
orang yang ditawan.( Al-Insan : 8 )
Dan teman dekat dan teman duduk yang jelek akhlaknya memberikan bahaya yang nyata
dan tidak diapat dihindari bagaimana pun cara menjaganya, berdasarkan nash dari sabda Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam, Abu Musa Al-Asyari radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Pemisalan teman duduk yang shalih dan
yang jelek akhlaknya bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi, penjual minyak wangi dia
dapat memberimu minyak wangi atau kamu membeli darinya minyak wangi atau kamu
mendapatkan bau yang wangi, adapun pandai besi, dia dapat membakar pakaianmu atau kamu
mendapat bau yang tidak sedap darinya.
2. Mencintai Karena Allah
Kedudukan Persaudaraan yang paling agung adalah ketika hal itu karena Allah dan untuk
Allah, tidak untuk mendapatkan kedudukan, atau mendapatkan manfaat yang segera atau yang
akan datang, tidak karena mendapatkan materi, atau selainnya. Dan barang siapa kecintaannya
kepada temannya karena Allah dan persaudaraannya karena Allah sungguh dia telah mencapai
puncak tujuan, dan agar seseorang itu berhati-hati jangan sampai kecintaannya tersebut terselip
kepentingan-kepentingan duniawi yang akan mengotori dan menyebabkan kerusakan
persaudaraan.
Dan barang siapa kecintaannya karena Allah maka hendaknya dia bergembira dengan janji
Allah dan keselamatan dari kedahsyaran hari dimana seluruh makhluk dikumpulkan pada hari
kiamat. Dan dia akan dimasukkan dibawah naungan Arsy Dzat yang Maha perkasa Jalla
Jalaluhu. Abu Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat : Dimanakah
orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, pada hari ini Aku akan menaungi
mereka di dalam naunganku di hari tidak ada naungan selain naungan-Ku.
3. Menampakkan Senyum, Bersikap Lembut dan Kasih Sayang Kepada Sesama Saudara Seiman
Abu Dzar radhiallahu anhu, beliau berkata : Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda
kepadaku : Janganlah seseorang itu meremehkan perbuatan maruf sedikitpun, walaupun dia
menjumpai saudaranya dengan wajah yang berseri-seri.
Sikap lemah lembut dan ramah dan kasih sayang diantara hal-hal yang menguatkan ikatan
diantara saudara, dan memperdalam hubungan diantara mereka. Dimana Allah mencintai lemah
lembut di dalam segala urusan. Dan Allah subhanahu: Maha lembut mencintai kelembutan dan
memberikan kepada orang yang lembut apa yang tidak dia berikan kepada orang yang kasar dan
apa yang tidak dia berikan kepada selain orang yang lembut.
Dan selama hal itu demikan adanya, maka saudara-saudara seiman lebih pantas dan lebih
utama agar sebagian mereka berprilaku lemah lembut kepada sebagian lainnya, dan agar
sebagian mereka ramah kepada sebagian lainnya.
4. Disunnahkan Memberi Nasihat Dan Hal Itu Termasuk Kesempurnaan Persaudaraan
Nasihat adalah tuntutan syari yang dianjurkan oleh pembuat syariat. Dan merupakan bagian
dari perkara-perkara yang menjadi sebab Nabi Shallallahu alaihi wa sallam membaiat para
sahabatnya.
Jarir bin Abdullah radhiallahu anhu berkata Saya membaiat Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam agar menegakkan shalat, menunaikan zakat, memberi nasihat kepada setiap muslim.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menggandengkan tuntunan ini bersamaan dengan shalat
dan zakat yang mana keduanya bagian dari rukun islam, yang menunjukkan kepada kita akan
besarnya kedudukan tuntunan saling menasihati tersebut dan nilainya yang luhur.
Semisal disebutkan didalam hadits Tamim bin Aus Ad-Dari radhiallahu anhu bahwa Nabi
Shallallahu alaihi wa sallambersabda : Agama itu nasehat .
Kami berkata : Kepada siapakah wahai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam? Beliau
bersabda : Kepada Allah, kepada kitabnya, kepada rasulnya, pemimpin-pemimpin kaum
muslimin dan seluruh kaum muslimin.
Dan sabda beliau : agama itu nasehat yaitu : Bahwa nasehat adalah amalan yang paling
utama dan yang paling sempurna dalam agama.
5. Saling Tolong Menolong antar Sesama
Kita memiliki teladan dan contoh dalam hal tersebut. Teladan yang paling besar tentang hal
tersebut dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Tidaklah sisi kerasulan beliau
Shallallahu alaihi wa sallam menghalangi beliau untuk bersama-sama para sahabatnya dan
memberi bantuan kepada mereka. Diantara hal tersebut keikut sertaan beliau Shallallahu alaihi
wa sallam bersama sahabatnya ketika membangun masjid Nabawi di Madinah.
6. Sesama Saudara semestinya saling Merendahkan diri diantara mereka dan tidak sombong
atau meremehkan yang Lain
Merendahkan diri itu sifat yang dituntut dan juga diperintahkan. Sedangkan sifat angkuh
adalah sifat yang terlarang dan tercela.
Iyadh bin Himar radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda : Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sampai
tidak ada seorang pun meremehkan orang lain dan seseorang merebut jualan orang lain.
Sedangkan sifat meremehkan orang lain dan sombong adalah jalan menuju kezhaliman,
permusuhan dan kejahatan.
Dan tidak diragukan lagi bahwa manusia bertingkat-tingkat keutamaannya di dalam masalah
penghasilan, nasab dan harta. Ini sudah merupakan sunnatullah pada makhluk. Bukanlah orang
yang mulia yang menjadikan dirinya mulia, dan bukanlah orang yang rendah dia yang
menjadikan dirinya rendah, demikian halnya bagi seorang yang fakir dan seorang yang kaya
raya. Melainkan hikmah Allah yang sempurna menetapkan hal tersebut Dan Allahlah yang
menetapkan segala urusan makhluknya.
Dan bukan karena bertingkat-tingkatnya kedudukan martabat manusia sehingga seseorang
diperbolehkan menganggap dirinya lebih tinggi dari pada selainnya atau meremehkannya. Abu
Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda : Tidaklah seseorang merendahkan diri dihadapan Allah kecuali Allah akan
mengangkat derajatnya.
7. Berakhlak yang Terpuji :
Beruntung orang yang Allah pakaikan pakaian akhlak yang terpuji. Karena tidak seorang pun
yang diberikan akhlak tersebut kecuali orang-orang akan menyebut dirinya dengan kebaikan, dan
derajatnya akan terangkat ditengah-tengah mereka. Akhlak yang terpuji diantaranya dengan
wajah yang berseri-seri, bersabar ketika mendapatkan gangguan, menahan marah, dan selainnya
daripada kepribadian dan perangai yang terpuji.
Ibnu Manshur berkata : Saya bertanya kepada Abu Abdillah : Tentang akhlak yang baik.
Berkata berkata : Agar kamu tidak marahdan tidak kasar.
Dan diantara doa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika istiftah Dan tunjukanlah
kepadaku akhlak yang baik yang tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang baik
kecuali Engkau, dan palingkanlah dariku akhlak yang jelek tidak ada yang memalingkan aku dari
akhlak yang jelek kecuali Engkau.
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan
dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.. ( Asy-Syura : 40 ).
Memaafkan kesalahan, keteledoran dan perbuatan aniaya bukanlah kelemahan dan bukan
pula kekurangan, bahkan hal itu adalah perbuatan yang tinggi nilainya bagi orang yang
melakukannya dan merupakan perbuatan mulia, Abu Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan
bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Shadaqah tidaklah mengurangi harta,
dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang yang memberi maaf kecuali kemuliaan, dan
tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan tinggikan derajatnya dan
pada lafazh riwayat Ahmad : Tidaklah seseorang memberi maaf dari perbuatan aniaya kecuali
Allah tambahkan bagi kemuliaan.
Dan orang-orang yang saling bersaudara karena Allah sangat pantas bagi mereka agar saling
memberi maaf atas kesalahan sebagian mereka, dan orang yang berbuat baik dari mereka
memberi maaf kepada mereka yang melakukan kesalahan..
11. Larangan Saling Hasad dan Saling Membenci Dan Memboikot :
Hal ini dijelaskan didalam hadits Anas radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam, beliau bersabda : Janganlah kalian saling membenci dan saling hasad, saling memboikot
dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim memboikot
saudaranya yang lain diatas tiga hari.
Hasad itu ada dua macam terpuji dan tercela. Hasad yang tercela adalah menginginkan
hilangnya nikmat yang ada pada orang lain, dan hal ini adalah perbuatan zhalim, aniaya dan
permusuhan. Hasad dan yang terpuji adalah Al-Ghibthah yaitu menginginkan nikmat yang
serupa yang ada pada orang lain tanpa adanya keinginan hilang nikmat tersebut padanya.
Inilah yang dimaksudkan di dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam : Tidak ada hasad
kecuali pada dua perkara : seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Qur`an dan dia
mengamalkannya sepanjang malam, dan seseorang yang Allah berikan kepadanya harta dan dia
bersedekah dengannya sepanjang hari dan sepanjang malam.
Saling membenci adalah lawan dari saling mencintai, dan makna At-Tadabur adalah
memboikot.
12. Larangan panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk
Termasuk penyakit lisan yang bisa mendatangkan dosa, mengobarkan kemarahan dan
menyebabkan perpecahan diantara sesama sudara, yaitu, panggil-memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk, memberi gelar kepada orang lain dengan gelar-gelar yang buruk lagi tercela, mereka
saling mencela dengannya, dan ditertawakan atasnya dari celaan tersebut, padanya ada larangan
dari Allah Maha Mulia diatas Ketinggian-Nya, Allah Taala berfirman:
Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. ( Al-Hujurat :11).
Dan seorang muslim berhak dengan keselamatan muslim yang lain dari lisan dan tangannya.
Abu Jubairah bin Adh-Dhahak radhiallahu anhu meriwayatkan, beliau berkata : Ayat ini
diturunkan kepada Bani Salamah :
Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Beliau berkata : Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam mendatangi kami dan tidaklah salah seorang dari kami kecuali dia mempunyai
dua atau tiga nama, dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memanggil dengan Wahai fulan.
Maka para sahabat berkata : Apa itu wahai Rasulullah, sesungguhnya dia akan marah dengan
nama tersebut, maka turunlah ayat ini : Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelargelar yang buruk. ( Al-Hujurat :11).
Mayoritas masyarakat sekarang pada saat ini banyak terjerumus kedalamnya, berupa
kelaliman dengan perkataan, berbuat dosa dengan lisan dan merusak lisan tersebut. Dan berlepas
diri dari orang yang menyakiti dengan lisannya dan menahannya dari menjaga kehormatan kaum
muslimin, agar mereka tidak memperoleh keburukan, semoga Allah menjaga kita dan anda
semua dari kerusakan lisan dan kekhilafannya.
13. Disenangi mengadakan ishlah (perbaikan) antar sesama saudara
Tidak dapat dielakkan lagi adanya beberapa perselisihan dan pertengkaran diantara saudara,
dari yang sudah barang tentu menyebabkan percekcokan dan permusuhan antara mereka. Telah
disepakati pada masyarakat orang yang dijadikan oleh Allah sebagai perantara untuk
mengadakan perbaikan antara orang-orang yang saling memutuskan hubungan dan orang-orang
yang saling berselisih. Diriwayatkan dari Abu Darda radhiallahhu anhu beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Apakah kalian mau aku beritahukan dengan
apa yang lebih utama daripada derajat puasa, shalat dan shadaqah? Para sahabat menjawab :
Dan ini termasuk amanah yang wajib untuk dijaga dan disembunyikan. Seseorang yang
menyebarluaskan rahasia tergolong seorang yang mengkhianati amanah. Dan perbuatan tersebut
salah satu dari sifat orang-ornag munafik.
Abu Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: Tanda seorang munafik ada tiga: Apabila dia berkata dia berdusta, apabila dia
berjanji maka dia menyalahinya dan apabila dia diserahi amanah maka dia berkhianat.
Suatu yang rahasia, wajib untuk disembunyikan dan tidak disampaikan kepada semua kaum
manusia atau disebarkan. Ini tergolong anjuran syariat dan perhatian syara agar kaum manusia
menjaga segala persoalan rahasia mereka, dimana menengoknya seorang pembicara untuk
memastikan tempat tersebut tersembunyi, sederajat dengan perkataannya: Ini adalah sbeuah
rahasia maka sembunyikanlah rahasiaku ini.
16. Celaan kepada seseorang yang bermuka dua
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menerangkan maksud dari seorang yang bermuka
dua, di dalam sabda beliau: Engkau akan mendapatkan orang yang paling buruk disisi Allah
pada hari kiamat adalah seseorang yang bermuka dua. Yaitu seseorang yang menjumpai suatu
kaum denganwajah demikian lalu kaum lainnya dengan wajah berbeda.
Seseorang yang bermuka dua, dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk, disebabkan
keadaannya terseut adalah kepribadian seorang munafik. Karena dia mencari muka dengan
kebatilan dan kedustaaan dan menyisipkan kerusakan ditengah-tengah kaum manusia.
An-Nawawi mengatakan: Dia adalah seseorang yang mendatangi setiap pihak dengan suatu
yang mereka senangi. Dan menampakkan bahwa dirinya termasuk bagian dari mereka dan
menyalahi lawan mereka. Perbuataannya tersebut adalah nifak yang sebenarnya.
Beliau lanjut mengatakan: Adapun yang melakukannya dnegna tujuan mengadakan perdamaian
antara kedua belah pihak maka perbuatan trsbeut suatu yang terpuji. Selain dari beliau
mengatakan: Perbedaan antara keduanya, bahwa yang tercela adalah seseorang yang
membenarkan amalan suatu kelompok dan mencelanya dihadapan kelompok lainnya. Dan setiap
kelompok dicelanya dihadapan kelompok lainnya. Sementara yang terpuji adalah seseorang yang
daang kepada masing-masing kelompok dengan ucapan yang penyiratkan perdamaian kepada
kelompok lainnya dan memintakan udzur masing-masing kelompok tersebut dihadapan
eklompok lainnya. Dan menyampaikan kepada kelompok tersebut segala yang baik yang
memungkinkan untuk disampakannya dan menutupi segala yang buruk.
BAB III
SIMPULAN
1.
Adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya seseorang, terhormat
atau tercelanya nilai seseorang.
2. Adab terhadap orang tua adalah taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan
keduanya, selama di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah, dan pelanggaran
terhadap syariat-Nya, karena manusia tidak berkewajibab taak kepada manusia sesamanya dalam
bermaksiat kepada Allah, Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan
memuliakan keduanya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak
mengangkat suara di atas suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan
istri dan anak atas keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil
keduanya dengan panggilan, Ayah, ibu, dan tidak berpergian kecuali dengan izin dan kerelaan
keduanya.
3.
Adab terhadap guru adalah Jangan mencari guru sembarangan, Ikhlas sebelum melangkah,
Mengagungkan guru, Akuilah keutamaan gurumu, Doakan kebaikan, Rendah diri kepada guru,
Mencontoh akhlaknya, Membela kehormatan guru, Jangan berlebihan kepada guru, dan Bila
guru bersalah
4.
Adab terhadap tetangga : berbuat baik (ihsan) kepada mereka. sabar menghadapi gangguan
tetangga, menjaga dan memelihara tetangga, dan tidak mengganggu tetangga.
5. Adab terhadap tamu adalah Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang
yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), Tidak mengkhususkan
mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, Tidak mengundang
seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang. Disunahkan mengucapkan
selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang Menghormati tamu dan menyediakan
hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk
bermegah-megah dan berbangga-bangga, Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk
memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
6.
Adap terhadap sesama adalah Mencintai Karena Allah, Menampakkan Senyum, Bersikap
Lembut dan Kasih Sayang Kepada Sesama Saudara Seiman , Disunnahkan Memberi Nasihat
Dan Hal Itu Termasuk Kesempurnaan Persaudaraan, Saling Tolong Menolong antar Sesama,
Sesama Saudara semestinya saling Merendahkan diri diantara mereka dan tidak sombong atau
meremehkan yang Lain, Berakhlak yang Terpuji, Berbaik Sangka.
DAFTAR PUSTAKA