Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk
kehidupan manusia dan yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Pada umumnya dalam mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan
dalam berbagai cara antara lain dengan penambahan bahan tambahan dengan
tujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan atau
kenampakan.
Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh
pemerintah dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan serta
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan. (Anggrahini, 2008)
Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup
pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin
meningkat. Berkembangnya produk pangan awet saat ini, hanya mungkin terjadi
karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan
yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan
yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan
gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen. (Anggrahini, 2008)
Munculnya masalah keamanan pangan salah satu penyebabnya adalah
adanya bahan kimia berbahaya yang masuk kedalam tubuh manusia yang berasal
dari bahan tambahan dan kontaminan. Penggunaan bahan tambahan pangan yang
baik dan sesuai dengan ketentuan, menjadi harapan para konsumen. Oleh karena
itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai bahan tambahan pangan
(BTP).
Sebelum membahas mengenai alternatif bahan tambahan pangan sebagai
pengganti bahan tambahan kimia (BTK) yang dilarang dan mekanisme
pengendaliannya, Masa depan bangsa dapat dipertahankan apabila didukung oleh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Pemberian
Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Viana, 2012).
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan pada bab I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan
pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi
sifat atau bentuk pangan atau produk makanan (Viana, 2012).
Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat
dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini
berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta
memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
Menurut codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim
dikonsumsi sebagai makanan , yang dicampurkan secara sengaja pada proses
pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak.
(Viana, 2012).
Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh
Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). (Viana, 2012).
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :
Dimaksudakan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan
Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
B. Jenis jenis
Di Indonesia, penggunaan BTP telah diatur sejak tahun 1988
dalam Permenkes No. 722/MenKes/Per/IX/1988 yang dikuatkan dengan
Permenkes No.1168/MenKes/Per/1999 menyebutkan bahwa yang termasuk BTP
adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap
dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung,
pengemulsi, pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan
tekstur makanan). (Puspasari, 2007)
BERDASARKAN CARA PENAMBAHAN
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar,
yaitu sebagai berikut:
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan,
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu
dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan,
sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak
sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama
proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula
merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan
untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus
terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan
pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida,
herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic
polisiklis.
BERDASARKAN FUNGSI
Berdasarkan fungsinya, menurut peraturan Menkes No. 235 tahun 1979, BTP
dapat dikelompokan menjadi 14 yaitu : Antioksidan; Antikempal;
Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan
pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan pengental;
Peneras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa da aroma, Sekuestran; dll.
BTP dikelompokan berdasarkan tujuan penggunaanya di dalam pangan.
Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat
digolongkan sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet; Antioksidan;
Antikempal; Penyedap dan penguat rasa serta aroma; Pengatur keasaman;
Pemutih dan pamatang tepung; Pengemulsi; Pemantap dan pengental; Pengeras,
Sekuestran, Humektan, Enzim dan Penambah gizi.
1. Pewarna
Pewarna adalah bahan yang dapat memberikan atau memperbaiki warna pada
makanan. Dengan menggunakan pewarna, makanan bisa tampak lebih menarik
danmenjadi lebih bervariasi.
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk membei kesan
menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna,
menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan
warna selama penyimpanan. Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini,
namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-bahan pewarna
yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang
umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan
harga lebih murah. Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna
sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan
atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang lebih aman. Beberapa
pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah :
Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan Kurkumin.
Secara garis besar berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna, yaitu
pewarna alami dan pewarna sintesis. Beberapa pewarna alami yang ikut
menyumbangkan nilai nutrisi ( karotenoid, riboflavin dan kobalamin) merupakan
bumbu (unir dan pabrika) atau pemberi rasa (karamel). Beberapa bahan pewarna
alami yang berasal dari tanaman dan hewan diantaranya adalah klorofil,
mioglobin dan hemoglobin, antosianin, flavonoid, thanin, betalain, quinon dan
santon serta karotenoid.
Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam bahan pangan disebut
sebagai Permittet Colour atau Certified Colour. Proses sertifikasi meliputi
pengujian kimia, biokimia, toxikologi dan analisis media terhadap zat warna
tersebut. Pemakaian bahan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak
positif bagi konsumen dan produsen diantranya dapat membuat suatu pangan
lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengemabalikan warna dari bahan
dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan juga mempunyai dampak
negatif bila:
a. Dimakan dalam jumlah kecil namun berulang
b. Dimakan dalam jangka waktu lama
c. Daya tahan tubuh yang berbeda-beda
d. Pemakaian secara berlebihan
e. Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat
2. Pemanis Buatan
Zat pemanis sintesi merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut,
sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari pada gula (winarno,
1997).
Tanaman penghasil pemanis utama adalah tebu (saccharum officanarum L)
dan bit (beta fulgaris L). Beberapa bahan pemanis yang sering digunakan adalah
1. Sukrosa
6. D-Fruktosa
2. Laktosa
7. Sorbitol
3. Maltosa
8. Manitol
4. Galaktosa
9. Gliserol
5. D-Glukosa
10. Glisina
Pemanis sintesis adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis
terhadap bahan pangan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Contohnya :
1. Sakarin
4. Dulsin
2. Siklamat
5. Sorbitol sintesis
3. Aspartam
6. Nitro-propoksi anilin
Tujuan penggunaan pemanis sintesis
Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus, karena tidak
menimbulkan kelebihan gula darah
Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan
Sebagai penyalut obat
Menghindari kerusakan gigi pada industri
Menekan biaya produksi
3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan
bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat
atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan
oleh faktor biologi. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis
maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan
makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena
makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang
akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Zat pengawet dibedakan menjadi
pengawet oganik dan anorganik.
a. Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat dan nitrit. Selain sebagai pengawet sulfit dapat berinteraksi
dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga
10
Asam askorbat
Asam eritrobat
Askorbil palmitat
Askorbil stearat
Butil hidroksitoluen
Dilauril tiodipropionat
Propilgalat
Timah 2 klorida
Alpatokoferol
5. Antikempal
Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
mengempalnya pangan berupa serbuk dan tepung. Jenis antikempal :
Garam stearat
Kalsium fosfat
Natrium ferosianida
Magnesium oksida
Penyedap alami
Penyedap alami berasal dari bumbu, herba dan daun.
Contoh bumbu : merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkeh.
Contoh herba (sebangsa rumput) dan daun : sereh, daun pandan, daun
salam, rosemari, oregano, tarragon dan marjoran.
Oleoresin
11
Dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat volatil terhadap bumbu
atau herba yang telah digiling
Isolat penyedap
Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan isolasi komponen yang
terdapat dalam bahan yaitu dengan memisahkan masing-masing zat penyedap
aroma, contohnya isolasi minyak esensial tanaman dengan cara destilasi,
kristalisasi dan ekstraksi.
Penyedap sintesis
Beberapa komponen penyedap sintesis berperan sebagai penguat aroma pada
penyedap alami, contoh asetel dehida. Contoh penyedap sintesis yang
memberikan aroma etil butirat atau etil 3 hidroksi butirat dapat memberikan
aroma anggur. Sedangkan contoh bahan aromatik kimia sebagai penyedap
yaitu eter, asam, alkohol, keton, lakton, merkaptan, dll.
7. Pengatur keasaman
Pengatur keasaman merupakan senyawa kima yang bersifat asam dan
merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan
ke dalam pangan dengan berbagai tujuan.
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan
menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur
keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi
seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan
dalam makanan, diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/ natrium
sulfat, asam laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.
8. Pemutih dan pamatang tepung
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat
proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat
memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti,
kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang
diizinkan untuk makanan diantaranya adalah asam askorbat, kalium bromat,
natrium stearoil-2-laktat.
Pemutih dan pematang tepung
Asam askorbat (vit C)
12
Aseton peroksida
Azodikarbonamida
Kalsium steroil 2 laktilat, natrium stearil fumarat dan natrium stroil 2
laktilat
L sistein
Bahan pengeras
Aluminium amonium sulfat
Aluminium kalium sulfat
Kalsium karbonat
Kalsium klorida
Kalsium sitrat
Kalsium fosfat, dll
9. Pengemulsi
Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan
tegangan permukaan dan tegangan dua fase yang dalam keadaan normal tidak
saling melarutkan, menjadi dapat bercampur dan selanjutnya dapat
membentuk emulsi.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengenatl dalam makanan adalah
untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil,
tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai
tekstur yang kompak. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang
diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya agar, alginate, dekstrin,
gelatine, gum, karagenan, lesitin, CMC, dan pektin.
Nama
Bahan
Tambahan Jenis Bahan Pangan
Pangan
Agar
Es krim, yoghurt, keju olahan, sardin,
kaldu
Amonium alginat
Es krim
Asam alginat
Sardin, keju
Asetil dipati adipat
Yoghurt, kaldu
Asetil dipati gliserol
Es krim, sardin, sayur kalengan,
pangan bayi
Dekstrin
Es krim, yoghurt, keju, kaldu
Dikalsium fosfat
Keju, susu evaporasi, SKM, krim, susu
bubuk
Dinatrium bifosfat
Keju
13
10. Pengeras
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan
menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa
bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan diantaranya kalsium glukonat,
kalsium klorida, dan kalsium sulfat.
11. Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan
sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan
warna-warna makanan. Beberapa bahan sekuestrans yang diizinkan untuk
makanan di antaranya adalah asam fosfat, iso propil sitrat, kalsium dinatrium
edetat (EDTA), monokalium fosfat, dan natrium pirofosfat.
12. Enzim dan Penambah gizi.
Enzim yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang
dapat menguraikan komponen pangan tertentu secara enzimatis, sehingga
membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut dll. Penambahan gizi
yaitu penambahan berupa asam amino, mineral dan vitamin, baik tunggal
maupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Humektan
yaitu BTP yang dapat menyerap uap air sehingga mempertahankan kadar air
bahan pangan.
C. Yang Diperbolehkan Dalam Batas
Beberapa contoh alternatif bahan tambahan pangan yang masih dalam batas
yaitu:
1. Chitosan bahan alami pengganti formalin
2. Biji Hapesong
3. Pewarna Alami
4. Kunyit dan Bawang putih
5. Bakteri Asam Laktat (BAL)
6. Air abu merang mejadi alternatif formalin
D. Yang Tidak Diperbolehkan
BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang
berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik
mempunyai risiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya.
Produsen pangan skala rumah tangga atau industri kecil memakai Bahan
tambahan yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak
jarang, produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk
14
industri lain, misalnya untuk tekstil, dan cat. Badan POM (Pengawas Obat dan
Makanan) menemukan banyak produk-produk yang mengandung formalin.
Formalin bersifat desinfektan, pembunuh hama, dan sering dipakai untuk
mengaetkan mayat. Pewarna tekstil seperti Rhodamin B sering pula ditemukan
pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin
atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh dan kanker.
Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan secara legal.
Namun pada kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang
menggunakan bahan additive terlarang pada makanan terutama makanan kecil.
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut
PerMenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
5. Kalium klorat (pottasium clorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8. P-Phenetil Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl
urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI nomor 1168/Menkes/PER/X/1999,
selain bahan tambahan diatas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti
Rhodamin B (Pewarna merah, methanyl yellow (pewarna kuning), Dulsin
(pemanis sintetis) dan kalsium bromat (pengeras).
Asam borat atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang
tidak dizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah
senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan
normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan
enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah
gunakan untuk dicampurkan dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan
saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus,
otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun
dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem
saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare,
15
kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejangkejang akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan
sistem sirkulasi darah.
Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan
anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi
jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti.
Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya
penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun,
penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur
Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan
pada produsen-produsen makanan yang nakal.
Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di
Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau
tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan
kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika
tertelan.
Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup
sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang
sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami
berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan
asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan
kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan
kanker saluran pencernaan.
Dietilpirokarbonat (DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik
mengandung unsur kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan
dlm produk-produk alami dan digunakan sebagai pencegah peragian pada
minuman yang mengandung alkohol maupun minuman yang tidak beralkohol.
DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk dan minuman
buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila masuk
ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang, dapat memicu timbulnya
kanker.
Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari
sukrosa atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami
lainnya. Dulsin telah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin
ditarik total dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin
pada hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya
kanker.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
18