Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ANALISIS REAL II
MODUL BELAJAR
MATEMATIKA UNTUK
PERGURUAN TINGGI
KATA PENGANTAR
Matematika perguruan tinggi lebih menekankan pada pembentukan pola pikir
matematika yaitu logis, kritis dan tegas. Jadi bukan lagi untuk mengasah
kemampuan berhitung semata atau kemampuan menerapkan konsep ke dalam
pemecahan masalah. Melalui mata kuliah Analisis Real II ini, mahasiswa diharapkan
dapat mengasah pola pikirnya melalui ketekunan dalam mempelajari langkah demi
langkah berbagai aksioma, definisi maupun teorema-teorema yang berkaitan
dengan bilangan real. Serta dapat meningkatkan kemampuan analisisnya melalui
serangkaian tugas dan latihan-latihan terstruktur yang telah tersajikan dalam modul
belajar ini.
Pada akhirnya semua hal yang telah disusun oleh penulis hanyalah sematamata ungkapan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa penulis dapat
membagikan sedikit ilmu kepada para mahasiswa agar berguna kelak dikemudian
hari.
Kritik dan saran membangun penulis harapkan dari pembaca demi
kesempurnaan karya ini. Terima kasih
Mataram,
September 2010
Penyusun
Karena melalui bukti langsung teorema di atas tidak dapat dibuktikan, maka marilah
kita lihat bersama bukti teorema di atas melalui bukti tidak langsung
Proses pembuktian tidak langsung:
Pernyataan yang akan dibuktikan berbentuk implikasi p q , yang terdiri atas 2
komponen, yaitu :
p : n2 bilangan bulat ganjil ..pernyataan yang diketahui
q : n bilangan bulat ganjil ....pernyataan yang akan dibuktikan
Untuk membuktikan p q benar maka kita harus buktikan ~q ~p
Berikut pernyataan ingkarannya:
.pernyataan yang akan dibuktikan
.pernyataan yang diketahui
Karena n bilangan bulat genap maka berdasarkan definisi bilangan genap n dapat
dinyatakan dengan bentuk n = 2b ( b bilangan bulat), sehingga diperoleh :
n2 = (2b)2 ...definisi perpangkatan
n2 = (2)2 (b)2 ...............................sifat perpangkatan
n2 = 4b2..hasil perpangkatan
n2 = 2(2b2) ...........................sifat distributif pada perkalian
n2 = 2x , x = 2b2 B.bentuk bilangan bulat genap
Hasil terakhir menunjukkan bahwa n2 juga merupakan bilangan bulat genap.
Jadi terbukti bahwa Jika n2 bilangan bulat ganjil, maka n bilangan bulat ganjil
3. Induksi Matematika
Untuk memahami bagaimana cara membuktikan sifat atau teorema dengan
menggunakan
induksi
matematika,
perlu
dipahami
terlebih
dahulu
pengertian deret dan notasi sigma. Deret telah dipelajari pada pembahasan
sebelumnya. Berikut diberikan pengertian notasi sigma:
Secara umum, notasi sigma dapat didefinisikan sebagai berikut:
Dalam penulisan notasi sigma di atas, ada beberapa pengertian yang perlu
dipahami, yaitu:
a. Notasi dinamakan notasi sigma, karena dalam notasi ini menggunakan huruf kapital
Yunani (dibaca sigma) yang dapat diartikan sebagai penjumlahan (sum)
b. Notasi
dibaca sebagai : penjumlahan suku-suku Ui untuk nilai i = 1 sampai dengan i =
n. Selanjutnya i = 1 disebut batas bawah penjumlahan dan i = n disebut batas atas
penjumlahan, sedangkan bilangan asli dari
1 sampai dengan n disebut wilayah
penjumlahan
c. Variabel Ui disebut variabel berindeks dengan huruf i bertindak sebagai indeks yang
diartikan sebagai penunjuk penjumlahan. Indeks atau penunjuk penjumlahan dalam
suatu notasi sigma dapat saja menggunakan huruf yang lain (selain huruf i)
d. Untuk lebih mempersingkat cara penulisan dalam notasi sigma maka pada bagian
atas penjumlahan cukup ditulis nilainya saja. Sehingga bentuk umum notasi sigma di
atas dapat dituliskan sebagai berikut :
Langkah pembuktian dengan cara induksi matematika, yaitu :
Langkah 1 : Benar untuk n = 1
Bentuk terakhir adalah rumus S(n) jika n = k +1. Jadi jika S(n) benar untuk n = k,
maka S(n) benar juga untuk n = k + 1
Dengan demikian terbukti bahwa :
Benar untuk semua n bilangan asli
Contoh 2 :
Menggunakan induksi matematika, buktikan bahwa ( 5n 1 ) habis dibagi oleh 4
untuk semua n bilangan asli
Jawab :
Kita tetapkan bahwa S(n) adalah sebuah teorema yang menyatakan ( 5n 1 ) habis
dibagi oleh 4 untuk semua n bilangan asli
Proses pembuktiannya sebagai berikut :
Langkah 1 : Untuk n = 1 diperoleh : ( 51 1 ) = 4 habis dibagi oleh 4
Jadi S(n) benar untuk n = 1 atau S(1) benar
Langkah 2 : Andaikan S(n) benar untuk n = k, maka diperoleh teorema bahwa (5k
1) habis dibagi oleh 4. Karena bentuk ( 5k 1 ) habis dibagi oleh 4, maka bentuk
(5k 1) dapat dituliskan sebagai ( 5k 1 ) = 4p, dengan p adalah sebarang bilangan
asli
Langkah 3 : Harus dibuktikan bahwa S(n) benar untuk n = k + 1
( 5k+1 1) = 5 . 5k - 1
.sifat identitas pada penjumlahan
sifat disributif perkalian terhadap penjumlahan
= 5 ( 4p ) + 4 .....diasumsikan berdasarkan langkah 2
= 4 ( 5p ) + 4 ..sifat komutatif pada perkalian
...........sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
= 4z , z = 5p +1 dan z bilangan asli
Bentuk terakhir adalah S(n) untuk n = k+1 yang benar habis dibagi oleh 4. Jadi jika
S(n) benar untuk n = k maka S(n) benar juga untuk n = k + 1. Dengan demikian
terbukti benar bahwa ( 5n 1 ) habis dibagi oleh 4 untuk semua n bilangan asli
Soal-soal Latihan
1. Buktikan untuk semua a dan b R berlaku (a - b)2 = a2 - 2ab + b2
2. Buktikan untuk semua n bilangan bulat ganjil, maka n2 bilangan bulat ganjil
3. Buktikan untuk setiap bilangan real yang tidak pernah positif, maka kuadratnya tidak
pernah negatif
4. Buktikan untuk setiap bilangan bulat n, jika n2 genap maka n genap
5. Buktikan jumlah bilangan rasional dan irrasional adalah bilangan irrasional
6. Buktikan bahwa
7. Buktikan bahwa
8. Buktikan bahwa
9. Buktikan bahwa
10.
Buktikan bahwa
11. Buktikan bahwa
12. Buktikan bahwa
13. Buktikan bahwa
14. Buktikan bahwa
15. Buktikan bahwa habis dibagi oleh 3
16. Buktikan bahwa habis dibagi oleh 6
17. Buktikan bahwa habis dibagi oleh 2
18. Buktikan bahwa habis dibagi oleh 4
19. Buktikan bahwa habis dibagi oleh 3
20. Buktikan bahwa habis dibagi oleh 5
1.1
Teorema 1.1.3
(a) Jika a,b R sehingga a + b = 0, maka b = -a
(b) Jika a 0 dan b R sedemikian sehingga a . b = 1, maka b =
(c) Jika a . b = 0, maka a = 0 atau b = 0
Bukti teorema 1.1.3 (bukti langsung)
(a) Jika a,b R sehingga a + b = 0, maka b = -a
b = b + 0 .sifat identitas pada penjumlahan
= b + ( a + (-a) )..sifat invers pada penjumlahan
= ( b + a ) + (-a) .sifat asosiatif pada penjumlahan
= ( a + b ) + (-a) .sifat komutatif pada penjumlahan
= 0 + (-a) .diketahui a + b = 0
= -a .Sifat identitas pada penjumlahan
(b) Jika a 0 dan b R sedemikian sehingga a . b = 1, maka b =
b = b . 1 ..sifat identitas pada perkalian
= b. ..sifat invers pada perkalian
= ( b . a ) . ..sifat asosiatif pada perkalian
= ( a . b ) . sifat komutatif pada perkalian
= 1 . ..diketahui a . b = 1
= ..sifat identitas pada perkalian
Teorema 1.1.4
Jika a, b, c R, maka berlaku a = b a + c = b + c
Bukti Teorema 1.1.4 (bukti langsung)
Jika a, b, c R, maka berlaku a = b a + c = b + c
Teorema di atas menggunakan penghubung jika dan hanya jika (biimplikasi),
sehingga harus dibuktikan dua arah
(a) Jika a, b, c R, maka berlaku a = b a + c = b + c
a + c = (a + c) + 0 .sifat identitas pada penjumlahan
= (b + c) + 0 ..diketahui a = b
= b + c ...sifat identitas pada penjumlahan
(b) Jika a, b, c R, maka berlaku a + c = b + c a = b
a = a + 0 ...sifat identitas pada perkalian
= a + ( c + ( -c ) ) ..sifat invers pada penjumlahan
= ( a + c ) + ( -c ) .sifat asosiatif pada penjulahan
= ( b + c ) + ( -c ) ..diketahui a + c = b + c
= b + ( c + ( -c ) ) .sifat asosiatif pada penjumlahan
= b + 0 ..sifat invers pada penjumlahan
= b sifat identitas pada penjumlahan
Teorema 1.1.5 Diberikan sebarang a,b,c R, maka berlaku ;
(a). Jika a 0, maka dan
(b) Jika a . c = b . c dan c 0, maka a = b
(c) Jika a . b = 0, maka a = 0 atau b = 0
Bukti Teorema 1.1.5
Diberikan sebarang a,b,c R, maka berlaku ;
Terlihat bahwa b2 adalah bilangan genap, akibatnya b juga bilangan genap. Karena
a dan b keduanya bilangan genap, maka tidak mungkin faktor persekutuan a dan b
adalah satu. Hal ini kontradiksi dengan pernyataan sebelumnya, sehingga
pengandaian salah. Seharusnya tidak ada bilangan r Q sedemikian sehingga x 2 =
2
Sifat Urutan dalam R
Sifat urutan menjelaskan tentang kepositifan (positivity) dan ketaksamaan
(inequalities) di antara bilangan-bilangan real.Selanjutnya Jika R adalah himpunan
semua bilangan real, maka P adalah himpunan bilangan real positif. Sebelum
membahas sifat-sifat selanjutnya, sebaiknya kita melihat aksioma pendukung.
Aksioma 1.1.2
Ada P subset tak kosong dari R, yang disebut himpunan bilangan real positif tegas,
yang memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
(a) Jika a, b P, maka a + b P
(b) Jika a, b P, maka ab P
(c) Jika a R, maka memenuhi tepat satu kondisi yaitu a P, a = 0, -a P atau
dengan kata lain a > 0, a = 0, atau a < 0
Sifat (a) disebut sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
Sifat (b) disebut sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
Sifat (c) disebut Sifat Trikotomi (Trichotomy Property), sebab akan membagi R ke
dalam tiga jenis elemen yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa
himpunan
{ -a : a P } dari bilangan real negatif tidak mempunyai elemen
yang sama dengan himpunan bilangan real positif. Selanjutnya R dapat dituliskan
sebagai gabungan tiga himpunan yang saling lepas, yaitu : R = P U { 0 } U { -a : a
P}
Definisi 1.1.1
(a) Jika a P, ditulis a > 0. Artinya a adalah bilangan real positif
(b) Jika a P U { 0 }, ditulis a 0. Artinya a adalah bilangan real non negatif
(c) Jika a P, ditulis a < 0. Artinya a adalah bilangan real negatif
(d) Jika a P U { 0 }, ditulis a 0. Artinya a adalah bilangan real non positif
Definisi 1.1.2
(a)
(b)
Langkah 1 : Benar bahwa untuk n = 1 > 0 ( berdasarkan teorema 1.1.9 bagian (b) ), dan
berdasarkan definisi 1.1.1 berarti 1 P
Langkah 2 : Andaikan benar untuk n = k > 0, maka berdasarkan definisi 1.1.1 berarti k P
Langkah 3 : Tunjukkan benar untuk n = k + 1
Perhatikan :
k + 1 P sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
k + 1 > 0 ...definisi 1.1.1
Jadi terbukti bahwa untuk semua n N berlaku n > 0
Teorema 1.1.10
Jika a, b R dan a < b, maka a < < b
Bukti teorema 1.1.10
Karena a < b, maka diperoleh :
a + a < a + b teorema 1.1.8 bagian (b)
2a < a + b ...definisi penjumlahan bilangan real
a < kedua ruas dibagi oleh 2
Karena a < b, maka diperoleh :
a + b < b + b teorema 1.1.8 bagian (b)
a + b < 2b ...definisi penjumlahan bilangan real
< b kedua ruas dibagi oleh 2
Penggabungan kedua hubungan ketaksamaan akan diperoleh :
a<
dan
< b
a< < b
Teorema 1.1.11
Jika a R sedemikian sehingga 0 a < , > 0, maka a = 0
Teorema 1.1.12 Jika ab > 0, maka berlaku
(a) a > 0 dan b > 0, atau
(b) a < 0 dan b < 0
Bukti teorema 1.1.12
Diketahui ab > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka ab P
Karena diketahui bahwa ab > 0, maka a 0 dan b 0
Karena a 0, maka berdasarkan sifat trikotomi a > 0 atau a < 0
(a) Untuk a > 0, berdasarkan teorema 1.1.8 bagian (e) maka > 0
dan
Karena > 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka P
Perhatikan :
(ab) . P ..sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
(ba) . P ....sifat komutatif pada perkalian
b ( a . ) P .sifat asosiatif pada perkalian
b . 1 P ...sifat invers pada perkalian
b P ......sifat identitas pada perkalian
b > 0 .definisi 1.1.1(a)
(b) Untuk a < 0, berdasarkan teorema 1.1.8(f) maka < 0 dan
Karena < 0, berdasarkan definisi 1.1.1(a) maka P
Perhatikan :
(ab) . P ......sifat tertutup P terhadap operasi perkalian
(ba) . P .....sifat komutatif pada perkalian
(a)
(b)
(a)
(b)
1.
2.
Tahap 5:
(bd ad) + (da ca) P .. sifat tertutup P terhadap operasi penjumlahan
bd ad + ad ca P sifat komutatif pada perkalian
-ad + bd + ad ca P .. sifat komutatif pada penjumlahan
-ad + ad + bd ca P .. sifat komutatif pada penjumlahan
0 + bd ca P .. sifat invers pada penjumlahan
bd ca P . sifat elemen identitas pada penjumlahan
ac < bd ..definisi 1.1.2(a)
Sehingga gabungan dari hasil tahap 1, 2 dan 5 diperoleh 0 < ac < bd
(terbukti)
7. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka a2 < ab < b2
8. Buktikan bahwa jika a b dan b c, maka a c
9. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka
10. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka
11. Buktikan bahwa jika 0 < a < 1, maka 0 < a2 < a < 1
12. Buktikan bahwa jika 0 < a < b, maka a < < b
13. Buktikan bahwa jika a > 1, maka 1 < a < a2
14. Buktikan , untuk semua a, b R
15. Buktikan bahwa tidak ada bilangan rasional t sedemikian sehingga t2 = 3
Ketaksamaan Bernoulli
Jika x > -1, maka (1 + x)n 1 + nx Untuk semua n N
Pembuktian Ketaksamaan Bernoulli
Akan dibuktikan menggunakan Induksi Matematika
Langkah 1 : Untuk n = 1, maka :
(1 + x)1 1 + 1 . x 1 + x 1 + x (pernyataan benar)
Langkah 2 : Misalkan benar untuk n = k, yaitu : (1 + x)k 1 + kx
Langkah 3 : Tunjukkan benar untuk n = k + 1
(1 + x)k+1 = (1 + x)k (1 + x)
(1 + kx) (1 + x) = 1 + x + kx+ kx2 = 1 + (k + 1)x + kx2
Karena k = n N, maka k > 0
Berdasarkan teorema 1.1.8 (a) jika x R dan x 0 maka x2 > 0
Diketahui x > -1 berarti x 0
Sehingga berlaku juga bahwa x2 0
Karena k > 0 dan x2 0 maka diperoleh kx2 0
Sehingga pembuktiannya menjadi :
(1 + x)k+1 = (1 + x)k (1 + x)
(1 + kx) (1 + x) = 1 + x + kx+ kx2 = 1 + (k + 1)x + kx2
1 + (k + 1) + 0 = 1 + (k + 1) x
Yang berarti benar untuk n = k + 1 . Jadi terbukti Ketaksamaan Bernoulli
Ketaksamaan Cauchy
Jika n N dan a1, , an dan b1, , bn adalah bilangan-bilangan real, maka
(a1 b1 + a2 b2 + an bn)2 (a12 + a22 ++ an2) + (b12 + b22 + + bn2)
atau
Selanjutnya jika tidak semua bi = 0 maka
jika dan hanya jika terdapat s R sedemikian sehingga a1 = sb1 , a2 = sb2, , an =
sbn
Pembuktian Ketaksamaan Cauchy
Didefinisikan fungsi F : R R sebagai berikut :
F(t) = (a1 tb1)2 + (a2 tb2)2 + ..+ (an tbn)2 , t R
Jelas bahwa F(t) 0, untuk setiap t R.
Selanjutnya :
F(t) = (a12 2ta1b1 + t2b12 ) + (a22 2ta2b2 + t2b22 ) + ..+ (an2 2tanbn + t2bn2 )
F(t) = (a12 + a22 +. an2 ) 2t (a1b1 + a2b2 + .+ anbn) + t2 (b12 + b22 +. bn2 )
Bentuk terakhir di atas terlihat bahwa F(t) merupakan fungsi kuadrat dengan
koefisien dari t2 bernilai positif, yang berarti grafiknya berupa parabola terbuka ke
atas
Agar F(t) 0 maka Diskriminan = D = b2 4ac 0
Selanjutnya :
Dapat ditentukan a = koefisien t2 , yaitu :
b = koefisien t, yaitu :
c = konstanta, yaitu :
Perhatikan :
b2 4ac 0
Akibat Ketaksamaan Cauchy
Jika n N dan a1, a2,,an
serta b1,b2,.bn adalah bilangan-bilangan real,
maka
Soal Latihan
1. Buatlah contoh soal untuk ketaksamaan Cauchy
2. Buatlah contoh soal untuk Ketaksamaan Cauchy dalam kondisi
1.2
Jika a > 0
a2 = a a definisi perpangkatan
= a . a. definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a > 0
= a 2 ...definisi perpangkatan
Jika a < 0
a2 = a a .definisi perpangkatan
= -a . -a. definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a < 0
= (-1) a . (-1) a .teorema 1.1.1 bagian (a)
= (-1) (-1) a . a. ..............sifat komutatif pada perkalian
= 1 . a. a .teorema 1.1.1 bagian (c)
= a . a. sifat identitas pada perkalian
= a 2 ....definisi perpangkatan
(c). Jika c 0 maka a c jika dan hanya jika c a c
Pembuktian teorema ini diadaptasi dari sifat ketidaksamaan yang menyangkut nilai
mutlak yang telah dipelajari sebelumnya pada mata kuliah kalkulus I (buku kalkulus
dan geometri analitis jilid 1, pengarang Edwin J. Purcell, halaman 17)
Sifat itu berbunyi : x< a -a < x < a. Untuk x R dan a bukan bilangan real
negatif
Karena 0 juga bukan bilangan real negatif, Jadi secara langsung memang berlaku
Jika c 0 maka a c jika dan hanya jika c a c
(d). -a a a untuk semua a R
Pembuktian teorema ini mempunyai langkah yang sama seperti bagian (c) dengan
mengambil c = a
Pada Teorema 1.2.2 (c) berlaku :
Jika c 0 maka a c jika dan hanya jika c a c
Jadi terbukti -a a auntuk semua a R
(e). -a = a = a untuk semua a R
Diketahui a R, maka berdasarkan sifat trikotomi terdapat 3 kemungkinan nilai a
,yaitu:
a > 0 atau a = 0 atau a < 0
Jika a = 0
-a = 0 subtitusi a = 0
= a .subtitusi 0 = a
= 0 ....................definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a = 0
= a . ...subtitusi 0 = a
Jika a > 0
-a = (-1) a ...teorema 1.1.1 bagian (a) dan karena a > 0
= (-1)a.teorema 1.2.2 (a)
= 1a ..definisi 1.2.1 (nilai mutlak)
= a .........................sifat identitas pada perkalian
= a definisi 1.2.1 (nilai mutlak), karena a > 0
Jika a < 0
-a = (-1) (-a) ........teorema 1.1.2 (a) dan karena a < 0
= (-1) (-1) a..teorema 1.1.1 bagian (a)
-a - b a - b a - b
terbukti menggunakan teorema 1.2.2 (c)
(b). Jika a, b R, maka a - b a+b
Gantilah b pada ketaksamaan segitiga (teorema 1.2.3) dengan b, sehingga
diperoleh :
a + (-b)= a - b sifat distributif pada perkalian
a + -b ketaksamaan segitiga
= a + b..teorema 1.2.2 (e)
Ketaksamaan segitiga di atas dapat diperluas sehingga berlaku untuk sebarang
bilangan real yang banyaknya berhingga
Akibat 1.2.5 Jika a1, a2, a3, , an adalah sebarang bilangan real, maka
a1 + a2 + a3 + + an a1 + a2s + a3 + + an
Soal Latihan
1. Butikan jika x 3, maka 2x2 3x + 1 28
2. Buktikan jika x 2 3, maka 2x -5 9
3. Buktikan a + b = a + b jika dan hanya jika ab 0
4. Buktikan jika x 2 1, maka x2 4 6
5. Carilah hubungan a dan b supaya berlaku jika x 1 a, maka 2x 2 b
6. Buktikan jika a < x < b dan a < y < b, maka x y < b a
7. Misalkan x, y, z R dan x z. Buktikan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x y
+yz=xz
8. Buktikan bahwa x a < jika dan hanya jika < x <
9. Buktikan jika a R , maka a =
10. Buktikan jika a, b R dan b 0, maka
11. Carilah semua nilai x R sedemikian sehingga x + 1 + x + 2 = 7
12. Buatlah sketsa grafik y = x - x 1
1.3
(c) Himpunan S dikatakan terbatas (bounded) jika terbatas ke atas dan terbatas ke
bawah
(d) Himpunan S dikatakan tidak terbatas (unbounded) jika tidak terbatas ke atas atau
tidak terbatas ke bawah
Definisi 1.3.2 Diberikan S subset tak kosong dari R ( S R )
(a) Jika S terbatas ke atas, maka suatu bilangan u disebut suprimum (batas atas terkecil)
dari S jika memenuhi kondisi sebagai berikut :
u merupakan batas atas S
Jika v adalah sebarang batas atas S, maka u v
(b) Jika S terbatas ke bawah, maka suatu bilangan w disebut infimum (batas bawah
terbesar) dari S jika memenuhi kondisi sebagai berikut :
w merupakan batas bawah S
Jika t adalah sebarang batas bawah S, maka t w
TENTANG 4 KEMUNGKINAN
Jika S himpunan tak kosong dan subset dari R ( S R dan S ) maka terdapat
empat kemungkinan, yaitu :
S mempunyai suprimum dan infimum (S himpunan terbatas)
S hanya mempunyai suprimum (S himpunan terbatas ke atas)
S hanya mempunyai infimum (S himpunan terbatas ke bawah)
S tidak mempunyai suprimum dan infimum (S himpunan tidak terbatas)
Teorema 1.3.3 Diberikan sebarang S subset tak kosong dari R ( S R )
(a) u = sup S jika dan hanya jika untuk setiap > 0 terdapat s S sedemikian sehingga
u<s
(b) w = inf S jika dab hanya jika untuk setiap > 0 terdapat s S sedemikian sehingga w
<s
Bukti
(a) Pernyataan di atas merupakan pernyataan majemuk biimplikasi (jika dan hanya jika)
atau sering disebut pernyataan dua arah. Sehingga kita harus membuktikan dua
arah juga
( ) Diketahui u = sup S dan akan dibuktikan untuk setiap > 0 terdapat s S
sedemikian sehingga u < s. Untuk setiap > 0 berlaku karena u < u, maka u
bukan batas atas S. oleh karena itu, terdapat s S yang lebih besar dari u
sedemikian sehingga u < s
( ) Diketahui untuk setiap > 0 terdapat s S sedemikian sehingga u < s,
sehingga akan dibuktikan u = sup S
(b) Pembuktian selanjutnya diserahkan kepada mahasiswa
(c) Pembuktian selanjutnya diserahkan kepada mahasiswa
Soal-soal berikut harus dikerjakan mahasiswa sebagai latihan
Jelaskan setiap himpunan S di atas berkaitan dengan definisi 1.3.1 dan definisi 1.3.2
Diberikan S subset tak kosong dari R, sebagai berikut :
Berdasarkan hasil di atas diperoleh bahwa (x + 1/n)2 < 2 , yang berarti (x + 1/n) S.
Hal ini kontradiksi dengan x = sup S.
Oleh karena itu tidak mungkin x2 < 2
Kemungkinan II : Untuk x2 > 2
Berdasarkan hasil di atas diperoleh bahwa (x - 1/n)2 > 2, yang berarti (x - 1/n) S.
Hal ini kontradiksi dengan x = sup S
Oleh karena itu tidak mungkin x2 > 2
Jika x,y S dan x < y, maka [x,y] S, maka S merupakan suatu interval
Interval susut (Nested Intervals)
Telah diketahui bahwa barisan adalah fungsi f : N A . Jika A adalah himpunan
interval interval, maka terbentuk barisan interval {In}n1 . Untuk mempersingkat
penulisan, barisan {In}n1 cukup ditulis In
Definisi 1.5.2 (Interval Susut)
Barisan In, n N dikatakan interval susut (Nested Intervals) jika
I1 I2 I3 I4.. In In+1
Sifat 1.5.3 Sifat Interval Susut (Nested Intervals Property)
Jika In = [an, bn], n N interval tertutup terbatas dan In In+1, untuk setiap n N
(interval susut), maka
Yaitu terdapat x R sedemikian sehingga x In, untuk setiap n N.
Selanjutnya, jika panjang In = bn an memenuhi inf {bn an ; n N} = 0, maka
elemen berserikat x tersebut tunggal
Contoh :
(1) Diberikan . Yaitu
Maka : I1 I2 I3 I4.. In In+1
Sehingga In adalah interval susut (nested intervals) dan
Jadi In mempunyai elemen berserikat yang tunggal yaitu 0 R, karena
(2) Diberikan . Yaitu
Maka : I1 I2 I3 I4.. In In+1
Sehingga In adalah interval susut (nested intervals), tetapi
Yang berarti In tidak mempunyai elemen berserikat. Jadi interval susut belum tentu
mempunyai elemen berserikat.
Sebab, andaikan
Akan terdapat
Maka x In, untuk setiap n N. Atau dapat dituliskan 0 < x < . Berdasarkan akibat
sifat Archimedes (akibat 1.4.6), karena x > 0 maka terdapat n N sedemikian
sehingga < x. Hal ini kontradiksi dengan pengandaian. Jadi pengandaian salah,
seharusnya
(3) Diberikan , maka
Maka : I1 I2 I3 I4.. In In+1
Sehingga In adalah interval susut (nested intervals) dan
Jadi In mempunyai elemen berserikat tetapi tidak tunggal, yaitu ada tak berhingga
banyaknya x [0,1], x R . Hal ini dikarenakan
Definisi 1.5.4 Persekitaran- ( -Neighborhood )
Diberikan a R dan > 0. Persekitaran- (-neighborhood) dari a didefinisikan
sebagai himpunan N(a) = { x R : x a < } = ( a , a + )
Jadi x N(a) jika dan hanya jika a < x < a +
N(a)
a
a-
a+
Contoh :
(1) Tentukan persekitaran- dari 2, dengan mengambil =
(2) Apakah N(2) N(2) ?
(3) Apakah N(2) dapat dikatakan juga sebagai persekitaran- dari 2 ?
Jawab :
(1) N(a) = { x R : x a < } = ( a , a + )
N(2) = { x R : x 2 < }
=(2,2+)
= ( 1 , 2 )
= 1 < x < 2
N(2)
2
1
2
Ilustrasi :
(3) N(2) dapat dikatakan juga persekitaran- dari 2, karena N(2) N(2)
Teorema 1.5.5
Diberikan a R. Jika x berada dalam persekitaran N(a) untuk setiap > 0, maka x =
a
Definisi 1.5.6 Titik Cluster (titik kumpul / titik akumulasi / titik limit)
Diberikan S subset tak kosong dari R ( S R ). Titik a R disebut titik cluster, jika
setiap persekitaran- dari a yaitu N(a) = ( a , a + ) memuat paling sedikit satu
titik anggota S yang tidak sama dengan a
Dengan kata lain, a titik cluster S jika untuk setiap > 0 berlaku (N (a) S) - {a}
atau (N(a) {a}) - S
Ekuivalen dengan mengatakan bahwa a titik cluster S jika untuk setiap n N,
terdapat s S sedemikian sehingga 0 < s a <
Contoh :
(1) Diberikan S = ( 0,2). Apakah 0 merupakan titik cluster dari S ?
Jawab :
Diketahui S = ( 0,2 ) = { x R : 0 < x < 2 }
Kemudian untuk setiap persekitaran- dari 0, yaitu :
N(0) = { x R : x 0 < }
=(0,0+)
= ( - , )
= - < x <
Memuat paling sedikit satu titik anggota S yang tidak sama dengan 0. Hal ini
dikarenakan anggota S adalah elemen bilangan real, yaitu x R. Menggunakan
konsep densitas bilangan real, akan selalu dapat ditemukan sebuah bilangan real di
antara dua bilangan real berbeda. Aibatnya selalu dapat ditemukan paling sedikit
satu titik anggota S yang tidak sama dengan 0. Jadi dapat dikatakan bahwa 0
merupakan titik cluster dari S.
Ilustrasi :
2
0
3
1
2
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
S, maka N(x) juga memuat tak berhingga titik anggota S yang tidak sama dengan x.
Jadi x adalah titik cluster S.
Countabilitas
Masalah countabilitas sebenarnya masih membicarakan tentang himpunan,
khususnya tentang hubungan antar himpunan dan banyaknya anggota himpunan
yang dikaji melalui konsep fungsi.
Definisi 1.5.8
Sebuah himpunan A dikatakan berhingga (finite) jika A himpunan kosong atau A
berkoresondensi satu-satu (fungsi bijektif) dengan In = {1,2,3,n}, n N. Jika tidak
demikian maka A dikatakan tak berhingga (infinite).
Contoh :
Himpunan A = { a,b,c,d } adalah berhingga, karena dapat dibuat korespondensi satusatu dengan In = { 1,2,3,n}, n N
Himpunan N = { 1,2,3,n, } adalah tak berhingga, karena tidak dapat dibuat
korespondensi satu-satu dengan In = { 1,2,3,n}, n N
Definisi 1.5.9
Diberikan N = himpunan bilangan asli dan A himpunan tak kosong. Jika A
berkorespondensi satu-satu (fungsi bijektif ) dengan N, maka A dikatakan
denumerable. Jika tidak demikian maka A dikatakan non denumerable.
Definisi 1.5.10
Himpunan yang berhingga (finite) atau denumerable disebut himpunan countable
(terhitung). Sebaliknya himpunan yang tak berhingga (infinite) dan non denumerable
disebut himpunan uncountable (tak terhitung)
Jadi dapat dikatakan pula bahwa himpunan denumerable dapat diukur dari
himpunan bilangan asli. Akibatnya himpunan denumerable unsur-unsurnya dapat
dinomori.
Contoh :
Diberikan A = { 0,2,4,6,8,}. Apakah A countable ?
Diberikan B = { 1,3,5,7,9,}. Apakah B countable ?
Diberikan C = { x N : 2 < x < 10 }. Apakah C countable ?
Diberikan Z = himpunan bilangan bulat. Apakah Z countable ?
Diberikan R = himpunan bilangan real. Apakah R countable ?
Jawab :
Himpunan A = { 0,2,4,6,8,} adalah himpunan tak kosong dan berkorespondensi
satu-satu dengan N = himpunan bilangan asli. Sehingga himpunan A denumerable.
Karena A denumerable, berdasarkan definisi maka himpunan A adalah himpunan
countable
Himpunan B = { 1,3,5,7,9,} adalah himpunan tak kosong dan berkorespondensi
satu-satu dengan N = himpunan bilangan asli. Sehingga himpunan B denumerable.
Karena B denumerable, berdasarkan definisi maka himpunan B adalah himpunan
countable
Himpunan C = { x N : 2 < x < 10 } adalah himpunan tak kosong dan
berkoresondensi satu-satu (fungsi bijektif) dengan In = {1,2,3,n}, n N. Sehingga
(4)
(5)
(a)
(b)
(a)
(b)
(a)
(b)
1.
2.
3.
Contoh-Contoh
(a) Jika b R, barisan B = (b, b, b, ), semua sukunya sama dengan b, yang disebut
barisan konstan b.
Jadi barisan 1 adalah barisan (1, 1, 1, ), semua sukunya adalah 1, dan barisan
konstan 0 adalah barisan (0, 0, 0, ).
(b) Barisan kuadrat dari bilangan-bilangan asli adalah barisan
S = (12, 22, 32, ) = (n2: n N),
atau sama dengan barisan (1, 4, 9, , n2, ).
(c) Jika a R, maka barisan A = (an: n N) adalah barisan
A = (a, a2, a3, , an, ),
tentu saja, jika a = , maka diperoleh barisan
(1/2n, n N) = (1/2, 1/4, 1/8 , , 1/2n, ).
(d) The Barisan Fibonacci F = (fn: n N) didefinikan dengan induksi berikut
f1 = 1, f2 = 1, fn+1 = fn-1 + fn
(n 2)
sepuluh suku pertama dari barisan Fibonacci adalah
F = (1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, ).
2.2 Operasi Pada Barisan
Definisi
Jika X = (xn) dan Y = (yn), adalah barisan-barisan dari bilangan-bilangan riil, maka
jumlah kedua barisan tersebut didefinisikan sebagai barisan
X + Y = (xn + yn: n N),
selisih kedua barisan tersebut adalah barisan
X - Y = (xn yn: n N),
dan hasil kali kedua barisan tersebut adalah barisan
X.Y = (xnyn: n N).
Jika c R definisi kelipatan dari X dengan c adalah barisan
cX = (cxn: n N).
Akhirnya, jika Z = (zn) adalah barisan bilangan-bilangan riil dengan zn 0 untuk
semua n N, maka definisi hasil bagi dari X dan Z adalah barisan
X/Z =
(xn/zn: n N).
Untuk contohnya, jika X dan Y adalah barisan-barisan
X = (2, 4, 6, , 2n, ),
Y = (1/1, 1/2, 1/3, , 1/n, ),
Maka diperoleh
X + Y = (3/1, 9/2, 19/3, , (2n2 + 1)/n, ),
X Y = (1/1, 7/2, 17/2, , (2n2 + 1)/n, ),
X.Y = (2, 2, 2, , 2, ),
3X = (6, 12, 18, , 6n, ),
X/Y = (2, 8, 18, , 2n2, ).
Catatan bahwa jika Z dinyatakan dengan barisan
Z = (0, 2, 0, , 1 + (-1)n, ),
Maka X + Z, X Z, dan X.Z terdefinisi, tetapi X/Z tidak terdefinisi karena terdapat
suku dari Z yang nilainya sama dengan 0.
2.3 Limit Barisan
Definisi
Misalkan X = (xn) merupakan barisan dari bilangan-bilangan riil. Sebuah bilangan riil
x dikatakan limit dari (xn) jika untuk setiap 0 terdapat sebuah bilangan asli K()
sedemikian hingga untuk semua n K(), maka xn termuat pada lingkungan- dari x
(-neighborhood V(x)).
Jika x adalah sebuah limit dari barisan, disebut juga bahwa X = (xn) konvergen ke x
(atau mempunyai sebuah limit x). Jika sebuah barisan mempunyai sebuah limit,
dikatakan barisan yang konvergen. Jika tidak mempunyai limit, dikatakan barisan
yang divergen.
2.4 Persamaan Linier Diophantus dan Teorema Sisa
Bukti:
Misalkan m1.m2.m3mk = m, maka kita dapat menyimpulkan bahwa
Mj =
m/mj merupakan bilangan bulat, dan FPB(Mj, mj) = 1. Karenanya, terdapat bilangan
bulat bj sedemikian hingga
(Mj)bj 1(mod mj)
(1)
Jika i j, maka jelas (Mj)bj 0 (mod mi). Sekarang kita misalkan x0 dengan
x0 = (Mj)bjaj
Maka x0 (Mj)bjaj (Mi)biai ai (mod mi ), untuk i = 1, 2, 3, .., k.
Teorema: (Teorema Sisa Cina)
Misalkan m1, m2, m3, , mk menyatakan k-buah bilangan-bilangan bulat positif yang
sepasang-sepasang relatif prima , yakni FPB(mi, mj) = 1 untuk setiap i j dan
misalkan a1, a2, a3, , ak menyatakan k-buah bilangan-bilangan bulat. Maka sistem
perkongruenan linier x ai (mod mi), i = 1, 2, 3, , k, mempunyai solusi bersama
modulo m1.m2.m3mk dan solusi bersama itu tunggal.
Hal ini berarti x0 merupakan penyelesaian bersama dari sistem perkongruenan linier
x ai (mod mi), i = 1, 2, 3, , k.
Sekarang akan kita tunjukkan ketunggalannya. Misalkan x0 dan x1 adalah dua solusi
bersama dari perkongruenan linier x ai (mod mi), i = 1, 2, 3, , k. maka
x0 x1 (mod mi) untuk setiap i = 1, 2, 3, , k, karenannya dapat disimpulkan
x0 x1 (mod m). Ingat x0 dan x1 adalah solusi-solusi bersama dari perkongruenan
berarti x0 dan x1 adalah residu terkecil dari modulo (m1.m2.m3mk) sehingga
-(m1.m2.m3mk) < x0 - x1 < (m1.m2.m3mk)
Mengingat bahwa (x0 - x1) adalah kelipatan pesekutuan dari (m1.m2.m3mk) dan
FPB(mI, mj) = 1 untuk i j maka dapat disimpulkan
x0 - x1 = 0 atau x0 = x1
Jadi solusi bersama dari sistem x aI (mod mI), i = 1, 2, 3, , k adalah tunggal.
Contoh: 1
Carilah sebuah bilangan bulat positif terkecil x yang memenuhi sistem kekongruenan
linier berikut:
x 1 (mod 2), x 2 (mod 3), dan x 3 (mod 5).
Contoh: 1
Carilah sebuah bilangan bulat positif terkecil x yang memenuhi sistem kekongruenan
linier berikut:
x 1 (mod 2), x 2 (mod 3), dan x 3 (mod 5).
Penyelesaian:
a1 = 1, a2 = 2 dan a3 = 3
m1 = 2, m2 = 3, dan m3 = 5
M1 = 3.5 = 15 sehingga 15b1 1 (mod 2) atau b1 = 1.
M2 = 2.5 = 10 sehingga 13b2 1 (mod 3) atau b2 = 1.
M3 = 1.2 = 2 sehingga 2b3 1 (mod 5) atau b3 = 3.
Maka, x0 = (Mj)bjaj = 15.1.1 + 10.1.2 + 2.3.3 = 53.
Jadi x 53 (mod 2.3.5) atau x 23 (mod 30).
Jadi x = 23.
Contoh: 2
Selesaikan perkongruenan linier 19x 1 (mod 140).
Penyelesaian:
Masalah ini sama saja dengan masalah menentukan solusi bersama dari sistem
perkongruenan linier
19x 1 (mod 4), 19x 1 (mod 5), dan 19x 1 (mod 7)
atau x 3 (mod 4), x 4 (mod 5), dan x 3 (mod 7)
Maka diperoleh: a1 = 3, a2 = 4 dan a3 = 3
m1 = 4, m2 = 5, dan m3 = 7
M1 = 5.7 = 35 sehingga 35b1 1 (mod 4) atau b1 = -1.
M2 = 4.7 = 28 sehingga 28b2 1 (mod 5) atau b2 = 2.
M3 = 4.5 = 20 sehingga 20b3 1 (mod 7) atau b3 = -1.
Maka x0 = bjaj = 35.-1.3 + 28.2.4 + 20.-1.3 = 59.
Jadi x 59 (mod 4.5.7) atau x 59 (mod 140).
Soal berikut harus dikerjakan oleh mahasiswa sebagai latihan
1. Tentukan semua bilangan bulat yang memberikan sisa berturut- turut 1, 2, dan 3 jika
dibagi berturut oleh 3, 4, dan 5.
2. Tentukan semua bilangan bulat yang memenuhi secara bersama perkongruenan
linier-perkongruenan linier berikut.
x 5 (mod 2), x 2 (mod 3), x 3 (mod 5).
3. Tentukan solusi bersama dari sistem perkongruenan berikut.
2x 1 (mod 5), 3x 2 (mod 7), 4x 1 (mod 11).
4. Carilah bilangan bulat positif terkecil selain 1 yang memenuhi perkongruenan linierperkongruenan linier berikut.
x 1 (mod 3), x 1 (mod 5), x 1 (mod 7).
5. Tentukan bilangan bulat kelipatan 7 yang bersisa 1 apabila dibagi dengan 2, 3, 4, 5,
atau 6.
6. Tentukan bilangan bulat positif ganjil terkecil x, x > 3 sehingga 3x, 5 (x + 2),
dan 7 (x + 4).