Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Kepiting bakau (Scylla sp) merupakan salah satu jenis dari Crustaceae dari
famili Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi dan dapat dimakan,
Scylla serrata merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran paling
besar dalam genus Scylla. Permintaan komoditas kepiting terus meningkat baik
di pasaran dalam maupun luar negeri, sehingga menyebabkan penangkapan di
alam berjalan semakin intensif, akibatnya terjadi penurunan populasi kepiting di
alam. Untuk mengatasi hal tersebut alternatif peningkatan produksi lewat
budidaya perlu dikaji lebih lanjut. Budidaya kepiting merupakan usaha peluang
bisnis yang kini banyak dilirik semua kalangan. Dengan pembesaran yang cepat
dan tepat, akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi para pebisnis.
Namun, sebagian orang enggan untuk mengkonsumsinya karena sulit untuk
mendapatkan dagingnya untuk dimakan.. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menerapkan kiat pembesaran kepiting secara cepat dengan
membandingkan jumlah pakan tambahan kepiting yang berupa beta karoten dan
tanpa beta karoten. Sehingga akan didapatkan perbedaan pembesaran diantara
keduanya.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepiting bakau merupakan salah satu alternatif yang bisa dipilih untuk
dibudidayakan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan
salah satu jenis golongan crustaceae yang mengandung protein hewani cukup
tinggi, hidup di perairan pantai dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi
oleh pohon bakau dengan dasar perairan berlumpur (Mossa et al. 1995). Lebih
lanjut dikatakan bahwa permintaan komoditas kepiting terus meningkat baik di
pasaran dalam maupun luar negeri, sehingga menyebabkan penangkapan di
alam berjalan semakin intensif, akibatnya terjadi penurunan populasi kepiting di
alam. Untuk mengatasi hal tersebut alternatif peningkatan produksi lewat
budidaya perlu dikaji lebih lanjut.
Permintaan kepiting bakau untuk pasar Internasional dan lokal terus
meningkat, dalam tahun 2005 pemasok soft crab kepiting bakau untuk Kabupaten
Pemalang membutuhkan lebih dari 10 ton per bulan, sementara petambak hanya
mampu menghasilkan 5500 kg soft crab/bulan (Data kelompok tani PELITA
BAHARI 2005). Salah satu cara peningkatan nilai produksi dari kepiting bakau
adalah menjadikan spesies tersebut sebagai hewan yang bercangkang lunak
(kepiting soka). Kepiting soka adalah kepiting bakau fase ganti kulit (molting).
Kepiting dalam fase ini mempunyai keunggulan yaitu mempunyai cangkang
yang lunak sehingga dapat dikonsumsi secar utuh (Anonymous, 2009).
Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui perbedaan pembesaran kepiting
bakau dengan pemberian pakan yang berbeda yaitu dengan teknik pemberian
tambahan pakan berupa betakaroten.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kecepatan pembesaran kepiting Scylla serrata dengan perbedaan pakan yang
diberikan. Informasi ini dapat dijadikan acuan bagi masyarakat khususnya petani
tambak kepiting yang nantinya dapat meminimalisir biaya produksi dan waktu.
Sehingga akan meningkatkan produksi dan nilai ekonomi kepiting Scylla serrata.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui
kiat
pembesaran
kepiting
secara
cepat
dengan
1.5 Manfaat
Untuk
mengetahui
pengaruh
pembesaran
dengan
menggunakan
penambahan pakan pada Scylla serrata dalam proses budidaya, juga mencari
solusi lain dalam memproduksi kepiting. Sehingga, membuat para penikmat
kepiting memperoleh kepuasan, dapat memberikan terobosan baru dalam
meningkatkan produksi hasil perikanan yang secara tidak langsung dapat menjadi
salah satu upaya eksplorasi hasil perikanan sehingga dapat meningkatkan nilai
suatu komoditas.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Biologi Kepiting
Menurut Kasry (1996), jumlah jenis kepiting yang tergolong dalam
keluarga Portunidae di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 species.
Portunidae merupakan salah satu keluarga kepiting yang mempunyai pasangan
kaki jalan dan pasangan kaki kelimanya berbentuk pipih dan melebar pada ruas
yang terakhir (distal) dan sebagian besar hidup di laut, perairan bakau, dan
perairan payau (Kanna, 2002).
Mossa, et al. (1995), kepiting bakau mempunyai beberapa spesies antara
lain Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica. Adapun klasifikasi
kepiting bakau adalah sebagai berikut :
Phyllum
: Arthropoda
Class
: Crustacea
Ordo
: Decapoda
Famili
: Portunidae
Genus
: Scylla
Spesies
: Scylla serrata
Gambar 1. Kepiting bakau (Scylla serrata)
Keenan,
et
al.
(1998),
dalam
penelitiannya
telah
menemukan
melakukan pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas air laut. setelah
telur menetas, maka masuk pada stadia larva, dimulai pada zoea 1 (satu) yang
terus menerus berganti kulit sebanyak 5 (lima) kali, sambil terbawa arus ke
perairan pantai sampai pada zoea 5 (lima). Kemudian kepiting tersebut
berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan
kepiting dewasa, tetapi masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat
megalopa ini, kepiting mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan
pantai. Kemudian pada saat dewasa kepiting beruaya ke perairan berhutan bakau
untuk kembali melangsungkan perkawinan.
Kepiting bakau
mempunyai
yang merupakan
kelompok
dari
genus
Scylla,
kepiting ini merupakan yang khas hidup dikawasan hutan bakau / mangove. Pada
tingkat juvenile kepiting jarang kelihatan di daerah bakau pada siang hari, kerena
lebih suka membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga disebut
kepiting lumpur (Kasry., 1996). Kepiting bakau termasuk golongan hewan
nocturnal, karena kepiting beraktivitas pada malam hari. Kepiting ini bergerak
sepanjang malam untuk mencari pakan bahkan dalam semalam kepiting ini
mampu bergerak mencapai 219 910 meter (Mossa, et al. 1985).
Menurut Kasry (1996), Kepiting bakau dewasa bersifat pemakan
segalanya (omnivorous-scavenger), bahkan bangunan bambu dan kayu yang ada
ditambak mampu dirusak dengan capitnya. Pakan yang sudah dicabik dengan
capitnya
akan
batang padi beberapa cm di atas permukaan air. Telur keong sawah menetas
setelah 814 hari (Kurniawati, 2007). Keong sawah juga digunakan sebagai
pakan ternak (Tarigan, 2008). Pembuatan tepung keong sawah untuk pakan
ternak didahului dengan perendaman daging keong (Tarigan, 2008). Tujuan
proses perendaman dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang
tersisa. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga daging
keong sawah menjadi lebih tahan lama (Ginting, 2001).
2.2.2
Beta Karoten
Menurut Suwandi (1991), Beta karoten merupakan salah satu dari sekitar
ditambahkan
ke
dalam
makanan
sebagai
sumber
energi
keseluruh
molekul
karatenoid.
Agar
dapat
karsinogen
teraktifasi
berlangsung.
Disamping
itu,
agen
karoten kristal murni sebagai food additive yang digunakan untuk makanan,
obat-obatan dan kosmetik. (Suwandi,1991). Isomer beta karoten (misalnya
alfa karotena dan beta karotena) hanya berbeda pada letak ikatan rangkapnya
dalam satuan ujung siklik.
(Harborne, 1996)
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dikawasan Tambak Mangunharjo, Semarang dalam
jangka waktu 60 hari (2 bulan).
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian
Alat
Kepiting bakau (Scylla serrata)
Beta karoten
Keong mas (Pila ampullacea)
Bahan
Tambak
Bambu
Terpal
Diesel
Selang plastik
Paralon
Pipa siku
Waring
Gedek
Meteran
pemberian
pakan
namun
dalam
hal
ini
ditambahkan
penambahan pakan yaitu betakaroten yang berasal dari sayur bayam yang telah
ditumbuk halus dan diambil sari nya. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk
melihat perbedaan pertumbuhan yang dialami oleh kepiting diberikan perlakuan
berbeda.
Proses pembesaran kepiting secara singkat dapat dilakukan dengan cara
pemberian pakan yang berbeda pada setiap media kepiting yang digunakan,
pertama kali dilakukan pengukuran panjang kepiting dengan cara memegang
kepiting dengan kedua tangan dan kepiting di panjangkan diukur dari capit
kepiting hingga ujung karapasnya. Selanjutnya kepiting dilepaskan di tambak dan
diberi pakan yang berbeda untuk mengetahui besaran dari kepiting.
3.6 Jadwal Persiapan Kegiatan
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Program
No.
Bulan ke 1
Kegiatan
1.
Bulan ke 2
4
Bulan ke 3
4
Perencanaan
program
2.
Persiapan Alat
& Bahan
3.
Pelaksanaan
Program
4.
Evaluasi
5.
Penyusunan
Laporan
3.7 Jadwal Program Kerja
Tabel 2. Jadwal Program Kerja
No.
Hari Ke-
Kegiatan
10
1.
2.
3.
4.
5.
5..dst
11
Bahan Baku
Satuan
Harga Satuan
Anggaran
5 Kilogram
Rp 10.000,00
Rp 50.000,00
30 Ikat
Rp 3.000,00
Rp 90.000,00
5 Kilogram
Rp 10.000,00
Rp 50.000,00
10 Kilogram
Rp 5.000,00
Rp 50.000,00
Total
Rp 240.000,-
Perlengkapan
Satuan
Harga Satuan
Bambu
6 meter
Rp 8.000,00
Rp 48.000,00
Terpal
35 meter
Rp 15.000,00
Rp 525.000,00
Diesel
1 buah
Rp 5.000.000,00
Rp 5.000.000,00
Selang Plastik
1 meter
Rp 100.000,00
Rp 100.000,00
4 meter
Rp 100.000,00
Rp 400.000,00
Pipa Siku
4 buah
Rp 100.000,00
Rp 400.000,00
Waring
20 meter
Rp 10.000,00
Rp 200.000,00
20 meter
Rp 6.000,00
Rp 120.000,00
Rp 1.500.000,00
Rp 1.500.000,00
Rp 20.000,00
Rp 20.000,00
Lahan Tambak
Meteran
1 buah/Tahun
1 buah
Total
Anggarann
Rp 8.313.000,00
12
DAFTAR PUSTAKA
Seminar
dan
Apresiasi
Insektisida.
Makalah
disampaikan
13
Laporan
Praktikum
Ekologi
Hewan
14
LAMPIRAN
Daftar Riwayat Hidup
1. Biodata Ketua dan Anggota Kelompok
a. Nama Ketua
NIM
Fakultas / Program Studi
Perguruan Tinggi
Waktu untuk kegiatan PKM
: Anisa Ulmursida
: 26020112120005
: Perikanan dan Ilmu Kelautan / Ilmu Kelautan
: Universitas Diponegoro
: 14 jam/minggu
Mengetahui, Ketua
Pelaksana
(Anisa Ulmursida )
NIM. 26020112120005
b. Nama Ketua
NIM
Fakultas / Program Studi
Perguruan Tinggi
Waktu untuk kegiatan PKM
15
2.
NIP
: Jabatan Fungsional
Jabatan
Struktural
Kelautan
Perguruan Tinggi
: Universitas Diponegoro
Bidang Keahlian
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
16