Você está na página 1de 16

RINGKASAN

Kepiting bakau (Scylla sp) merupakan salah satu jenis dari Crustaceae dari
famili Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi dan dapat dimakan,
Scylla serrata merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran paling
besar dalam genus Scylla. Permintaan komoditas kepiting terus meningkat baik
di pasaran dalam maupun luar negeri, sehingga menyebabkan penangkapan di
alam berjalan semakin intensif, akibatnya terjadi penurunan populasi kepiting di
alam. Untuk mengatasi hal tersebut alternatif peningkatan produksi lewat
budidaya perlu dikaji lebih lanjut. Budidaya kepiting merupakan usaha peluang
bisnis yang kini banyak dilirik semua kalangan. Dengan pembesaran yang cepat
dan tepat, akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi para pebisnis.
Namun, sebagian orang enggan untuk mengkonsumsinya karena sulit untuk
mendapatkan dagingnya untuk dimakan.. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menerapkan kiat pembesaran kepiting secara cepat dengan
membandingkan jumlah pakan tambahan kepiting yang berupa beta karoten dan
tanpa beta karoten. Sehingga akan didapatkan perbedaan pembesaran diantara
keduanya.

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepiting bakau merupakan salah satu alternatif yang bisa dipilih untuk
dibudidayakan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan
salah satu jenis golongan crustaceae yang mengandung protein hewani cukup
tinggi, hidup di perairan pantai dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi
oleh pohon bakau dengan dasar perairan berlumpur (Mossa et al. 1995). Lebih
lanjut dikatakan bahwa permintaan komoditas kepiting terus meningkat baik di
pasaran dalam maupun luar negeri, sehingga menyebabkan penangkapan di
alam berjalan semakin intensif, akibatnya terjadi penurunan populasi kepiting di
alam. Untuk mengatasi hal tersebut alternatif peningkatan produksi lewat
budidaya perlu dikaji lebih lanjut.
Permintaan kepiting bakau untuk pasar Internasional dan lokal terus
meningkat, dalam tahun 2005 pemasok soft crab kepiting bakau untuk Kabupaten

Pemalang membutuhkan lebih dari 10 ton per bulan, sementara petambak hanya
mampu menghasilkan 5500 kg soft crab/bulan (Data kelompok tani PELITA
BAHARI 2005). Salah satu cara peningkatan nilai produksi dari kepiting bakau
adalah menjadikan spesies tersebut sebagai hewan yang bercangkang lunak
(kepiting soka). Kepiting soka adalah kepiting bakau fase ganti kulit (molting).
Kepiting dalam fase ini mempunyai keunggulan yaitu mempunyai cangkang
yang lunak sehingga dapat dikonsumsi secar utuh (Anonymous, 2009).
Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui perbedaan pembesaran kepiting
bakau dengan pemberian pakan yang berbeda yaitu dengan teknik pemberian
tambahan pakan berupa betakaroten.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kecepatan pembesaran kepiting Scylla serrata dengan perbedaan pakan yang
diberikan. Informasi ini dapat dijadikan acuan bagi masyarakat khususnya petani
tambak kepiting yang nantinya dapat meminimalisir biaya produksi dan waktu.
Sehingga akan meningkatkan produksi dan nilai ekonomi kepiting Scylla serrata.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui

kiat

pembesaran

kepiting

secara

cepat

dengan

membandingkan jumlah pakan tambahan kepiting yang berupa beta


karoten dan tanpa beta karoten.
2. Mampu menerapkan kiat pembesaran kepiting secara cepat dengan
membandingkan jumlah pakan tambahan kepiting yang berupa beta
karoten dan tanpa beta karoten. Sehingga akan didapatkan perbedaan
pembesaran diantara keduanya.

1.3 Perumusan Masalah


Banyak masyarakat atau bahkan pembudidaya kepiting bakau kurang
memahami bagaimana cara meningkatkan produksi dari kepiting soka atau
cangkang lunak ini sehingga dapat dihasilkan dengan maksimal. Selain itu,
banyak terjadi keluhan atau complain terutama terhadap lamanya penawaran

kepiting yang tersedia dikarenakan lambatnya proses pembesaran itu sendiri.


1.4 Luaran yang Diharapkan
Budidaya kepiting merupakan usaha peluang bisnis yang kini banyak
dilirik semua kalangan. Dengan pembesaran yang cepat dan tepat, akan
menghasilkan keuntungan yang besar bagi para pebisnis. Namun, sebagian
orang enggan untuk mengkonsumsinya karena sulit untuk mendapatkan
dagingnya untuk dimakan.
Dengan mengetahui tingkat perbedaan pembesaran kepiting dengan teknik
pemberian pakan tambahan berupa beta karoten, akan membantu proses budidaya
kepiting bercangkang ini. Pengetahuan tentang perbedaan perlakuan ini dapat
dijadikan inovasi bagi pengembangan budidaya kepiting khususnya.

1.5 Manfaat
Untuk

mengetahui

pengaruh

pembesaran

dengan

menggunakan

penambahan pakan pada Scylla serrata dalam proses budidaya, juga mencari
solusi lain dalam memproduksi kepiting. Sehingga, membuat para penikmat
kepiting memperoleh kepuasan, dapat memberikan terobosan baru dalam
meningkatkan produksi hasil perikanan yang secara tidak langsung dapat menjadi
salah satu upaya eksplorasi hasil perikanan sehingga dapat meningkatkan nilai
suatu komoditas.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Biologi Kepiting
Menurut Kasry (1996), jumlah jenis kepiting yang tergolong dalam
keluarga Portunidae di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 species.
Portunidae merupakan salah satu keluarga kepiting yang mempunyai pasangan
kaki jalan dan pasangan kaki kelimanya berbentuk pipih dan melebar pada ruas
yang terakhir (distal) dan sebagian besar hidup di laut, perairan bakau, dan
perairan payau (Kanna, 2002).
Mossa, et al. (1995), kepiting bakau mempunyai beberapa spesies antara
lain Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica. Adapun klasifikasi
kepiting bakau adalah sebagai berikut :

Phyllum

: Arthropoda

Class

: Crustacea

Ordo

: Decapoda

Famili

: Portunidae

Genus

: Scylla

Spesies

: Scylla serrata
Gambar 1. Kepiting bakau (Scylla serrata)

Keenan,

et

al.

(1998),

dalam

penelitiannya

telah

menemukan

Paramamosain masuk dalam genus Scylla. Kepiting lumpur jenis Scylla


paramomasain banyak ditemukan di perairan payau dan laut Jawa Tengah
Indonesia, Hongkong, dan Mekong Delta.
Kepiting bakau (Scylla sp) merupakan salah satu jenis dari Crustaceae
dari famili Portunidae yang mempunyai nilai protein tinggi dan dapat
dimakan, Scylla serrata merupakan salah satu spesies yang mempunyai ukuran
paling besar dalam genus Scylla (Hill, 1992) dalam Kuntiyo et al (1994).
Secara umum morfologis kepiting bakau dapat dikenali dengan ciri sebagai
berikut :
1. Seluruh tubuhnya tertutup oleh cangkang.
2. Terdapat 6 buah duri diantara sepasang mata, dan 9 duri disamping kiri dan
kanan mata.
3. Mempunyai sepasang capit, pada kepiting jantan dewasa Cheliped (kaki
yang bercapit) dapat mencapai ukuran 2 kali panjang karapas.
4. Mempunyai 3 pasang kaki jalan.
5. Mempunyai sepasang kaki renang dengan bentuk pipih.
6. Kepiting jantan mempunyai abdoment yang berbentuk agak lancip
menyerupai segitiga sama kaki, sedangkan kepiting betina dewasa agak
membundar dan melebar.
7. Scylla serrata dapat dibedakan dengan jenis lainnya, karena mempunyai
ukuran paling besar sehingga di Phillipina jenis ini disebut kepiting raja
(Fortest, 1999). Disamping itu Scylla serrata mempunyai pertumbuhan
yang paling cepat dibandingkan ketiga spesies lainnya.
8. Panjang karapas + 2/3 dari lebarnya, permukaan karapas sedikit licin
kecuali pada lekuk yang berganula halus di daerah brancial.
9. Pada dahi terdapat 4 buah gigi tumpul tidak termasuk duri ruang mata

sebelah dalam yang berukuran hampir sama.


10. Merus dilengkapi dengan tiga buah duri pada anterior dan 2buah duri pada
tepi posterior.
11. Karpus dilengkapidengan sebuah duri kokoh pada sudut sebelah dalam,
sedangkan propudus dengan 3 buah duri atau bentol, satu diantaranya
terletak bersisian dengan persendian karpus dan 2 lainnya terletak
bersisian dengan persendian dactillus.
Menurut Amir (1994) proses perkawinan kepiting tidak seperti pada
udang yang hanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap). Dari hasil pengamatan
di lapangan, ternyata kepiting bakau juga melakukan perkawinan pada siang hari.
Kepiting bakau dalam menjalani kehidupannya beruaya dari perairan
pantai ke laut, kemudian induk berusaha kembali ke perairan pantai, muara
sungai, atau berhutan bakau untuk berlindung , mencari makanan, atau
membesarkan diri. Kepiting bakau yang telah siap melakukan pekawinan akan
memasuki hutan bakau dan tambak (Kasry. 1996).
Menurut Boer (1993) kepiting bakau yang telah beruaya ke perairan
laut

akan berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk tempat

melakukan pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas air laut. setelah
telur menetas, maka masuk pada stadia larva, dimulai pada zoea 1 (satu) yang
terus menerus berganti kulit sebanyak 5 (lima) kali, sambil terbawa arus ke
perairan pantai sampai pada zoea 5 (lima). Kemudian kepiting tersebut
berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan
kepiting dewasa, tetapi masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat
megalopa ini, kepiting mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan
pantai. Kemudian pada saat dewasa kepiting beruaya ke perairan berhutan bakau
untuk kembali melangsungkan perkawinan.
Kepiting bakau
mempunyai

yang merupakan

kelompok

dari

genus

Scylla,

sistem respirasi yang sama yaitu dengan menggunakan insang,

kepiting ini merupakan yang khas hidup dikawasan hutan bakau / mangove. Pada
tingkat juvenile kepiting jarang kelihatan di daerah bakau pada siang hari, kerena
lebih suka membenamkan diri di lumpur, sehingga kepiting ini juga disebut
kepiting lumpur (Kasry., 1996). Kepiting bakau termasuk golongan hewan

nocturnal, karena kepiting beraktivitas pada malam hari. Kepiting ini bergerak
sepanjang malam untuk mencari pakan bahkan dalam semalam kepiting ini
mampu bergerak mencapai 219 910 meter (Mossa, et al. 1985).
Menurut Kasry (1996), Kepiting bakau dewasa bersifat pemakan
segalanya (omnivorous-scavenger), bahkan bangunan bambu dan kayu yang ada
ditambak mampu dirusak dengan capitnya. Pakan yang sudah dicabik dengan
capitnya

akan

dimasukan kedalam mulutnya. Kepiting yang masih larva

menyukai pakan berupa kutu air, Artemia, Tetraselmis, Chlorella, Rotifera,


Larva Echinodermata, Larva Molusca, Cacing, dll. (Afrianto dan Liviawati,
1992).
2.2 Bahan Pangan
2.2.1 Keong Sawah
Keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air tawar dan dapat di
jumpai di sawah, parit, serta danau. Bentuknya menyerupai siput murbai (keong
mas), tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam
(Muchsin et al, 2010). Hewan ini dikonsumsi secara luas di berbagai wilayah
Asia Tenggara dan memiliki nilai

gizi yang baik. Masuknya keong ke

Indonesia dibudidayakan untuk dikonsumsi, kemudian keong tersebut lepas dari


kolam-kolam pemeliharaan dan masuk areal persawahan dan ditunjang
pemeliharaan keong yang sangat mudah dan cepat berkembang biak. Selain
berkembang di saluran irigasi dan terbawa aliran air masuk ke sawah, peranan
manusia secara sengaja juga mempengaruhi penyebaran keong ini di sawah
(Susanto, 2006).
Telur keong

sawah dileta kkan pada rumput, pematang, ranting, dan

batang padi beberapa cm di atas permukaan air. Telur keong sawah menetas
setelah 814 hari (Kurniawati, 2007). Keong sawah juga digunakan sebagai
pakan ternak (Tarigan, 2008). Pembuatan tepung keong sawah untuk pakan
ternak didahului dengan perendaman daging keong (Tarigan, 2008). Tujuan
proses perendaman dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang
tersisa. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga daging
keong sawah menjadi lebih tahan lama (Ginting, 2001).

2.2.2

Beta Karoten
Menurut Suwandi (1991), Beta karoten merupakan salah satu dari sekitar

500 karotenoid yang ada dialam

dan mempunyai aktivitas vitamin A paling

tinggi. Ada 2 macam sumber beta karoten dalam makanan yaitu :


1. Beta karoten terdapat secara alami seperti wortel, bayam, tomat, dan
sebagainya.
2. Beta karoten

ditambahkan

ke

dalam

makanan

sebagai

sumber

mikronutrien atau pewarna


Beta karoten sangat bermanfaat bagi tubuh. Fungsi beta karoten bagi
tubuh antara lain:
1. Beta karoten sebagai antioksidan
Karatenoid tertentu yang mempunyai struktur kimia khusus mampu
menetralkan atau memadamkan reaktivtas single oxigen dengan cara
menghamburka

energi

keseluruh

molekul

karatenoid.

Agar

dapat

memadamkan single oxigen tersebut, karotenoid setidaknya harus memiliki 9


ikatan rangkap dengan ikatan tunggal diantara ikatan rangkap. Susunan kimia
ini dinamakan conjugated double bonds.
2. Beta karoten meningkatkan sistem imun
Imunitas sangat diperlukan untuk melindungi tubuh terhadap
patogenitas infektor. Sekali infeksi dimusnahkan, sistem kekebalan dapat
mengingat dan melindungi tubuh terhadap infektor tersebut.

3. Beta karoten sebagai kemoprevensi


Salah satu tujuan kemoprvensi adalah untuk mencari jaringan dimana
akumulasi

karsinogen

teraktifasi

berlangsung.

Disamping

itu,

agen

kemopreventif harus mempunyai beberapa sifat tertentu, seperti tidak tidak


toksik, dapat tersedia sebgaia nutrient sehingga memungkinkan konsumsi
dengan mengatur diet dan harganya tidak mahal. Dengan pertimbangan ini
beta karoten memenuhi kriteria sebagai kemopreventif.
Sumber utama beta karoten adalah wortel, namun jika dikonsumsi
dalam jumlah besar akan dapat membahayakan karena mengandung
substansi itrosamid, nitrit dan falcarinol. FDA telah menyetujui beta

karoten kristal murni sebagai food additive yang digunakan untuk makanan,
obat-obatan dan kosmetik. (Suwandi,1991). Isomer beta karoten (misalnya
alfa karotena dan beta karotena) hanya berbeda pada letak ikatan rangkapnya
dalam satuan ujung siklik.
(Harborne, 1996)
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dikawasan Tambak Mangunharjo, Semarang dalam
jangka waktu 60 hari (2 bulan).
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian
Alat
Kepiting bakau (Scylla serrata)
Beta karoten
Keong mas (Pila ampullacea)

Bahan
Tambak
Bambu
Terpal
Diesel
Selang plastik
Paralon
Pipa siku
Waring
Gedek
Meteran

3.3 Variabel Penelitian


Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yang diteliti diantaranya :
1. Variabel Bebas

: Kepiting Scylla serrata

2. Variabel Terikat : Pakan (Betakaroten dan Keong Mas)


3.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Penelitian
eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan penambahan
pakan terhadap objek peneliti serta adanya kegiatan secara terkontrol. Perlakuan
yang diberikan hanya 1 faktor yaitu penambahan pakan. Pakan utamanya
adalah keong sawah. Kemudian pada salah satu tambak diberi tambahan
pakan dari biasanya yaitu betakaroten yang berasal dari bayam yang di tumbuk

kemudian diambil sari bayamnya.


3.5 Rancangan Penelitian

Gambar 2. Bagan Alir Rancangan Penelitian


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tambak dengan
ukuran (20 x 5 x 1) m3, terpal 35 m, paralon siku 4 buah untuk sirkulasi
pergantian air, waring dengan panjang 20 m untuk menutupi tambak agar tidak
terkena sinar matahari langsung, gedek setinggi 1m untuk pinggiran tambak,
bambu sepanjang 6 m untuk menyambung antara gedek, diesel, dan meteran
untuk mengukur kepiting. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kepiting bakau ukuran 5 ons dan beta karoten serta keong sawah.

Metode pelaksanaan dalam pembesaran kepiting ini adalah dengan


menggunakan

pemberian

pakan

namun

dalam

hal

ini

ditambahkan

penambahan pakan yaitu betakaroten yang berasal dari sayur bayam yang telah
ditumbuk halus dan diambil sari nya. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk
melihat perbedaan pertumbuhan yang dialami oleh kepiting diberikan perlakuan
berbeda.
Proses pembesaran kepiting secara singkat dapat dilakukan dengan cara
pemberian pakan yang berbeda pada setiap media kepiting yang digunakan,
pertama kali dilakukan pengukuran panjang kepiting dengan cara memegang
kepiting dengan kedua tangan dan kepiting di panjangkan diukur dari capit
kepiting hingga ujung karapasnya. Selanjutnya kepiting dilepaskan di tambak dan
diberi pakan yang berbeda untuk mengetahui besaran dari kepiting.
3.6 Jadwal Persiapan Kegiatan
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Program
No.

Bulan ke 1
Kegiatan

1.

Bulan ke 2
4

Bulan ke 3
4

Perencanaan
program

2.

Persiapan Alat
& Bahan

3.

Pelaksanaan
Program

4.

Evaluasi

5.

Penyusunan
Laporan
3.7 Jadwal Program Kerja
Tabel 2. Jadwal Program Kerja
No.

Hari Ke-

Kegiatan

10

1.

a. Memilih bahan baku (kepiting bakau)


b. Menyediakan media penelitian
c. Menyiapkan alat-alat penelitian

2.

a. Membagi tambak menjadi 2 bagian serta mulai membentuk


gundukan tanah untuk tempat kepiting mencari oksigen
b. Membuat pinggiran tambak dengan bambu dan terpal agar
kepiting tidak keluar dari tambak
c. Mebuat penutup tambak dengan waring

3.

a. Mengukur panjang kepiting dengan meteran sebelum


dimasukkan ke dalam media penelitian
b. Meletakkan kepiting bakau pada media penelitian dengan
cara membagi 2 media penelitian media A dan media B
c. Memberi pakan kepiting dengan keong mas serta
penambahan beta karoten (sayur bayam yang sudah
ditumbuk dan diambil sarinya) di media A dan dengan
pemberian pakan hanya dengan menggunakan keong mas

4.

a. Mengecek keadaan kepiting (dilakukan setiap hari untuk


mengetahui kecepatan perbesaran pada kepiting)

5.

5..dst

a. Melakukan pengecekan pembesaran kepiting pada kedua


tambak
b. Melakukan pemberian pakan secara berkala
c. Mengambil kepiting-kepiting yang telah mengalami
perbesaran yang sudah diukur danmemenuhi syarat jika
belum memenuhi syarat di kembalikan ke tambak

3.8 Rancangan Biaya Penelitian


Tabel 3. Rancangan Biaya Penelitian

11

Bahan Baku

Satuan

Harga Satuan

Anggaran

5 Kilogram

Rp 10.000,00

Rp 50.000,00

30 Ikat

Rp 3.000,00

Rp 90.000,00

Kepiting Bakau (Pakan Keong Mas)

5 Kilogram

Rp 10.000,00

Rp 50.000,00

Keong Mas (Pila ampullacea)

10 Kilogram

Rp 5.000,00

Rp 50.000,00

Kepiting Bakau (Pakan Betakaroten)


Betakaroten (Sayur Bayam)

Total

Rp 240.000,-

Perlengkapan

Satuan

Harga Satuan

Bambu

6 meter

Rp 8.000,00

Rp 48.000,00

Terpal

35 meter

Rp 15.000,00

Rp 525.000,00

Diesel

1 buah

Rp 5.000.000,00

Rp 5.000.000,00

Selang Plastik

1 meter

Rp 100.000,00

Rp 100.000,00

Paralon ukuran 8 bin

4 meter

Rp 100.000,00

Rp 400.000,00

Pipa Siku

4 buah

Rp 100.000,00

Rp 400.000,00

Waring

20 meter

Rp 10.000,00

Rp 200.000,00

Gedek Ketinggian 1 meter

20 meter

Rp 6.000,00

Rp 120.000,00

Rp 1.500.000,00

Rp 1.500.000,00

Rp 20.000,00

Rp 20.000,00

Lahan Tambak
Meteran

1 buah/Tahun
1 buah

Total

Anggarann

Rp 8.313.000,00

12

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., E, Liviawaty. 1992. Pemeliharaan Kepiting, Penerbit Kanisius.


Yogyakarta.
Amir .1994. Penggemukan dan Peneluran Kepiting Bakau, TECHner. Jakarta.
Boer, 1993. Studi pendahuluan Penyakit kunang-kunang pada larva
kepiting Bakau (Scylla serrata), Journal Penelitian Budidaya Pantai.
Ginting, P. 2001. Pengaruh Pemberian Beberapa Level Tepung Keong Sawah
terhadap Performans Kelinci Lepas Sapih. Skripsi Jurusan Peternakan.
Fakultas Pertanian. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung : ITB.
Kanna Iskandar, 2002. Budidaya Kepiting Bakau Pembenihan dan Pembesaran,
Yogyakarta, Kanisius.
Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas, Penerbit Bharata.
Jakarta.
Keenan Clive, P.,Davie Peter, J.F., Mann D.L, 1998. A Revision Of The Genus
Scylla De Haan, 1833 (Crustacea : Decapoda : Brachyura :
Portunidae). The Raffles Bulletin Of Zoology 46 (1) : 217 245.
National Univeresity Of Singapore.
Kuntiyo, A. Zaenal, T. Supratno. 1994. Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata)
di tambak dengan sistem Progesy. Dalam laporan tahunan Balai
Budidaya Air Payau 1994-1995. Direktorat Jenderal Perikanan.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Kurniawati. 2007. Daya Tetas dan Daya Hidup Keong Sawah pada Perlakuan
Pestisida Nabati
dalam

Seminar

dan

Apresiasi

Insektisida.

Makalah

disampaikan

Hasil Penelitian, Sukamandi, 1920

Nopember 2007. BB Padi.


Mossa, K., I. Aswandy dan A. Kasry. 1995. Kepiting Bakau Scylla serrata
dari Perairan Indonesia. LON LIPI. 18 hal.

13

Muchsin, A., N. Haerani, R. Fitriana, S. I. Yanuarti, N. W. Putu Meikapasa,


A. Bayadhi. 2010.

Laporan

Praktikum

Ekologi

Hewan

Kepadatan Keong Sawah (Pila ampullacea) Di areal Pesawahan


Pondok Hijau. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Susanto. 2006. Hewan Sawah dan Keragamannya. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Suwandi. 1991. Manfaat Beta Karoten bagi Kesehatan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan PT. Kalbe Farma. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran.
Tarigan, B. R. 2008. Pemanfaatan Tepung Keong Sawah sebagai Substitusi
Tepung Ikan dalam Ransum terhadap Performans Kelinci Lepas Sapih.
Skripsi. Fakultas Pertanian Medan : Universitas Sumatera Utara.

14

LAMPIRAN
Daftar Riwayat Hidup
1. Biodata Ketua dan Anggota Kelompok
a. Nama Ketua
NIM
Fakultas / Program Studi
Perguruan Tinggi
Waktu untuk kegiatan PKM

: Anisa Ulmursida
: 26020112120005
: Perikanan dan Ilmu Kelautan / Ilmu Kelautan
: Universitas Diponegoro
: 14 jam/minggu
Mengetahui, Ketua
Pelaksana

(Anisa Ulmursida )
NIM. 26020112120005
b. Nama Ketua
NIM
Fakultas / Program Studi
Perguruan Tinggi
Waktu untuk kegiatan PKM

: Duasta Rini Purba


: 26020112120010
: Perikanan dan Ilmu Kelautan / Ilmu Kelautan
: Universitas Diponegoro
: 14 jam/minggu
Mengetahui, Anggota
Pelaksana

(Duasta Rini Purba )


NIM. 26020112120010

15

2.

Biodata Dosen Pembimbing


Nama Lengkap

: Ir. Hadi Endrawati, DESU

NIP

: 19600707 199003 2 001


Golongan Pangkat

: Jabatan Fungsional

Jabatan

Struktural

Fakultas / Program Studi

: Perikanan dan Ilmu Kelautan / Ilmu

Kelautan
Perguruan Tinggi

: Universitas Diponegoro

Bidang Keahlian

Waktu untuk kegiatan PKM : 14 jam/minggu

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

(Ir. Hadi Endrawati, DESU)


NIP. 19600707 199003 2 001

16

Você também pode gostar