Você está na página 1de 19

Mutia Mandallassari (31101200266)

LI LBM 6 Blok 16 Management Dental for Child


Bad Habit, Crossbite Anterior, Protusi

Bad Habit
Definisi
Kebiasaan buruk pada anak-anak (oral habits) merupakan suatu kebiasaan yang tidak
normal yang biasanya terjadi pada masa pertumbuhan dan perkembangan wajah. Kebiasaan ini
pada umumnya tidak disadari oleh yang bersangkutan, dapat terjadi berulang-ulang atau hanya
pada waktu-waktu tertentu.
Menurut seorang ahli psikologi, Sigmund Freud pada usia 0-18 bulan secara
psikoseksual (biologis) seorang anak akan mengalami fase oral. Dimana pada fase ini, anak
merasakan tempat paling nikmat adalah mulutnya. Jadi secara naluri seorang anak akan
cenderung memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Diharapkan, seiring pertambahan
usia, kebiasaan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Akan tetapi karena sesuatu hal, maka
kebiasaan buruk tersebut berlanjut hingga tahap usia selanjutnya. Menurut sifatnya, kebiasaan
buruk pada anak-anak dibagi menjadi dua, yaitu non compulsive : dapat dihentikan seiring
pertambahan usia dan compulsive : kebiasaan berulang, berhubungan dengan keadaan emosi.
(source: USU)
Macam Bad Habit
1. Digit-sucking
Definisi:
Digit-sucking habit merupakan kebiasaan menghisap jari (satu atau
beberapa jari) dengan mulut yang umum terjadi pada anak-anak karena
memberikan efek ketenangan (Shelov dan Hannemann, 1997).
Etiologi:
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kebiasaan ini seperti jenis
kelamin bayi, tipe pemberian makanan (ASI atau mengedot botol susu), lamanya
pemberian makanan, faktor sosial-ekonomi, terpisah oleh orangtua, kesehatan
umum dan psiko logis.
Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa
diturunkan yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi
posterior atas. Pada saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan muskulus
buccinator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan pipi paling besar pada
sudut mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung
maksila cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi pada regio kaninus
daripada molar. Kebiasaan mengisap yang melebihi batas ambang

keseimbangan tekanan dapat menimbulkan perubahan bentuk lengkung geligi,


akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk rahang.
Efek
kebiasaan mengisap yang berkepanjangan akan menghasilkan
maloklusi. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya tekanan langsung dari jari
dan perubahan pola bibir dan pipi pada saat istirahat. Bila seorang anak
menempatkan ibu jari di antara incisivus bawah dan atas, biasanya dengan
sudut tertentu, maka akan terdapat dorongan incisivus bawah ke lingual
sedangkan incisivus atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan
perubahan letak incisivus.
Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap dan juga
penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi
dengan lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya kekuatan
pengisapan. Seorang anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya sebentar tidak
terlalu banyak berpengaruh pada letak giginya, sebaliknya seorang anak yang
mengisap jari meskipun dilakukan tidak terlalu kuat tetapi dalam waktu yang
lama (misalnya selama tidur malam masih menempatkan jari di dalam mulut)
dapat menyebabkan maloklusi yang nyata.
Warren et al mengamati bahwa kebiasaan mengisap non-nutritive yang
berkepanjangan melampaui 4 tahun menyebabkan lebar lengkung rahang
sempit, overjet lebih besar dan prevalensi yang lebih besar dari gigitan terbuka
dan gigitan silang.
Masalah yang ditimbulkan adalah:
a. Masalah gigi, bila kebiasaan ini bertahan sampai umur 4 tahun maka
akan menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat
menyebabkan masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi
ditemukan pada anak yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan
malam.
b. Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi
hiperekstensi jari, terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur
kuku).
c. Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan
diri anak karena anak sering diejek oleh saudara atau orangtuanya.
d. Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi
terhadap keracunan yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb.
e. Resiko infeksi saluran cerna meningkat.
Penanganan Thumb/Finger Sucking
Perawatan psikologis
Bila kebiasaan ini menetap setelah anak berumur 4 tahun, maka
orang tua disarankan untuk mulai melakukan pendekatan kepada anak
agar dapat menghilangkan kebiasaan buruknya tersebut, antara lain:

a. Mengetahui penyebab. Ketahui kebiasaan anak sehari-hari


termasuk cara anak beradaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Faktor emosional dan psikologis dapat menjadi faktor
pencetus kebiasaan mengisap ibu jari.
b. Menguatkan anak. Menumbuhkan rasa ketertarikan pada
anak untuk menghentikan kebiasaan tersebut. Orang tua
diingatkan untuk tidak memberikan hukuman pada anak
karena anak akan makin menolak untuk menghentikan
kebiasaan ini.
c. Mengingatkan anak. Buat semacam agenda atau kalender
yang mencatat keberhasilan anak untuk tidak mengisap ibu
jari.
d. Berikan penghargaan. Orang tua dapat memberikan pujian
dan hadiah yang disenangi si anak, bila anak sudah berhasil
menghilangkan kebiasaannya.
Perawatan eksta oral
Perawatan ekstra oral yang dapat dilakukan pada anak yang
memiliki kebiasaan mengisap ibu jari atau jari tangan lainnya, antara
lain :
a. Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan
tidak berbahaya, misalnya betadine. Ini diberikan pada
waktu-waktu anak sering memulai kebiasaannya mengisap
ibu jari.
b. Ibu jari diberi satu atau dua plester anti air.
c. Penggunaan thumb guard atau finger guard.
d. Sarung
tangan.

2. Tongue Thrusting
Definisi:
Tongue thrusting adalah suatu kondisi lidah berkontak dengan gigi saat proses
menelan. Tulley (1969) mengatakan bahwa keadaan tongue thrusting adalah
gerakan maju dari ujung lidah di antara gigi untuk memenuhi bibir bawah
selama menelan dan berbicara. Tongue thrusting adalah pola oral habits terkait
dengan bertahannya pola menelan yang salah selama masa kanak-kanak dan

remaja, sehingga menghasilkan gigitan terbuka dan penonjolan segmen gigi


anterior.
Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi
lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena
mengisap jari. Kebiasaan menjulurkan lidah biasanya dilakukan pada saat
menelan. Pola menelan yang normal adalah gigi pada posisi oklusi, bibir
tertutup, dan lidah berkontak dengan palatum. Ada 2 bentuk penelanan dengan
menjulurkan lidah, yaitu:
a. Penelanan dengan menjulurkan lidah sederhana, biasanya
berhubungan dengan kebiasaan mengisap jari.
b. Menjulurkan lidah kompleks, berhubungan dengan gangguan
pernafasan kronis, bernafas melalui mulut, tonsillitis atau faringitis.
Etiologi:
Etiologi tongue thrust dapat dibagi ke dalam 4 jenis yaitu :
1) genetik atau herediter misalnya sudut garis rahang
2) maturasional;
3) fungsional.
4) Kebiasaan mengisap ibu jari. Walaupun mengisap jari tidak dilakukan
lagi, akan tetapi telah terbentuk openbite maka lidah sering terjulur ke
depan untuk mempertahankan penutupan bagian depan selama proses
penelanan.
5) Alergi, hidung tersumbat, atau obstruksi pernapasan sehingga bernafas
melalui mulut yang menyebabkan posisi lidah turun di dasar mulut.
6) Tonsil yang besar, adenoid, atau infeksi tenggorokan yang
menyebabkan kesulitan pada saat menelan. Pangkal lidah membesar
ketika tonsil mengalami inflamasi, sehingga untuk mengatasinya
mandibula secara refleks turun ke bawah, memisahkan gigi, dan
menyediakan ruangan yang lebih untuk lidah dapat terjulur ke depan
selama menelan, agar didapat posisi yang lebih nyaman.
7) Ukuran lidah yang abnormal atau macroglossia, dapat mengubah
keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga incisivus
bergerak ke labial.
8) Kelainan neurologis dan muskular serta kelainan fisiologis lainnya.
9) Frenulum lingual yang pendek (tongue tied).
Tongue thrust dapat dibagi menjadi 4 jenis,
1) tipe fisiologis, meliputi bentuk normal pola menelan tongue thrust
anak-anak;
2) tipe habitual, tongue thrust merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan
bahkan setelah dilakukan koreksi maloklusi;
3) Fungsional, mekanisme tongue thrust merupakan perilaku adaptif untuk
membentuk oral seal;

4) Anatomis, individu dengan lidah besar atau terjadi perbesaran


(enalrgement) dapat memiliki postur lidah ke depan.
Akibat Tongue Thrust
Beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tongue thrust, antara lain:
a. Anterior openbite merupakan kasus yang paling umum terjadi akibat
tongue thrust. Dalam kasus ini, bibir depan tidak menutup dan anak
sering membiarkan mulutnya terbuka dengan posisi lidah lebih maju
daripada bibir. Secara umum, lidah yang berukuran besar biasanya
disertai menjulurkan lidah. Openbite anterior pada umumnya
mengakibatkan gangguan estetik, pengunyahan maupun gangguan
dalam pengucapan kata-kata yang mengandung huruf s, z, dan sh.
b. Anterior thrust. Gigi incisivus atas sangat menonjol dan gigi incisivus
bawah tertarik ke dalam oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi
disertai dengan dorongan M.mentalis yang kuat.
c. Unilateral thrust. Secara karakteristik, ada gigitan terbuka pada satu sisi.
d. Bilateral thrust. Gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari
premolar pertama ke molar dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus
seperti ini pada umumnya sangat sulit untuk dikoreksi.
e. Bilateral anterior openbite, dimana hanya gigi molar yang berkontak.
Pada kasus ini ukuran lidah yang besar juga mempengaruhi.
f. Closed bite thrust menunjukkan protrusi ganda yang berarti gigi-gigi
rahang atas maupun rahang bawah mengalami gigitan yang terbuka
lebar.
Penanganan Tongue Thrust
Penanganan yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan menyodorkan
lidah pada anak-anak adalah
a. Terapi bicara
b. Latihan myofunctional Menarik bibir bawah pasien. Sementara bibir
menjauh dari gigi, pasien diminta untuk menelan. Jika pasien biasa
menyodorkan lidahnya, bibir akan menjadi sedemikian kencang seolah
berusaha untuk menarik jari-jari yang menarik bibir pada saat pasien
berusaha menelan. Pasien yang menyodorkan lidah tidak dapat
melakukan prosedur penelanan mekanis sampai bibir-bibir membuka
rongga mulut.
c. Latihan lidah Berlatih meletakkan posisi lidah yang benar saat
menelan. Pasien harus belajar melakukan klik. Prosedur ini
mengharuskan pasien meletakkan ujung lidah pada atap mulut dan
menghentakkannya lepas dari palatum untuk membuat suara klik. Posisi
lidah pada palatum selama aktivitas ini kira-kira seperti posisi jika
menelan dengan tepat. Pasien juga diminta membuat suara gumaman
dimana pasien akan mengisap udara ke dalam atap mulutnya di
sekeliling lidah. Selama latihan ini, lidah secara alamiah meletakkan
dirinya ke atap anterior palatum. Selanjutnya pasien akan meletakkan

ujung lidah di posisi ini dan menelan. Latihan ini dilakukan terusmenerus sampai gerakan otot-otot menjadi lebih mudah dan lebih
alamiah.

3. Mouth Breathing
Definisi:
Chopra (1951) mendefinisikan mouth breathing sebagai kebiasaan
bernapas melalui mulut daripada hidung. Chacker (1961) mendefinisikan
mouth breathing sebagai perpanjangan atau kelanjutan terpaparnya jaringan
mulut terhadap efek pengeringan dari udara inspirasi. Sassouni (1971)
mendefinisikannya sebagai kebiasaan bernapas melalui mulut daripada hidung
(Singh, 2007).
Etiologi:
Mouth breathing dapat disebabkan secara fisiologis maupun kondisi
anatomis, dapat juga bersifat transisi ketika disebabkan karena obstruksi nasal.
Truemouth breathing terjadi ketika kebiasaan tetap berlanjut ketika obstruksi
telah dihilangkan (Kohli, 2010).
Pernafasan mulut menghasilkan suatu model aktivitas otot wajah dan otot
lidah yang abnormal. Bernafas melalui mulut menyebabkan mulut sering
terbuka sehingga terdapat ruang untuk lidah berada di antara rahang dan
terbentuklah openbite anterior
Beberapa tipe mouth breathing dalam tiga kategori menurut Finn (1962):
a. Tipe Obstruktif Tipe ini adalah anak yang bernafas melalui mulut karena
adanya hambatan, seperti (a) rinitis alergi, (b) polip hidung, (c) deviasi atau
penyimpangan septum nasal, dan (d) pembesaran adenoid.
b. Tipe Habitual. Tipe habitual adalah anak yang terus menerus bernafas
melalui mulutnya karena kebiasaan, walupun obstruksi sudah dihilangkan.
c. Tipe Anatomis. Tipe anatomi merupakan anak yang mempunyai bibir atas
yang pendek atau lips incompetent sehingga tidak memungkinkan menutup
bibir dengan sempurna tanpa adanya tekanan
(Foster, 1993; Houston, 1990)
Etiologi Mouth Breathing
Kegagalan hidung untuk berfungsi sebagai saluran pernafasan utama, akan
menyebabkan tubuh secara otomatis beradaptasi dengan menggunakan mulut
sebagai saluran untuk bernafas. Kegagalan ini biasanya disebabkan oleh karena
adanya hambatan atau obstruksi pada saluran pernafasan atas. Obstruksi pada
saluran pernafasan atas dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor psikologis, meliputi anak-anak yang mengalami kecemasan,
rasa sakit dan frustasi, anak-anak dengan retardasi mental, anakanak yang mengalami trauma kecelakaan.

b. Faktor lokal, merupakan penyebab terjadinya pernafasan mulut


yang disebabkan oleh keadaan dari gigi dan mulut, meliputi :
pencabutan gigi sulung yang terlalu cepat, kehilangan gigi permanen,
adanya gangguan oklusal, seperti kontak prematur antara gigi atas
dan bawah, adanya mahkota atau tumpatan yang tinggi.
c. Faktor sistemik, meliputi :
a) Gangguan endokrin (merupakan penyebab secara tidak
langsung). Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan
percepatan
atau
hambatan
pertumbuhan
muka,
mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan
sutura, resorpsi akar gigi sulung, dan erupsi gigi permanen.
b) Defisiensi nutrisi, akibat konsumsi nutrisi yang tidak adekuat
atau konsumsi nutrisi yang tidak efisien. Nutrisi yang baik
ikut menentukan kesehatan seorang anak, nutrisi yang
kurang baik mempunyai dampak yang menyerupai penyakit
kronis. Penyakit kronis pada anak-anak dapat mengubah
keseimbangan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Pada anak yang menderita penyakit kronis hampir semua
energi yang didapatkan kadang-kadang kurang mencukupi
untuk beraktivitas dan bertumbuh.
c) Gangguan temporomandibular.
Akibat Mouth Breathing
Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh kebiasaan bernafas melalui
mulut pada anak-anak antara lain
a. Bibir rahang atas dan rahang bawah tidak menutup sempurna. Pada
bibir penderita pernafasan mulut nampak agak terbuka untuk
memungkinkannya bernafas. Adaptasi mulut untuk pernafasan
mulut yang kronis dapat terjadi perubahan dimana bibir atas dan
bibir bawah berada dalam posisi terbuka, akibatnya penderita akan
mengalami kesulitan dalam menelan makanan yang masuk ke dalam
mulut.
b. Adenoid facies Hal ini ditandai dengan penyempitan lengkung
rahang atas, hipertrofi dan keringnya bibir bawah, hipotonus bibir
atas dan tampak memendek, tampak adanya overbite yang nyata.
Dikarenakan adanya fungsi yang abnormal, penderita pernafasan
mulut memiliki karakteristik seperti postur mulut terbuka, lubang
hidung mengecil dan kurang berkembang, arkus faring tinggi dan
pasien tampak seperti orang bodoh.
c. Akibat dari fungsi yang abnormal ini, anak-anak yang bernafas
dengan mulut beresiko mengembangkan suatu tipe perkembangan
wajah yang disebut wajah adenoid atau sindrom muka panjang.
Individu ini dapat ditandai dengan posisi mulut yang terbuka, nostril
yang kecil dan kurang berkembang, bibir atas yang pendek, gummy

smile, ketinggian muka vertikal yang meningkat pada 1/3 wajah


bagian bawah, ketinggian dentoalveolar yang berlebihan, dan
palatum yang dalam. Selain itu terjadi gingivitis marginal anterior di
sekitar gigi anterior.
d. Maloklusi
e. Gigitan terbuka (openbite)
Pada pernafasan mulut, posisi mandibula lebih ke distal
mengakibatkan gigi incisivus bawah beroklusi dengan rugae
palatum. Ketidakteraturan gigi geligi juga dapat ditemui pada
maksila yang kurang berkembang, utamanya pada segmen
anteromaksiler serta lengkung basal yang sempit.
Penanganan Mouth Breathing
Perawatan untuk menghentikan pernafasan mulut pada anak dilakukan
sesuai dengan penyebab terjadinya obstruksi pernafasan atas. Penyebab
obstruksi nasal pada anak dapat ditentukan melalui pemeriksaan riwayat
menyeluruh dan fisik, yang meliputi Rhinoscopy anterior dan
Nasopharingoscopy. Sebagian pasien mendapat pemeriksaan PA dan
Sepalometri lateral untuk melihat obstruksi pernafasan atas. Prosedur seperti
tonsilektomi, adenoidektomi, dan perawatan alergi dapat membantu
mengembalikan pola pertumbuhan yang normal dan postur lidah lebih ke
belakang sehingga erupsi gigi geligi anterior tidak terganggu
4. Bruxism
Definisi:
Bruxism adalah istilah yang digunakan untuk mengindikasikan kontak
nonfungsional gigi yang meliputi clenching, grinding, dan tapping dari gigi dapat
terjadi selama siang hari atau malam hari dan berlangsung secara sadar dan
tidak sadar. terjadi dalam kondisi sadar dengan adanya ketidaknormalan fungsi
pada otak (Singh, 2007 ; Rosenthal, 2007; Herrera dkk., 2006). Menurut Rao
(2008) bruxism terjadi sekitar 15% pada anak-anak dan orang dewasa. Bruxism
dapat menyebabkan beberapa komplikasi dental, oral, maupun fasial. Kondisi ini
sering merupakan sumber sakit kepala, kerusakan gigi yang membutuhkan
perawatan restoratif, penyebab kegagalan implan, dan bahkan rasa sakit pada
leher dan TMJ (Rosenthal, 2007; Herrera dkk., 2006).
Etiologi:
Pada anak-anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang
tumbuh. Berikut adalah empat penyebab terjadinya bruxism, antara lain
a. Faktor psikologis
Etiologi dari bruxism termasuk kebiasaan, stress emosional
(misalnya respon terhadap kecemasan, ketegangan, kemarahan, atau
rasa sakit), parasomnia (gangguan tidur yang muncul pada ambang
batas antara saat terjaga dan tidur, misalnya gangguan mimpi buruk
dan gangguan tidur sambil berjalan). Menurut beberapa penelitian
yang dianggap berkaitan dengan manifestasi dari bruxism, antara

lain gangguan kepribadian, meningkatnya stress, adanya depresi,


dan kepekaaan terhadap stress.
b. Faktor morfologi
Oklusi gigi geligi dan anatomi skeletal orofasial dianggap terkait
dalam penyebab dari bruxism. Perbedaan oklusal, gangguan oklusal
yang bentuknya dapat berupa trauma oklusal ataupun tonjol yang
tajam, gigi yang maloklusi secara historis dianggap sebagai penyebab
paling umum dari bruxism. Disharmoni lokal antara bagian-bagian
sistem alat kunyah yang berdampak pada peningkatan tonus otot di
region tersebut juga dipandang sebagai salah satu etiologi yang
hingga saat ini masih dapat diterima banyak kalangan.
c. Faktor patofisiologis
Bruxism kemungkinan terjadi akibat kelainan neurologis yaitu
ketidakmatangan sistem neuromuskular mastikasi, perubahan kimia
otak, alkohol, trauma, penyakit, dan obat-obatan.
d. Faktor neurokimia tertentu, yaitu obat-obatan. Efek samping dari
obat yang akan menimbulkan bruxism adalah Amfetamin yang
digunakan
dalam
mengatasi
gangguan
attentiondeficit/hyperactivity (ADHD) seperti methylphenidate dan
pemakaian jangka panjang Serotonin. Temporomandibular
Disorders (TMD)
e. Penderita TMD cenderung memiliki insiden bruxism yang lebih
tinggi dari gangguan psikologis seperti stress, kecemasan, dan
depresi.
Nadler (1957) membagi etiologi bruxism menjadi empat yaitu:
1) faktor lokal, suatu gangguan oklusal ringan, usaha yang dilakukan
pasien tanpa sadar untuk memperbanyak jumlah gigi yang
berkontak atau reaksi atas adanya iritasi local.
2) faktor sistemik, gangguan gastrointestinal, defisiensi nutrisi dan
alergi atau gangguan endokrin telah dilaporkan menjadi salah satu
faktor penyebab.
3) faktor psikologis, tekanan emosi yang tidak dapat di tunjukan oleh
pasien seperti rasa takut, marah, dan penolakan, perasaan tersebut
disembunyikan dan secara tidak sepenuhnya sadar diekspresikan
melalui berbagai cara seperti menggeretakkan gigi,
4) faktor pekerjaan, seperti para pembuat arloji, orang-orang yang suka
mengunyah permen karet, tembakau atau benda-benda lain seperti
pensil atau tusuk gigi. (Singh, 2007; Ghom and Mhaske, 2009; Rao
2008).
Akibat Bruxism
Bruxism dapat menyebabkan aus permukaan gigi-gigi pada rahang atas dan
rahang bawah, baik itu gigi susu maupun gigi permanen. Lapisan email yang
melindungi permukaan atas gigi hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada

gigi-gigi tersebut. Bila kebiasaan ini berlanjut terus dan berlangsung dalam
waktu lama, dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, terjadi
pada pasien dengan bentuk tonjol yang curam, luka pada periodonsium, pulpitis,
kadang-kadang disertai peningkatan derajat mobilitas gigi yang terlibat,
maloklusi, patahnya gigi akibat tekanan yang berlebihan, dan kelainan pada
sendi temporomandibular joint.
Penanganan Bruxism
Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan bruxism
pada anak-anak adalah
a. Penggunaan Night-guard
Perawatan untuk kasus ini dokter gigi akan membuatkan alat
tertentu yang didesain dan dibuat khusus sesuai dengan susunan
gigi-geligi pasien, alat ini disebut night-guard dan digunakan saat
tidur pada malam hari. Alat ini akan membentuk batas antara gigigigi rahang atas dan rahang bawah sehingga tidak akan saling
beradu. Pemakaian alat ini akan mencegah kerusakan yang lebih
jauh pada gigi-geligi dan membantu pasien dalam menghentikan
kebiasaan buruknya.

b. Bila penyebab utama dari bruxism adalah stress. Cobalah untuk


mencari tahu apa yang mungkin membuat anak stress dan
membantu mereka menghadapinya. Konsultasi dengan psikolog
merupakan salah satu hal yang dapat membantu dalam
menghilangkan kebiasaan buruk ini.
5. Lip Sucking
Definisi:
Lip sucking adalah kebiasaan menahan bibir bawah dibelakang gigi anterior
atas dan menekan bibir bagian dalam oleh gigi anterior bawah dengan terusmenerus. Fukumitsu dkk., 2003. Lip sucking merupakan pengganti kebiasaan
menghisap jari (Gartika, 2008). Kebiasaan ini juga dapat terjadi dalam bentuk
lip wetting (Karacay dkk., 2006).
Etiologi:
Beberapa hal yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk menggigit bibir
adalah kemunduran mental, psikosis, gangguan karakter, sindrom genetik, dan

neuropati sensori congenital (Karacaydkk., 2006). Lip sucking dalam beberapa


kasus merupakan suatu aktivitas kompensasi yang timbul karena overjet
berlebihan sehingga menimbulkan kesulitan menutup bibir pada saat deglutisi
(Singh, 2003)
a. Stress.
b. Variasi atau sebagai pengganti dari kebiasaan mengisap ibu jari atau
jari. Hal ini dilakukan untuk memuaskan insting mengisap si anak
karena mengisap memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan
sering membantu anak untuk bisa tertidur.
Akibat Lip Sucking/Lip Biting
Kebiasaan mengisap atau menggigit bibir bawah akan mengakibatkan
hipertonicity otot-otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat menjadi faktor utama
atau merupakan faktor yang kedua. Kebiasaan mengisap bibir yang menjadi
faktor utama akan terdapat overjet yang besar dengan gigi anterior rahang atas
condong ke labial dan gigi anterior rahang bawah condong ke lingual diikuti
perbedaan skeletal yang ringan. Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan
overjet normal. Kebiasaan mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi
disebabkan oleh perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi
incisivus rahang atas bisa normal dan jarak antara gigi rahang atas dan rahang
bawah terjadi setelah proses adaptasi
Penanganan Lip Sucking/ Lip Biting
Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan mengisap
bibir atau menggigit bibir pada anak-anak antara lain :
a. Myotherapi (latihan bibir) Memanjangkan bibir atas menutupi
incisivus rahang atas dan menumpangkan bibir bawah dengan tekanan
di atas bibir atas
b. Memainkan alat tiup
c. Orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab yang
membuat anak stress. Konsultasi dengan seorang psikiater merupakan
salah satu hal yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan
buruk ini.
6. Cheek Biting
Definisi:
Cheek biting adalah kebiasaan menggigit bagian dalam pipi secara spontan.
Pasien yang menderita cheek biting biasanya tidak dapat mengendalikan diri
setiap kali mulai menggigit pipi. Kebanyakan penderita tidak menyadari bahwa
kebiasaan ini dapat meyebabkan kerusakan serius pada mukosa pipi bagian
dalam sampai terjadi perlukaan yang menimbulkan nyeri yang sangat
mengganggu (Khan, 2010). Dalam sebuah survei yang melibatkan 23.616 orang
dewasa kulit putih Amerika dari Minnesota, jumlah kasus keratosis akibat cheek
biting adalah 1,2 kasus per 1000 individu. (Flaitz,2009).
Etiologi:

Beberapa penyebab cheek biting menurut Anonim (2011), yaitu: (a) gigi
yang tajam atau runcing, (b) erupsi gigi bungsu, (c) iatrogenic, dan (d)
penyebab lain seperti stress (kecemasan), efek samping dari teeth grinding,
kelainan TMJ, kelainan penutupan rahang, dan disfungsi otot.
7. Masochitic Habit
Definisi:
Masochitic habit atau sering juga disebut self-injurious behaviour adalah
kebiasaan yang menyebabkan penderita akan memperoleh kesenangan dari
rasa sakit yang dialaminya. Hal ini mungkin menyenangkan bagi penderita,
namun dapat dirasakan sebagai rasa sakit bagi orang lain (Singh, 2007).
Masoschitic habit adalah semua kebiasaan yang dapat membahayakan fisik
seseorang serta dilakukan dengan sengaja dan hanya melibatkan dirinya sendiri.
Masoscitic habit yang memiliki hubungan erat dengan perkembangan dan
pertumbuhan oklusi adalah kebiasaan menggigit kuku (nail biting).
Etiologi:
Kebiasaan ini lebih sering dilakukan dalam keadaan sadar. Masoscitic habit
sering dilakukan lebih dari satu kali (multipel). Hal yang mendorong pelaku
masoschitic habit sangatlah tidak masuk akal dan terkadang aneh, perilaku ini
terkadang sangat berbahaya dan harus segera membutuhkan pertolongan
(Simeon dan Favazza, 2001).
8. Postural Habit
Definisi: Postural habit adalah kebiasaan yang dilakukan secara tidak sengaja
dan bersifat konstan (Yamaguchi dan Sueishi, 2003). Kebiasaan seperti chin
propping dan menggigit-gigit pensil dapat menimbulkan temporo-mandibular
dysfunction (TMD). Kebiasaan tersebut mengakibatkan beban pengunyahan
pada gigi yang terlalu besar, hiperaktivitas otot, ketegangan otot-otot
pendukung sendi temporomandibula, pengecilan otot rahang, dan rasa sakit di
sekitar rahang (Ofceson, 1998).
9. Pacifier
Pacifier atau sering disebut empeng sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan
perdebatan di kalangan dokter dan dokter gigi anak. Pemakaian empeng yang
berkepanjangan hingga anak berusia diatas 4 tahun dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi tetap pada anak sehingga untuk
mengoreksinya kadang diperlukan perawatan gigi orthodontik.
Berikut adalah manfaat penggunaan pacifier :
1) Memenuhi kebutuhan non-nutritive sucking. Bayi mendapatkan
kenyamanan dengan menghisap. Sejak di dalam kandungan, bayi
menghisap jarinya. Bayi selalu ingin menghisap sesuatu seperti ibu
jari, pacifier atau benda-benda lainnya diluar saat minum atau makan;
kondisi ini disebut non-nutritive sucking. Ada bayi yang memiliki
kebutuhan sucking tinggi sehingga pacifier dapat memuaskan
keinginan suckingnya, namun ada juga bayi yang tidak
membutuhkanpacifier untuk menenangkan dirinya

2) Sebagai pengantar tidur. Kadang anak merasa lebih nyaman dan


merasa lebih mudah tertidur dengan menggunakan pacifier. Jika anak
Anda membutuhkan pacifier untuk dapat tidur, usahakan setelah anak
tertidur lepaskan pacifier dari mulutnya. Beberapa cara lain yang dapat
diterapkan untuk membantu bayi tidur adalah dengan mematikan lampu
kamar tidur, menyalakan musik irama lembut, memeluk atau
menyanyikan lagu untuk menidurkan bayi.
Akibat Penggunaan Pacifier :
a. Mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rahang dan
gigi anak. Umumnya kebutuhan sucking atau
menggunakan pacifier menghilang sendirinya saat anak berusia
24-28 bulan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa
pemakaian pacifier sampai pada usia anak 3-5 tahun dapat
menyebabkan perubahan rahang dan susunan gigi, yaitu
terjadinya gigitan terbuka atau open bite. Oleh karena itu jika
setelah usia 3 tahun anak masih
menggunakan pacifier, orangtua perlu berupaya mencari cara
untuk menghentikan penggunaan pacifier .

Gambar diatas memperlihatkan terbuka pengaruh penggunaanpacifier yang


berkepanjangan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan rahang anak. Gambar pada sisi kiri menunjukkan posisi gigi dengan
gigitan terbuka /open bite pada anak usia 30
bulan yang masih menggunakan pacifier. Pada gambar sisi
kanan terlihat kondisi gigitan anak setelah 6 bulan menghentikan penggunaan pacifier.

b. Meningkatkan resiko infeksi jamur dalam mulut dan saluran


pencernaan. Hal ini dapat terjadi jika pacifierkurang bersih. Maka
dari itu pastikan bersihkan pacifier anak secara berkala di dalam
air sabun hangat (pastikan sabun tersebut aman), dan kemudian
keringkan dengan handuk bersih.
c. Menyebabkan bingung puting dan mengurangi durasi lamanya
bayi mau mengkonsumsi ASI. Penelitian oleh Howard dkk
membuktikan bahwa bayi yang menggunakan pacifier secara
konsisten sejak usia dibawah 6 minggu memiliki waktu
konsumsi ASI yang lebih pendek daripada yang tidak

menggunakanpacifier sama sekali. Hal ini disebabkan karena


penggunaan pacifier yang konsisten akan mengurangi frekuensi
bayi minum ASI.
Dilihat dari manfaat dan kerugiaan diatas maka kami
berpendapat bahwa pacifier bukan sama sekali dilarang namun
penggunaannya harus hati-hati dan dibatasi waktu
pemakaiannya.
d. Jika anak rewel atau merasa tidak nyaman sedapat mungkin
menggunakan cara-cara lain untuk menenangkan, memberi
kenyamanan atau membantu bayi mengatasi stresnya sehingga
anak dapat belajar mengatasi sendiri rasa tidak nyamannya dan
tidak tergantung pacifier. Pacifier sebaiknya hanya digunakan
sebagai alternatif terakhir apabila dengan cara lain tidak
(source: Artikel oleh: Drg Tri Julianti, Sp.KGA ( Paediatric dentist )Escalade Dental Care)
No

Oral
Habit

Klasifikasi

Dampak

Digit sucking

Open
bite
anterior, (1) Thumb splint
peningkatan overjet,
(2) sarung tangan
ra anterior protrusif, RB (3) palatal crib
anterior retrusif,
crossbite
anterior,
lengkung maksila
bentuk v

- Tongue
thrusting

Mouth
breathing

1. tipe fisiologis
2. tipe habitual
3. Fungsional
4. Anatomis
(1) obstruktif
(2) habitual
(3) anatomis

Open bite

Manajemen alat

1. Tongue trainer
crib
2. Rakes
3. Oral screen

1. anterior
open Oral screen
bite,
2. erupsi
gigi
posterior
yang
berlebihan,
3. arkus
maksila
yang sempit,
4. overjet
yang
berlebihan,
5. pertumbuhan
mandibula yang
buruk
6. palatum sempit
dan
tinggi
dengan bentuk
huruf v
7. insisivus
yang
protrusif ,

8. oklusi
Angle
kelas II divisi 1,
9. gigi berjejal pada
lengkung rahang
bawah dan atas,
10. gangguan
pertumbuhan
vertikal,
11. posisi lidah yang
rendah
yang
menganggu
fungsi
4

Bruxism

(1) lokal
(2) sistemik
(3) psiko logis
(4) pekerjaan

(1)
menurunnya
petumbuhan vertikal
dari maksila posterior,
(2) deep overbite
gigi anterior.

(1) The Full-Mouth


Occlusal Splint
(2) Anterior splints
(3) Night Guard/
Occlusal guard

Lip
Sucking

(1) Lower lip


sucking
(2) Upper lip
Sucking

(1) Memainkan alat


musik tiup
(2) lip bumper
(3) metal button

Nail
Biting

Chin
Propping
Face
Leaning

(1) protrusif gigi anterior


rahang atas,
(2) retrusif gigi anterior
rahang bawah,
(3) peningkatan overjet,
(4) diastemata
anterior rahang atas, (5)
crowding gigi
anterior rahang bawah,
(6) hiperaktivitas
muskulus mentalis, dan
(7) pendalaman
sulkus mentolabialis.
(1) rotasi gigi, (2) atrisi
pada ujung
incisal gigi, dan (3)
protrusi incisivus
maksila
deep anterior closed bite

(1) memberikan
perasa tertentu pada
kuku
(2) sarung tangan
Edukasi

maloklusi unilateral pada Edukasi


lengkung
rahang
atas,
yaitu
pergerakan gigi maksila
pada sisi yang tertekan
ke arah
lingual.

Klasifikasi maloklusi
yang sering digunakan hingga saat ini adalah sistem Angle. Klasifikasi Angle didasarkan
pada hubungan anteroposterior antara rahang atas dan rahang bawah, dengan gigi molar
permanen pertama sebagai kunci oklusi nya (Moyers, 1969). Pembagian maloklusi
berdasarkan klasifikasi Angle yaitu:
1) Maloklusi Angle Kelas I
Maloklusi Angle Kelas I disebut juga Neutroklusi dan ditandai dengan hubungan anteroposterior yang normal antara rahang atas dan rahang bawah. Tonjol
mesiobukal gigi molar permanen pertama atas terletak pada celah bukal gigi molar
permanen pertama bawah, sedangkan gigi kaninus atas terletak pada ru- ang
antara tepi distal gigi kaninus bawah dan tepi mesial gigi premolar pertama bawah
(Moyers, 1969).
Maloklusi kelas I Angle dibagi atas lima tipe ( Dewey ), yaitu :
Tipe 1 : Gigi anterior berjejal (crowding) dengan kaninus terletak lebih ke
labial (ektopik).
Tipe 2 : Gigi anterior terutama pada gigi rahang atas terlihat labioversi atau
protrusif.
Tipe 3 : Terdapat gigitan bersilang anterior (crossbite anterior) karena
inklinasi gigi atas ke palatinal.
Tipe 4 : Terdapat gigitan bersilang posterior.
Tipe 5 : Gigi posterior mengalami pergeseran ke mesial (mesial drifting) .
2) Maloklusi Angle Kelas II
Maloklusi Angle Kelas II disebut juga Distoklusi. Ditandai dengan celah bukal gigi
molar permanen pertama bawah yang terletak lebih posterior dari tonjol
mesiobukal gigi molar permanen pertama atas. Kelas II Angle dikelompokkan lagi
dalam 3 golongan, yaitu :
I.
Divisi 1 : hubungan molar distoklusi dan inklinasi gigi-gigi insisivus rahang
atas ke labial (extreme labioversion).
II.
Divisi 2 : hubungan molar distoklusi dan gigi insisivus sentral rahang atas
dalam hubungan anteroposterior yang mendekati normal atau sedikit
linguoversi, sementara gigi insisivus lateral bergeser ke labial dan mesial.
III.
Subdivisi : hubungan molar distoklusi hanya terjadi pada salah satu sisi
lengkung gigi (Moyers, 1969).
3) Maloklusi Angle Kelas III
Maloklusi Angle Kelas III ditandai dengan hubungan mesial antara rahang atas dan
rahang bawah. Lengkung gigi rahang bawah terletak dalam hubungan yang lebih
mesial terhadap lengkung gigi rahang atas. Celah bukal gigi molar per- manen
pertama bawah terletaklebih anterior dari tonjol mesiobukal gigi molar permanen
pertama atas (Moyers, 1969).
(source : BERNAFAS LEWAT MULUT SEBAGAI FAKTOR EKSTRINSIK ETIOLOGI
MALOKLUSI (Studi Pustaka)Andina Rizkia Putri Kusuma)
Menurut relasi C

a) Class I puncak cups C RA berada di antara gigi P1 dan C RB


b) Class II puncak cups C berada diantara C dan I2 RB
c) Class III puncak cups C ada diantara P1 dan P2 RB
Cross Bite Anterior
Definisi
Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi
gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang
bawah. Istilah gigi yang terkunci sering digunakan untuk crossbite anterior.
Crossbite anterior dapat dijumpai pada anak terutama pada periode gigi
Bercampur
Akibat yang ditimbulkan
Crossbite anterior dapat mengakibatkan :
a) Abrasi yang berlebihan dari gigi anterior RA dan RB, ditandai
dengan adanya pengikisan enamel pada permukaan labial dan lingual
dari gigi yang terlibat.
b) Biasanya dijumpai kelainan patologis periodonsium berupa inflamasi
gingiva
c) Gigi anterior yang tumbuh berjejal
d) Gangguan fungsional pada pergerakan rahang bawah dan gangguan
pertumbuhan rahang bawah. Pergeseran RB ke anterioryang terjadi
secara terus menerus dapat merobah pola pertumbuhan wajah.
e) Maloklusi ini didiagnosa sebagai maloklusi klas I tipe 3, juga sering
disebut dengan crossbite anterior sederhana yang biasanya
melibatkan tidak lebih dari dua gigi.
Klasifikasi dan Etiologi.
a. Crossbite Anterior Dental
Crossbite anterior dental adalah crossbite anterior yang terjadi karena
anomali gigi. Ditandai dengan adanya satu atau lebih gigi anterior rahang
atas yang linguoversi sehingga terkunci di belakang gigi anterior rahang
bawah pada saat oklusi sentris. Maloklusi ini menunjukkan profil yang
normal dengan jaringan lunak yang menutupi daerah malposisi gigi.Pasien
dapat menutup rahang tanpa adanya hambatan dan hubungan molar yang
dijumpai adalah hubungan klas I Angle. Analisa sefalometri menunjukkan
hubungan skeletal yang normal. Maloklusi ini didiagnosa sebagai
maloklusi klas I tipe 3, juga sering disebut dengan crossbite anterior
sederhana yang biasanya melibatkan tidak lebih dari dua gigi
Etiologi
Crossbite anterior dental adalah maloklusi yang disebabkan oleh faktor
lokal yang mengganggu posisi erupsi normal gigi anterior RA.
Misal :

a) Persistensi gigi sulung menghambat jalan erupsi gigi permanen


penggantinya sehingga menyebabkan arah pertumbuhan gigi
permanenke palatinal.
b) Cedera traumatik pada gigi sulung mengakibatkan sebagian atau
seluruh gigi sulung masuk kedalam tulang alveolar dan
mendorong benih gigi permanen yang ada dibawahnya.
Keadaaan ini menyebabkan perubahan arah pertumbuhan gigi
tetap penggantinya ke palatal.
c) Gigi yang berlebihan (supernumerary teeth). Mesiodens tumbuh
diantara gigi insisivus sentralis dan berada dalam lengkung gigi
menyebabkan gigi insisivus sentralis kekurangan tempat untuk
erupsi.
b. Crossbite anterior fungsional
Crossbite anterior fungsional adalah crossbite anterior yang terjadi
karena anomali fungsional dimana otot-otot rahang menggerakkan
rahang bawah kedepan dan mengunci segmen anterior dalam
hubungan crossbite. Keterlibatan gigi anterior bisa bervariasi dari
satu sampai enam gigi yang mengalami crossbite. Hubungan molar
berubah dari klas I Angle pada posisi relasi sentris menjadi klas II Angle
pada posisi oklusi sentris. Anomali ini disebut juga maloklusi pseudo
klas III dimana posisi relasi sentris menunjukkan profil yang normal
dan berubah menjadi maju kedepan (prognatik) yang terlihat jelas
pada posisi oklusi sentris. Analisa sefalometri menunjukkan
hubungan skeletal normal. Crossbite anterior fungsional menunjukkan
pergeseran rahang bawah yang disebabkan hambatan oklusi seperti
kontak prematur sehingga mengakibatkan terjadinya crossbite
anterior dengan melibatkan banyak gigi anterior.
Etiology
Kontak prematur yang terjadi diakibatkan oleh beberapa keadaan
antara lain :
Adanya kebiasaan cara menggigit yang menyenangkan dengan
menggerakkan rahang bawah kedepan pada masa gigi sulung dan
terbawa sampai kemasa gigi bercampur.
Pergeseran kepalatal dari gigi anterior permanen rahang atas yang
disebabkan
terhambatnya
jalan
erupsi
gigi
sehingga
menimbulkanhambatan oklusi.
Kebiasaan buruk menggigit bibir atas yang menekan gigi anterior
rahang atas ke palatal dan gigi anterior bawah ke labial.
c. Crossbite Anterior Skeletal
Crossbite anterior sleletal adalah crossbite anterior yang terjadi
karena anomali skeletal. Ditandai dengan pertumbuhan rahang bawah
yang berlebihan dibanding rahang atas sehingga rahang bawah terlihat
maju kedepan (prognatik).

Hubungan molar yang dijumpai adalah hubungan klas III Angle


dengan melibatkan ke-enam gigi anterior yang mengalami crossbite.
Pasien dapat menutup rahang tanpa ada hambatan.
Analisa sefalometri menunjukkan kelainan antero posterior pada
skelatal. Crossbite anterior skeletal secara umum lebih disebabkan
karena tidak adanya keseimbangan pertumbuhan skeletal antara
rahang atas dengan rahang bawah yang dipengaruhi oleh pola
herediter. Melalui anamnese biasanya dapat diketahui bahwa kelainan
skeletal juga diderita oleh orang tua. Crossbite anterior dental dan
fungsional yang tidak segera dirawat dapat berkembang menjadi
crossbite anterior skeletal.
Perawatan gigi open bite dan protrusive
Open bite disertai gigi protrusive perawatannya biasanya membutuhkan
pencabutan biasanya membutuhkan pencabutan gigi premolar pertama kanan dan
kiri. Pir yang cocok digunaka adalah untuk mengekstruksi gigi-gigi anterior yang
infraversi adalah bususr labial dengan loop horizontal dari kawat stainless steel 0,7
mm.
(source: penambahan komponen alat cekat untukmengatasi kesulitan pada perawatan
ortodontik dengan alat lepasa drg Wayan Ardhana, MS,Sp.Ort Bagian Ortodonsia FKG)

Você também pode gostar