Você está na página 1de 13

2014

ANDRAGOGI

RINAWATI RAFIAH
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH |
Universitas Negeri Surabaya

Soal
1. Analisis 5W+1H Pendidikan Orang Dewasa
A. Siapa Orang Dewasa ?
B. Apa Misi Pendidikan Orang Dewasa ?
C. Bagaimana Implementasi dalam pembelajaran orang dewasa ?
D. Dimana perbedaan orang dewasa dan anak-anak ?
E. Mengapa orang dewasa bersemangat dalam belajar ?
F. Kapan pendidikan orang dewasa dilakukan ?

2. Analisis

SWOT

Threat/ancaman)

(Strenght/kekuatan,

Weakness/kelemahan,

Opportunity/peluang,

Jawaban
1. Pendidikan orang dewasa adalah kegiatan terencana dan terorganisasikan yang dilakukan
seseorang, lembaga atau instrumen lain yang dimaksudkan untuk membantu orang dewasa
belajar dan yang berada di bawah supervisi terus-menerus suatu lembaga pengajaran yang
memimpin dan yang mengatur kondisi-kondisi belajar begitu rupa untuk memperlancar
berhasilnya pencapaian tujuan belajar.
Andragogi berasal dari kata andros atau aner yang berarti orang dewasa. Kemudian agogos
bararti memipin. Andragogi berarti memimpin orang dewasa. Dari segi definisi andragogi
adalah seni dan ilmu mengajar orang dewasa (Knowles, 1980). Sebagai ilmu, tidak ubannya
seperti ilmu yang lain, tentunya andragogi dapat dipelajari oleh siapa saja karena ia mengkuti
hukum-hukum keilmuan pada umumnya yang bersifat objektif. Sebagai seni atau kiat, adragogi
adalah aktifitas yang merupakan hasil dari kecapan kreatif dan keliahaian seseorang yang terkait
dengan rasa estetika, terkait dengan kepribadian, karakter atau watak si pendidik. Ada pendidik
yang sangat piawai dalam mempengaruhi dan memperlakukan anak-anak didiknya yang
berdampak rasa senang dan simpati kepada si pendidik. Dengan kesabarannya ketelatennanya
dan rasa humornya, seorang pendidik lebih memikat hati anak lebih dari yang lain. Begitu
sebaliknya, ada pendidik yang kurang dapat melakukan hal-hal seperti dilakukan tadi walaupun
dia sangat menguasai dan pandai secara keilmuan. Tampakanya ilmu mendidik saja belum
cukup dan harus dipadukan dengan seni. Demikianlah, sebenarnya mendidik merupakan
perpaduan antara ilmu dan seni dalam membantu orang lain, baik anak ataupun orang dewasa,
dalam belajar.
Ada juga yang mendefinisikan andragogi sebagai ilmu tetang orang dewasa belajar atau the
science of adulf learning (Laird, 1981), yang dalam hal ini lebih merupakan psikologi belajar.
Disamping itu ada juga yang menitikbertakan pada pemberian bantuan, yang mendefinisikan
adragogi sebagai seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa belajar (Brundage,
1981). Di Indonesia Direktorat Pendidikan Masyarakat telah mulai mengadopsi ide ini sejak
tahun 1970-an dengan mengunakan istilah membelajarkan dan juga pembelajaran orang
dewasa. Jadi, ringkasnya adragogi adalah seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang
dewasa belajar. Dalam hal ini si pendidik harus berusaha bagaimana membantu mempermudah
atau memfasilitasi orang dewasa belajar. Dalam hubungan ini, diyakini bahwa wujud

bantuannya pasti berbeda dengan anak karena karakteristik yang berbeda antara keduanya.
(Marzuki, Saleh. 2010:166-167).

Siapa Orang Dewasa


Menurut definisi pertama dari Websters New Collegiate Dictionary, orang dewasa adalah
seseorang yang berkembang dan dewasa sepenuhnya. Kedua dalam arti fisik atau fisiologis,
yaitu: ... achievement of the ability to reproduce-which varies from er, culture to culture, and
individu to individu, and probably from sex to sex. Definisi legal atau legal definition yaitu
voting age, driving age, drinking age, deliaquent versus adult criminal age, age of consent and
the like.
Dari sudut pendang pendidikan, tentang individu mana yang dianggap dan diperlakukan sebagai
orang dewasa, ada dua pertanyaan penting dalam hubungan ini: (1) who behave as an adult
who perform adult roles (social definition); (2) whose self concept is that of an adult
(psycological definition). Dua pertanyaan ini barangkali hanya bisa dijawab dalam arti derajat
(degree). Menerapkan kriteria pertama, seseorang dikatakan dewasa dalam hal bahwa orang
tersebut menjalankan peran sosial, khususnya yang ditugaskan oleh kebudayaan kita kepada
mereka yang dipandang dewasa, misalnya peran sebagai pekerja, pasangan, orang tua, warga
negara, yang bertanggungjawab sebagai tentara, guru, dan sebagainya. Menerapkan kriteria
kedua, seseorang dikatakan dewasa apabila orang memandang dirinya sebagai orang yang
sudah harus bertanggung jawab atas kehidupan dirinya. (Marzuki, Saleh. 2009: 30).

Apa Misi Pendidikan Orang Dewasa


Misi yang pertama kali nampak pada pendidikan orang dewasa adalah sederhana, yakni
menyelenggarakan pendidikan yang berhasil kepada orang dewasa, baik laki-laki maupun
perempuan. Berhasil disini diartikan atau dilihat dari segi jumlah ataupun atusiasme para
pesertanya. Namun demikian, menurut pengalaman sejarah misi pendidikan orang dewasa jauh
lebih besar daripada itu. Pada pokonya misi pendidikan orang dewasa dapat diterangkan dalam
hubungannya dengan pemenuhan tiga perangkat kebutuhan dan tujuan (needs and goals), yakni
kebutuhan dan tujuan perorangan (the needs and goals of individuals), kebutuhan dan tujuan
kelembagaan (the needs and goals of institution), serta kebutuhan dan tujuan kebutuhan dan
tujuan masyarakat (the needs and goals of society).

Kebutuhan dan tujuan perorangan dapat dijelaskan bahwa misi utama setiap pendidikan orang
dewasa adalah menolong individu dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya..
Biasanya jika kita bertanya apakah tujuan dan kebutuhan anda, maka dia akan menjawab bahwa
kebutuhan dan tujuan dia antara lain adalah dierolehnya beberapa kompetensi atau kemampuan
seperti berbicara dengan lancar didepan umum, dapat mengerjakan matematika, atau dapat juga
dalam bentuk lebih abstrak seperti begaiman dia dapat mengumpukan uang sebanyakbanyaknya atau dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain secara lebih baik.
Ini semua tentu merupakan daya tarik bagi seseorang untuk belajar, dan karena itu kadangkadang lebih mendekati pada minat daripada kebutuhan. Minat biasanya merupakan sesuatu
yang disadari dibandingkan dengan kebutuhan yang agak kurang disadari. Salah satu kebutuhan
yang dapat sinyatakan disini adalah menghindari keabsolutan; maksudnya adalah apa yang
kita pelajari pada masa lalu, ternyata tidak mampu lagi mengatasi kesulitan masa kini.
(Marzuki, Saleh. 2009: 32-33).

Bagaimana Implementasi dalam pembelajaran orang dewasa ?


Implementasi dalam pembelajaran orang dewasa
Perlu ada lingkungan yang aman bagi orang dewasa untuk bisa belajar
Perlu ada diagnosa tentang kebutuhan dan tujuan yang diharapkan bersama dari suatu proses
pembelajaran
Perlu ada interaksi dan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran
Perlu ada kepekaan bagaimana menyusun suatu program pembelajaran yang efektif, yang
memikirkan bagaimana cara orang dewasa belajar, dan diorganisasikan untuk
memaksimalkan keinginan dan kemampuan orang dewasa dalam belajar.
Dimana perbedaan orang dewasa dan anak-anak ?
Orang dewasa pada umumnya
1. Orang dewasa memiliki pengalaman praktis dan prakmatis yang luas.
2. Belajar berpusat pada pendalaman dan perluasan daripada pengalaman yang lalu, baik
pengetahuan, sikap maupun keterampilan.

3. Hambatan-hambatan untuk mengubah bersumber dari faktor-faktor yang ada hubungannya


dengan lingkungan sosialnya, pekerjaannya, dan kebutuhan dirinya untuk kelanjutan
hidupnya.
4. Kebutuhan belajar dihubungkan dengan situasi kehidupan yang akan datang.
5. Orang dewasa tampak lebih menggunakan oikiran generalisasi dan abstrak.
6. Orang dewasa dapat mengemukakan kebutuhan belajarnya, sehingga dapat bernegoisasi
dengan programmer dalam perencanaan.
7. Orang dewasa telah memiliki konsep diri yang mantap yang memungkinkan untuk
berpartisipasi dan mandiri.
8. Orang dewasa ditugasi dan dibebani status dan tanggung jawab oleh masyarakat.
Anak pada umumnya
1. Anak-anak mempunyai sedikit sekali pengalaman pragmatis.
2. Belajar berpusat pada pembentukan dasar-dasar pengertian, keterampilan dan sikap-sikap.
3. Hambatan untuk berubah datang dari faktor-faktor yang ada hubungannya dengan
pertumbuhan fisik, tuntutan sosial dan pertumbuhan fisik, tuntutan sosialiasasi dan
persiapan-persiapan untuk kehidupan sosial dan pekerjaan yang akan datang.
4. Kebutuhan belajar berhubungan dengan penegembangan pola-pola pengertian untuk yang
akan datang.
5. Anak-anak tampak lebih menggunakan pikiran konkrit.
6. Anak-anak tidak dapat mengemukakan kebutuhan belajarnya, dan karenanya cenderung
ditentukan oleh experts.
7. Konsep diri masih belum terorganisasikan yang menyebabkan anak memandang diri masih
bergantung.
8. Belum dibebani tanggung jawab dan sedang diharapkan untuk bertanggung jawab.
(Marzuki, Saleh. 2010: 168).

Mengapa orang dewasa bersemangat dalam belajar ?


Karena Orang Dewasa memilki prinsip yang tidak dimiliki anak-anak. Adapun prisip-prinsinya:
1. Nilai manfaat

Orang dewasa akan belajar dengan baik bila apa yang dipelajari bermanfaat bagi
dirinya.
2. Sesuai dengan pengalaman
Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
3. Masalah sehari-hari
Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari berpusat pada
masalah yang dihadapi sehari-hari.
4. Praktis
Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari bersifat praktis
dan mudah diterapkan.
5. Sesuai kebutuhan
Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari sesuai dengan
kebutuhannya
6. Menarik
Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari menarik baginya.
7.

Berfarisipasi aktif
Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajari ia mengambil
bagian atau berperan aktif dalam pembelajaran.

8. Kerja sama
Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila terdapat kerjasama dan saling
menghargai antara pemateri dan peserta.
9. Lakukan perhatian dalam suasana informal
Orang dewasa suka pelatihan yang akrap, santai, dan tidak kaku. Suasana yang nyaman
perlu diciptakan dalam pelatihan.
10. Variasikan metode pembelajaran
Lakukan perubahan pada kecepatan dan teknik pelatihan dari waktu ke waktu. Gunakan
variasi metode pembelajaran dan penyampaian.
11. Hilangkan factor ketakutan
Setiap orang akan mencapai kesuksesan belajar bila factor ketakutan dapat dihilangkan
atau dikurangi seminimal mungkin.

12. Arahkan dan berikan motivasi


Berilah pertolongan kepada orang dewasa dengan cara menyebutkan referensi, memberi
contoh, dan memberikan dorongan.
13. Tunjukkan antusiasme
Tunjukkan antusiasme dalam mengajar kepada orang dewasa, agar mereka juga
bersemangat dalam belajar.
Kapan pendidikan orang dewasa dilakukan ?
Pendidikan orang dewasa dilakukan ketika orang dewasa itu sadar akan kebutuhannya, baik itu
untuk mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi
teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam
persektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam perkembangan
sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas.

2. SWOT (Strenght/kekuatan, Weakness/kelemahan, Opportunity/peluang, Threat/ancaman)


Strenght/kekuatan dalam Andragogi
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No.20 Tahun 2003).
Dengan adanya pendidikan orang dewasa maka semakin berkualitas Sumber Daya Manusia.
Denga kata lain bila kualitas SDM sudah baik maka perekonomian, kesejahteraan hidup akan
mudah didapatkan.

Weakness/kelemahan
Menurut Verner & Davison ada enam faktor yang secara fisiologik dapat menghambat
keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1. Dengan bertambahnya usia, titik-dekat penglihatan, atau titik terdekat yang dapat dilihat
secara jelas, mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat

jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik-dekat
penglihatan sudah menjauh sampai 23 cm.
2. Dengan bertambahnya usia, titik-jauh penglihatan, atau titik terjauh yang dapat dilihat
secara jelas, mulai berkurang, makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam
pengadaan dan pengunaan bahan dan alat pendidikan.
3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu
situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, maka
pada usia 40 tahun memerlukan 145 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4. Makin bertambahnya usia, persepsi kontras warna cebderung ke arah merah daripada
spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya
yang masuk akan tesaring. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna
lembut.
5. Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia.
Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan
nada secara tajam pada setiap dasawarsa dalam hidupnya.
6. Perbedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan
melanjutnya usia.

Opportunity/peluang
Menurut Knowles (1998) perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar
didasarkan pada asumsi tentang peserta didik orang dewasa, yakni:

(1) Orang dewasa

mempunyai kesiapan belajar untuk belajar jika kebutuhan dan minatnya dapat terpenuhi, (2)
Orientasi belajar orang dewasa terpusat pada kehidupan, sehingga unit pembelajarannya adalah
situasi kehidupan, bukan sekedar subyek atau materi pembelajaran, (3) Pengalaman merupakan
sumber terkaya bagi orang dewasa, oleh karena itu metodologi dasar bagi pendidikan orang
dewasa adalah menganalisis pengalaman, (4) Orang dewasa memiliki kebutuhan mendalam
untuk mengarahkan dirinya sendiri (konsep diri), sehingga peran guru adalah menjalankan
proses untuk sama-sama menjajaki dan mencari daripada mengalihkan pengetahuan tutor
kepada peserta didik oang dewasa, (5) Perbedaan individual meningkat dengan meningkatnya
usia, sehingga pendidikan orang dewasa harus memperhitungkan perbedaan dalam gaya, waktu,
tempat dan kecepatan belajar (Hatimah,. 2007).

Berdasarkan lima asumsi peserta didik orang dewasa tersebut berimplikasi pada penerapan
pembelajaran orang dewasa. Prinsip-prinsip pembelajaran pada peserta didik orang dewasa
antara lain: (1) Pembelajaran merupakan proses untuk menemukan dan memecahkan masalah
pada saat ini, (2) Pembelajaran berusaha menemukan cara yang dapat memperbaiki situasi,
mencapai sasaran yang diinginkan, memperbaiki pengalaman, atau mengembangkan
kemungkinan berdasarkan pada yang dihadapi pada masa sekarang,

(3)

Tutor tidak

mendominasi dalam pembelajaran, tutor dengan peserta didik bersifat sejajar, saling membantu,
(4)

Tutor membimbing peserta didik sampai pada pengetahuan peserta didik, bukan hanya

fakta-fakta yang lemah tingkat kebenarannya, (5) Kesiapan belajar orang dewasa yang berbedabeda, membuat mereka untuk memilih masuk ke dalam kelompok pembelajaran yang sesuai
bagi dirinya. Oleh karena itu mereka perlu dibantu untuk menemukan apa yang menjadi
kebutuhan mereka untuk dipelajari,

(6). Berdasarkan pengalaman orang dewasa selalu

mengkaitkan apa yang dipelajari dengan pengetahuan dan


pengalaman mereka selama ini. Pengalaman ini dalam pendidikan orang dewasa merupakan
sumber belajar yang kaya. (7). Orang dewasa perlu mengalami alasan mereka mempelajari
sesuatu agar dapat diterapkan ketika bekerja dan menjadi nilai yang tertanam dalam diri mereka,
(8). Tutor perlu menyadari bahwa orang dewasa lebih menyukai hal-hal yang praktis, oleh
karena itu apa yang dipelajari harus benar-benar bermanfaat dalam bekerja mereka di masa
depan.
Memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa tersebut, maka ada beberapa hal yang
penting untuk dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan
berhasilnya pencapaian standar kompetensi peserta didik, yakni: (1) bersikap respek positif
terhadap peserta didik, (2) menerima keterbukaan orang lain, (3) bersikap wajar, jujur apanya
dan memberi respon secara ikhlas, (4) bersikap manusiawi, memahami masalah peserta didik
secara intelektual (Smith, 2002).
Dalam konsep pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), peserta didik dituntut
untuk aktif dalam membangun makna dan pemahaman (kontruktif) (Balitbang, 2003).
Implikasinya, tutor harus bertanggung jawab untuk menciptakan situasi belajar yang
mendukung prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab peserta didik untuk belajar sepanjang
hayat. Dalam teori pembelajaran kontruktivisme, terdapat 7 ciri kegiatan pembelajaran yang
dapat memberdayakan potensi peserta didik: (1) proses membangun pemahaman atau makna

terhadap informasi dan atau pengalaman, (2) berpusat pada peserta didik, (3) belajar dengan
mengalami, (4) mengembangkan keterampilan sosial, kognitif dan emosional, (5)
mengembangkan rasa ingin tahu dan imajinasi, (6) belajar sepanjang hayat, (7) mandiri dan
kerjasama. Dengan demikian dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, tutor dituntut untuk
menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga peserta didik selalu ingin belajar dan
menerapkan materi yang dipelajarinya.
Berdasarkan uraian tersebut maka peran tutor dalam pembelajaran pendidikan kesetaraan
adalah sangat strategis untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif (Cross, 1981). Untuk
dapat melaksanakan peran-peran strategis tutor dalam pembelajaran kesetaraan tersebut,
langkah-langkah yang dapat ditempuh tutor pada kegiatan pembelajaran adalah: (1) Mengelola
kegiatan pembelajaran, (2) Mengelola lingkungan / tempat belajar, (3) Mengelola peserta didik,
yang perlu diperhitungkan adalah keberagaman peserta didik. (4) Mengelola isi atau materi
pembelajaran. (5) Mengelola evaluasi hasil belajar peserta didik.

Threat/ancaman
Dari segi psikologik orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu, maka perlu
diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
1. Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri. Maka
orang dewasa tidak diajar, orang dewasa itu dimotivasi untuk mencari pengetahuan yang
lebih mutakhir, ketrampilan baru, dan sikap lain.
2. Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi dirinya dan melihat sesuatu
mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.
3. Belajar bagi orang dewasa kadang-kadang merupakan proses yang menyakitkan. Sebab
belajar adalah perubahan perilaku, sedang perubahan seringkali meningalkan kebiasaan,
norma dan cara berpikir lama yang sudah melekat.
4. Belajar bagi orang dewasa adalah hasil dari mengalami sesuatu. Sedikit sekali hasil
siperoleh apabila orang tua siceramahi, dikhotbahi, digurui untuk melkukan hal tertentu atau
bersikap tertentu. Ia harus mengalaminya untuk dapat dan mau terus melakukannya.
5. Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang punya
cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah.

6. Sumber terkaya untuk bahan belajar terdapat di dalam diri orang dewasa itu sendiri.
Setumpukan pengalaman masa lampau telah tersimpan di dalam dirinya, perlu digali dan
ditata kembali dengan cara yang lebih berarti.
7. Belajar adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus. Manusia mempunyai
perasaan dan pikiran. Hasil belajar maksimal dicapai apabila orang dapat memperluas
perasaan maupun pikirannya.
8. Belajar adalah hasil kerja sama antara manusia. Dua atau lebih banyak manusia yang saling
memberi dan menerima akan belajar banyak, karena pertukaran pengalaman, pertukaran
pengetahuan, saling mengucapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah.
9. Belajar adalah suatu proses evolusi. Kemampuan orang dewasa untuk mengerti, menerima,
mempercayai, menilai, mendukung, memerlukan suatu proses yang berkembang secara
perlahan. Tidak dapat dipaksakan sekaligus. Perubahan perilaku tidak dapat terjadi secara
seketika melainkan terjadi pelahan-pelahan melalui percobaan-percobaan. (Lunandi. 1981:
7- 8)

DAFTAR PUSTAKA

Marzuki, Saleh. 2010. Pendidikan Nonformal Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan,
dan Andragogi. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Lunandi. 1981. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT Gramedia.
Marzuki, Saleh. 2009. Pendidikan Nonformal Bukan Residu. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
(FIP) Universitas Negeri Malang.
Alifuddin. 2011. Menyemai Pendidikan Non Formal. Jakarta: MAGNAScript Publishing.

Você também pode gostar