Você está na página 1de 11

Selasa, 24 November 2009

LAPORAN PENDAHULUAN
PRE DAN POST OPERASI APPENDICTOMY

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum (Usus Buntu) dan lumen appendiks ini bermuara
ke dalam caecum dinding appendiks mengandung banyak folikel getah bening biasanya
appendiks terletak pada iliaca kanan di belakang caecum.
Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan mukokel, tempat parasit, tumor benigna
atau maligna dapat mengalami trauma, pembentukan pistula interna atau eksterna, kelainan
kongenital korpus ileum dan kelaina yang lain. Khusus untuk appendiks terdapat cara prevensi
yang hanya mengurangi morbilitas dan mortalitas sebelum menjadi perforasi atau gangren.
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan cara operasi (pembedahan ).
Pada operasi appendiks dikeluarkan dengan cara appendiktomy yang merupakan suatu tindakan
pembedahan membuang appendiks.
Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah dilakukan tindakan pembedahan antara lain :
nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kecemasan potensial
terjadinya infeksi.
Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan menanggulangi hal tersebut sangatlah
penting dan dibutuhkan terutama perawatan yang mencakup empat aspek diantaranya : promotif
yaitu memberikan penyuluhan tentang menjaga kesehatan dirinya dan menjaga kebersihan diri
serta lingkungannya.

2. Tujuan
Penyusunan laporan pendahuluan mempunyai beberapa tujuan, diantaranya :
a. Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan apendicitis (perioperatif apendictomy)
melalui asuhan keperawatan yang komperhensif.
b. Tujuan Khusus
1) Mampu mengetahui secara medis tentang cidera kepala sehingga mendukung pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan apendicitis (perioperatif apendictomy).
2) Mampu melakukan pengkajian, menganalisa dan menemukan masalah keperawatan pada
pasien dengan apendicitis (perioperatif apendictomy).
3) Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan sesuai dengan data yang telah didapat pada
pasien dengan apendicitis (perioperatif apendictomy).
4) Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan apendicitis (perioperatif
apendictomy).
5) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dengan optimal pada pasien dengan apendicitis
(perioperatif apendictomy).
6) Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan

apendicitis (perioperatif apendictomy).

B. TINJUAN TEORI
1. Pengertian
Appendicitis adalah peradangan pada usus buntu (appendiks), atau radang pada appendiks
vermiformis yang terjadi secara akut. Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk
seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus
buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang
penting. Appendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti,
namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Appendiks merupakan tabung panjang,
sempit (sekitar 6 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan
dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir
tersebut maka dapat mempermudah timbulnya appendicitis (radang pada appendiks). Di dalam
appendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat
di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada appendiks terdapat arteria apendikularis yang
merupakan endartery. Appendicitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.

2. Etiologi
Penyebab appendicitis belum sepenuhnya dimengerti. Pada kebanyakan kasus, peradangan dan
infeksi usus buntu mungkin didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila
peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pecah. Usus buntu yang pecah bisa
menyebabkan:
a. Masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa berakibat fatal.
b. Terbentuknya abses.
c. Pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan pada
saluran yang bisa menyebabkan kemandulan.
d. Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat fatal.
3. Faktor Predisposisi / Presipitasi
Ada banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi
pada lumen appendiks. Obstruksi pada lumen appendiks ini biasanya disebabkan karena adanya
timbunan tinja yang keras (fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda
asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi
lumen appendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.
4. Tanda Dan Gejala
Ada beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara samar (nyeri tumpul) di
daerah sekitar pusar. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian
nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada appendicitis
akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney. Nyeri perut ini akan bertambah sakit apabila terjadi
pergerakan seperti batuk, bernapas dalam, bersin, dan disentuh daerah yang sakit. Nyeri yang
bertambah saat terjadi pergerakan disebabkan karena adanya gesekan antara visera yang
meradang sehingga menimbulkan rangsangan peritonium. Selain nyeri, gejala appendicitis akut
lainnya adalah demam derajat rendah, mules, konstipasi atau diare, perut membengkak dan
ketidakmampuan mengeluarkan gas. Gejala-gejala ini biasanya memang menyertai appendicitis
akut namun kehadiran gejala-gejala ini tidak terlalu penting dalam menambah kemungkinan

appendicitis dan begitu juga ketidakhadiran gejala-gejala ini tidak akan mengurangi
kemungkinan appendicitis.
Pada kasus appendicitis akut yang klasik, gejala-gejala permulaan antara lain :
a. Rasa nyeri atau perasaan tidak enak disekitar umbilikus ( nyeri tumpul). Beberapa jam
kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan
disekitar titik Mc Burney. Rasa sakit semakin meningkat, sehingga pada saat berjalan pun
penderita akan merasakan sakit yang mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk
pada saat berjalan. Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak appendiks, apakah di rongga
panggul atau menempel di kandung kemih sehingga frekuensi kencing menjadi meningkat. Nyeri
perut juga akan dirasakan bertambah oleh penderita bila bergerak, bernapas dalam, berjalan,
batuk, dan mengejan. Nyeri saat batuk dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra-abdomen.
b. Muntah, mual ,dan tidak ada nafas umakan. Secara umum setiap radang yang terjadi pada
sistem saluran cerna akan menyebabkan perasaan mual sampai muntah. Meskipun pada kasus
appendicitis ini, tidak ditemukan mekanisme pasti mengapa dapat merangsang timbulnya
muntah.
c. Demam ringan ( 37,5 C 38,5 C ) dan terasa sangat lelah
Proses peradangan yang terjadi akan menyebabkan timbulnya demam, terutama jika kausanya
adalah bakteri. Inflamasi yang terjadi mengenai seluruh lapisan dinding appendiks. Demam ini
muncul jika radang tidak segera mendapat pengobatan yang tepat.
d. Diare atau konstipasi. Peradangan pada appendiks dapat merangsang peningkatan peristaltik
dari usus sehingga dapat menyebabkan diare. Infeksi dari bakteri akan dianggap sebagai benda
asing oleh mukosa usus sehingga secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri
tersebut melalui peningkatan peristaltik. Selain itu, appendicitis dapat juga terjadi karena adanya
feses yang keras (fekolit). Pada keadaan ini justru dapat terjadi konstipasi. Pada beberapa
keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi
yang lebih parah.

5. Patofisiologi
Patofisiologi appendicitis diawali dengan adanya sumbatan dan penyempitan lumen appendiks.
Adanya sumbatan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, termasuk diantaranya : fekolith,
hiperplasia jaringan limfoid submukosa, adanya parasit usus, corpua alenium, dan penyakit
Crohn. Sekresi mukus dalam lumen appendiks yang terus menerus terjadi menyebabkan lumen
appendiks distensi (tekanan intraluminar meningkat). Akibatnya akan memacu terjadinya
iskemia jaringan, pertumbuhan bakteri berlebihan, inflamasi / peradangan transmural dan
mungkin juga biasa terjadi perforasi. Peradangan mungkin juga bisa cepat menyebar ke
peritoneum parietal dan struktur-struktur yang berdekatan. Pada appendicitis kronis obstruksi
lumen bersifat partial, jika obstrukasi partial ini berubah menjadi total maka akan berkembang
menjadi appendicitis akut.
Appendicitis akut fokal :
Nyeri viseral ulu hati karena regangan mukosa
Nyeri pada titik Mc Burney
Peritonitis lokal

Appendicitis Gangrenosa
Perforasi
Peritonitis umum
6. Komplikasi
Komplikasi paling serius adalah ruptur appendiks. Hal ini terjadi jika appendicitis terlambat
didiagnosis atau diterapi. Kasus ini paling sering terjadi pada bayi, anak, atau orang tua.
Bocornya appendiks dapat menyebabkan peritonitis dan pembentukan abses. Peritonitis adalah
infeksi berbahaya yang terjadi akibat bakteri dan isi appendiks keluar mencemari rongga perut.
Jika tidak diobati dengan cepat, peritonitis dapat berakibat kematian. Abses adalah massa lunak
yang berisi cairan dan bakteri, biasanya terbentuk sebagai upaya tubuh untuk melokalisir infeksi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologi.
a. Pemeriksaan laboratorium, yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut
adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah
lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit diatas 10.000 dan neutrofil
diatas 75 %.Sedang pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada
6-12 jam setelah inflamasi jaringan.
b. Pemeriksaan radiologi, yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut antara
lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CTscan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum
8. Penatalaksanaan Medis
Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif. Ada dua
teknik operasi yang biasa digunakan :
a. Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah kanan perut.
Sayatan akan lebih besar jika appendicitis sudah mengalami perforasi.
b. Laparoscopy : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar, yang lainnya
diseputar perut. Laparoscopy berbentuk seperti benang halus denagan kamera yang akan
dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian
ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan
peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain.
Pengangkatan appendiks, pembuluh darah, dan bagian dari appendiks yang mengarah ke usus
besar akan diikat.
C. Asuhan keperawatan
1. Pre Operatif
Pemeriksaan diagnostik
a. Anamnesa
1) Nyeri (mula-mula di daerah epigastrium, kemudian menjalar ke Mc Burney).
2) Muntah (rangsang viseral).
3) Panas (infeksi akut)
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi

Pada appendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada inspeksi
biasa ditemukan distensi perut.
2) Palpasi
Kecurigaan menderita appendicitis akan timbul pada saat dokter melakukan palpasi perut dan
kebahagian paha kanan. Pada daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign). Nyeri perut kanan bawah
merupakan kunci dari diagnosis appendicitis akut.
Status lokalis
a) Mc.burney :
(1) Nyeri tekan (+)
(2) Nyeri lepas (+) rangsang peritoneum
(3) Nyeri ketok (+)
b) Defens muskuler (+) m.rektus abdominis
c) Rovsing Sign (+) pada penekanan perut bagian kontra Mc Burney (kiri) terasa nyeri di Mc
Burney karena tekanan tersebut merangsang peristaltik usus dan juga udara dalam usus, sehingga
bergerak dan menggerakan peritoneum sekitar appendiks yang sedang meradang sehingga terasa
nyeri.
d) Psoas sign (+) m psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik Mc Burney (pada appendiks
retrocaecal) karena merangsang peritoneum sekitar appendicitis yang juga meradang.
e) Obturator sign (+) fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri
berarti kontak dengan m obturator internus, artinya appendiks di pelvis.
f) Peritonitis umum (perforasi) :
(1) Nyeri di seluruh abdomen
(2) Pekak hati hilang
(3) Bising usus hilang
g) Rectal touche : nyeri tekan pada jam 9 12
3) Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk menentukan letak appendiks bila
letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan colok dubur kemudian terasa nyeri maka
kemungkinan appendiks penderita terletak didaerah pelvis.
c. Persiapan Operasi
1) Puasa (mulai dari jam 1 malam)
2) Lavemen
3) Cukur
4) Pemeriksaan EKG
5) Pemeriksaan laboratorium
6) Baju operasi
7) Foto torak
8) Persediaan darah (1 kolf)
9) Inform concent
d. Persiapan saat di ruang penerimaan
1) Mengecek kelengkapan syarat-syarat operasi
2) Mengecek kembali status klien untuk mencocokkan kembali nama pasien, diagnosa medis,
tindakan operasi yang akan dilakukan dengan jadwal operasi.
3) Memesan alat habis pakai yang akan dipakai utuk operasi.
4) Memindahkan pasien dan mengantar dari ruang penerimaan ke kamar operasi
5) Melakukan pemeriksaan TTV

6) Mengeksplorasi perasaan klien saat akan menjalani operasi


e. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi
f. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi. Control resiko Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteritik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5. Kurangi faktor pencetus nyeri
Pemberian analgetik
1. Tentukan lokasi karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih anakgesik yang iperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
5. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
6. Pilihan rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
7. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi Control
resiko Teaching perioperatif
1. Informasikan pada klien dan keluarga tentang jadwal operasi, waktu dan lokasi pembedahan
2. Informasikan pada klien berapa lama waktu operasi yang diharapkan
3. Tanyakan pengalaman klien yang sebelumnya tentang operasi dan level pengetahuannya
tentang operasi / pembedahan
4. Minta klien untuk didampingi saat operasi agar cemas berkurang
5. Jelaskan preoperaitf medikasi yang diberikan dan efeknya
2. Intra Operatif
a. Persiapan perawat
1) Mengekspresikan perasaan, memakai baju operasi, masker, topi dan celemek dengan benar.
2) Memberi pengalas pada meja operasi dan mengatur meja operasi serta lampu operasi dengan
benar
3) Mengatur meja instrumen dan mengoleskan alkohol pada meja instrumen
4) Menyiapkan basic set, duk steril dan baju operasi diatas meja instrumen
5) Mengantar pasien memasuki kamar operasi
6) Memasang grown couter dan menyiapkan alat suctin serta tempat sampah.
b. Persiapan alat dan ruang
1) Alat steril
Jas operasi, kassa, duk operasi, basic set, couter, ajrum, benang, kom, infus set, bengkok, mess
2) Alat tidak steril
Lampu operasi, mesin couter, mesin anastesi, meja operasi, meja instrumen, tiang infuse, tempat

sampah, bantal dan selimut.


3) Bahan medis habis pakai
Mess no 24, kassa (6 bungkus), jarum, alkohol 70 %, (200 ml), betadin (500ml), hibiscrub (200
ml), hypafik (30 cm), sarung tangan 7,5 (4 bh), benang cromic 2/0, benang plain 3/0, benang side
2/0
4) Set yang dipakai (instrumen yang digunakan)
Basic set dan laparatom set yang teriri dari :
Instrumen jumlah Ukuran
Duk klem
Fosrep arteri bengkok panjang
Forsep arteti lurus
Forsep jaringan ellips
Kocher
Gunting diseksi lurus (mayo)
Gunting diseksi bengkok (mayo)
Gunting diseksi metazenbaum
Retractor langenbeck kecil
Neddle holder
Tangkai scapel
Pinset anatomis
Pinset cirurgis
Kom 6
8
4
2
4
1
1
1
2
4
1
2
2
3 11 cm
16 cm
15 cm
17 cm
23 cm
18 cm
15 cm
-

c. Prosedur operasi
1) Klien dianastesi
2) Pada stadium narkose, klien diposisikan dan dicuci daerah yang akan diinsisi dengan savlon.
3) Operator, asisten operator, perawat instrumen dan asissten instrumen mencuci tangan,
melakukan growning dan gloving
4) Perawat instrumen mengecek jumlah instrumen dan kasa yang disediakan
5) Pasien didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70 % dan bethadin pada area yang akan
diinsisi
6) Melakukan draping
7) Memposisikan meja instrumen dekat dengaan instrumentator
8) Memasang kabel couter
9) Tim operasi siap dan berdoa bersama
10) Insisi digaris lanz atau grid iron melewati titik mac burney , kemudian perdalam insisi lapis
per lapis sampai dengan fasia muskulus oblikus eksternus.
11) Fasia dibuka dengan mess diperlebar dengan gunting, dilakukan split terhadap muskulus
oblikus eksternus, muskulus oblikus internus dan muskulus transvelsalis abdominis sesuai
dengan arah masing-masing serat otot.
12) Tampak peritonium, peritonium diangkat dengan pinset anatomis diterawang hingga tidak
terdapat organ intra abdomen yang terikut, peritonium dibuka dengan gunting dan diperlebar
sesuai dengan arah insisi kulit.
13) Identifikasi sekum (sekum tampak berwarna lebih putih seperti mutiara) ambil sekum dengan
pinset anatomis panjang, sekum diluksir / dikeluarkan dengan cara menariknya ke media kaudal.
14) Tangkap sekum dengan kasa basah. Cari appendiks, kemudian ambil dengan klem alis.
Dilakukan appendiktomi dengan cara antegrad atau retrograd (tergantung posisi appendiks).
15) Cek perdarahan dengan menggunakan sluber, masih adakah perdarahan dari arteri
appendikularis dan pembuluh darah sekitarnya.
16) Tutup peritonium dengan kromik 2/0, jahitan continous with locking. Aproksimasi muskulus
dengan plan cut gut 2/0 secara simpel interupted. Jahit fasia dengan cromik 2/0 continus with
locking. Jahit subkutan dengan plan 3/0 simpel interuptid. Jahit kulit dengan jahitan subkutikuler
menggunakan monosin 4/0.
17) Operasi selesai
18) Pasien diantar ke RR
d. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cidera posisi operasi berhubungan dengan gangguan persepsi sensori karena anestesi
2) Resiko infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan
e. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Resiko cidera posisi operasi berhubungan dengan gangguan persepsi sensori karena anestesi
Control resiko Positioning intraoperatif
1. Cek sirkulasi perifer dan neurologis
2. Cek keutuhan kulit
3. Pastikan bed terkunci
4. Kaji kebutuhan tenaga yang cukup utnuk memindahkan klien

5. Lindungi IV line
6. Gunakan alat bantu untuk melindungi ekstremitas
7. Posisikan klien sesuai kebutuhan operasi
8. Gunakan peralatan yang mendukung untuk melindungi ektremitas dan kepala
9. Monitor posisi klien selama operasi
10. Koordinasikan transfer pasien dengan stage anastesi dan level kesadaran.
Surgical precaution
1. Cek monitor ground
2. Pastikan kelengkapan instrumen dan kasa sebelum dan sesudah operasi
3. Hitung kasa dan tampon sebelum dan sesudah operasi
4. Cek pemasangan negative diatermi
5. Gunakan couter sesuai dengan kebutuhan
6. Inspeksi kulit pasien setelah operasi
7. Pindahkan perlatan yang membahayakan klien
2 Resiko infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan Control resiko Infection control
intraoperatif
1. Jaga kebersihan kamar operasi
2. Pertahankan suhu kamar operasi yang ideal
3. Klasifikasi apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan
4. Gunakan prinsip UP
5. Amati keutuhan pak steril dan non steril
6. Bukan dan persiapkan instrumen dengan tekhnik aseptik
7. Pisahkan alat steril dan non steril
8. Lakukan scrubing, growing dan gloving
9. Inspeksi kulir yang akan disinfeksi dan drapping
10. Amati tekhnik aseptic selama operasi berlangsung
11. Bersihkan dan pisahkan set yang telah digunakan
12. Lakukan dressing luka
13. Persiapkan ruangan untuk pasien berikutnya
3. Post Operatif
a. Pengkajian
Operasi selesai pada pukul 12.00 dan klien dipindahkan ke RR dengan menggunakan brankar
dengan posisi aman. TTV : TD : 120/80 mmHg, R 22 x/mnt, N 82 x/mnt, S 36,8 C
Aldredte score
Area Pengkajian Poin Nilai
Pernafasan
Kemampuan untuk bernafas dengan dalam dan batuk
Upaya bernafas terbatas (dispneu atau membebat)
Tidak ada upaya spontan
Sirkulasi
> 80 % dari tingkat pra anastetik
50 % - 80 % dari tingkat pra anastetik
< 50 % dari tingkat pra anastetik
Tingkat kesadaran
Respon secara verbal terhadap pertanyaan / terorientasi terhadap waktu

Terbangun ketika dipanggil namanya


Tidak memberi respon terhadap perntah
Warna
Warna dan penampilan kulit normal
Warna kulit berubah : pucat, agak kehitaman, keputihan, ikterik
Sianosis
Aktivitas
Bergerak secara spontan atau atas perintah :
Kemampuan untuk menggerakan semua ekstremitas
Kemampuan untuk menggerakan 2 ekstremitas
Tidak mampu untuk mengontrol setiap ekstremitas
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0

2
1
0

b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko jatuh berhubungan dengan kondisi post operasi
c. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Resiko jatuh berhubungan dengan kondisi post operasi Control resiko Fall prevention
1. Pindahkan klien dengan jumlah personal yang cukup

2. Kunci roda bed


3. Posiiskan klien di tempat tidur cukup terang
4. Pasang side rail bed
5. Awasi klien di RR
Post anastesia general
1. Monitor oksigenasi
2. Monitor tingkat kesadaran

Daftar Pustaka
Bruner dan Suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, EGC, Jakarta.
Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC, Jakarta.
Irga. 2007. Appendicitis Akut. www.irwanashari.blogspot.com.
Markum. A.H.1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta.
McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby, St.
Louis.
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia. .
Potter & Perry, 1999, Fundamental of Nursing ke Depan, EGC, Jakarta.
Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddarth.
EGC; Jakarta.
Diposkan oleh Y.D. Hartanto S.Kep., Ns di 19:43
Label: kumpulan-askep-yudh

Você também pode gostar