Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Frekuensi Miksi :
Normal : 4 8 kali/ hari
Meningkat > 8 kali/hari Kel. TU, Kel. Metabolisme,
psikologik/ansietas.
Straining :
Usaha untuk meningkatkan pancaran miksi dengan sengaja
melakukan kontraksi otot abdomen dan pelvis
Ciri obstruksi bladder outlet
Enueresis : ngompol > 3 x/ mgg pada anak yang harusnya sudah
tidak ngompol
Stranguria : disuria berat + hematuria
IVP :
Kontras : urografin 76 % = 0,5 mg/ kg BB or 60-100 cc
1 ampul = 20 cc
SC < 1,6 : - BB < 50 kg dosis 1 ampul
- BB > 50 kg dosis 2 ampul
SC 1,6 2,5 :
BB < 50 kg dosis 2 ampul
BB > 50 kg dosis 4 ampul
SC 2,5 3,5 :
- Infusion 5 ampul + 100 cc D5 (=200 cc)
- grojok sampai sisa 25 cc
Bila alergi ringan/ sedang : difenhidramin 50 mg/ iv
Bila alergi berat :
Resusitasi C/P
Epinefrin 1/1000 0,3 cc / sc or 1/10.000 3 cc/ iv
Difenhidramin 50 mg/ iv
Bila bradicardi atropin 0,5 cc/ iv
Profilaksis reaksi alergi kontras :
Difenhidramin 50 cc 1jam sebelum injeksi
Prednison oral :
4 x 50 mg -- 1 hari sebelumnya
1 jam
sebelum injeksi
4 jam setelah
selesai
Indikasi IVP :
Curiga kelainan kongenital TU
ISK berulang or resisten
Colik yg diduga dari TU
Hematuria
Curiga tumor TU
Curiga urolitiasis, kecuali BBB endemis
Hipertensi renovaskular
Trauma TU
JEF & GWK
Buli-buli neuropati
BPH tanpa retensi
PNA, GNA, hematuria + silinder eritrosit
Tumor testis
Indikasi RPG :
- IVP tidak informatif terdapat obstruksi tapi causa tidak
jelas
- IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain tidak dapat
membantu diagnosis
- Curiga fistel upper tract
Kontras yg dipakai 30 % = 5 10 cc
Komplikasi RPG :
Septikemia
False route
Reaksi kontras
Obstruksi sementara o/k edema ureter
Kaliko renal refluks
Sistografi :
Masukkan kontras langsung kedalam buli-buli mll :
Kateter transuretra
Perkutan,SPP kedalam buli
Kontras 30 % sebanyak sesuai kapasitas buli
Indikasi sistografi :
Vistel fesikovaginal
Fistel vesikointestinal
Fistel vesikourakal
Striktur uretra totallis untuk ketahui batas proximal dan panjang
penyempitan vol kontras harus cukup agar bledder outlet
membuka dan terisi kontras atao hingga pasien ingin kencing
Curiga refluks vesiko uretra refluks studi
Uretrografi :
Kontras 10 20 cc kedalam uretra
Indikasi :
Curiga striktur uretra
Curiga ruptur uretra
Curiga duplikasi/ divertikel uretra
Bila curiga klep uretra kontras masuk antegrade
Lopografi :
Pemeriksaan radiologis dengan kontras pada pasien yg telah
dikerjakan diversi urin dengan conduit dari usus, kontras
dimasukkan mll stome dari cunduit tersebut
vesicourethral canal
3.
4.
5.
6.
7.
8.
6.
b.
HIL
c.
Epispadia
d.
Saparated pubic symphysis
e.
Displasia ginjal
f.
Horse shoe kidney
Problem pada ekspose bladder : proteksi mukosa dari injury
dan iritasi dan mencegah edema.
Tidakan pd ekstrofia buli :
a.
primary bladder clossure : dini setelah lahir + iliac
osteotomi
b.
epispadia repair (6-18 bln)
c.
bladder neck reconstruction + koreksi VUR (ureteral
reimplantation)
Bila prosedur pertama gagal dan kapasitas buli kecil
bladder augmentation untuk incontinent :
a.
collagen injeksi
b.
revisi bladder nect
c.
artifisial spinter
Hypospadia; kegagalan fusi dari urethral folds.
Kelainan uretra :
1.
katup uretra posterior (1:5000) akibat kegagalan regresi
segmen terakhir mesonefric duct. Ada 3 tipe :
I. obtruksi
II. nonobstruksi ; fold di uretra prostatika
III. berupa uretral membran.
Kelainan penyerta : VUR, renal displasia, hidroureteronefrosis,
hipoplasia paru.
Young membagi jadi 3 tipe yakni :
I. Valve di distal dari kollikulus dan melekat pd kolikulus.
II. Valve di prox kolikulus dan melekat pd kolikulus.
III.Valve di distal atau prox kolikulus dan tdk melekat pada
kolikulus. Bentuk obstruksi pin point di tengah.
2.
megalo uretra berhubungan dgn prune-belly-syndrome
3.
katup uretra anterior
4.
micropenis.
Kelainan sistim Gonad.
1.
Hipogenesis.
2.
Supernumerary gonad jarang
3.
Criptorchismus
4.
Ectopic testis.
Kelainan sistim duktus gonad.
1.
tidak menyatu rete testis dan duktus efferent steril
Penyebab kelainan interseksualitas :
1.
Kelainan pada chromosom : Turners syndrome
2.
Kelainan endokrin primer; akibat produksi hormon oleh testis
tidak adekuat.
3.
Kegagalan target organ; GE dan Mwolfian duck tdk respon
terhadap testosteron yang dihasilkan testis.
Klasifikasi kelainan intersex berdasarkan histologi gonad :
1.
Female pseudohermaphrodites. Secara histologis ovarium
normal. Karitype 46XX. GE gambaran virilisasi. Contoh
congenital adrenal hyperplasia, 21-hydroxylase deficiency.
JEF & GWK
2.
3.
4.
Uropati Obstruktif
Ca cervik
Uropati obstruktif = anuria obstruksi dan obstruksi yang
menyebabkan stasis urin disertai bakteremia atau urosepsis.
Patofisiologi : Kenaikan tek. sistim kolecting dan aliran darah ke
ginjal berkurang menyebabkan atrofi dan nekrosis semua
fungsi ginjal terganggu.
Dx/ - Anamnesis, PD, Lab SC > 6
- Ro : IVP + Endoskopi bila memenuhi syarat
BOF / USG
Konsul kandungan
Dx= staging
Paliatif
Anamnesis : riwayat kolik, disuri, keluar batu, operasi UT. Fl. Pain,
menggigil/demam, anuria, fl. mass
Lab. :
- UL : leukosituria, hematuria.
- DL : Leukositosis, LED meningkat, shift to the left.
USG : sistim kalik melebar, ada batu.
BOF : batu, perselubungan daerah ginjal.
Terapi :
1. Antibiotik : - Ampi 4 x 1 gr + Gentamicin 2 x 80 mg atau
- sefalosporin generasi ke-3
2. Operatif : prinsip cepat masuk , cepat keluar.
* Nefrostomi, ada dua cara :
a. Terbuka (klasik), tindakan sementara, perlu tindakan definitif.
Tujuannya mengeluarkan urin yang tersumbat. Bila kortek
masih tebal ginjal dibebaskan sampai terkihat pelvis dan
Folley kateter no 20 dimasukkan kedalam pyelum melalui
pelvis renalis. Bila kortek sudah tipis Folley kateter
lanngsung dimasukkan melalui sayatan pada kortek.
b. Peerkutan, dengan bantuan flouroskopi. Syarat : ginjal teraba
dari luar, kortek tipis dan tidak gemuk.
3. Bila keadaan sudah stabil lakukan Pielografi antegrad.
JEF & GWK
DIURESIS :
Klasifikasi :
1.
Fisiologis : akibat retensi urea, Na. & air.
Non electrolite Solute diuresis :
C/ osmotically aktif agent. (urea)
2.
Patologis : c/ kegagalan kemampuan mengkonsentrasi urin
atau reabsorbsi Na.
3.
Iatrogenik : c/ high volume glukose-containing fluid
replacement.
Patologik diuresis
Kehilangan Natrium.
Edema cerebri
Kejang
Evaluasi CVP, Balance cairan, Cek K & Na
10
Varicocele
Melebar + berkelok-2 plexus pampiniformis, derajatnya :
- Grade I : teraba / tampak setelah valsava < 1 cm
- Grade II : teraba / tampak saat berdiri 1 - 2 cm
- Grade III : teraba / tampak saat baring > 2 cm
Varikokel lebih sering kiri karena :
- V. spermatika kiri bermuara pada v. renalis kiri
- V. spermatika kiri > panjang dari kanan
- V. renalis kiri terjepit oleh aorta dan a. mesenterika superior
- Katup v. spermatika kiri lebih jelek
Indikasi operasi varikokel :
- Varikokel dengan keluhan.
- Varikokel dengan komplikasi
- Analisa sperma penurunan kwalitas dan kwantitas sperma.
Opersi Varikokel : Vasoligasi tinggi v. spermatika interna.
1.
Metode Palomo : Incisi inguinal transversal.
2.
Prosedur laparoskopik.
Sebab Varikokel :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penanganan:
1. Konservativ/ noninvasive
Pentoxifilin (dgn/ tanpa androgen dosis rendah) minimal 6
bulan.
Analisa sperma tiap bulan
Follow up fisik testis
2. Invasif nonsirurgis :
Sklerosis v. spertaika interna sin.
JEF & GWK
11
Spermatocele :
Painless cystic mass yg mengandung sperma
Letaknya posterosuperior testis
Umumnya ukurannya kurang dari 1 cm diameternya
Berupa massa kistik yg mobil dan transluminansi +
Aspirasi berupa cairan halus berwarna putih dan keruh, sedangkan
cairan hidrokel kuning jernih
Tidak perlu terapi kecuali yg sangat besar dan mengangu
penderita.
Analisis Sperma :
12
13
Retensio Urin
* Keadaan dimana px tidak dapat mengeluarkan urin yang
terkumpul didalam buli-buli shg melampaui kapasitas maksimal
buli-buli.
Causa :
1. Kelemahan detrusor : kateterisasi evaluasi
- cidera sumsum tulang belakang
- kerusakan saraf perifer (DM)
- dilatasi detrusor yang berlebihan dalam waktu lama.
2. Disenergi detrusor-spingter (ggn koordinasi) :
- cidera sumsum tulang daerah cauda equina.
3. Hambatan jalan keluar :
- Kelainan pada prostat (BPH, Ca) DK (16 -18 F)
- Striktur Uretra sistostomi
- Clot retention evakuasi sistoskopik
- Batu uretra lubrikasi :
+ Batu keluar poli klinis
+ Batu masuk buli-buli DK litotripsi
+ Bila gagal sistostomi observasi 6 jam :
Baik KRS
Peyulit
MRS
Klasifikasi urinari obstruction & stasis :
Etiologi : congenital or aquired
Durasi : acut and cronik
Degree : partial and complete
Level : upper or lower UT
1. Congenital :
- meatal stenosis
- stenosis uretra distal
- katup uretra posterior
- ureter ektopik/ ureterokele
- UVJ & UPJ
- Kerusakan S2-4 (spina bifida, myelomeningocele.
2. Aquired :
striktur infeksi dan trauma
BPH or Ca prostat
Tumor buli bladder neck
Ekstensi lokal Ca prostat/ cervik ke dasar buli atau uretra,
Penekanan ureter pasa pelvic brim o/ KGB yg membesar
atau Ca.
Uretral stone
Fobrosis retroperitoneal atau tumor ganas
Kehamilan.
3. Lain-lain :
Neurogenik bladder refluk dan infeksi
Ureter yang kingking
Patogenesis:
A. Lower tract striktur uretra.
JEF & GWK
14
2. Ro. :
- UL
- Urethrografi
- Serum kreatinin
- USG
- BUN
- Glukose
JEF & GWK
15
Ruptur Uretra
JEF & GWK
16
Trauma Uretra :
a. Traume uretra Posterior :
- KLL 90 % fr. Pelvis
- Manipulasi kateterisasi, endoskopi
b. Trauma uretra Anterior :
- Manipulasi Kateter, endoskopi
- Straddle injury,
- KLL
- Intercourse/ bite
- Self manipultion
Diagnosis :
1.
Ax/ : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome
2.
PD/ :
Trias ruptur uretra anterior
- Bloddy discharge
- Retensio urine
- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat
Trias ruptur uretra posteriior
- Bloody discharge
- Retensio urine
- Floating prostat
3.
Lab. : UL ery +
4.
Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto
Terapi :
a.
Initial : segera sistostomi transpubik bila ada fr. Pelvis tidak
boleh trokar
b.
Rekonstruksi : - uretrotomia interna/ sachse
Anastomosis uretra
- PER
Striktur Uretra :
Etiologi :
1.
Congenital : Cobbs collar contriksi diafragma pada pars
bulbar
2.
Trauma :
-Fall astride uretra bulbar
-Fraktur pelvis uretra posterior
-Iatrogenik Instrumen endoskopi
3.
Post TURP :
Biasanya submeatal akibat iskemia
4.
Infeksi / inflamasi :
Cateterisasi : (iritasi)
-Material (latex)
JEF & GWK
17
-Lubricant
-Lamanya
-Calibrasi
-Adanya infeksi
Balanitis Xerotika obliteran
Pelvic radioterapi :
-endarteritis obliterance iskemia striktur
5.
Malignancy :
Ca prostat
Ca penis
Ca uretra
Jarang
Diagnosis :
Anamnesa : riwayat trauma, intrumentasi, GO
Klinis
: -MUE
-foreskin retrakten
- spongiofibrosis.
LAB : urine kultur
Urinary flaow rate : tergsngu bila kaliber uretra < 10 F
Uretrografi : -Site, length & calibre stricture
-Adanya concurrent stricture
-Jarak dari spinter distal
Prinsip penatalaksanaan strikture :
1. Regeneration procedure : uretral dilatasi & urethrotomy
baik pada proliferasi regeneratif
2. Eksisi dan reanastomosis :
tergantung pada panjang striktur
3. Substitusi / urethroplasty : patch or tube (graft)
-pedicle flap of tissue
-cendrung recuren
Terapi striktur :
1. Konservatif :
-Dilatasi uretra : metal sound, filiforms & followers
-Uretrotom : -blind biasanya menggunakan otis
-Optical (otis, sache, laser) incisi pada posisi
jam 4 dan jam 8
-Uretral stent : wall stent
2. Adjunctive measures :
-Intermittent self dilatation : kateter, hidraulic
3. Uretgroplasty :
-Anastomosis
-Substitusi :
onlay patch graft/flap :
-pedicle flap
-free graft
-tube
graft/
flap
-Stage procedures
4. Proximal diversion :
-Perineal uretrostomy : temporer atau permanen
-Kateterisasi uretra : uretra, suprapubik
-Supratrigonal diversion.
18
Dartos
Fasc
Fasc. & otot crremaster
Fasc.
Preperitoneal
19
URODINAMIK
Dapat mengukur faktor fisiologis dan patologis secara objektif yang
terlibat dalam :
Storage of urine
Transportasi urin
Evakuasi urin
Indikasi pemeriksaan urodinamik antara lain :
Flow rate : kecurigaan adanya disfungsi miksi atau obstruksi
infravesikal.
Urethral pressure : pembesaran prostat dengan voided volume
yang rendah,
inkontinensia post prostatektomi, stress
incontinence, menilai spincterotomi, obat-obatan, stimulasi dan
implantasi spinter buatan. Analisis awal miksi.
Sistometrogram : menilai kausa frekuensi dan urgensi, bagian
dari evaluasi inkontinensia, residual urine, refluks, neuropati,
gangguan sensoris dan pengaruh obat-obatan.
Voiding pressure/ flow : identifikasi obstruksi,
menilai
kontraktilitas detrusor.
Video-urodinamik : menentukan lokasi obstruksi pada obstruksi
infra vesikal, masalah buli neurogenik.
Elektromiografi : alternatif video untuk kasus neurogenik , studi
diagnosis pada neuropati.
Kegunaan pemeriksaan urodinamik:
Uroflowmeter:
Maximum flow rate
Average flow rate
Void volume
Flow time
Time to max flow
Voiding time
Acceleration
Hasitensi
Tekanan transducer.
Urethral profile :
Maximum urethral pressure
Functional urethral length
EMG ( Elektromyografi ):
Innervasi
Sacral reflek
Kontraksi otot perineal
Unit peralatan rekaman.
20
MFR 10 - 15 ml / detik
: moderat.
21
22
Akut Scrotum
* Onset
* Aktivitas saat terjadi keluhan
* Riwayat ISK
* Febris ?
Torsio testis.
1.
2.
23
onset
kel. miksi
instrumentasi
febris/menggigil
testis
prehn test
sedimen
darah
terapi
Type
Epididimitis/
orchitis acut.
bbrp jam
+
+
sumbu vertikal di
postero lateral
nyeri
Pyuria
leukositosis
AB, bed rest
Sym
Siste
pto
mic
m
sign
Acut Bact. Prst.is
Yes
Yes
Cronic Bact. Prst.is
Yes
No
Non Bact. Prst.is
Yes
No
Prostatodynia
Yes
No
EPS : Expressed Prostatic Secretion
Torsio testis
acut sekali
sumbu horizontal
di anterior
sangat nyeri
normal
normal /
cito operasi
WBC
in
EPS
Yes
Yes
Yes
No
Cult
ur
Yes
Yes
No
No
EPIDIDIMITIS AKUT :
Keradangan nyeri dan pembengkakan epididimis < 6 mgg.
Causa :
1.
STD : C. trachomatis, GO.
2.
Non STD : enterobacte, pseudomonas, ISK, prostatitis.
3.
Hematogenous.
24
Urosepsis
Sindroma sepsis : Gambaran dari sepsis berupa perubahanperubahan
dari
perfusi berbagai organ, seperti
takikardia, perubahan temperatur serta perfusi organ
yang tidak adekuat. Sepsis dapat berlanjut menjadi syok
septik.
Syok septik
: Adalah sindroma sepsis yang disertai
hipotensi ( tekanan, sistole < 90 mm Hg atau penurunan
tekanan sistole yang melebihi 40 mm Hg dari tekanan
sistole awal / basis ) walaupun sudah diberi terapi
antibiotika yang tepat serta dukungan untuk
memperbaiki sirkulasi.
Suatu keadaan di mana sirkulasi perifer mengalami
kegagalan sehingga perfusi jaringan tidak mencukupi
kebutuhan.
Pada sepsis tidak selalu ditemukan adanya kuman di dalam kultur
darah.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan data fisik dan
laboratorium :
Endotoksin berasal dari dinding sel kuman gram negatif (semua
jenis kuman gram negatif ) dan menimbulkan efek lethal, metabolik,
pirogenik maupun imunologik.
Kuman-kuman gram positif, bila masuk ke dalam aliran darah, akan
menyebar ke berbagai organ berupa keradangan supuratif. Hal ini
disebabkan karena kumam gram positif cenderung melekat pada
sel-sel endotel dan matriks dari katup jantung, tulang, sendi dan
organ rongga perut ( visera ).
Mekanisme daya tahan tubuh untuk melawan endotoksin belum
sepenuhnya dipahami.
25
26
DIAGNOSIS :
Febris / pernah febris
Gejala obstruksi urologis
Gejala dini : gejala bakteremia disertai takhikardia, takipneu,
hipotensi dan oliguria. Lanjut bingung, gelisah, letargi,stupor,
kulit dingin serta basah.
Sepsis sindrom : cambells
Clinical evidence of infection
Tachipneu, RR > 20
Tachicardi, N > 90
Hiper/hipotermia, 35,6 > t > 38,3
Inadequate organ perfusion :
Hypoxemia, PaO2/FiO2 <280
Kadar lactate plasma
Oliguria, < 0,5 cc/ kg/ jam
Septic shock : sepsis sindrome + hipotension, sistole < 90, or
turun > 40 / jam (volume replacement adequate)
Manipulasi urologis/ batu ren
Dx : Urosepsis
Terapi / tindakan :
* Antibiotika : s/d 5 hari afebril
Ampicillin 4 x 1 gram
Gentamicin 3 x 80 mg
Cefalosporin Gen.III 3 x 1 gram
* Koreksi Cairan :
Elektrolit
Asam / basa
* Hemodialisis :
Bila SC > 10,
Bun > 100, K > 7
Edema paru
* Drainage timbunan nanah Op. Cito bila Pyonephrosis dan
Hidronefrosis berat dapat menyebabkan terjadinya
iskemia sehingga penetrasi antibiotika turun.
* Tx/ definitif Op. urgen untuk kel. primer urologik
Shock septik tidak hanya dipengaruhi oleh endotoksin, tapi juga
interaksi dari sistim fibrinolitik, coagulasi, complement, kinin &
pengaruh pada mikrosirkulasi & hemostasis.
27
IMUNOTERAPI
Pemberian vaksin secara luas pada sepsis menghadapi dua
kendala utama :
Spektrum reaktivitas imun dari vaksin terbatas
Penderita sepsis tak sanggup memberikan respons dengan
pemberian vaksin.
Sedangkan untuk memproduksi antiserum, dibutuhkan banyak
sukarelawan agar diperoleh jumlah yang cukup. Manfaat pemberian
gamma globulin (IgG poliklonal) belum terbukti.
TEKNOLOGI ANTIBODI MONOKLONAL
Antibodi monoklonal adalah imunoglobulin yang dihasilkan oleh
populasi klonal sel-sel limfosit yang terikat pada titik tangkap (target
site) tunggal/spesifik dari antigennya.
Establishment of dx/ :
A. Diagnosis bacteremia :
Epidemiologi, clinical, & physical finding
Cultur/ gram stain darah dan urin
B. Dx/ penyebab syok :
Hipovolemia
Hemorrhage
Cardiac cause
Hipersensivitas, anafilaksis
Endokrine
Bacteremia
2. Appropriate antibiotic therapy
a.
berdasarkan cultur & sensitivitas
b.
pertimbangan dx/, sumber infeksi, nosokomial
c.
pengambilan sampel cultur sebelum th/
3. Volume expansion : 1000 cc cristaloid sol 15 -20 mnt
4. Monitoring volume expansion : CVP
a.
Tek a. pulmonal > 8 mmHg or to level 18 mmHg
kemung-kinan cardiac decompensation
b.
CVP > 5 cm H2O or to level 12 14 cm H2O
kemungkinan overload
5. Continuation of volume expansion (15 20 cc/mnt) until recovery
or tek a. pulmonal 18 mmHg or CVP 12 cm H2O
6. Vasoactive agent
7. Evaluasi status mental & urin output
8. Ventilasi : O2 dengan atau tanpa intubasi
9. Digitalis jika berkembang CHF
10. Drainage akumulasi pus
11. Modifikasi Antibiotik sesuai kultur sensitiviti test & fungsi renal
Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada
sepsis Gram negatif adalah :
Penyakit yang menyebabkan terjadinya sepsis
Adanya penyakit penyerta seperti neutropenia, diabetes, gagal
ginjal, gagal nafas, sirosis hati, hipogama-globulinemia.
Terjadi penyulit akibat sepsis
Pemilihan antibiotika tidak tepat
Bakteremia polimikrobial
JEF & GWK
28
Sumber infeksi
Kecepatan dimulainya terapi yang adekuat
Umur penderita
Antibiotik :
a. Cefalosporin generasi I efektif u/ Klebsiela , Stafilococ
producer penicillinase:
Sefazolin
Sefalotin
Sefradin
Sefaloridin
b. Cefalosporin gen. II efektif terhadap nosokomial :
Sefoksitin
Sefamandol
Sefuroxin 1,5 grm
Seftasidin
Sefotetan 2 grm
c. Cefalosporin gen III pilihan profilaksis urologi :
Sefotaxim 2 grm/ 8 jam
Sefoperazon
Seftriaxon 2 x 1 grm
Seftazidin 2 x 2 grm
d.Cefalosporin gen IV :
cefixim
d. Aminoglikosida gram negatif : 1,5 mg/kg/ 8 jam
Kanamicin
Gentamicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam
Netilmicin
Tobramicin : 1,5 mg/ kg/ 8 jam less nefrotoksis
Amikacin : 5 mg/ kg/ 8 jam
Bila gentamicin resisten ganti tobramicin bila resisten ganti
amikasin
29
Gross Hematuri
Penyebab hematuria :
1.
Glumerular : glumerulonefritis
2.
Renal :
Penyakit polikistik ginjal
Nekrosis papiler
Inflamasi dan infeksi
Malformasi vaskuler
3.
Urologik :
Neoplasma : tu ca buli, ca prostat
Batu
BPH
Striktur uretra
Divertikullitis, apendicitis
Corpus alaenum
4.
Hematologik :
Koagulopati
Antikoagulasi terapeutik
Sickle cell
5.
Factitious : perdarahan vaginal (causa luar TU).
6.
Pseudohematuria : pigmen makanan, metabolit obat, zat
pewarna.
7.
Hemoglobinuria, Myoglobinuria.
Penatalaksanaan hematuria (>3 rbc/lp):
1.
Bila proteinuria + dan red cell cast + nefrologi
2.
Bacteria + :- cultur urin
- antibiotik
- IVP
- Uretrocystoscopy
3.
IVP/ Uretrocystoskopi/ Sitologi urin :
- kelainan + bedah
- kelainan - evaluasi / observasi.
Asimtomatik micros hematuia :
History, PF, Urinalisis, Cultur :
1. Medical renal bleeding (glumerular)
Clearen Cr.
Protein 24 jam
USG ren
Serial evaluation
a. Renal faillure renal biopsi
b. No renal deterioration serial evaluation
2. Sign of infection (cultur +)
Th/ UTI
repeat urinalisis
3. Cytologi urin, IVU, USG renal
JEF & GWK
30
31
32
Trauma Ureter
Kausa :
1. Eksternal trauma :
- Penetrasi (Luka tusuk, tembak)
- Op. Rongga pelvis (terligasi/ terpotong)
2. Internal trauma :
- Ureteral catheterization
- Intra ureteral manipulation
- Endourologi :
- RPG
Ureteroskopi
Stenting
ureter
Diagnosis Trauma ureter :
1.
Intra operatif irigasi methylen blue/ betadin
2.
Post operatif IVP/RPG
3.
Klinis :
- Nyeri abdominal
- Massa di abdomen
- Unknown febris
- Gx. RF dgn segala macam
komplikasi
Terapi trauma ureter :
1.
Deligasi
2.
Stent ureter
3.
Reimplantasi ureter
4.
Transureteroureteroskopi
5.
Autotransplantsi
6.
Ureterolisis
7.
Diversi ureter
Kolik ureter
Keadaan umum
Keadaan lokal
- DL : Hb/Leko
- RFT : BUN/SC
- Sedimen urin
- BOF
Spasmolitikum :
- sembuh poliklinis
- tak sembuh/ makin frekuensi dipertimbangkan dengan
pemasangan stent
33
Refluk Study
Etiokogi :
1.
Refluk primer : kelainan kongenital (low pressure reflux)
kelemahan uretero trigonum (trigonal weakness)
2.
Refluk skunder krn obstruksi (high pressure voiding state):
Obst. Intravesikal, dissinergi detrusor-spincter, neuropati buli.
Bisa iatrogenik atau radang
3.
Refluk skunder kongenital : anomali ureter, orifisium ektopik,
uretrokel, double ureter, katup uretra post.
Low pressure refluk : terjadi pada fase pengisian.
High pressure refluk : terjadi pada saat pengisian, miksi atau
keduanya.
Waldeyers sheat : lapisan luar otot polos longitudinal ureter yg
masuk melalui dinding buli menyebar dan bersatu dengan yg
kontralateral membentuk deep trigonal layer.
Ratio panjang ureter intramural terhadap diameter orifisium ureter
normal 2,5 : 1 , bila ratio ini kurang akan terjadi refluk.
Klasifikasi refluk ureter menurut Heikel & Parkeetmien
(Internal refluk study group) :
Grade I : Refluk s/d ureter distal , belum sampai ginjal
Grade II : Refluk s/d kalik, belum dilatasi
Grade III : Dilatasi ringan, tak ada blunting calic
Grade IV : Blunting calic
Grade V : refluk massive, ureter sangat lebar, tourtous, clubbing
calic
Akibat VUR :
Renal scarring ; persentase tergantung grade: (gr I = 5 10 %,
dan gr V = 85 %)
Hipertensi : 10 %
Diagnosis :
1.
IVU : Renal scar (blunt calix, parenkim tipis, atrofi),
hidronefrosis, caliectasis.
2.
Voiding cystouretrografi foto evakuasi.
3.
Isotop cystografi : DMSA (dimercaptosuccinic acid)
4.
USG
Terapi : tujuan mencegah timbulnya renal scarring dan
memberi kesempatan pada ginjal untuk tumbuh.
a. Medikamentosa : AB dosis rendah secara terus menerus s/d
refluk menghilang.
b. Operatif :
- Injeksi teflon/ kolagen submukosa buli pada orifisium ureter
- Pembedahan membuat ureter intravesikal lebih penjang :
* Politano-leadbetter
* Cohen
* Lich-gregoir
* Keramidas
JEF & GWK
34
Maturasi CNS
Usia 1 2 th :
Sensasi bladder fulness
Maturasi CNS inhibisi
reflek detrusor
35
BULI-BULI
Vaskularisasi buli-buli :
a. Arteri : - cab. iliaka int. : a. vesikalis sup, med, & inf.
- cab. a. obtoratoria & a. glutea inf.
- cab. a. uterina & a. vaginalis
b. Vena : plexus venosus inferolateral & preprostatik v. iliaka
interna iliaka komunis.
Persyarafan Buli :
1. Otonom : u/ buli-buli dan uretra proximal.
a.
Parasimpatis (S2-4) n. splanicus pelvicus (sacralis, n.
pelvicus). Bersifat visceromotorik (otot buli)
pengosongan buli - buli.
Neurotransmitternya : acetilkolin.
b.
Simpatis (Th 11-L2) n. hipogastrikus
Neurotranslitter : alfa & beta adrenergik
Alfa dominan di spinter kontraksi spinter
int.
Beta dominan di buli menghambat otot detrusor
pengisian buli.
2. Somatomotorik (S2-4) : n. pudendus
u/ spinter uretra ekterna
Sensoris : nyeri, suhu, raba (ekteroseptif
regangan ( propioseptif)
Bladder :
- Bladder dilindungi oleh tulang pelvis.
- Fraktur menusuk buli ruptur ekstraperitoneal
- Buli-buli penuh blunt trauma intraperitoneal
36
Interstitial cistitis
Middle age women
Fibrosis vesical wall
Loss of bladder capasity
Symptom : frekuensi, urgensi, pelvic pain, bledder distention
slowly progressive
Urine biasanya normal. Kadang-kadang gross hematuri
Fibrosis disebabkan oleh obstruksi pembuluh limfa buli akibat pelvic
surgery atau infeksi buli or pelvic organ or psokogenik or neuropati
or endokrin. Perubahan primer pada deeper layer
Recently, autoimmune collagen disease.
Bila causa alergi respon cortikosteroid baik.
Gambaran laboratoirum biasanya normal kecuali bila sudah ada
komplikasi
X-ray : kapasitas bladder kecil, refluk
Cystoskopi : Buli buli diisi nyeri supra pubik, kapasitas buli
sedikit. Pasien yg belum diterapi gambaran buli bisa normal. Dapat
dijumpai daerah bintik-bintik perdarahan
DD/ :
TBC buli dapat terbentuk ulcus, tapi biasanya pada daerah
muara ureter disertai pyuria.
Schistosomiasis buli
Nonspesifik vesical infection
20 % penderita laki-laki sebenarnya Ca buli
Komplikasi :
Gradual ureteral stenosis
Therapy
Terapi definitif tidak ada
Hydraulic overdistention secara perlahan memperbaiki capasitas
buli
Vesical lavage dgn silver nitrat (1:5000 1:100)
Elektrokoagulasi dari lesi atau reseksi lesi .
Instillasi 50 cc dimethyl sulfoxide 50% DMSO) selama 15 menit tiap
2 minggu
Irigasi vesikal dgn oxychlorosene 0,4 %
Cortison asetate 100 mg or prednison 10 20 mg/ hari selama 21
hari tapering off
Antihistamin : pyribenzamine 4 x 50 mg
Denervasi neurektomi presacral dan sacral
Terapi komplikasi.
37
Neuropati Buli
1.
2.
Tipe:
1. Type Spastic :
a. Lesi di brain stem
Tumor, gangguan vasculer
Multiple sclerosis
Keradangan (meningitis, encephalitis)
b.Spinal cord injury
Vert. Th XI L III
2. Type Flaccid :
Sacral cord injury
Spina bifida
Tumor, radang, DM
Radiasi daerah pelvis
Operasi besar daerah pelvis
Obat-obatan :
Parsimpatolitik
Anti spasmolitik
Simpatomimetik
38
CIC
Indikasi :
1.
Neuroogenik bladder ( tu. hipo/areflek bladder)
2.
Prevensi restricten pasca tindakan
stricture uretra complicate ( residif, multiple, panjang)
Program CIC :
1.
Neurogenic bladder ;
- spinal set fase akut ( 7 days pasca truma)
- spinal set stabilisasi ( 3 - 5 hari)
- diabetes/multiple sclerotis set diagnose
tegas
2.
Preventi restriktur : 7 - 14 hari post sachse.
Patofisiologi disfungsi voiding :
1.
Faillure to empty. Causa :
Kontraktilitas buli turun (temporer/ permanen) : fungsi otot
polos buli gagal, akibat overdistensi, infeksi berat, fibrosis.
2.
Faillure to filling and or storrage. Causa :
Resistensi uretra naik : obstruksi anatomis, gangguan
koordinasi otot polos buli dan spincter, incontinen (ektopik
ureter, fistel)
Causa disfungsi voiding :
Neurologic injury or disease.
Inflamasi or infeksi
BOO
Perub struktur pada buli dan uretra
Trauma : surgical or nonsurgical
Aging
Psikogenic factor
Tujuan terapi :
1.
meningkatkan tekanan intravesikal
2.
memperbaiki reflek miksi
3.
menurunkan resistensi infra vesikal.
Klasifikasi disfungsi voiding menurut Bradley :
1.
LOOP 1 : hubungan neuron antara cortex cerebri ke pusat
miksi (pontine mechencephalic). mengontrol secara
volunter reflek detrusor. Bila rusak : hiper reflexia detrusor.
Causa : tumor otak, CVA, cerebral atrofi/ dimensia.
2.
LOOP 2: Jalur intraspinal dari afferent detrusor ke pusat miksi
(batang otak) dan impuls motorik dari pusat ini ke sakral. Bila
rusak (injury spinal cord) reflek detrusor turun
pengosongan tdk sempurna (rest urin). Acut spinal cord
transeksi pada sirkuit ini menyebabkan spinal shock areflek
retensio urin. Setelah spinal shock lewat timbul hiper
reflexia detrusor.
3.
LOOP 3: Axon afferent perifer dan jalurnya pada spinal cord
yang berakhir pada neuron motorik pudendus. inervasi otot
lurik periurethral. Bila rusak dissinergi spinter.
4.
LOOP 4: Afferent dan efferent motor neuron pudendus.
stimulasi spincter.
39
Inkontinen
Involuntary loss of urine. Akibat aktivitas reflek spinal cord yang
abnormal tanpa sensasi. Mempunyai makna sebagai :
a.
Simptom : timbul bila exercise.
b.
Sign : timbul bila tek abdomen naik
c.
Condition : genuine stress incontinence. Bila tek intravesikal
melebihi tekanan maksimum uretra.
Urgensi pada incontinen :
a.
Motorik : akibat kontraksi involunter buli
b.
Sensorik : tdk berhubungan dgn hiperaktivitas buli.
Faktor yang mempertahankan kontinen pada wanita :
a.
Berhubungan dengan tekanan penutupan uretra
b.
Panjang uretra : Normal 3 4,5 cm
c.
Anatomi trigonum
30 50 % tekanan penutupan uretra diperankan oleh tonus otot
polos uretra.
Faktor-2 yang menurunkan tonus otot polos utretra :
a.
Alfa bloker
b.
Stimulasi beta reseptor
c.
Progesteron
d.
Usia
Hal ini dapat diatasi dengan cara : meningkatkan stimulasi alfa
reseptor, blokade reseptor beta atau pemberian estrogen.
Prostaglandin meningkatkan sensitifitas detrusor.
Prostaglandin sintetase inhibitor (NSAID) menurunkan
sensitifitas detrusor.
Uretra pada wanita sensitif terhadap estrogen dan progesteron,
sehingga post menopausal incontinence dapat diterapi dengan
estrogen.
Terapi Incontinensia :
a.
Anticholinergic drugs :
Terodiline : 25 50 mg (noctea)
Oxybutinin : 5 mg/ q.i.d
Amytriptilin : 25 50 mg (nocte)
Propanthelne : 15 mg/ b.i.d.
Obat-2 ini merupakan drug of choice untuk detrusor instability.
b.
Simpatomimetik.
Phenylpropanolamine : 2,5 mg/ kg/ t.i.d
Ephedrine (alfa) : 0,5 mg/kg/ t.i.d
40
Priapismus
Ereksi berkepanjangan tanpa disertai hasrat seksual dan sering
disertai rasa nyeri. lebih 4 - 6 jam
> 24 jam nekrosis sel luas
> 48 jam pembekuan darah dalam kaverne dan destruksi
endotel.
Etiologi :
- Primer/ idoipatik.
- Skunder : ggn pembekuan darah (anemia bulan sabit, lekemi,
emboli
lemak),
trauma
perineum/
genetalia,
neurogenik,
keganasan,
obat-obatan
(alkohol,
psikotropik, anti hipertensi).
Jenis :
1. Low-flow priapismus (iskemik) diikuti rasa nyeri.
2. High-flow proapismus (non-iskemik) tanpa rasa nyeri dan
prognosis lebih baik.
Terapi :
secepatnya.
mengeluarkan
darah
dari
korpora
kavernosa
a. Konservatif :
- hidrasi yang baik
- sedativ
- enema es saline
- kompres srotum/penis
- massage prostat
b. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa :
- aspirasi 10 - 20 cc darah intrakavernosa dgn scalp vein
no.21G.
- Instilasi 10 -20 mg epinefrin yang dilarutkan dalam 1 cc larutan
garam fisiologis setiaap 5 menit hingga detumesensi.
(priapismus < 24 jam)
c. Jalan pintas (shunting) dari kavernosa :
41
POST OPERASI
Vesikolitotomi :
Aff DK setelah 7 - 10 hari
Aff redon drain 2 hari setelah aff DK prod < 20 cc/ hr
Litotripsi :
aff DK setelah 24 jam
bila ada lesi buli tunggu 5 hari.
Sistoskopi ulang setelah 3 bulan
IVP ulang setelah 6 bulan
Ureterolitotomi :
aff DK setelah 24 jam
vacum drain tiap hari
rawat luka setelah hari ketiga
aff redon drain hari ke-5, bila prod. < 10 cc/hr 2 hr
analisa batu
aff benang hari ke 10 - 14
BOF kontrol
IVP setelah 6 bulan
TURP :
aff traksi setelah 24 jam
aff spoel setelah 2 hari (urin jernih)
aff DK hari ke 3 - 5
evaluasi uroflowmetri
TURP Syndrome :
Tensi naik atau < 88 mmHg
Bradikardi
Edema paru sesak & ronkhi (+)
Cardiovascular :
Early :
Bradicardi
Hipertensi
Dyspneu
Cianosis
Angina
Late :
hipotensi / shock
Neurologik :
Early :
restlessness
Confussion
Blurred vision
Twitching
Seizure
Late :
coma
Th/ :
Bila Na serum 110 mEq/lt diuresis dgn furosemide
Bila coma/ kejang NaCl 3% 1 lt/ 12 jam + antikonvulsan
Millins :
aff DK setelah hari ke-5
aff redon drain hari ke-6 prod. < 20 cc/hari
kontrol tiap 2 minggu (bulan I)
evaluasi uroflowmetri
JEF & GWK
42
Indikasi PNS :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Indikasi ureterorenoskopi :
1. Diagnostik :
- Lesi ureter atau pelvis renal
- Hematuria dari upper tract
2. Terapeutik :
- Terapi batu ureter
- Direct vision internal ureterotomy dr striktur ureter
- Endoskopik resection & coagulation of ureteral tu.
Indikasi operasi Divertikel Buli :
Persisten infeksi
JEF & GWK
43
Neoplasma
Batu
Drainase ureter menurun
Vesiko ureteral refluk (paraureteral nutch saccule)
Mengganggu bladder outlet
Syaratnya obstruksi distal harus dibebaskan dulu
Congenital Bladder divertikel :
Autosomal dominan
44
Terdapat simtom
Terdapat piuria
45
Interstitial Cystitis
(Hunners Ulcer, Submucous fibrosis)
-Ditandai o/ fibrosis dinding buli capasty
- Fibrosis diduga karena obstruksi limfe buli sekunder dari
infeksi
pelvic surgery,
prolonged intrinsic arteriol spasm
neuropathic origin
faktor endokrinologi
Klinis :
-Middle age women
-Frekuensi & nocturia tanpa disuria
-Suprapubic pain, juga di uretra dan perineum. setelah BAK
nyeri hilang
-Gross hematuria
Lab :
-Urin steril
-Mikros hematuria
X-Ray :
-Excretori urogram dbn
Cystoskopi :
Buli diisi suprapibic pain meningkat
Kapasitas bula < 60 cc
Bladder lining dbn
JEF & GWK
46
DD/ :
-Tuberculosa Buli. yg sering orifisium ureteral
pyuria, basil
(+)
-Vesical ulcer akibat schistosomiasis.
-Nonspesific vesical infection
-Ca buli.
Komplikasi :
Gradual ureteral stenosis
Refluk
Hidronefrosis
Treatment
Terapi :
-Terapi definitif tidak ada
-Hidraulic overdistention meningkatkan kapasitas buli
-Superfisial electrocoagulation relief pain
-Tranuretral resection of the lesion
-Symptomatic relief 50 cc DMSO 50 % (dimethyl sulfoxide)
kedalam buli setiap 2 minggu.
-Sodium pentosan polysulfate (Elmiron) 4 x 50 mg atau 2 x
150 mg selama 4- 8 minggu.
relief frekuensi & nokturia
-Cortison asetate 100 mg atau prednison 10 20 mg 21 hari
-Antihistamin : pyribenzamin 4 x 50 mg /hari
-Antibiotik bila disertai infeksi akibat instrumentasi
-Terapi komplikasi.
Abses Ginjal .
Ada 2 jenis :
1. Kortikal/kortikorenal. akibat infeksi hematogen
causa 90 % stafilokokus aureus
predisposisi : obat-obat i.v, HD, DM.
2. Kortikomeduler :akibat ascending infection reflux.
Causa : E. coli, klebsiella, proteus.
Predisposisi : obstruksi, reflux.
Klinis :
- sama dengan pyelonefirtis akut
- abses besar teraba mass daerah pinggan .
Lab. :
- sama dgn pyelonefritis
- pada kortikorenal urinalisis normal.
IVP :
- distorsi sistim pyelokalic
- cari faktor predisposisi
Terapi : sama dgn pyelonefritis
- abses besar drainage
- abses luas dan multiple nefrektomi
- koreksi faktor primer
Fourniers Gangrene
Bentuk fasciitis necrotizing yg terjadi sekitar genetalia laki-laki.
Gangrene skrotum idiopatik
Gangrene skrotum streptokokus
JEF & GWK
47
Phlegmon perineal
Infeksi umumnya muncul dari kulit , uretra, or regio rektal
Faktor predisposisi :
DM, Trauma lokal, parafimosis,
Ekstravasasi urine peri uretral,
Infeksi peri uretral or perianal,
Circumsisi, herniotomi, instrumentasi
STD
Kultur luka biasanya multiple organisme (aerob & anaerob)
Klinis :
Riwayat trauma, instrumentasi, striktur uretra, STD, fistel
uretrokutan
Biasanya dimulai dgn sellulitis, bengkak, eritema, nyeri dan
febris sistemik.
Gx/ UT; disuria, discharge and retensiio, Gas.
Th/.
Debridement ekstensif
AB: Ampicillin + Sulbactam atau
Cephalosporin gen III
PERIURETRAL ABCESS :
Life treatening infection
Akibat dari : GO, striktur uretra, kateterisasi uretra
Klinis :
Scrotal sweeling
Fever
Retensio urine
Spontan drainage abcess
Dysuria
Urethral discharge
Gx/ awal s/d timbul abcess : 21 hari
LAB :
Pyuria
Bacteriuria
Th/ :
Suprapubic urin drainage
Wide debridement
AB :
Aminoglikoside
Cephalosporin
48
Desquamasi intraduktal
Struma edem dan hiperemi
Klinis :
Febris akut dgn menggigil
Low back pain
Perineeal pain
Urgensi & frekuensi, nokturia, disuria
Retensio urin akut
Mialgia, artralgia
Prostat bengkak, nyeri, lembut, indurasi dan hangat
Urin keruh, hematuria
Kontraindikasi :
Intrumentasi / kateterisasi
Massage prostate : nyeri, & bakteremia
Th/ :
1.
Cotrim : 2 x 960 mg 4 minggu
2.
Gentamici/ tobramicin + ampicillin 1 minggu dilanjutkan
dgn oral ampicillin full dose 30 hari.
TBC urogenital selain di terapi dgn TB drug juga diberi Vitamin C
dosis tinggi mengasamkan urin (BTA)
TBC di Prostat paling jarang karena vaskularisasinya paling
kurang.
49
50
Cushings Syndrome :
Akibat over produksi cortisol (hidrocortison)
Hipofisa Produksi ACTH hiperplasia cortek adrenal
cortison >>>
Causa :
1.
primer :
Hiperplasia : 70 75 %
Adenoma : 10 20 %
Carcinoma : 5 10 %
Micronoduler displasia : jarang
2.
sekunder : Ektopik ACTH : 8 10 %
Bisa dari Oat cell Ca, Ca pangkreas, bronkus thymus,
haeocromacitoma, ganglioneuroma.
Klinis : 3 dari gejala berikut :
1. Weakness : quadricep femur
2. Obesitas : moonface, fat pad ( bufallow hump)
3. Striae
4. Iritabilitas
5. Hipertension
6. Osteoporosis
7. Diabetik glukose tolerance
8. Adrenogenital syndrome.
Lab :
-Leukosit : 12 20 ribu
-Polisitemia : Hb : 14 16
-Natrium Meningkat
-CO2 meningkat
-Kalium turun metabolik alkalosis
Terapi :
Total bilateral adrenalectomy
Conns Syndrome : (primary aldosteronism)
Adenoma : 60 90 %
Carcinoma : jarang
Adrenogenital syndrome :
Cortical hyperplasia
Adenoma
Carcinoma.
Cortex adrenal menghasilkan hormon steroid :
Minerallocorticoid aldosterone : mengatur resorbsi natrium dan
kalium.
Glukocorticoid : berperan pada metabolisme selluler. Bila
berlebihan akumulasi glikogen pada hati dan otot,
glukoneogenesis meningkat, utilisasi glukose perifer gagal,
myopathy, osteopenia.
Medula adrenal menghasilkan : Epinefrin, norepinefrin & dopamin.
51
basement
Sindrome klinis :
Severe acute glomerulonefritis, diikuti dgn radang
hemorhagis yg difuse
Hematuria (mikros or gross)
Biopsi : glomerular cressent & adhesion & inflamasi
Therapy : large doses corticosteroid
paru
Nefrotik sindrome,
Dx/
Edema
JEF & GWK
52
Kongenital
Familial
Bilateral
53
Anuria
Def : Keadaan dimana produksi urin < 200 cc/24 jam.
Anuria obstruktif : causa obstruksi pasca renal.
K/U
St. Lokal :
- Tr. Urinarius
- DL, BUN/SC, BGA (kosul kardio), elektrolit
- CVP (pre renal), DK
Foto thorak
BOF IVP
USG (u/ membedakan renal dan post renal)
# Non obtruktiif perawatan nefrologik
# Obtruktif diversi urin / by pass terapi definitif
# Meragukan :
- RPG double set up
- Tes diuretik dengan persiapan tindakan :
+ diversi urin, &
+ by pass
Bila ada indikasi, hemodialisis mendahuli tindakan.
Oliguria
Def. : bila produksi urine < 400 / hari pada spesifik gravity urin
1,035 atau < 6 cc/ kg BB
Jika kemampuan onsentrasi ginjal gagal dan spesifik gravity hanya
1,010, oliguria bila urin < 1000 1500 cc/ hari high
output/nonoliguric renal faillure
Etiologi acut renal faillure : (Smiths)
1. Pre renal :
-Dehidrasi
-Vascular collapse (sepsis, obat antihipertensi)
-Reduced cardiac output
2. Vascular :
- Atheroembilsm
- Dissecting arterial aneurisme
- Malignant hipertensi
JEF & GWK
54
3. Parenchimal (intrarenal) :
-. Spesifik :
-Glumerulonefritis
- Interstitial nefritis
- Toxin, dye-induced
- Nonspesifik :
-Acut tubular nekrosis
-Acut cortical necrosis
4. Fungtional hemodinak :
-ACE-inhibitor drug
-Nonsteroid anti inflamasi drug
-Cyclosporin
-Hepatorenal syndrome
5. Post renal :
-Calculus pd px/ dgn solitary kidney
-Bilateral uretral obstruction
-Outlet obstruktion
-Leak, post traumatik
-Retroperitoneal fibrosis.
----------------------------------------------------------------------------
< 300
< 10
< 20
> 40
>1
>1
Prerenal
Azotemia
> 500
> 20
> 40
< 20
<1
<1
100
3. CVP : - turun hipovolemia blood loss, dehidrasi
- Cardiac faillure CO dan CVP
4. Fluid hallenge :
PZ 300 500 cc atau 125 cc manitol 20 % diukur urine 1
3 jam kemudian.
Bila volume urin > 50 cc/ jam respon positif dilajutkan
dengan infus PZ u/ koreksi dehidrasi.
55
56
Lab :
1. Urine : -Spesific gravity : 1.005 1.015
-Osmolality : < 450 mosm/kg
- Ratio osmol U/P = < 1,5 : 1
-Urinalisis : tubular cell & granuler
cast
2. CVP : normal atau sedikit meningkat
3. Fluid challenge : Pemberian manitol atau cairan PZ tidak
meningkatkan produksi urin.
Terapi :
- Balance cairan
- Glukosa dan AAE 3035 kcal/kgu/ mengurangi katabolisme
- Monitor Kalium dan ECG
- Terapi hiperkalemia : -Nac.bic /i.v
-Kayexalate
25 50 g / oral
- Insulin i.v
- Preparat Calsium
- Hemodialisis
Prognosis : biasanya reversible dalam 7 14 hari
Tubular Destruction :
Major trauma injury
obstruksi
tek intratubulus
GFR
iskemia
57
58
-Spinal injury
Decrease contractile function :
-IHD
-Cardiomiopathy
-Valvular heart disease.
-Pericardial tamponade or constriction
2. Normal or increase cardiac output
Systemic disorder :
-Hepatorenal syndrome
-Sepsis
Local renal disease :
-Renal arteri stenosis
-------------------------------------------------------------------
59
Asidosis metabolik
hiperventilation (compensasi)
Uremic Syndrome :
1.
gambaran klinis umum :
Letargi, fatigue, mual, muntah, anoreksia.
Gatal, pigmentaasi, pucat.
Intoleransi dingin
Gangguan pertumbuhan pd anak.
2.
Gambaran klinis perikarditis :
Nyeri dada sentral dan tajam, hilang bila duduk.
Pericarditis rub
JVP meningkat pd ekspirasi (kaussmal)
BP turun pada inspirasi > 10 mmHg (pulsus paradoksus)
ECG : elevasi segment ST
BP turun tdk dapat dijelaskan.
3.
Gambaran klinis uremic encephalopathy :
Gangguan personality
Progressive mental obtundation
Flapping tremor, Lesi saraf tepi (foot drop)
60
Recurrent infeksi
61
62
WILMS TUMOR
Adeno sarcoma
Nefroblastoma
Embrioma
Karsino sarcoma
Adenomio sarcoma
Frekuensi :
Bayi anak 90 % pd usia < 7 tahun
Terbanyak pada usia 3 tahun
Etiologi :
Asal metanefrik blastema
Genetik ikut berperan, namun ragu sebagai kongenital
Berhubungan dgn sindroma :
Trisomi 8
Trisomi 18
Turners sindrome
Pseudohermaphroditism
Kadang-2 aniridia, hemihipertropi
Pathologi :
Umumnya besar, soliter, coklat, gambaran seperti daging
7 % kasus bilateral
Diameter daerah hemorhage & nekrosis sentral
Klasifikasi histologis (NWTS) menurut prognosis :
Favorable
Unfavorable
Unfavorable subgroup terdiri dari 3 tipe
1.
Anaplastik : mitosis abnormal & nukleus picnotic, dapat focal
atau difuse
2.
Rhabdoid tumor : prognosis paling jelek, berhubungan dgn
pemisahan tu CNS, metastase ke otak
3.
Clear cel sarcoma : spindel cells, metastase ke tulang
Staging :
Stad I :Tumor terbatas dalam kapsul ginjal. Reseksi operaasi
komplit.
Stad II :Tumot meluas keluar ginjal tapi kompletly removed.
Mungkin terdapat lokal spillage atau trombus tumor pd
vena renalis. Residual tumor pd margin eksisi (-).
Stad III :Residual tumor pd operasi dgn kontaminasi/ spillage pd
peritoneum dan abdomen. Lnn + pd hilus atau periaorta.
Tumor melewati margin operasi.
Stad IV : Metastase hematogen : paru, liver, bone & brain
Stad V : Bilateral renal lesion
Klinis:
Sign-simptom : Asimtomatic mass (>>>), abdominal pain, distensi,
anorexia, mual & muntah, febris, hematuria. Hipertensi 25-60 % o/k
renin . WAGR ( W ilms' tumor, a niridia, g enital anomalies, mental
r etardation)
Ada 3 sindrome yg beerkaitan dengan tumor ini :
63
DD :
Hydronefrosis & kistik kidney.
Neuroblastome : biasanya muncul dari adrenal gland or paraspinal
ganglion, melewati midline, kalsifikasi >>. Tumor marker : VMA
(vanillylmandelic acid) & other katekolamin.
Penanganan :
1.
Surgical :
Unilateral & tdk melewati grs tengah atau mengenai
organ visceral
RPLND tdk dianjurkan
U/ staging biopsi Ln
Hindari spillage ginjal diangkat bersama dgn fascia
gerota & perinefrik fat
Approach
:
transabdominal/
torakoabdominal,
alasannya :
- Memungkinkan reseksi terhadap tu/ primer
- Explorasi u/ metastase
- Pemeriksaan ren kontralateral.
2. Radioterapi :
- Wilms tu radiosensitif
- Direkomendasikan pd yg Unfavorable stadium apapun dan
untuk penyakit stadium IV
- Usia > 1 th : 2000 rad, mulai 1 3 hari post op.
- Usia < 1 th : total 1000 rad
3. Kemoterapi :
Wilms tu kemosensitif :
Actinomicin D : 0,015 mg/kg/hari
Vincristine : 1,5 mg/m2LDT/minggu
Doxorubicin
Cyclophosphamide
Cisplatin
Adriamicin : 0,6 mg;kg/hari max
Tumur retroperitoneal
JEF & GWK
64
a.
Ganas : 70 80 % :
liposarkoma
leiomyosarkoma
fibrosarkoma
neurogenik sarkoma
fibrous histiositoma
b.
Sign & simptom :
abdominal enlargement
weight loss
fever
abdominal pain
nausea & vomiting
obstipation
leg edema
flank pain, disuria & urgensi
c.
Diagnostik :
CT-scan
IVP
Angiografi
Terapi :
Surgical removal
Radioterapi
Prognosis :
Jelek : 5 20 % 5 ysvr
-
65
66
Terapi :
1. Terapi hormonal :
Diberikan pada usia sebelum 5 tahun.
Diberikan hCG, 1500 U/m2 / i.m. 3 x seminggu.
-diberikan 9 dosis.
-dapat juga diberikan LH-RH
-pada bilateral hasilnya lebih baik
2. Surgical :
Gagal terapi hormonal
Menmpatkan testis ke dalam skrotum sebelum usia 1 tahun
(belum ada perubahan histologik)
Orkhiopeksi & herniorafi preservasi vasculer pedicle
Prognosis :
Unilateral 20 % menjadi infertil
67
Tumor testis
- Insiden 1 2 % dari semua Ca pd pria
- Faktor resiko :
Kriptorkismus
Genetika
Trauma
Atropi
Infeksi
Klasifikasi :
A. Gernminal sel ;
1. Seminoma : - Klasik
- Anaplastik
- Spermatositik
2. Nonseminoma :
- Embrional (20 %)
- Teratoma (5 %)
- Terato Ca. (40 %)
- Chorio Ca, (<3 % )
3. Campuran
B. Non-Germinal sel :
1.
Dari interstitial sel
2.
Dari sel gonad
Metastase :
- limfogen
Kecuali chorio Ca hematogen
Saat diagnosis dibuat 40 50 % meta (+)
Regional : para aorta duktus thoracikus
medistinum supra clavikula
Dex : ke KGB inter aortocaval level hilum precaval,
preaorti, para caval, ilium communis dan iliaka eksterna
dex.
Sin. : ke peri aortik level hilum (s) advance : preaortic
iliaka communis & iliaka eksterna sin.
Tumor Marker :
Tujuannya :
Diagnosis
Stadium
Evaluasi terapi
Prognosis
1. Alpha Feto Protein :
Diproduksi oleh : Yolk sac, hepar & GIT
AFP pada Ca embrional, teratoma
2.
Beta HCG :
Diproduksi oleh tropoblas
Beta HCG : choriio Ca, Ca embrional (40 60 %),
Seminoma (5 10 %)
3.
Lactic acid dehidrogenase (LDH)
Seminoma & chorio Ca AFP dbn
Klinis :
- Asimtomatik : 10 %
- Pembesaran testis painless
JEF & GWK
68
Clinacal Staging :
1.
Beden & Gibb :
A. Stad. A lesi terbatas pada testis
B. Stad. B Penyebaran KGB regional
B1 : RPLN < 5 cm
B2.: RPLN 5 10 cm
B3 : RPLN > 10 cm
C. Stad. C diatas RPLN
2.
MD. Anderson :
A. Stad. I : terbatas pd testis
B. Stad. II : metastase ke RPLN
IIa : < 10 cm
Iib : > 10 cm
C. Stad III : KGB supradiafragma &/ visceral
3.
TNM sistem :
T1 : terbatas pada testis
T2 : melewati tunika albuginea/ ke epididimis
T3 : Kena funikulus spermatikus
T4 : kena skrotum
N1 : mikroskopis KGB (+)
N2a : KGB < 5 nodus / <2 cm
N2b : KGB > 5 nodus/ > 2 cm
N3 : invasi ekstra nodul
N4 : unresectable ROLN meta
Terapi :
1.
Low-Stage Seminoma : I IIa; T1-3; N1-2.
- Radical orchidectomi
Radiasi RPLN : 2500 3000 rad/3 minggu
2.
High-stage seminoma (IIb III); T4; N3 or M1
chemoterapi : PVB (platinum vincristin bleomicin)
3.
Low-stage nonseminomatous germ cell :
Stadium A : Orchidektomi + RPLND
4.
Hig-stage non seminoma germ cell tomur :
Orchicdektomi + kemoterapi
Terapi adjuvant post radikal orkhidektomi :
1.
RPLND : indikasi untuk NSGCT bila terdapat salah satu dari
faktor resiko yaitu : invasi vasculer atau embrional Ca (Volume
> 40%; T2 atau 3, dan secara Ro tdk ada meta ke retro.
2.
Raditerapi; 2500-3500 cGy ke peri aorta dan ln inguinopelvic
ipsilateral 5 ysvr 95% untuk st I. Seminoma st lanjut RT
diberi setelah kemoterapi. Untuk NSGCT RT diberi dgn dosis
4000-5000cGy.
3.
Kemoterapi; Seminoma low stage : carboplatin. Untuk stadium
lanjut Cisplatin, vinblastin dan bleomicin (complet respon
90%). NSGCT low stage ; BEP (bleomicin, etoposite, cisplatin)
69
DISORDER OF URETER
Congenital : wanita > pria
1.
Atresia ureter bila bilateral : Potters syndrome
2.
Duplikasi ureter : complete or incomplete (Y-type)
Complete Weigert-Meyer law :
Ureter upper segment muara ke distal ektopik
Ureter lower segment muara lebih kelateral, intramural
pendek refluk vesicoureter
Pada wanita ureter pole atas biasanya ektopik dgn
muara distal dari spincter ekst atau diluar TU
incontinensia +
Pada lk ureter ektopik selalu proksimal dari spincter
eksterna.
3.
Ureterocele :
Sacculasi dari bagianterminal ureter :
Intravesical : single ureter
Ektopic ureterocele ureter duplikasi pole atas
Ektopic 4 x lebih sering intravesikal, >
Ro. : cystic dilatasi & filling defect dalam buli.
Th/ Eksisi ureterocele
Vesical rekonstruksi
Ureteral reimplantasi
4.
Ectopic ureter orifice :
Berhubungan dgn ureterocele & duplikasi ureter.
Laki : incontinensia (-), sering epididimitis
Wanita : bisa ke uretra, vagina atau perineum, incontinensia
(+)
Th/ Reimplantasi ureter
Nefroureterectomi
5.
Kelainan posisi ureter :
Retrocaval :
- upper ureter & renal pelvis
- 1/3 tgh L3
6.
Obstruksi UPJ :
Kelainan ureter yg paling sering
Lk > wanita, kiri > kanan
10 15 % bilateral
Causa tidak jelas
Terdapat angulasi & lekukan
Sering ureter proksimal hipoplastik
Blood vessel of lower pole
Kongenital : faktor intrinsik : bisa k/ segmen ureter yg
aperistaltik (tdk ada oto spiral) atau ada jaringan fibrotik
kegagalan pembentukan gelombang peristaltik aliran
urine tdk lancar. Keadaan lain : Katup daerah uretero pelvik
atau adanya arteria abberan yg menyilang lewat belakang
ureter.
Didapat : refluk ureter kinking, neoplasma
Klinis :
Infant abdominal mass, gx/ uremia
Children : pain, vomiting, hematuria, infeksi, calculus,
hipertensi.
Dx/ :
IVP k/p provokasi diuretik renografi
JEF & GWK
70
71
PANENDOSKOPI
Merupakan salah satu pemeriksaan dasar urologi
Indikasi amat luas :
1. Kelainan / spk ada kelainan pada TU bawah :
- Heamturia
- Kel. Miksi non-invasif tidak jelas
- ISK berulang pemeriksaan dasar tidak jelas
- Spk kelainan bawaan uretra & buli :
Klep uretra
Refluk vesikoureter
Ureter ektopik
Fistel
- Stres inkontinensia
- Spk tumor uretra/ buli
2. Evaluasi pasca th/ endoskopi
4. Bagian dari diagnostik endourologi/ terapi endourologi :
RPG
TURP
TURB
Syarat :
Pemeriksaan no-invasif +, Lab, Ro.
Informed consent
Antibiotik profilaksis/ th/ ISK lebih dahulu
Miksi sebelum tindakan
Lavemen bila dgn GA/ SAB
Sheat untuk panendoskopi :
15,5 Fr : yellow
17 Fr : green
19 Fr : Red
Untuk sachse : 21 Fr : Blue
Untuk lithotripsi : 23,5 Fr : White
Untuk TURP : 24 Fr & 27 Fr.
72
UROLITIASIS
Evaluasi px/ urolitiasis :
IVP :
Conformasi Dx/
Ukuran & posisi batu
Derajat Obstruksi
UL : RBC & Cristal
Cultur :
Bacterial infection &
Management Px/
SC : Data dasar
As. Urat
hyperuricemia
Related to stone problem
Elektrolit Screening test u/ RTA type I hipercloremic acidosis
Ca. Serum (3x) Deteksi hiperparatiroid (>10,1 mg %)
Fosfor serum Dx/ hiperparatiroid (pd level yg renndah)
Batu cystein dan asam urat :
Urin pH sekitar 5,5 atau
Batu Ca. Fosfat :
PH urin Alkaline side of 6,5
Batu infeksi (struvit) :
Urea splitter amonium
PH urin Alkaline endapan/
medium
AB pre Op dan post Op diberikan s/d cultur urine negatif, bila
tidak batu akan cepat muncul lagi.
Teori pembentukan batu :
1.
Nucleation theori :
Pembentukan batu diawali oleh adanya kristal atau foreign
body dlm urin supersaturasi.
2.
Stone matrix theori :
Bahan organik serum
Protein urin : albumin, globulin, glikosaminoglikan
kerangka u/ deposisi kristal
3.
Inhibitor of crystalization theori :
Bahan-bahan tertentu dalam urin dapat menghambat
pembentukan kristal :
Mg,
Fosfor, Citrat,
fosfocitrat,
Mucoprotein,
RNA,
glikosaminoglikan.
4.
Status metabolisme Aquired or genetic
5.
Faktor lingkungan supersaturasi urin
6.
Dietary excess
7.
Abnormalitas anatomi
Gx/ dan tanda batu TU :
1. Batu Calix :
Kecil nonobstruksi asimtomatis
Gross hematuria
Flank pain
Recurrent infection
2. Renal pelvic stone :
Nyeri flank atau CVA
Infected sepsis
JEF & GWK
73
Obstruksi pyelonefritis
3. Proximal ureter :
Nyeri spamodic, tajam, acut di daerah flank
Radiating to abdominal area
Mual dan muntah.
4. Distal ureter :
- Kolik yg menjalar ke inguinal, testis/ labia
Radiologis :
90 % radioopage
Calsium fosfat paling radioopage ~ tulang
Calsium oxalat sedikit kurang opage
Mag. Amonium Fosfat (struvit)
Cystein
As. Urat & xanthine paling radioluscent
Batu Calsium: tidak larut.
- calsium fosfat Ca10(PO4)6(OH)2
- Calsium oxalat 80 %
- campuran
Laki-laki 3 x lebih sering
Jenis batu ginjal yang paling sering
Citrat urin inhibitor cristalisasi kalsium
bila kadar (<300 mg/hr) stone
formation
Sreening Bila kadar calsium serum cek paratiroid H.
a. Fasting and calsium loading test.
Periksa kadar calsium dan creatin dalam urin puasa (10jam). Lalu
diberi loading calsium glukonas 1 grm/oral periksa kadar
calsium& creatinin post loading Cal.glukonas.
Normal = ratio Ca : creatini puasa < 0,11
Ratio > 0,11 renal hipercalciuria.
Rasio Ca : creatini post loading > 0,2 absorbtif hipercalsiuria.
Bila pH urin puasa > 5,3 renal tubular asidosis
Hipercalciuria : > 300mg/hari tanpa diet.
Absorbsi calsium : duodenum dan jejenum. dipengaruhi oleh Vit.
D dan calsium binding protein.
Absorbtif hipercalsiuria :
Perubahan respon usus terhadap vit. D absorbsi calsium
maningkat.
Renal hipercalciuria :
Calsium loss via urin kadar calsium plasma rendah
stimulasi sekresi hormon paratiroid sintesis vit. D meningkat
dan absorbsi calsium dari GIT meningkat, resorbsi tulang
meningkat. Kadar calsium urin puasa tidak turun.
Th/ : Thiazide meningkatkan resorbsi calsium di tubulus
distal eksresi calsium ke dalam urin
turun.
Resorbtif hipercalciuria :
Jarang, biasanya disebabkan oleh :
Hiperparathiroidisme stimulasi bone destruksi,
meningkatnya absorbsi calsium usus.
Cushing disease.
JEF & GWK
74
Bone metastase
Prolonge immobilization.
Kelainan metabolik yang berkaitan dengan Batu Calsium :
1. Sarcoidosis : sensitifitas epitel usus terhadap vit. D meningkat
hipercalsiuria
Th/ ; Cortikosteroid.
2. RTA : yaitu RTA tipe I.
Autosomal dominan
70 % membentuk batu kalsium
70 % female
Persisten metabolic acidosis
Bicarbonat serum turun, calsium serumturun
Sitrat urin turun, Alkalin fosfat serum naik, hipercalciurin
membentuk batu.
Cystine Stone :
-cystinuria
-family history of recurrent stone
-early onset
-UL : acid, hexagonal cystine crystal
Batu cistein baru terlihat pd BOF bila >3-4 mm
Batu calsium >2 mm
Medical th/ :
Hidrasi
Alkalinisasi urin : Bic Nat 15 20 grm/ hari
Sodium potassium citrat solution 10 15 cc/ 4x/ hari
Cystine binding drugs :
Penicillinamine
Alfa-mercaptopropionylglycine
Retriksi methionine
Struvit Stone :
Berkaitan dengan UTI kronis
15 20 % dari batu urin
Terdiri dari Magnesium Amonium fosfat (MgNH4PO4.6H2O)
Infeksi disebabkan oleh Urea-spliiting bacteria : Proteus,
Pseudomonas, Klebsiella, Stafilokoccos.
Urin infeksi oleh bakteria spliiter. :
Urin supersaturasi terhadap Mg, Nitras, fosfat, carbonat
apatite
Urin menjadi alkalis, pH >7
Batu relatif non-opage.
Terapi/ :
Indikasi operasi :
Recurrent UTI
Progresif renal damage
Urinary obstruction
Persisten pain.
Tujuan Operasi :
Mengangkat semua batu
Memperbaiki abnormalitas anatomi
Membasmi UTI
JEF & GWK
75
Kontraindikasi ESWL :
Gemuk/obesitas
Urosepsis/ infeksi
Obstruksi bagian bawal
Manfaat USG pd urolitiasis :
1. Menentukan adanya batu ginjal dan buli-buli (tu radiolusen)
2. Menentukan ada tidaknya HN ok/ obstruksi batu
3. Membedakan ren kistous atau padat
4. Sebagai tuntunan pd saat melakukan drainage ginjal perkutan
5. Membantu melokalisasi/ membedakan adanya batu dalam calic
pada saat operasi batu ren.
RPG pd urolitiasis :
- Pemeriksaan harus segera diikuti dengan menghilangkan
obstruksinya
- Harus ada perlindungan terhadap sepsis
- Penyuntikan kontras harus dilakukan dengan pemantauan
flouroskopi
Prinsip terapi urolitiasis :
1.
Ekspektatif
2.
Manipulatif
Indikasi terapi ekspektatif :
- Batu asimtomatik tanpa obstruksi atau infeksi, < 4 mm, letak di
ureter 1/3 distal
- 90 % batu < 4 mm keluar spontan
- 20 % batu < 6 mm keluar spontan
- Tempat macet :
- UPJ
- Pelvic brim
- UVJ
- 4 minggu evaluasi BOF
- Bila > 8 minggu batu tdk keluar & penyulit (+) terapi modalitas
lain
Terapi operatif/ manipulatif :
1.
Endourologik
2.
Operasi terbuka
3.
ESWL
Tergantung pd : diameter batu, fasilitas yg ada, lokalisasi batu dan
pengalaman pelaksana.
Batu < 2,5 cm : lithotripsi ( mekanik, ultrasonik, elektrohidraulik,
atau laser)
Batu ureter :
Submukasa Intravesikal endo : collins knife ekstraksi
transuretral.
Bt 1/3 distal endo : URS & litotripsi ekstraksi Dormir
Bt 1/3 tengah open : ureterolitotomi
JEF & GWK
76
77
78
79
BATU URETER
Batu ureter : adanya batu (opaque maupun non opaque) di ureter
(proksimal, tengah dan distal)
a. Anamnesa :
- Keluhan utama adalah colik ureter, yaitu nyeri pinggang
mendadak yang sangat hebat kadang-kadang disertai muntah
hilang timbul dan menjalar ke perut bawah atau kemaluan
(testis, ujung penis, labium mayor) tergantung lokasi batu.
- Riwayat kencing batu dan kencing berdarah disertai nyeri
pinggang.
b
b. Pemeriksaan klinis
- status umum
- status urologis :
- Anamnesa : Flank pain
- Pemeriksaan : Flank mass, nyeri CVA, colok dubur: untuk
membedakan dengan appendicitis (pada appendicitis, colok
dubur akan didapatkan nyeri jam 10.00 11.00, sedangkan
kolik ureter tidak didapatkan).
c. Pemeriksaan laboratorium
Sedimen urine : Eritrosit > 2 l/lpl
DL, RFT, LFT, Faal Hemotasis
Kultur urine dan tes kepekaan antibiotika
Kadar kalsium, phosphat dan asam urat dalam serum serta
ekskresi kalsium, phosphat dan asam urat dalam urine 24
jam.
d. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos Abdomen : akan nampak gambaran klasifikasi
sepanjang ureter 1/3 proximal, 1/3 tengah atau 1/3 distal bila
batu radio opaque. Batu tidak nampak bila batu non opaque.
Pyelografi Intravena (IVP) dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui anatomi dan fungsi dari Traktus Urinarius. Adanya
sumbatan
karena batu ureter akan nampak sebagai
Hidroureter proximal batu, Hidronephrosis, delayed function
sampai non visualized.
Tomogram : bila batu tidak/kurang jelas (semi-opaque)
Pyelografi Retrograde (RPG) : Adalah membuat foto kontras
dari ureter, pyelum dan kaliks ureter yang dipasang dengan
bantuan sistoskop. RPG dikerjakan bila IVP belum cukup
jelas (misalnya terdapat tanda obstruksi tetapi penyebabnya
belum jelas), atau IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain
dapat membantu diagnosa.
Pyelografi Antegrade (APG) : Berlawanan dengan pyelografi
retrograde maka pada APG kontras dimasukkan melalui
saluran ke kaliks (nefrostomi) yang telah dibuat.
Foto Thoraks
USG / renogram : bila ginjal non visualized
e. Pemeriksaan penunjang lain :
Gula darah puasa
Gula darah 2 jpp
ECG
JEF & GWK
80
PENATALAKSANAAN
Terapi operatif batu ureter tergantung pada lokasi batu, dibagi
menjadi batu ureter 1/3 proksimal, batu ureter 1/3 tengah dan batu
ureter 1/3 distal.
Ureterolithotomi : operasi pembedahan untuk mengambil batu
ureter.
Nephrostomy Percutan (PNS) :
Adalah membuat lubang yang menghubungkan pelvis kalik sistem
dengan dunia luar. Tujuannya untuk diversi urin bila sumbatan
ureter tidak dapat segera diatasi.
Ureterorenoscopy (URS) :
Adalah mengambil / memecahkan batu ureter dengan alat
ureteronoscope yang dimasukkan lewat muara meter dengan
bantuan cytoscope.
1. Ureterolithotomi proksimal
Alat
:
- Dexon 4-0
: 2 buah
- Catgut plain 2-0: 1 buah
- Vicryl 1-0
: 2 buah
- Zeyde 3-0
: 2 buah
- Maagslang No. 8 : 1 buah
- Redon drain set
Teknik Operasi :
- Sebelum dilakukan operasi foto BOF pre operatif (1 jam sebelum
operasi)
- Pasang dauer kateter 16 Fr dan urobag
- Pasang foto-foto (BOF/IVP) di light box
- Setelah dilakukan anesthesi, pasien diletakkan dalam posisi
lumbotomi dengan sisi yang ada batu diatas.
- Dilakukan desinfeksi dengan larutan Povidone Iodine mulai dari
papilla mammac-umbilikus-collum vertebra-simphisis pubis.
- Persempit lapangan operasi dengan dock steril
- Insisi kulit mulai ICS XI kearah umbilikus 10 cm lapis demi lapis
sambil merawat perdarahannya. (Struktur yang diinsisi : kulit,
lemak subcutis, MOE, MOI in transversus abdominis). Buka
fascia m. lumbo dorsalis agak ke posterior di posterior axillary
line (agar tidak merobek peritoneum) sepanjang 1-2 cm,
pisahkan peritoneum dengan steel doppers kearah medial,
setelah peritoneum terpisahkan, perlebar insisi sesuai dengan
insisi diatasnya.
- Pasang spreader
- Cari ureter dengan cara buka fascia gerota yang terletak
didepan muskulus ilco psoas dgn ciri :
- berupa saluran warna putih
- tidak berdenyut
- berjalan bersama dgn a. spermatika in-terna pd laki atau a.
ovarica pd wanita.
- Teugel ureter dengan nelaton kateter no. 8 di proksimal batu.
- Raba batu dan bersihkan ureter
- Insisi ureter dgn mess No. 15 tepat didaerah batu
- Keluarkan batu dengan stein tang
JEF & GWK
81
2.
-
3.
4.
URS
Di Poliklinik Urologi
Rawat luka, angkat jahitan pd hari ke 10 14
Evaluasi UL, DL dan Kultur urine, bila ada tanda-tanda ISK
berantas dengan antibiotika sesuai dengan uji kepekaannya
- Cegah/hilangkan faktor predisposisi timbulnya batu lagi
- Evaluasi BOF/IVP 6 bulan paska operasi
- Minum banyak (>3 l/hari) dan aktif berolah raga.
-
82
BATU BULI-BULI
Batu buli-buli adalah batu baik opaque maupun non opaque yang
berada di buli-buli
DIAGNOSIS
a. Anamnesa : Hematuria baik mikroskopik/ makroskopik, disuria
karena infeksi, demam disertai menggigil, dapat juga terjadi
retensi urine bila batu menyumbat leher buli atau dapat
tanpa keluhan (silent stone).
b. Pemeriksaan Klinis :
1. Status umum
2. Status urologis :
-inspeksi : suprapubik dapat terlihat menon jol bila retensi
urine
-palpasi : suprapubik menonjol atau teraba keras bila batu
sangat besar
3. Rectal toucher : teraba batu bila batunya sangat besar
c. Pemeriksaan laboratorium :
- Darah lengkap
- Urine lengkap
- Faal haemostasis
- Faal hati & faal ginjal :
- Urine kultur dan sensitivity test
- Kalsium, phosphat, asam urat dalam darah
- Eskresi kalsium, phosphat, asam urat dalam urine tampung 24
jam
d. Pemeriksaan foto radiologis :
- Foto polos abdomen (BOF) + Fotot Thorak
- Intravena pyelografi (IVP)
- Ultrasonografi (USG), bila dicurigai batu non opaque
e. Pemeriksaan penunjang lain :
c
- ECG
d
- Sistoskopi bila dipandang perlu
PENATALAKSANAAN
1. Vesicolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan
dari vesika urinaria
2. Lithotripsi adalah tindakan penghancuran batu buli buli
secara endoskopik dengan lithotriptor
3. Trokar lithotripsi adalah tindakan pengeluaran batu di buli-buli
pada anak-anak yang besarnya < 10 mm, dengan kombinasi
endoskopik dan trokar.
Vesikolitotomi
Indikasi :
- batu buli-buli dengan > 2 cm
- batu buli-buli yang tidak dapat dipecahkan dengan lithotriptor
- batu buli-buli multiple
Alat :
folley kateter F 16
urobag
Redon drain set no. 14
JEF & GWK
83
Dexone 4-0
Persiapan Operasi :
Persetujuan operasi
Puasa
Antibiotika profilaksis
Teknik Operasi :
Posisi pasien tidur terlentang dengan GA
Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone jodine (paha
atas ; genitalia eksterna, prosesua xyphoidius).
Persempit lapangan operasi dengan doek steril
Insisi kulit midline, mulai 2 jari diatas simphisis ke arah umbilikus
10 cm, lapis demi lapis sampai fascia anterior muskulus rektus
abdominis.
Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea
alba
Pasang spreader millins dan sisihkan pre vesikal fat kearah kranial
Dilakukan identifikasi buli (warna kebiruan, banyak pembuluh
darah dan punksi keluar urine)
Teugel buli dgn chromic catgut 1-0 pada sisi kanan-kiri
Insisi buli dengan punch mesch dan perlebar secara tumpul dengan
chrome klem.
Raba batu dengan jari, kemudian keluar kan batu dengan stain tang
(perhatikan jumlah, ukuran dan warna)
Setelah batu keluar spoelling buli dengan PZ (3x), kemudian
evaluasi mukosa buli (tumor, divertikel), muara ureter kanan-kiri
(batu dan ureteric jet)
Pasang kateter F 16 sampai tampak ujung kateter di buli-buli
kemudian spoelling PZ dengan blaas spuit.
Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa muskularis dengan plain catgut 3-0
secara jelujur, tunika serosa dgn Dexon 3-0.
Test buli-buli untuk evaluasi kebocoran dengan memasukkan PZ
250 cc lewat kateter, bila tidak ada kebocoran isi kateter dengan
air steril 10 cc.
Cuci lapangan operasi dengan Betadine dan PZ
Pasang redon drain peri vesikal dan fiksasi pada kulit
Tutup
lapangan operasi lapis demi lapis, muskulus rektus
abdominis dengan Dexon 1-0, fascia anterior muskulus rektus
abdominis dengan Dexon 1-0, subkutan dengan plain catgut 3-0,
kulit dengan Zeyde 3-0.
Lithotripsi
Indikasi : Batu buli simple dengan ukuran <2,5 cm
Alat :
- Alat untuk irigasi dan slang steril
- Sumber cahaya dan kabel fibre optic
- Busi roser 18 s/d 27 Fr
- Sistoskopi set dgn sheath 25 Fr & teleskop 30 & 70
- Ellik Evacuator
- Alat lithotriptor mekanik :
+ Alligator lithotrite, untuk batu dengan ukuran panjang
terpendek max. 1 cm.
+ Hendrickson type lithotrite, untuk batu dgn ukuran panjang
terpendek max. 2 cm
+ Peralatan desinfeksi
JEF & GWK
84
85
- Anestesi umum
Teknik Operasi :
Posisi lithotomi
Tindakan antiseptik
Panendoskopi untuk diagnosa dgn sistoskopi anak
Buli diisi irigan sampai penuh semaksimal mungkin sampai teraba
pada supra pubis
Lakukan insisi longitudinal sepanjang 1,5 sampai dengan 2 cm
sampai menembus linea alba pada jarak 2,5 cm dari suprapubik
di garis mediana.
Lakukan punksi sistostomi dengan trokar campbell yang sudah
dipasangi amplatz. Daerah punksi dipastikan dengan melihat
dinding anterior buli yang terdorong oleh ujung trokar.
Setelah trokar berhasil masuk amplatz didorong ke dalam buli dan
setelah kelihatan amplastz dalam buli (secara endoskopis) baru
trokar dapat dicabut.
Lubang luar amplatz ditutup dengan jari dan ujung amplatz yang
berada dalam buli diusahakan agar dapat dimasuki batu.
Buli-buli diisi maksimal dengan cairan irigan, setelah penuh
dilakukan penekanan yang gentle pada abdomen pada abdomen
pada saat bersamaan jari yang menutup amplatz dilepas .
Dengan manuver ini diharapkan batu akan ikut keluar bersama
cairan irigasi.
Buli dikosongkan
Pasang kateter urethra
Bekas luka sistostomi dibiarkan terbuka, kalau perlu hanya
dilakukan oposisi kulit
Kateter dibuka setelah 48 72 jam
Anak kencing spontan KRS
PERAWATAN PASCA OPERASI
1.
Di Rumah Sakit :
- Vesikolithotomi, pelepasan kateter setelah 7 10 hari dan
pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut turut
setelah pelepasan kateter produksinya < 20 cc/24 jam.
- Lithotripsi, pelepasan kateter setelah 24 jam, kecuali bila pada
waktu operasi terjadi lesi pada buli dapat diperpanjang sampai
5 hari.
- Periksa analisa batu, untuk menentukan diet-nya setelah
dikonsulkan kepada ahli gizi.
2.
-
Di Poliklinik Urologi :
Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol beri-kutnya tiap 3
bulan
Sistoskopi dilakukan 3 bulan setelah lithotripsi
Pemeriksaan IVP dilakukan 6 bln setelah operasi
Setiap kontrol penderita periksa laboratorium (darah lengkap,
urin lengkap, faal ginjal, urin kultur dan sensitivity test).
Usahakan diuresis yang adekuat : minum 2 3 l / hari,
sehingga dicapai diurese 1,5 l/hari
Diet, tergantung dari jenis batunya.
Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu
struvit.
86
TRAUMA URETRA
Trauma uretra adalah Trauma mengenai uretra berupa trauma
mengenai uretra berupa trauma tajam, trauma tumpul atau akibat
instrumentasi uretra seperti pemasangan kateter dan sistoskopi.
DIAGNOSIS
A. Anamnesa :
Keluhan Utama :
- Keluar darah lewat uretra
- Tidak bisa kencing
- Hematom urine infiltrat darah uretra / srotum.
Anamnesa kausal :
- Trauma tajam
- Trauma tumpul : : cara terjadi berupa straddle injury atau
fraktur pelvis (bahkan fraktur)
- Trauma akibat instrumentasi uretra berupa pemasangan
kateter atau sistoskopi.
2.
Pemeriksaa
n Fisik
1. Tanda vital
2. Status umum
3. Status urologis / lokalis
Inspeksi :
- Keluar darah lewat meatus uretra
- Buli-buli penuh
- Hematom/urin Infiltrat darah uretra atau skrotum
Palpasi :
- Teraba buli penuh
- Pembengkakan di uretra, perineum, dan skrotum
- Nyeri tekan
Colok dubur :
- Terdapat prostat melayang
3.
Pemeriksaa
n
Laboratoriu
m
- Darah lengkap
- Urine lengkap
- Fungsi ginjal
4.
Pemeriksaa
n Radiologis
- Foto polos abdomen / pelvis
- Uretrografi
PENATALAKSANAAN
Sistostomi : adalah tindakan mengalirkan kencing melalui lubang
yang dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urine dan
menghindari komplikasi.
Macam Sistostomi :
1.
Sistostomi trokar
2.
Sistostomi terbuka
Sistostomi Trokar
Alat yang diperlukan :
JEF & GWK
87
1.
88
89
90
BATU GINJAL
Batu ginjal adalah semua batu baik opaque maupun non opaque
yang berada di ginjal
1.
2.
3.
1. Pielolithotomi :
Indikasi :
Batu ginjal yang berada di pielum dengan batu sekunder
yang dapat diambil melalui pielum.
Persiapan operasi :
- Persetujuan operasi
- Puasa sejak malam harinya
- Lavemen
- BOF pre operasi
- Profilaksis antiobiotika sesuai kultur.
Tehnik Operasi :
- Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi
atas (misalkan batu ginjal kanan, maka posisi miring kiri,
bagian kanan di sebelah atas). Dengan general anestesi.
- Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai
pada lapangan operasi sampai umbilikus dibagian depan, linea
skapularis belakang dan papilla mama).
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke
arah umbilikus sepanjang lebih kurang 15 cm. Insisi diperdalam
lapis demi lapis dengan memotong fascia eksterna, muskulus
intercostalis dibelakang dan muskulus oblikus abdominis di
depan sampai didapatkan fascia abdominis internus.
- Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian
peritoneum
dilepaskan dan disisihkan penempe-lannya pada fascia
seperlunya (sampai ke tepi luka insisi kulit ).
- Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilaku-kan kauterisasi
terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka lebih kurang sepanjang
tepi ginjal.
- Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan
diteugel dengan kateter Nelaton. Lemak perirenal dibersihkan
dengan menggu-nakan pinset anatomis & gunting Metzembaum
bila perlu dilakukan kauterisasi terlebih dahulu.
- Setelah ginjal telah bebas dari lemak dilakukan fiksasi ginjal
pada kedua kutubnya dengan kasa dan di identifikasi pielum
dengan mencari hubungannya pada ureter.
- Pielum dibuka dengan insisi berbentuk huruf V, kemudian batu
diluksir keluar dengan menggunakan stein tang. Batu sekunder
yang kemungkinan ada juga di cari dan diluksir keluar.
91
92
93
94
95
Striktura uretra
Batu buli-buli atau batu yang menyumbat urethra posterior
Stenosis leher buli-buli
Buli-buli neuropati
Obat-obatan (simpatolitik, alfa adrenergik, psikotropika)
Penyulit BPH, baik pada traktus urinarius or diluar TU :
menurunnya kualitas hidup
infeksi saluran kencing yang berulang
terbentuknya batu buli-buli
terbentuknya sakulasi, divertikel dari buli-buli
residual urine yg menimbulkan retensi urine akut/ kronis
hidroureter dan hidronefrosis
gangguan faal ginjal
hematuria
inkontinensia paradoksal
haemorrhoid
hernia
Retensio urine
BPH dgn penulit : ISK, batu , hernia, hidronefrosis, uremia,
hematuria berulang.
Residual urine > 100 cc
Flow metri : pola obstruktif ( < 10 cc/ det, kurva
datar/multifasik, waktu miksi memanjang)
Sindroma prostatism yg progresif, mengganggu & iritatif.
Terapi medikamentosa ttidak berhasil
96
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
RT : pembesaran prostat :
- Grade I : berat < 20 gram
- Grade II : berat 20 - 40 grm, jelas menonjol , batas lateral >, &
dangkal, sulkus median ttb / +
- Grade III : berat > 40 grm, batas atas tak teraba, teraba supra
simpisis. indikasi open/Millins
Kriteria stop kateter :
1.
Miksi spontan.
2.
Residu urine < 10
3.
Bakteriuri terkendali
Uroflowmetri :
- Jumlah urin yang representatif : 200 - 300 cc
- Flow rate Max :
- non obstruktif : > 15 cc/dt
- border line :
10 - 15 cc/dt
- obstruktif :
< 10 cc/dt
- Grafik normal bifasik
DIAGNOSIS
1.
Anamnesa : Keluhan utama & lamanya keluhan
2.
Pemeriksaan Klinis :
Status umum
- Inspeksi : Penonjolan supra pubik bila terjadi retensi urin
dengan buli penuh.
- Palpasi
: Buli-buli teraba diatas pubis apabila terjadi
retensi urin.
- Rectal toucher
:
Prostat
teraba
membesar
konsistensi kenyal
3.
Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap, Faal hemostasis, Faal hati, Faal Ginjal,
Elektrolit (K, Na), Urinalisis, Kultur urin dan test kepekaan
antibiotika.
4.
Pemeriksaan Foto Radiologi
- BOF
- IVP : Pada kasus BPH tanpa retensi urin
- USG : Ada gangguan faal ginjal (SC > 4 )
- Foto thoraks
5.
Pemeriksaan penunjang lain :
- Uroflowmetri harus dikerjakan apabila penderita masih
bisa kencing atau untuk
evaluasi pasca terapi.
JEF & GWK
97
98
99
Glutaral-dehyde
Persiapan penderita :
JEF & GWK
100
Tehnik Operasi :
- Posisi penderita tidur telentang
- Ukur temperatur aksilar dan catat hasilnya
- Dilakukan pemeriksaan TRUS dengan probe 7,5 MHz untuk
mengukur volume prostat : 0,52 x D1 x D2 x D3 (D1 =
penampang longitudinal/sumbu panjang prostat; D2 =
penampang melintang/ sumbu lebar prostat ; D3 = penampang
melintang/ sumbu tinggi prostat) dan mengukur panjang uretra
pars prostatika.
- Kateter uretra bila ada dilepas
- Masukkan probe 2,5 atau 2,0 dari prosta probe sesuai program
yang diminta pada uretra.
- Masukkan probe rektal dan fiksasi pada tempatnya dengan baik
- Jalankan mesin sesuai prosedur
- Cek dan monitor probe rektal dan uretra secara berkala,
dengan probe USG pada buli-buli.
- Bila telah selesai lepaskan probe per uretram dan probe rektal
- Pasang kateter per uretram No. 16 dan urobag
- Penderita harus kontrol tiap minggu sampai pelepasan kateter
di hari ke XIV.
Perawatan Pasca Operasi
1.
Di Rumah Sakit :
- Traksi kateter dilepas setelah 24 jam pasca operasi
- Spoel kateter dilepas apabila urine yang keluar sudah jernih ( 2
hari)
- Pada tindakan Millin :
- kateter dilepas setelah hari ke 5
- redon drain dilepas pada hari berikutnya, bila produksi < 20
cc/24 jam.
- pada tindakan TURP, kateter dilepas pada hari ke 3 atau lebih
lama
2. Di Poliklinik Urologi (VK Sistoskopi)
Pada bulan pertama kontrol 2 minggu sekali untuk
evakuasi keluhan dan pancaran kencingnya.
Selanjutnya setiap 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan setiap
tahun
Apabila terdapat gangguan pancaran segera periksa
uroflowmetri
Setiap kontrol penderita harus sudah membawa hasil
laboratorium dasar (UL, DL, RFT dan kultur urine).
Terapi antibiotika diberikan atas indikasi yang jelas
Selain dengan tiga jenis pembedahan BPH juga dapat diterapi
dengan teknologi modern :
Dilatasi dgn baloon
Sten prostat (temporer & permanen)
Hipertermia
Termoterapi
Ablasio dengan laser
Ultrasound intensitas tinggi terfokus
JEF & GWK
101
102
103
NEPHROSTOMI PERKUTAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Semua tindakan Endourologi yang menggunakan sinar rontgen
harus diperhatikan perlindungan untuk dokter/petugas dan juga
untuk penderita.
Untuk petugas :
-pakai baju khusus (lood jas/apron)
-bila tidak perlu jangan berada dalam kamar operasi
-pakai dosimeter (bila tersedia)
Untuk penderita :
-batasi expose dengan sinar rontgen seminimal mungkin
-gunakan C arm dengan memori
Indikasi
1. Pyonefrosis akut dan kronis
2. Infected hidronefrosis
3. Bilateral hidronefrosis
4. Sebagai bagian dari test Whitaker
5. Sebagai bagian PNL
6. Hidronefrosis unilateral terapi tindakan definitif tidak dapat
cepat dikerjakan (lebih dari 2 minggu).
Alat yang diperlukan
A. 1. Meja operasi tembus sinar-X
2. Image intensifier = C arm
3. Kontras minimal 2 ampul
B. Set katun steril
C. 1. Klem desinfeksi
2. Kasa depper
3. Larutan desinfektan (Povidone jodium 10%)
4. Doek klem atau steridrape
5. Spidol steril
6. Spuit 10 ml (2 buah)
7. Larutan anestesi 1%
8. Tangkai dan pisau yang sesuai (kecil)
9. Jarum punksi lengkap dengan mandrin : jarum Chiba 22G
20 cm (2 bh)
10. Larutan krontrast (urografin atau yang lain) minimal 2 ampul
11. Guide wire : Standar : panjang 80 cm ; 0,97 mm ; ujung
fleksibel lurus atau panjang 100 cm ; 0,97 mm ; ujung
fleksibel J.
12. Dilator teflon : Ch. 6 ; 8 ; 10 dan 12 F
13. Set dilator metal yang terdiri dari :
- Rigid guide wire (antena) Storz 27090 AG.
- 6 buah telescoping dilator/Storz 27090 A : Ch. 9, 12, 15,
21, 24F.
- Slotted canulla (Storz 27094 V)
14. Kateter Ch. 18F atau 20F, kantong urin
15. Alat jahit
16. Kasa ; plester
Tehnik Operasi
A. Persiapan penderita :
- Inform consent
- Pasang infus
JEF & GWK
104
105
Perawatan Nefrostomi
Untuk nefrostomi dengan indikasi 1 & 2 (infeksi) maka pemberian
antibiotika sejak sebelum tindakan diteruskan.
Pedoman :
a. Jenis antibiotika berdasarkan kultur dan antibiogram
b. Bila belum ada kultur dan antibiogram :
c. Kombinasi ampicillin/ derifatnya dan aminogliko-sida
d. Cephalosporin generasi III, untuk kasus gagal ginjal berat
Bila tidak infeksi cukup diberikan obat golongan nitrofurantorin atau
asam nalidisat peri operatif.
1. Perhatikan kateter / pipa drainage, jangan sampai buntu karena
terlibat, dll.
2. Perhatikan dan catat secara terpisah produksi cairan dari
nefrostomi
3. Usahakan diuresis yang cukup
4. Periksa kultur urin dari nefrostomi secara berkala
5. Bila ada boleh spoeling dengan larutan asam asetat 1%
seminggu 2x
6. Kateter diganti setiap lebih kurang 2 minggu. Bila nefrostomi
untuk jangka lama pertimbangkan memakai kateter silikon.
106
107
a. Aktifkan ultrasound unit dengan mengempes-kan balon XRay, dengan menekan terus-menerus tombol M-21 sampai
menyala.
b. Tekan tombol M-22 guna memindahkan probe ultrasound
ketempatnya
c. Matikan M-19 u/ dpt mengisi membran balon.
d. Tekan M-17 sambil melihat monitor-1 sehingga dicapai luas
permukaan kontak yang optimal antara membran dengan
kulit.
e. Melihat pada layar monitor-1 posisi ginjal dan batu dicari
dengan memainkan ketiga Joy-stick M1 - M2 - M3 secara
sistematis.
f. Usahakan posisi pusat dari ginjal dan batu berada pada fokus
tembakan.
g. Bilamana masih belum jelas dapat diatur gambaran
potongan ginjal pada
Ultrasonografi dengan menekan
tombol M4a atau M4b (M4a : posisi longitudinal; M4b: posisi
transversal/ melintang).
Lihat monitor 2 gambar kanan
bawah.
h. Isilah data penderita pada monitor B dengan tombol-tombol
huruf / angka di-keyboard.
IV. Positioning Batu
a. Dengan unit X-Ray :
a.1.Letakkan batu dalam layar monitor A.
a.2.Tepatkan batu dengan menggunakan Joy-stick M2 pada
tanda pusat tembakan (+) dengan X-Ray aktif ( Fluoroskopi
aktif dengan menekan X-29).
a.3.Putar arah inklinasi dengan Joystick M-1 ke arah sesuai
dgn letak
batu dgn memperhatikan tulang rusuk dan
tulang-tulang disekelilingnya.
a.4.Dengan Joystick M3, maka kedalaman batu terhadap
pusat tembakan diatur sampai tepat pada pusat tembakan
(+).
a.5.Dengan memakai Joy-stick M1 dan fluoroskopi aktif dapat
dilihat berbagai posisi batu, batu harus tetap pada fokus
tembakan.
a.6.Tekan tombol X-47 untuk memory, pindahkan gambar pada
monitor B.
b. Dengan unit ultrasonografi :
b.1.Aktifkan ultrasosnografi lihat Bab III.
b.2.Tepatkan batu pada puncak tembakan
b.3.Gunakan Joystick M2 secara sistematis untuk mencari batu.
V. Tambahan
1. Usahakan melakukan tembakan dengan memanfaatkan
ultrasound.
2. Bilamana tidak memungkinkan dengan ultrasound dapat
digunakan X - Ray dengan catatan pada waktu balon X-Ray
mengembang, energi akan berkurang 25%. Untuk itu bila
selesai memonitor dengan X-Ray, balon harus dikempeskan
dengan menekan tombol M-21.
3. Tembakan dimulai pada posisi tombol M-10 dan M-11 paling
rendah (power dan frekwensi).
4. Tekan tombol M-6 sampai menyala dan dilanjutkan dengan
menekan tombol M-9 sampai menyala. Power dan frekwensi
JEF & GWK
108
109
URS
( URETERORENOSKOPI )
Suatu tindakan Endoskopi seperti Sistoskopi dengan perbedaan
utama pada anatomi ureter dan ginjal serta ukuran yang kecil dari
instrumentasi, untuk melihat dan melakukan tindakan didalam
ureter dan ginjal.
Indikasi URS :
1.
Diagnosa
- Evaluasi filling defect atau obstruksi pada radiologi
- Evaluasi gross hematuri unilateral
- Evaluasi maligna cytologi unilateral
- Surveilance pada terapi konservatip tumor tractus urinous
atas
2.
Tindakan
- Untuk batu-batu ureter atau dan ginjal basket (tertentu) :
+ diambil dengan forceps atau
+ dipecah (lithotripsi)
- Biopsi tumor /polyp ureter
- Reseksi tumor
- Dilatasi strictura
- Pengambilan benda asing
TEKNIK OPERASI :
1. Posisi pasien tergantung letak batu biasanya : lithotomi
2. Dilakukan retrograde pyelografi untuk melihat anatomi ureter
3. Bila perlu dilatasi muara ureter
4. Masukkan alat URS secara avue dan bantuan fluoroskopi
5. Lakukan tindakan yang diperlukan
6. Bila batu perlu dihancurkan dipakai Elektro Hidrolik Litholapasy
atau Lithoclast (Pneumatik) atau sarana lainnya
7. Bila perlu pemasangan ureter kateter / DJ Stent
PERAWATAN PASCA OPERASI
Tergantung tindakan yang telah dilakukan misalnya, jika
pengambilan batu intra ureter sebaiknya 6 minggu dilakukan IVP
untuk melihat komplikasi dsb.
Bila dipasang DJ Stent, diambil bila sudah tidak dibutuhkan melaui
cystoskopi.
110
KARSINOMA BULI-BULI
Karsinoma buli adalah keganasan berasal dari epitel (mukosa) bulibuli, dan anak-anak paling sering berasal dari otot.
DIAGNOSIS
Anamnesa : Keluhan utama adanya hematuria dgn sifat :
-Gross (makroskopis) tanpa nyeri dan intermiten
dapat terjadi (berulang serta retensi urin karena
tersumbat bekuan darah).
- Disuria yg lama dan berulang
- Retensio urin karena klot
Faktor peningkat resiko :
Bahan pewarna : naphtylamin dan benzidin
TAR dalam tembakau
Pemanis sintetis : Sodium siklamat, sodium sakarin
Skistosomiasis
Infeksi / iritasi kronis buli
Analgetikum : phenacetin
Pemeriksaan klinis
1. Status Umum
: Tanda vital, berat badan, status penampilan
(Karnofsky).
2. Status Urologi
: Adanya masa suprasimfiser, tanda invasi
organ terdekat, tanda-tanda metastase.
Palpasi : masa suprasimfiser, masa daerah flank.
Colok dubur : Adanya masa pada buli-buli dan prostat.
Bimanual palpasi pada keadaan narkose
Pemeliharaan Laboratorium
- Darah lengkap
- Faal Hemostasis
- Faal hati
- Faal Ginjal
- Urinalisis
- Kultur Urin dan tes kepekaan.
- Sitologi Urin, dinilai menurut sistim Broder, di bagi 5 kelas :
Kelas I
: tidak di ketemukan sel
Kelas II : di ketemukan sel yang normal
Kelas III: diketemukan sel dengan perubahan atipik
Kelas IV: di ketemukan sel yang mencurigakan ganas
Kelas V : di ketemukan sel-sel ganas.
Pemeriksaan Radiologis :
- Thoraks foto PA / lateral
- IVP
- USG buli-buli, ginjal dan abdomen
- CT Scan abdomen, dikerjakan dgn indikasi ttt.
Pemeriksaan Sistoskopi :
Pemeriksaan ini dikerjakan bila pemeriksaan yang disebut diatas di
ketahui hasilnya. Dan bila hasilnya menyokong adanya karsinoma
buli-buli, maka penderita sekaligus dipersiapkan untuk dilakukan
reseksi tumor dan staging.
Pemeriksaan sistoskopi dengan tujuan diagnostik saja, di kerjakan
bila :
JEF & GWK
111
1.
Mo
Semua
Mo
Semua
T
Semua N M1
Ta ; non-invasive papillary Ca
Tis ; Ca in situ, flat tumor
T1 ; sampai jaringan ikat subepitel
T2 ; tumor menginvasi ke otot
pT2a ; ke oto superfisial; pT2b ; ke oto dalam
T3 ; ke jaringan perivasikal
pT3a ; secara mikroskopis; pT3b ; secara makroskopis
T4 ; ke prostat, uterus, vagina, dinding pelvis dan abd
N1; Metastase tunggal dgn diameter < 2 cm
N2; Metastase tunggal dgn diameter 2 - 5 cm, atau multipel dgn
diameter < 5 cm
N3; Metastase dengan diameter > 5 cm
112
Staging Procedures
Bimanual palpasi dgn GA sebelum dan sesudah TURB
Transurethral resection of the bladder tumour (TURBT)
a. TURBT determines the depth of tumour invasion.
b. During TURBT, the following are recommended:
113
:
Reseksi Transuretra
Dengan resektoskop dilakukan reseksi transuretra dalam keadaan
narkose baik sebagai monoterapi maupun dengan tujuan
mengurangi masa tumor.
Cara ini dilakukan dengan menggunakan peralatan endoskopi.
Sistektomi Partial
Pengangkatan buli-buli secara parsial (sebagian buli-buli) sebatas
daerah tumor. Adapun teknik operasi dengan cara pendekatan
supra pubik, identifikasi buli-buli dan kelenjar getah bening daerah
pelvis, ligasi arteri vesicalis superior, dilakukan limfadenektomi
daerah pelvis dan wide eksisi tumor minimal 2 cm daerah bebas
tumor.
Radikal Sistektomi
Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki
dilakukan pangangkatan buli-buli, peritoneum daerah pelvis,
prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal,
termasuk limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pengangkatan
buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk peritoneum daerah
pelvis, uretra, serviks, uterus sepertiga dinding depan vagina,
ligamen maupun ovarium disertai Limfadenektomi daerah pelvis.
Diversi urin dikerjalan berdasarkan persetujuan dokter, penderita
maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang
inkontinen. Metode yang biasa digunakan adalah dengan cara
Coffey atau cara Bricker.
Radiasi
Radiasi yang diberikan adalah eksternal radiasi dengan dosis 6000
7000 rad diberikan selama 5-8 minggu untuk tujuan kuratip dan
2000 rad untuk preoperatip (sistektomi).
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan secara topikal intravesikal.
Terutama pada Superfisial bladder cancer.
Penanganan karsinoma buli-buli
114
1.
2.
3.
4.
Reseksi
transuretra
Operasi
sistektomi.
SALVAGE
sistektomi
Sistostika :
- Intravesika
- Sistemik
5.
Radiasi
eksterna
6.
Imunologi
(BCG intra
fesikal)
Ta, T1, T2
Tis, T3, T4 prostat, No, Mo
T2 res G 3-4
Ta, T1 residif
T1, G 3-4
T1 m
Sebagai pengobatan alternatif
untuk T3, T4
Untuk M1 multiple
Pra operasional radikal
T3, N 1-3, Mo
Alternatif u/ T2, G3-4, Nx, Mo
T3, T4, Nx, Mo
Ta, T1 (sebagai alternatif)
1.
Reseksi Transuretra buli-buli.
Teknik Operasi
Untuk tumor yang besar, dan dasar tumor yang luas bentuk
sesile, tumor papiler yang multiple, serta lokasi tumor yang sulit,
suker untuk melakukan reseksi sampai bersih.
115
a.
Partial Sistektomi
Indikasi :
Tumor tunggal, T1-T3, lokasi tumor pada dinding lateral bulibuli, atap buli-buli (dome), tumor pada divertikel, adeno
karsinoma daerah dome yang berhubungan dengan urachus.
Teknik Operasi
Pendekatan Retroperitoneal.
Persiapan operasi pada umumnya.
Pemberian antibiotika profilaksis, premedikasi.
Setelah anestesi general, penderita diletakkan dalam posisi
supine.
Dilakukan pemasangan kateter No. F 16
Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan povidone yodine di
daerah penis, skrotum, sebagian dari pangkal paha, kateter,
perut sebatas umbilikus, & vulva (wanita).
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
Insisi midline supra pubik, perdalam lapis demi lapis.
Identifikasi buli & peritonium disisihkan ke kranial.
Bebaskan dinding buli kearah lateral & posterior.
Identifikasi KGB ipsilateral dengan cara mengikuti percabangan
anterior dan posterior arteri iliaka interna, sampai tampak pedikel
arteri vesikalis superior, ligasi arteri vesikalis superior.
Jika KGB tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan
pemeriksaan froozen section.
Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah
dapat memprediksi letak tumor yang sudah dilakukan evaluasi
sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai
memperkirakan insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh
dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga sampai
empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat
sentimeter dari tepi tumor, sehingga terekspose dengan baik.
Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat
sebelumnya pada dinding buli-buli, dilakukan insisi dinding bulibuli diantara dua jahitan pagar. Insisi diperluas dengan kromklem
sehingga tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya.
Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam bulibuli tampak jelas, sambil melakukan hemostasis yang baik
dengan elektro surgikal.
JEF & GWK
116
117
Radikal Sistektomi
Persiapan preoperasi
Radiasi/ kemotrapi preoperasi dilihat kasus perkasus
Bowel sterilisasi
Prinsip teknik operasi :
Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki
dilakukan pengangkatan buli-buli, peritonium daerah pelvis,
prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi
radikal, termasuk limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita
pangangkatan buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk
peritonium daerah pelvis, uretra, serviks, uterus, sepertiga
dinding depan vagina, ligamen maupun ovarium disertai
Limfadenektomi daerah pelvis. Diversi urin di kerjakan
berdasarkan persetujuan dokter, penderita maupun kebiasaan
operator, baik yang kontinen maupun yang inkontinen. Metode
yang biasa digunakan adalah dengan cara Coffey atau cara
Bricker.
Follow Up :
Tahun I
: setiap 3 bulan
Tahun II : setiap 4 bulan
Tahun III : setiap 6 bulan & seterusnya.
Hal yang diperiksa pada saat kunjungan ulang :
Tentukan status penampilan ( performance status ), menurut kriteria
Karnofsky. Menentukan T,N dan M.
Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorik dasar, dan
sitologi urin.
Sistoskopi di kerjakan setiap kali kunjungan ulang, kecuali telah
dikerjakan sistektomi.
Foto thorak : setiap 6 bulan sekali
Pyelografi intravena : setelah 6 bulan, 12 bulan dan bila ada
indikasi tertentu.
PH dan elektrolit darah dikerjakan setiap kali kunjungan untuk
penderita dengan diversi urin.
Pemeriksaan yang lain dikerjakan hanya atas dasar indikasi
tertentu.
Th/ Superficial Bladder cancer.
TUR terapi utama.
Intravesical terapi (Ta dan T1) Mitomicin, adriamicin, epirubicin
(Complet respon 50-60%.
High risk Ca Buli superfisial : (pT1G3) :
Intravesikal BCG, Radioterapi, Cystectomi.
Penilaian sistoskopi pada Ca Buli :
a.
Tumor; size, number, position, growth pattern (papil/solid)
b.
Mucosa; normal, red areas or areas of red, ireguler.
c.
Lower track; uretra dan prostat.
d.
Pemeriksaan bimanual; mass sebelum dan sesudah reseksi,
ukuran dan mobilitas mass.
JEF & GWK
118
BCG Immunotherapy
Intravesical BCG has been shown to be effective in reducing
tumour recurrence rate. IIb/B
BCG is superior to the other intravesical agents for the treatment
of carcinoma in situ (CIS), with complete response rates of
approximately 70%. A/Ib
Only limited prospective randomised studies have been
performed comparing the prophylactic value of intravesical
chemotherapy or immunotherapy. Current data seems to suggest
superiority of intravesical BCG over intravesical chemotherapy,
with the exception of mitomycin C. Ib/B
BCG therapy is given as a standard induction course of 6 weeks
with one installation a week. Monthly maintenance therapy is not
superior
to
standard
therapy.
III/B
The 6 + 3 schedule is probably superior to standard induction
therapy
for
CIS.
A second 6 instillation course for patients who do not respond to
a single course may be beneficial. III/B
Morbidity from BCG immunotherapy is common but is seldom
severe or persistent.
Follow-Up Surveillance
Cystoscopy is recommended in the following schedule: 3monthly for the first year, 6-monthly for the next 4 years and
annually for the next 5 years. Low risk tumours do not require
such frequent surveillance. (IV/C)
119
120
KARSINOMA PROSTAT
Karsinoma prostat adalah keganasan yang berasal dari sel acinus
prostat.
DIAGNOSIS
Anamnesa :
- Keluhan utama, lamanya keluhan, riwayat pemeriksaan,
pengobatan dan rujukan
- Gejala-gejala obstruksi infravesikal
- Tanda-tanda metastase
Pemeriksaan klinis :
Status urologi :
Inspeksi : Tanda-tanda pembesaran kelenjar regional /
juksta regional, tanda-tanda invasi organ terdekat, tandatanda metastase.
Palpasi : Kelenjar inguinal, kelenjar hypogas-trika, kelenjar
Virchow, massa tumor di supra pubik.
Colok dubur
: Nodulus, konsistensi prostat berdungkul
keras, mobilitas, invasi perkontinuitatum ke vesikula
seminalis, rektum.
Pemeriksaan laboratorium :
DL, UL, FH, RFT, LFT, SE, Cultur urin, PSA, AFP
Causa :
Aging, genetic factor, hormones, growth factors, environment, diet
tinggi fat, familial brest cancer.
Embriologi:
Zona central dan vesikula seminalis berasal dari Wolfian duct,
berkembang dibawah pengaruh testosteron.
Zona lainnya berasal dari mesenchim sinus urogenital, berkembang
dibawah pengaruh DHT.
Sel Epitel dan stromal mampu menghasilkan DHT, krn samasama memiliki reseptor androgen.
Sebagian besar DHT yg dihasilkan oleh sel epitel berdifusi ke sel
stromal , dimana reseptor androgen paling banyak.
Pada stromal ikatan DHT + AR akan menstimulasi inti stroma untuk
memproduksi GF dan GF ini akan menyebabkan sel epitel dan
stromal tumbuh dan berkembang.
Patologi :
AdenoCa : 95 %. Lapisan sel basal hilang. 95 % berasal dari zona
perifer, 25 % dari zona transisional.
Tu yg berasal dari zona transisional biasanya lebih kecil,
differensiasi baik (gleason 1 dan 2)
Tu yg berasal dari zona perifer differensiasi lebih buruk, (gleason 2,
3 atau 4), volume lebih besar dan sering invasi ke extrakapsuler,
vesikula seminalis dan metastase ke limfe node.
Grading histologi :
JEF & GWK
121
122
Masih kontroversi
PSA Velocity
Change of PSA overtime.
PSA-V = x [(PSA2-PSA1/ t1)+(PSA3-PSA2/t2)]
PSA velocity > 0,75ng/l/tahun sensitivitas
Spesifisitas
72 %
95 %
123
Free PSA
10%
11-26
> 26 %
PSA < 2
Ann.DRE &
PSA
Ann.DRE &
PSA
Ann.DRE &
PSA
PSA 2-4
Biopsi
PSA 4-10
Biopsi
PSA >10
Biopsi
Ann.DRE &
PSA
Ann.DRE &
PSA
Biopsi
Biopsi
Ann.DRE &
PSA
Biiopsi
124
Uretrosistoskopi :
Batasan
Fokal
Difuse
Tumor pd 1 lobus kurang dari 1,5 cm
Tumor pada 2 lobus lebih dari 1,5 cm
Ekstensi ekstrakapsuler ke lemak
periprostatik, bladder neck atau vesikula
seminalis
Invasi vesikula seminalis (-)
Invasi vesikula seminalis (+)
Metastase regional ke kel. Lymfe pelvik
atau hydronefrosis karena obstruksi
uretra
Metastase kelenjar jauh, tulang, paru,
liver dan jaringan lunak lain
125
b.
126
KEMOTERAPI
Dengan sitostatika pd kasus hormonal resisten
Neoadjuvan terapi :
Diberikan sebelum radical prostatectomy, dengan alasan :
30% yg didiagnosis localized ternyata pada open
didapatkan EPE.
Memperbaiki success rate of surgery.
Bentuk neoadjuvant terapi :
Hormonal : Complet androgen blokade
Anti androgen mono terapi
Rasionalitas neoadjuvant terapi :
- Downstaging tumor
- Increase local control
- Reduce surgical morbidity
- Reduce operative sequelae
- Reduce time to progress
- Improve survival
Lamanya neoadjuvant : 3 bulan
Neoadjuvant juga diberikan sebelum radioterapi dengan
maksimum androgen blokade (MAB: gosereline & flutamide)
Adjuvant terapi : post radikal prostatektomi
Candidat :
- Px dengan positive surgical margine
- Px dengan PSA level undetactable
- Organ confine dengan negative surgical margine dengan PSA
pre operatif > 10 ng/cc dan atau gleason score > 7.
Bentuk Adjuvant terapi :
- LHRH mono terapi (gosereline)
- Anti Antidrogen mono terapi
- Finasteride
- Orchidektomi
- Radiasi
Hasil adjuvan terapi lebih baik pada pasien post radioterapi
Kecurigaan adanya metastase Ln atau ke tulang :
PSA > 20 ng/ml
DRE > T3/ C
Gleasone > 8
Diagnostik :
CT-scan tomogram
MRI
Bone scan/ radiograf
Indikasi laparoskopic pelvic lympadenectomy :
PSA 50 ng/ml
PSA 20 & gleason score 7
PSA 10 & gleason score 8
PENGOBATAN PALIATIF
Terutama pengobatan bebas nyeri pada keganasan lanjut.
127
Dosis
mg/m2
25-30
30
Rout
e
i.v
i.v
Pemberian
hari ke
1-8-15
1-8
Cyclophos
100
phamide
Adriamycin 5060
p.o
1 s/d 14
i.v
Platinumcis 5060
i.v
Frekuensi
Tiap minggu
Diulang tiap
4 mgg
Diulang tiap
4 minggu
Diulang tiap
4 minggu
Diulang tiap
4 minggu
HORMONAL TERAPI
Orkhidektomi subkapsuler, dengan anestesi lokal infiltrasi ke
arah funikulus atau anestesi umum atau regional, insisi pada
raphe, dibuka rongga kanan kiri, buka tunika vaginalis keluarkan
isi testis dengan meninggalkan epididimis dan kapsul.
Medikamentosa :
- Estrogen, preparat DES dosis 3 mg/hari
- LH-RH agonis : leuprolide acetate, goserlin
- Antiandrogen : ketoconazole, flutamide
KOMBINASI ANDROGEN BLOKADE
Kombinasi antiandrogen dengan LH-RH analog atau
orkhidektomi
RADIASI EKSTERNA
- Stage A1, A2, B1 dimana lymfedenektomi hasil (-) radiasi pada
prostat saja dosis total 6400 cGy selama 6,5 minggu.
- Stage A2, B tanpa lymfedenektomi radiasi dengan dosis 4500
cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000
cGy selama 2 minggu
- Stage A2, B dengan lymfedenektomi hasil (+) area radiasi
diperluas sampai dengan Th 2 sampai L5 dengan dosis 4500
cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000
cGy selama 2 minggu
- Stage C dengan lymfedenektomi hasil (-) radiasi area pelvik
dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah
prostat saja 2000 cGy selama 2,5 minggu
JEF & GWK
128
D
D0
D1
D2
D3
Alternatif
Prostatektomi radikal
Radiasi eksterna
Implantasi I 125
Prostatektomi radikal
Radiasi eksterna
Implantasi I 125
Prostatektomi radikal +
radiasi adjuvan
radiasi eksterna
Hormonal
Hormonal
Radioterapi
Hormonal
Kemoterapi
TRAUMA GINJAL
Trauma ginjal adalah suatu proses rudapaksa yang dapat
menimbulkan kerusakan ginjal, bisa menyebabkan diskontinuitas
kortex atau bahkan dapat merusak medulla sampai sistim
pielokaliks, atau merusak pembuluh darah utama ginjal. Biasanya
merupakan salah satu diagnosa sari multiple injured patient.
Klasifikasi :
1)
Trauma major : 85 %
Kontusio : Memar atau hematom subkapsuler, kapsul ginjal
masih utuh
Laserasi minor : Kerusakan korteks parenkim ginjal bagian
superfisial tanpa disertai kerusakan medula atau sistim kaliks.
2)
Trauma mayor (10-15 %) (Ruptur Ginjal) : Kerusakan
parenkim yang meluas mulai dari korteks dan medulla sampai
ke sistim kaliks
3)
Trauma vaskuler (1 %) atau Renal vascular injury : oklusi atau
terputusnya pembuluh darah utama ginjal.
-Trauma yang paling sering dari TU
-Ginjal dilindungi oleh :
JEF & GWK
129
Otot lumbar
Corpus vertebra
Iga dan viscera didepannya
-Causa :- automobile accident 80 %
- Sport
-Predisposisi keadaan patologis :
Hidronefrosis, tumor ruptur
Klasifikasi :
Grade I :
-mikroskopis/ gross hematuria
-Ro; normal
-Contusio / hematome subcapsuler
-Laserasi parenchime (-)
Grade II:
-Tidak meluas
-Hematome perirenal/ dalam laserasi kortikal < 1 cm
-Ekstravasasi urin (-)
Grade III :
-Laserasi parenkhim < 1 cm ke kortex
-Ekstravasasi urin (-)
Grade IV :
-Laserasi parenkhime luas mll corticomedulla junction
-Sistim kolekting terkena
-Laserasi vasa segmental
-Trombosis a.renalis segmental, laserasi parenkhim (-)
-Parenkhim iskemia
Grade V :
-Trombosis a.renalis utama
-Multiple mayor laceration
-Avulsi a/v. renalis utama
Klasifikasi Patologis:
1.
Kontusio
: hematoma subkapsuler
kapsul intak
2.
Laserasi minor :
kortek parenchym ginjal rusak,
medulla & sistem kalisial intak
3.
Laserasi mayor :
kerusakan kortek s/d medulla atau
sistem kalisial
4.
Trauma Vaskuler: oklusi atau ruptur vasa renalis
Bila urin bocor masuk rongga intra peritoneal ileus paralitik
Klasifikasi Patologis :
1. Trauma renal minor (85 %) grade I & II
2. Trauma renal mayor (15%)
3. Vasculer injury (1 %) blunt trauma
Late Pathologic Finding :
1. Urinoma :
-Perinefric renal mass
-Hidronefrosis
-Abcess formation
2. Hidronefrosis :
-Hematome/ekstravasasi urin fibrosis Hidronefrosis
3. Arteriovenous fistel jarang
4. Renal vascular hipertension.
Clinical Finding :
-Hematuria gross/ mikroskopis
JEF & GWK
130
observasi
KU Labil & ekstravasasi luas Expl. Laparotomi.
* Fragmented / shattered : Eksplorsi laparotomi
* Non visualized kontur baik : segera arterio grafi
Prinsip pengelolaan pada trauma ginjal :
- menyelamatkan /mempertahankan fungsi ginjal
- mengurangi morbiditas ginjal
1. Penetrating trauma : harus dikerjakan explorasi laparatomi
2. trauma tumpul :
*0
Kontusio ren sikap adalah konservatif :
- bed rest total observasi 2 x 24 jam
- anti biotika broad spektrum
- observasi ketat vital sign, status lokalis
lab.: Hb, urin , sedimen
*1
Indikasi operasi pada kontusio ren :
* perdarahan yg tdk dpt diatasi secara konservatif
* ekstra vasasi urin (urinoma)
* infeksi abses
Bahaya rebleeding hari ke 810 rebound litik
Kontrol IVP : 6 minggu, --- 6 bulan
DIAGNOSTIK
a)
Anamnesa :
Keluhan, kencing darah, nyeri pinggang, riwayat trauma
( mode of injury ), riwayat penyakit ginjal sebelumnya ( batu
ginjal, hidronefrosis, kista )
b) Pemeriksaan klinis :
Status Umum : Dicari apakah ada tanda kekurangan darah
atau adanya syok karena berkurangnya volume darah atau
cairan intravaskuler. Dicari apakah ada kerusakan organ lain
akibat proses rudapaksa yang dialami penderita.
Status Urologis :
JEF & GWK
131
c)
d)
e)
132
dan
darah
yang
B.
C.
D.
133
E.
Nefrektomi
Pada tindakan nefrektomi parsial (atas atau bawah),
sebaiknya dilakukan ligasi arteri segmental terlebih dulu
Kalau diputuskan untuk melakukan nefrektomi total
tindakan diawali dengan memasang klem hilus, kemudian
nefrektomi dan kemudian dilakukan double ligasi pada
arteri dan vena renalis secara terpisah dengan benang
sutera No. 1
F.
Repair Vaskuler
Robekan pada arteri atau vena renalis dilakukan jahitan
dengan prolene 5.0, interrupted.
Pada trombosis yang menimbulkan oklusi mungkin
diperlukan graft yang berasal dari vena safena
G.
H.
2. Terapi Konservatif
80-85% trauma ginjal merupakan kontusio dan laserasi minor, dan
tidak membutuhkan terapi pembedahan, dan hanya memerlukan
tirah baring, sampai makrokopis hematuria menghilanh dan tanda
vital normal dan stabil (berapa lama waktu yang diperlukan tidak
disebutkan dari kepustakaan). Tindakan yang dilakukan pada terapi
konservatif ini adalah :
Tirah baring
Monitor Tanda vital berkala (tekanan darah nadi, frekuensi nafas
dan suhu rektal)
Monitor perubahan tanda fisik pada status lokalis : flankmass,
nyeri lokal
Monitor tanda berlanjutnya perdarahan ; Hb, hematokrit, Urine
serial.
Terapi konservatif diangap tidak berhasil kalau didapatkan :
Perdarahan masih berlanjut, dengan tanda flank mass
bertambah besar, atau gross hematuri menetap,
Ekstravasasi urine yang cukup besar (urinoma)
Komplikasi infeksi / sepsis
Perdarahan sekunder.
3. Perawatan pasca Bedah / follow-up
Pada penderita yang di nefrektomi perhatian harus ditujukan
pada ginjal yang masih ada agar terhindar dari proses patologi
lain yg dapat timbul
Pada penderita yang diterapi konservatif atau dengan koreksi
pembedahan harus dilakukan pemeriksaan teratur secara
JEF & GWK
134
135
TRAUMA BULI-BULI
Trauma buli-buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding buli-buli,
dapat disebabkan oleh trauma tajam, trauma tumpul maupun
iatrogenik.
Semua penderita yang dicurigai trauma buli-buli, yaitu penderita
dengan riwayat trauma yang disertai dengan :
- Tidak keluar kencing atau tidak ingin kencing
- Kencing darah atau bercampur darah
- Nyeri didaerah supra symphysis/perut bagian bawah
- Nyeri tekan didaerah abdomen dan tegang (peritonismus)
- Sistografi : ada ekstravasasi kontras
- Test buli-buli : cairan yang keluar < cairan yang masuk buli
1. Trauma tumpul :
- Kontusio buli-buuli
- Ruptur buli
ekstraperitoneal
- Ruptur buli
intraperitonela
2. Trauma tajam (penetrating) : tusuk, tembak, iatrogenik.
c. Radiologis :
BOF fr. Pelvis, benda asing/peluru
Sistogrfi 300 cc
kontras foto AP
d. Tes buli-buli 300 - 400 cc PZ tampung ulang.
e. Uretrogram bila ada bloody discharge
DIAGNOSIS
a. Anamnesa :
Keluhan utama :
- nyeri didaerah supra simphysis
- kencing darah atau bercampur darah
- tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing
Anamnesa kausal :
- instrumentasi didaerah urethra buli-buli
- Riwayat trauma/ fr. Pelvis
- Hematri, Anuria
- Infiltrat urin prevesikal
- Trauma perut bawah pd keadaan buli penuh
b. Pemeriksaan klinis :
1.
Status umum : Tensi, nadi, respirasi (ingat ABCD, karena
biasanya disertai dgn trauma ditempat lain)
2.
Status urologi :
Inspeksi :
- adanya jejas didaerah symphysis atau pelvis
- kwalitas urine yang keluar ( hematuria )
- abdomen distended bagian bawah (supra simphysis)
Palpasi
- nyeri tekan di supra simphysis / abdomen bawah
abdomen
tegang
(peritonismus)peritoneal
iritasi,
jejas/riwayat trauma
- buli-buli tak teraba (kosong)
- terdapat infiltrat urine di daerah prevesikal
- tidak dapat kencing
- gross heaturia
JEF & GWK
136
Sedimen urin
Darah lengkap
RFT, LFT, FH
Kultur urin
d. Pemeriksaan radiologis :
- Foto polos abdomen dan sistografi
IVP (bila juga dicurigai ada trauma di upper tract dan vital
sign-nya stabil
- Foto thoraks
e.
Pemeriksaan penunjang :
- Test buli-buli :
Masukkan PZ 300 cc melalui kateter perurethra, kemudian
keluarkan lagi bila jumlah yang keluar lebih sedikit trauma
buli-buli.
- Sistoskopi
137
Urofarmakologi
Nama obat
Efedrin
Imipramin
Fanilefrin
Pengaruh
pd SSS
SS otonom
SSPS
Pengaruh
pd miksi
Ret. Urin
Ret. Urin
Ret. Urin
138
Ret. Urin
Oksibutinin
Hyociamin
Dicyclomin
Probantin
Betanekol
Karbakol
Neostigmin
Fisostigmin
Klorfeniramin
Ink. Urin
Clonidin
Amfetamin
Metamfetamin
L-Dopa
Fenoksibenzam
in
Fentolamin
Metildopa
Reserpin
Neuroleptika
Prazosin
Tripelenamin
Cyproheptadin
Ret. Urin
Ret. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ret. Urin
Ret. Urin
Ret. Urin
Ret. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ink. Urin
Ret. Urin
Ret. Urin
Ret. Urin
139
140
141
HYPOSPADIA
Definition
Hypospadias may be defined classically as an association of three
anatomical anomalies of the penis that is :
1. an abnormal ventral opening of the urethral meatus which can be
located anywhere on the ventral aspect of the penis (the urethral
meatus may appear narrow, but is only exceptionally stenotic);
2. an abnormal ventral curvature of the penis (chordee);
3. an abnormal distribution of the foreskin around the glans with the
ventrally deficient hooded foreskin.
Looking carefully at these anomalies, hypospadias might be defined
as an atresia of the ventral radius of the penis. The corpus
spongiosum distal to the ectopic urethral meatus is atretic and is
one of the major factors of the penile chordee; the frenular artery is
always missing, even when the foreskin is intact, and in some rare
cases the ventral aspect of the corpora cavernosum is also atretic.
The aetiology of the poor development of the ventral tissues of the
penis is unclear; impaired hormonal production or receptivity,
genetic disorders or vascular anomalies have been suggested but
never confirmed, although the anomaly may have an increased
incidence in members of the same family.
The concept of the urethral plate
The urethral plate is a strip of urethral mucosa extending from the
ectopic meatus toward the glans. In the male embryo, the urogenital
plate is the horizontal segment of the urogenital sinus which
appears at 11 weeks' gestation and lies under the genital tubercle.
The urogenital plate is at the origin of the penile urethra but not the
distal urethra (glanular urethra) which has a different embryological
origin and appears later, at 4 months' gestation.
Principles of hypospadias surgery
According to the anatomical features described above, three main
steps characterize hypospadias surgery;
1. the correction of the penile chordee;
2. the reconstruction of the missing urethra (urethroplasty);
3. the covering of the penis and fashioning of the slit-shaped
urethral meatus (meatoplasty), reconstruction of the ventral aspect
of the glans (glanuloplasty), transfer of the dorsal mucosa and
dorsal skin to create a mucosal collar around the base of the glans
covering the penile shaft.
The correction of the penile chordee depends on four possible
factors;
1. the abnormal distribution of the skin around the penile shaft and
the tethering of the skin onto the underlying layers;
2. the tethering of the urethral plate onto the ventral surface of the
corpora cavernosa;
3. the atretic corpus spongiosum which extends in a fan shape from
the ectopic meatus to the glans cap;
4. in rare cases, an asymmetrical disposition of the corpora
cavernosa (atresia of the ventral aspect) can be responsible for
some residual chordee. Therefore, the correction of the chordee,
when it exists, requires;
1. the de-gloving of the penis;
JEF & GWK
142
143
144
normal-looking penis with a slit-shaped apical meatus,
145
146
IMPOTENSIA
Ketidak mampuan untuk : ereksi dan / atau memper-tahankan
ereksi sampai cukup untuk melakukan penetrasi vagina.
Etiologi :
1. PSIKOGEN :
- cemas
- stress
- problema perkawinan
- depresi / neurose / psikose
2. ORGANIK
- kel. endokrin : DM
- trauma
- operasi daerah pelvis
- penyakit vaskuler
- CRF
- obat-obatan, dll
TUJUAN EVALUASI:
1. Membuktikan benar tidaknya keluhan
2. Membedakan impotensi organik/
psikogenik.
3. Menentukan diagnosa etiologi dan
faktor penyebab.
4. Menentukan cara terapi
5. Evaluasi hasil terapi pasien dan pasangannya.
Pemeriksaan :
1. ANAMNESA :
- Lengkap, detail dan teliti
- Aspek seksual, medis, bedah psikis
dan kebiasaan.
2. FISIK DIAGNOSTIK :
Sistematis dan menyeluruh
3. LABORATORIUM :
- DL, UL, RFT, Kadar gula darah, Hormonal.
4. PEMERIKSAAN KHUSUS :
a. NPT test
b. Test tekanan darah penis dan penobrachial indeks (PBI)
c. Test farmakologi
d. Kavernosometri & kavernosografi
e. Arteriografi
f. Test konduksi saraf dan cetusan potensial
A. NPT TEST (Nocturnal Penile Tumescene)
- Laki-laki normal tidur malam, 3 - 5 kali ereksi
spontan bersama gerakan cepat bola mata (REM)
- Asumsi :
1. Mekanisme NPT dan ereksi karena rangsangan erotik
adalah sama.
2. Impotensi psikogen tetap terjadi NPT
- Keakuratan NPT 805
- Cara : 1. Stamp test
2. Mercury Strain Gauge
3. Snap Gauge
4. Regiscan
B. TEST TEKANAN DARAH PENIS & PBI
JEF & GWK
147
148
Kunjungan II :
DP : tensi
Injeksi intra cavernosa
PGE1 10 ug.
Terapi kelainan Lab.
Kunjungan III : Bila ke II < 80 %
Injeksi pap. 40 mg, or
Androskat 2/3 amp (pap 20+fentol 0,6), or
PGE1 20 ug
Kunjungan ke IV : Bila ke III < 80 % :
Pap 80 mg
Androskat 1 amp (pap 30 + fentol 1mg)
PGE1 40 mg
Bila ke IV < 80 %
Injeksi androskat 1 amp + PGE1 20 mg (Trimix)
Bila trimix < 80 % cari alternatif lain.
149
INFERTILITAS
PASANGAN INFERTIL :
Tanpa kontrasepsi
- Kriptorkismus
- Orkhitis
- Obat-obatan
- Infeksi
- Varikokele, dll
POST TESTIKULAR :
1. Gangguan ejakulasi :
- Volume turun s/d (-)
- Retrograd
- Volume meningkat
2. Obstruksi :
- Vasektomi
- Trauma
- Infeksi, dll
ANAMNESA :
- Lama perkawinan / frekwensi koitus / potensi / libido
- Penyakit-penyakit sebelumnya
- Penggunaan obat-obatan / radiasi / daerah testis
Fisik :
- Tanda-tanda seks sekunder/ginekomasti
- Penis : hypospadia / Chorrdae, dll
- Testis : N = 2,5 x 4,5 cm
- Lebih baik Orchidometer
- Epididimis / vas deferens
- Varicocele
Analisis semen
- Tiga hari abstinensi
- Pemeriksaan min. 2x (interval 2 mg - 3 bln)
- Volume
: 1,5 - 5,3
- Densitas
- Motilitas
- Morfologi
Pemeriksaan lain :
Test penetrasi in-vitro
Test penetrasi in-vivo
Test fertilasi in-vitro (dengan telur harmster)
Test immunologik
Pemeriksaan hormonal :
FSH, LH, Testoteron, Prolaktin, Thiroid
JEF & GWK
150
Biopsi Testis
Vasografi
Terapi :
1. MEDIKAMENTOSA
- Manipulasi hormon gonadotropin, FSH, LH
- Macam : Clomiphen
HCG
Bromocriptin
Testosteron
Simphatominetik
Kortikosteroid
2. PEMBEDAHAN
Vasoligasi vena spermatika interna
Vaso-vasostomi & Vaso epidimostomi
3. INSEMINASI ARTIFISIAL
- Menggunakan sperma suami
- Menggunakan sperma donor
4. VERTILISASI IN-VITRO
Bayi tabung
Prinsip : induksi ovulasi -- pengambilan ovum -- persiapan
sperma -- inkubasi ovum dan sperma dalam media -- transfer
embrio ke dalam uterus.
5. KONSELING
- Penjelasan yang hati-hati dan sabar
- Alternatif adopsi
ART ( Assisted Reproduuctive Technology)
Ada beberapa macam :
1.
IVF : In Vitro Fertilization
2.
GIFT : Gamete Intra Fallopian Transfer
3.
ZIFT Zygote Intra Fallopian Transfer
4.
ICSI : Intra Cytoplasmic Sperm Injection
Prinsip ART :
1.
Sperma dibuat mudah masuk ruang perivitelin
2.
Meng-injeksi sperma kedalam ruang perivitelin / ooplasma
Teknik ART :
1.
PZO (Partial Zona Dissection). Membuat celah pada zona
pellucida.
Cara : Oosit Enzim Hialurudinase (menghilangkan
humulus. diletakkan dalam kulturmsukrosa hipertonik
ooplasma mengkerut dan ruang perivitelin membesar robek
dengan jarum. Masih perlu sperma 500 ribu 1 juta. Fertilitas
79 %.
2.
SUZI ( SubZonal Insertion).
Perlu 50 ribu sperma
Caranya seperti PZO, tapi tidak dirobek. Langsung ditusuk
jarum dan injeksi sperma 1 50 sperma.
3.
ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection).
Cara : 1 spermatozoa 1 sel telur
Cara pengambilan Sperma :
1.
MESA : Microscopic Epididymal Sperm Aspiration
JEF & GWK
151
2.
3.
1
2
3
4
5
6
1.6 x 1.0
2.0 x 1.2
2.3 x 1.4
2.5 x 1.5
2.7 x 1.6
2.9 x 1.8
Pubertal
8
1
0
1
2
1
5
3.1 x 2.0
3.4 x 2.1
3.7 x 2.3
4.0 x 2.5
Adult *
2
0
2
5
3
0
4.5 x 2.7
5.0 x 3.0
5.5 x 3.2
152
Normal
Normal
Normal
Germinal Aplasia
Normal
Normal
Testiscular failure
Normal or
Hypogonadotropic
hypogonadism
153
154
Tranfusi :
- PRC : 4 x x BB = cc max / hari = 10 cc/kg BB
- WB : 8 x x BB = cc
- Tranfusi Albumin / hari : max : 1 gr / kg / x
Dalam gram : x BB x 80 / 100 x 1 grm
Dalam % :
20 % = x (BB x 80 / 20) x 1 cc
25 % = x (BB x 80 /
25) x 1 cc
- Plasma (3%) : 100/3 x a x 1 cc
max : 20 cc / kg/ x
Hb toleransi :
Hb : 8 grm/ dL
Ht : 25 %
Alb : 2,5 grm/ dL
Tranfusi Plasma :
Indikasi :
1.
Koreksi defisiensi faktor pembekuan
2.
Koreksi defisiensi Ig heriditer.
3.
Koreksi hipovolemia karena plasma leakage (DHF)
No. 1 dan 2 dosis : 1 jam I = 10 cc/ kg BB/ jam
jam
berikutnya : 1 cc/ kg BB/ jam
No. 3 dosis : 10 - 20 cc/ kg BB
155
Dopamin :
1. Dosis rendah(CVP dbn, TD ): 2 micro-grm/kg BB/mnt
Dobutamin :
- Selektif beta-1 agonis
- CO , efek inotropik lebih baik
- Retensi perifer sedikit
- T, RBF, aliran darah mesenterik
Dossage :
1 ampul = 250 mgr = 20 cc
Dosis awal : 0,5 micro-grm /kgBB/mnt
Cardiogenik syok 2 10 micro-gr /kg/mnt
Range dose : 2 20 micro-gr /kg/ mnt
Cara membuat sediaan :
250 mgr dalam 250 cc D5 atau PZ
AR DS:
1.
2.
3.
Fase I :
- Gangguan perfusi dan metabolisme
- Ronkhi basah
- Foto normal
Fase II :
- Foto tampak kelainan
- Hipoksemia tak dpt diperbaiki dgn cara biasa respirator
Fasse III :
- Hipoksemia kuat
156
4.
Fase IV :
Patologi ARDS :
18 jam : congesti, atelektasis, intestinal udema, tromboemboli
48 jam : intra alveolaar hemorrhage
78 jam : konsistensi paru seperti hepar , alveolar turun.
Trombus / emboli vena :
Trombus arteri / vena besar
Vena : pembentnukan fibrinogen sangat penting, sedang agragasi
trombosit hampir tidak ada, arterosklerosis tak berperan.
Faktor penentu :
1.
dinding pembuluh darah
2.
aliran darah
3.
komponen darah
Tingkat dehidrasi :
Cairan hilang % BB Gejala klinis
A. Ringan (< 5 % BB)
Irritable, bibir kering, kulit hangat &
kemerahan, turgor sedikit , rasa haus.
B. Sedang (10 % BB)
Gelisah , mata cekung, tek. Intraoculer ,
demam, pucat, turgor , demam ,
takikardi, ubun cekung, oliguri.
C. Berat (> 15 % BB)
Apatis / somnolent, hipotonia, mata
cekung , tek. Intra oculer jelas turun,
pucat/ cianosis, turgor , hiperpireksia,
kkejang, nadi lemah , ubun sangat
cekung.
Pemberian NPE :
A.
( =500 kcal)
157
:4
25-35
> 35
<10
:3
:2
:1
0
:0
2. Usaha Bernafas :
Normal
:1
Dangkal/retraksi
:0
3. Tekanan sistolik
> 90
70 - 90
50 - 69
< 50
0
:4
:3
:2
:1
:0
4. Pengisian kapiler :
Normal (< 2 detik)
Lambat ( > 2 detik
Tidak ada
:2
:1
:0
5. GCS
14 - 15
11 - 13
8 - 10
5-7
3-4
<3
:5
:4
:3
:2
:1
:0
Score : 1 - 16
Bila trauma score 9 harapan hidup 9/16 x 100 %
JEF & GWK
158
Koreksi elektrolit :
Kalium Normal : 3,5 - 5 meq/L
Kebutuhan : 1 - 2 mg/ kg/ hari
Hati -hati pada orang tua.
K+=
Defisit K+ x BB
------------------------ x cc
10
Cara masuk masukkan koreksi (KCl 15 %) dlm drip D5
dengan monitor EKG.
Indikasi koreksi kalium bila K < 2,5
Defisit x BB
BE = ----------------------3
Cara masuk :
- bolus meylon
- lagi drip
1 grm NaCl = 17,1 meq (kebutuhan harian 2 - 4 meq/kg/hr)
1 grm KCl = 13,4 meq (kebutuhan 1 - 2 meq/kg/ hr)
1 grm Na. Bic. = 5,9 meq
1 cc Meylon = 1 meq
KCl 7,5 % 1 cc = 1 meq/L
KCl 15 % 1 cc = 2 meq/ L
NaCl 15 % 1 cc = 2,5 meq/L
159
Loss H+ GIT
: muntah >>
Retensi Bicarbonat :
- Pemberian NaHCO3 >>
- Tranfusi masif
Gangguan Asam Basa mempengaruhi distribusi K+
HCO3 -
Ada 2 macam :
1.
Anion gap meningkat
2.
Anion gap normal.
Anion Gap : Perbedaan antara Na serum dan jumlah Cl +
bicarbonat.
Bila Anion gap (>14 mEq/lt) berarti terjadi penambahan
asam : RF, Ketoasidosis, laktic acidosis
Bila anion gap normal (12 mEq/lt) berarti kehilangan
bicarbonate dengan retensi cloride : RTA, Urinari diversion,
pangkreatic fistel, diarhea.
Causa :
160
161
162
0
1
2
1
2
3
0
1
2
0
1
2
Mekanik :
Frek. Nafas
JEF & GWK
12 - 25
Tindakan
Fisio tx dada Intubasi
Tx O2 & obs Nafas
ketat
buatan
25 - 35
> 35
163
VC (cc/kg)
Kuat ins. cc/kg
FEV1 (cc/kg)
Oksigenasi :
Pa O2
Aa DO2
Ventilasi :
Pa CO2
VD/VT
30 - 70
50 -100
50 - 60
FiO2-1
75-100
50-200
15 - 30
25 - 50
10 - 50
< 15
< 25
<10
70 - 200
200-350
< 70
> 350
35 - 45
0,25-0,4
45 - 55
0,4 - 0,6
> 55
> 0,6
K
(mEq/L)
40 - 60
0
0
10
4
150 -170
4
0
Na
(mEq/L)
60 - 75
10 - 20
0
75 - 100
135 - 150
10
135
135
Blood
loss/ cc
Blood
loss/%
BV
Pulse
rate
BP
Pulse
pessure
RR
Urin/ jam
CNS
cc/ kg BB
85
80
75
65 - 70
Class I
< 750
cc
< 15
%
Class II
750
1500
15- 30
Class III
1500 2000
30- 40
Class IV
> 2000
< 100
> 100
> 120
> 140
N
N or
14 20
> 30
slight
anxiou
20 - 30
30 - 40
> 35
20 - 30
mild
anxious
5 - 15
anxious
confuse
confus
letargi
> 40
164
Neurogenik shock :
Spinal Shock :
- Fungsi sensoris
- Fungsi motorik
- Fungsi reflek
Fungsi tersebut hilang dibawah lesi
klinis : reflek (-), paraplegi , flakcid
Tanda spinal shock :
Tensi < 90, nadi < 90
Perfusi perifer baik (akral hangat)
Tidak berkeringat, BCR negatif.
Terapi spinal shock :
Infus D5 NS
Posisi trendelenberg
NGT / Kateter
Oksigen
Cegah hipotermi
Bila bradicardi < 80 beri SA 0,25 - 15 mg
Bowel sterilisasi :
a. Medikamentosa :
Kanamicin = 3x500 mg 3 hari pre op.
Neomicin 4 x 500 mg 2 hari
Metronidazol 3 x 750 mg 2 hari
Tetraciklin 4 x 250 mg 2 hari
Klindamicin 3 x 450 mg 2 hari
b. Mekanik :
- Laxan : bisacodyl
- Lavement : gliserol
Bubur rendah serat 3 hari
Lavament atas dan bawah
Paralytik Ileus :
Klinis :
1.
Muntah ( >> isi lambung)
JEF & GWK
165
2.
3.
4.
5.
6.
7.
hipotensi
BOF :
- Usus distended
- Air fluid levels
Tx/
- Konservatif :
Hemodinamik
tidak
stabil
stabil
- Infus
- NG tube
Cegah adesi usus dengan :
Dextran & gelatin yg telah dimodifikasi
Perlekatan :
penyembuhan usus dari dalam
Evaluasi
10 cc / kg
ulang
BB
penyembuhan kulit dari luar
PRC
Penyembuhan luka :
Hemostasis
Inflamasi
Proliferasi
Remodeling
Observasi
Operasi
TakStabil
Stabil
Peritonitis :
Klinis :
Evaluasi
Operasi
ulang
- nyeri abdomen
- mual, muntah
- febris
- perut : distensi, kaku dan nyeri tekan
- bising usus mula-2 meningkat kmd turun
- hipotensi shock
Lab. :
- leukositosis (DL)
- elektrolit bervariasi
- metabolik acidosis
BOF - usus besar dan halus distensi
- air fluid level
Tegak & LLD foto diagram volume bebas
Pre operasi :
- infus (hartman Sol)
- NGT & DK
- AB : ampi, genta, metro
166
Infant
Preschool
Adolescen
Nadi
160
120
110
Tensi
80
90
100
RR
40
30
20
167
Route
Frekuensi
IM/ IV
Dosis
(kg/dosis)
7,5 mg
7,5 mg
10-25 mg
6,25 - 12,5
mg
12,5-25 mg
Amikasin
Amoxicillin
Ampicillin
Cefalexin
Cefazolin
Ceforoxim
Cefoxitm
Cefotaxim
Ceftaziclim
Ceftriaxon
Clindamicin
Erytromisiin
Ethambutol
Gentamicin
im/iv
PO
PO/IM/ IV
IM/ IV
IM/ IV
IM/ IV
25-37,5mg
25-50 mg
4 x/ hari
2 x/ hari
PO/IM/ IV
PO
PO
IM/ IV
2,5- 5 mg
12,5 mg
15 mg
2,5 mg
PO
PO/IM/ IV
PO/ IV
IM/IV
PO
PO
PO
IM
15 mg
10-25 mg
7-10 mg
2 mg
100 mg
12,5-20mg
10 mg
20-40 mg
3 x/ hari
4 x/ hari
1 x/ hari
<7thn 2x
>7thn 3x
1 / hari
4 x/ hari
3 x/ hari
2x/ hari
2x/ hari
2x/ hari
1 x/ hari
1x/ hari
INH
Kloksasilin
Metronidazol
Netilmisin
PAS
Pirasinamid
RIF.
Streptomisin
2 x/ hari
3 x/ hari
4 x/ hari
4 x/ hari
3 x/ hari
Pemberian cairan.
Neonatus :
hari I
: 60 - 80 cc/ kg BB
hari II
: 80 - 100 cc/ kg BB
hari III dst : 100 cc/ kg BB
Anak :
< 3 bulan D10 0,18 NS
< 3 tahun D5 NS
> 3 tahun D5 NS
< 10 kg 100 cc / 24 jam
10 - 20 kg 50 cc / 24 jam
20 - 30 kg 30 cc / 24 jam
JEF & GWK
168
Transfusi :
Tanpa perdarahan PRC :10 cc /kg /hari (sebelumnya tes lasix
1 cc/kg/IV)
Ada perdarahan harus WB -- sesuai jumlah perdarahan
Post tranfusi : Kalsium glukonas (IV) : 1 cc / 100 cc darah yg
masuk .
Lavement PZ 10 cc / kg BB / hari / 2 kali
169