Você está na página 1de 23

BAB I

LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama

: Ny. S

Umur

: 17 tahun

Alamat

: Bandungan

Tgl. Masuk

: 17 Februari 2014

Pukul

: 00.30

Pasien

: UMUM

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 17 Februari 2014 pukul
00.30
1. Keluhan utama :
Perdarahan dari jalan lahir
2. Keluhan tambahan :
Pusing (-) Lemas (-) Mual (-) Muntah(-)
3. Riwayat Penyakit Sekarang
PB rujukan dari RS. TELOGOREJO, 17 tahun, G1P0A0, UK 10 minggu,
dengan keluahan perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan terjadi sejak pukul
19.00. Perdarahan berupa merah segar, prongkol-prongkol disangkal.
Perdarahan sebanyak 1 panty liner. Nyeri perut mulai berkurang, riwayat
berhubungan intim dalam waktu dekat disangkal. Sudah diberikan therapy
calnex di RS. TELOGOREJO.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama

= disangkal

Riwayat jatuh

= disangkal

Hipertensi

= disangkal

Diabetes mellitus

= disangkal

Alergi obat

= disangkal

Asma

= disangkal

5. Riwayat Operasi
Belum pernah mengalami operasi sebelumnya
6. Riwayat Haid
HPHT : Desember 2014
HPL

: Oktober 2014

Menarche usia 12 tahun, Siklus: 28 hari, Lama haid: 7hari


7. Riwayat Pernikahan
Belum menikah
8. Riwayat KB
Disangkal
9. Riwayat Obstetrik
G1P0A0
Anak I : Hamil ini UK 10 minggu

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 17 Februari 2014
pukul 00.30 WIB.
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Vital sign
o Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

o Nadi

: 80 x/menit

o Respiration Rate : 20 x/menit


o Suhu
4. Berat badan

: Afebris
: 45 kg

Tinggi badan

5. Status generalis
a. Kepala : bentuk mesosefal

: 158 cm

b. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm).
c. Thoraks :
o Cor :
-

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra,


nyeri tekan (-)

Perkusi

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan

o Pulmo :
-

Inspeksi

: statis, dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-

o Abdomen :
-

Inspeksi

: datar, striae gravidarum (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

o Ekstremitas
Superior

Inferior

Edema

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

6. Pemeriksaan Obstetri
Tinggi fundus uteri = 1 jari diatas simfisis pubis
7. Vaginal Toucher
-

Vulva dan vagina tidak ada kelainan

Portio permukaan licin, letak posterior, tebal, lunak.

Darah (+), Prongkol-prongkol (-)

Nyeri goyang portio (-)

OUE : tertutup, teraba jaringan (-).

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hematologi (17 Februari 2014) pukul 05.14
Darah Rutin

Nilai

Nilai Normal

Hb

11,5

11.5 16.5

Ht

23,7 L

37 45

Leukosit

10,7 H

4,0 10,0

Trombosit

155 L

150 440

Eritrosit

2,32 L

3,8 5,4

MCV

102,2 H

82 98

MCHC

44,3 H

32 36

MCH

45,3

27

RDW

8,7 L

10 16

MPV

6,8 L

7 11

Limfosit

1,1

1,0-4,5

Monosit

0,5

0,4-3,1

Granulosit

9,1

2-4

Limfosit%

10,4

25-40

Monosit%

4.5

0,4-3,1

Granulosit%

85,0

2-4

PCT

0,105

0,2-0,5

PDW

11,4

10-18

Clothing time

4,00

35

Bleeding time

1,00

13

Golongan darah

Tes kehamilan

(+)

E. Diagnosis
G1P0A0, 17 tahun, UK 10 minggu dengan Abortus Imminens

F. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi:
-

Tirah baring

Mengurangi aktifitas

Menghindari posisi jongkok

2. Farmakologi:
-

Infus RL 20 tpm

Spasmolit 3 x 1

Progeston 3 x 1

Injeksi efotax 1 x 1 gr

G. FOLLOW UP
1. Tanggal 17 Februari 2014 (05.00)
Keluhan:
Perdarahan pervaginam (-), nyeri perut (-), pusing (-), mual/muntah (-),
demam (-)
KU: Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital sign :
-

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 37 0C

Pemeriksaan Obstetri :
-

Tinggi fundus uteri : 1 jari diatas simfisis pubis

Vaginal Toucher : tidak dilakukan

USG
-

Gestasional sakus (+), hasil konsepsi berada di intrauterin

TERAPI
1. Non Farmakologi:
-

Tirah baring

Mengurangi aktifitas

Menghindari posisi jongkok

2. Farmakologi:
-

Infus RL 20 tpm

Spasmolit 3 x 1

Progeston 3 x 1

Injeksi efotax 1 x 1 gr

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut
abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus
provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis
bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini
pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter spesialis, yaitu spesialis
Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus
spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau
tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari
kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan
ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2
keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih
kegururan yang berurutan
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi
menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan.
Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini
dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui
pada 2 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini
dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).

B. Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering
diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik:
-

Mendelian

Multifaktor

Robertsonian

Resiprokal

2. Kelainan kongenital uterus


-

Anomali duktus Mulleri

Septum uterus

Uterus bikornis

Inkompetensi serviks uterus

Mioma uteri

Sindroma Asherman

3. Autoimun
-

Aloimun

Mediasi imunitas humoral

Mediasi imunitas seluler

4. Defek fase luteal


-

Faktor endokrin eksternal

Antibodi antitiroid hormone

Sintesis LH yang tinggi

5. Infeksi
6. Hematologik
7. Lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang
penyebabnya.

Sebagai

contoh,

antiphospholipid

syndrome

inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.

(APS)

dan

1. Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip
embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum
termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya
kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan
poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan karotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal
kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang
disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya non disjunction meiosis atau
poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan
sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi
ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal
haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi
timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien
dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat
dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari
seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi
berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma Turner
merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga
dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan
Pengelolaan

standar

menyarankan

untuk

pemeriksaan

genetik

amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35
tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun
karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah 35
tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal
(tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan
kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat

kelainan kromosom, dimana terjadinya kelainan pada fase sangat awal


sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan
struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini
menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh
ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada
rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang
kehamilan dan terjadinya keguguran.
Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena
adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan
menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering
menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa
autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan
penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan
gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik gonad pada
ovarium atau testis.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom
yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua,
faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa bila didapatkan kelainan karotip pada kejadian abortus, maka
kehamilan berikutnya juga beresiko abortus.

2. Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin.
Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada
perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%
pasien.
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah
septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau

10

unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun


abortus berulang. Risiko kejadiannya antara gejala, hanya yang berukuran
besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan
menimbulkan gangguan.

3. Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan
penyakit autoimun. Misalnya pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA
merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid.
Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang
penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs),
dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS sering juga
ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklamsia,
IUGR, dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan
APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik,
korea dan hipertensi pulmonum. The International Consensus Workshop pada
1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
1. Trombosis vascular
-

Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang
dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.

Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.

2. Komplikasi kehamilan
-

Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.

Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara


sonografi normal.

11

Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal


dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta
berat.

3. Kriteria laboratorium
-

aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2
kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan
6 minggu.

aCL diukur dengan metode ELISA standar.

4. Antibodi fosfolipid/antikoagulan
-

Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT,


dan CT ).

Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan


penambahan plasma platelet normal.

Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan


fosfolipid.

Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian


heparin.

Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan,


aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin, atau kombinasi semuanya.
Studi case control menunjukkan pemberian heparin 5000 U 2x/hari dengan 81
mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin dari 50% menjadi 80% pada
perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dari dua kali tes APLAs
positif. Yang perlu diperhatikan adalah pada penggunaan heparin jangka
panjang, perlu pengawasan terhadap resiko kehilangan massa tulang,
perdarahan, serta trombositopeni.

12

4. Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga
sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan
kejadian abortus berulang pada perempuan yang terpapar brucellosis.
Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus
antara lain :
a. Bakteri
b. Listeria monositogenes
c. Klamidia trakomatis
d. Ureaplasma urealitikum
e. Mikoplasma hominis
f. Bakterial vaginosis
g. Virus
h. Itomegalovirus
i. Rubela
j. Herpes simpleks virus
k. HIV
l. Parvovirus
m. Parasit
n. Toksoplasmosi gondii
o. Plasmodium falsiparum
p. Spirokaeta
q. Treponema pallidum

Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi


terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai berikut :
1. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
2. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.

13

3. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut


kematian janin.
4. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misalnya Mikoplasma hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses
implantasi.
5. Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19,
Sitomegalovirus,

Koksakie

virus

B,

Varisela-Zoster,

HSV)

(Prawirohardjo, 2008)

5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok
dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi wanita yang
merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat
dibandingkan kontrol normal. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan
unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida
juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.
Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

6. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen
koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio,
invasi

trofoblas,

dan

plasentasi.

Pada

kehamilan

terjadi

keadaan

hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan


faktor antikoagulan, dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Kadar faktor VII,

14

VIII, X, dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada


kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering
didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia
kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia
kehamilan 8-11 minggu (Cunningham et al, 2005). Perubahan rasio
tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang
akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai
penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida.
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik
ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus
berulang pada lebih dari 22 persen kasus. Hiperhomosisteinemi berhubungan
dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan
dengan 21 persen abortus berulang (Cunningham et al, 2005). Gen pembawa
akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat
adalah defisiensi folat.

7. Kelainan Endokrin
a. Hipotiroidisme
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi
abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata.
b. Diabetes mellitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita
dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat
kontrol metabolik pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif,
Mills dkk. mendapatkan bahwa pengendalian glukosa secara dini (dalam
21 hari setelah konsepsi) menghasilkan angka abortus spontan yang setara

15

dengan angka kontrol nondiabetik. Namun, kurangnya pengendalian


glukosa menyebabkan peningkatan abortus spontan yang mencolok.
c. Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta
dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus.

C. KLASIFIKASI ABORTUS
1. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa
indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a. Abortus medisinalis (abortus therapeutica)
Merupakan

abortus

berdasarkan

pertimbangan

dokter

untuk

menyelamatkan ibu. Perlu mendapat persetujuan minimal 3 dokter


spesialis (spesialis Kandungan dan Kebidanan, spesialis Penyakit Dalam,
spesialis Jiwa)
b. Abortus kriminalis
Yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal
atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara
sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.

2. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja
atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis,
sematamata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus spontan terbagi
lagi menjadi :
a. Abortus Iminens
Merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.

16

b. Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi
masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
c. Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih
ada yang tertinggal.
d. Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
e. Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih
tertahan dalam kandungan lebih dari 4 minggu.
f. Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
g. Abortus Infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
h. Abortus septik
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam pembuluh darah atau peritoneum.

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus.
1. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan
villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari

17

hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
2. Pada kehamilan 8-14 minggu
Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban
telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun
plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan
perdarahan pervaginam banyak.
3. Pada kehmilan minggu ke 14-22 :
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam
uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi
perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih
sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.

E. Abortus Imminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakam ancaman terjadinya abortus,
ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh
mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup, besarnya uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis
abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin
dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran
dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka
prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka
prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada
informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan
tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan

18

ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada
dan mengetaui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.
Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur
kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin
diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan
kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal
maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan
buang air kecil terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang baik
agar rincian hasil USG dapat jelas.
Setengah dari abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau
inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan terus berlangsung. Beberapa
kepustakaan menyebutkan adanya resiko untuk terjadinya prematuritas atau
gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation) pada kasus
seperti ini.
Penanganan abortus iminens terdiri atas :
1. Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar dan
berkurangnya rangsangan mekanik sehingga perdarahan berhenti, dilarang
untuk koitus selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan
tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan.
2. Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat controversial.
Hormon progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan didapatkan
adanya kekurangan hormon progesterone.
3. Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin.
4. Bila perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian
ulang bila terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan berlangsung lama, nilai
kembali kondisi janin. Konfirmasikan kemungkinan adanya penyebab lain
(hamil ektopik atau mola).

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan


berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi

19

tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya


abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna,
tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh
dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus yaitu tidak
boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

20

BAB III
ANALISA KASUS
Data dalam kasus

Analisa

Anamnesis

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

Pasein G1P0A0 usia kehamilan 10 USG didapatkan bahwa pasien menderita


minggu datang dari IGD dengan keluhan Abortus
perdarahan

pervaginam

sejak

imminens,

sehingga

pukul pentalaksanaan yang harus dilakukan

19.00. Perdarahan berupa darah segar. adalah dengan tirah baring.


prongkol-prongkol disangkal. Nyeri perut
mulai berkurang, riwayat berhubungan
intim dalam waktu dekat disangkal.
Sudah diberikan therapy calnex di RS.
TELOGOREJO.

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum pasien baik

VT :
-

Darah (+), Prongkol-prongkol (-)

Nyeri goyang portio (-)

OUE : tertutup, teraba jaringan (-).

Pemeriksaan USG :
Gestasional sakus (+) terdapat pada
intrauterine.

21

BAB IV
KESIMPULAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus imminen merupakam ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik
dalam kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita
mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan
pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besarnya uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti.
Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini
walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada
penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi
perdarahan dengan pesan khusus yaitu tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai
lebih kurang 2 minggu.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312
2. Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange.
Stanford Connecticut. 2007:856-877
3. Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2004:146-147
4. Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri.
Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
5. Estronaut

Signs

of

Spontaneus

Abortion.

Diakses

dari

http://www.gennexhealth.com
6. Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002
7. Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.

23

Você também pode gostar