Você está na página 1de 29

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus yang segera memerlukan pertolongan. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering
disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh
peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 6070% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut.
Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderitaileus setiap
tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileusparalitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun
2004 (Departemen Kesehatan Indonesia).
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula.
Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus
dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan
obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab
untuk mencegah kematian.
Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan
anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan
obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali
operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena
diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus
keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi,
tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang menyebabkan
manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada obstruksi usus halus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Intestinum tenue dibagi menjadi tiga bagian : duodenum, jejunum, dan ileum..
Duodenum merupakan bagian pertama intestinum tenue, dan sebagian besar terletak
dalam pada dinding posterior abdomen. Duodenum terletak pada region episgastrica
dan umbilicalis. Panjang keseluruhan jejunum dan ileum sekitar 6 meter. Pemisahan
duodenum dan jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan
sebagai ligamentum suspensorium. Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai
vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis
merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah
ileosekal, yaitu pada apeks sekum. (Basson, 2004)
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri
celiaca. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi
oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior.
Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena
lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom.
Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan
rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem
simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks
usus.
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati
sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon
ascenden, colon transversum, descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon
membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut

dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi
krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar memiliki
empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh
cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media.
Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar
rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan
a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya.
Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan
pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari N.vagus. (Basson,
2004)

Gambar 2.1 Anatomi sistem pencernaan.

Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan
yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim
pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresiempedu dari hati
membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan
permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim enzim ini terdapat pada brush border vili
dan mencernakan zat zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus
halus akan mencampur zat zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar
dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan
oleh sel sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi (Price,
2002).
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang
terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot
longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan
berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1
4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus
berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus

sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan


hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbs (Price, 2002).
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7
kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan
menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian
proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan
biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan
refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon
gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus.
Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus. (Manaf, 2003)
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di
dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal
akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga
memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada
appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan
mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

I.

ILEUS
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase
(jalannya makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau
tindakan. Ileus terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus
obstruktif dan ileus paralitik (Hamami, 2003).
A. Ileus Paralitik
I.

Definisi
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat
suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga
tidak mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi
otot, gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis
seperti penyakit Parkinson (Sjamsuhidajat, 2003)
Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat
dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan
rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot
polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan
neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.
(Badash, 2005)

II.

Etiologi
Ileus

pada

pasien rawat

inap ditemukan

pada: (1) proses

intraabdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari
peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti
pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau
infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obatobatan

yang

mempengaruhi

motilitas

usus

(opioid,

antikolinergik,

fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang

kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (4872 jam). (Badash, 2005)
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi
adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus
merupakan

konsekuensi

yang

diharapkan

dari

pembedahan

perut.

Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas
sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari
setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi.
Sering, ileus terjadi setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi
setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang
dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus
dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus
terbuka.
Beberapa penyebab terjadinya ileus :
a. Trauma abdomen
b. Pembedahan perut (laparatomy)
c. Serum elektrolit abnormalitas
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hipermagensemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

d. Intrathorak
Pneumonia
Lower lobus tulang rusuk patah

Infark miokard
e. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)
f. Rongga perut
Radang usus buntu

Divertikulitis
Nefrolisiasis
Kolesistitis
Pankreatitis
Perforasi ulkus duodenum
g. Iskemia usus
Mesenterika emboli, trombosis iskemia
h. Cedera tulang
Patah tulang rusuk
Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
i. Pengobatan
Narkotika
Fenotiazin
Diltiazem atau verapamil
Clozapine
Obat Anticholinergic

III.

Patofisiologi
Patofisiologi dari

ileus

paralitik merupakan manifestasi

dari

terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas


dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan
dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis
menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil
melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui
pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf
enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat
pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal (Badash, 2005).
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi
serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat
inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,
kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui
aktivasi hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks
berbeda yang terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks
pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan
sumsum tulang belakang. (Nobie, 2003)
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan
mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit

atau

keadaan

yang

menimbulkan

diklasifikasikan seperti yang tercantum dibawah ini:

ileus

paralitik

dapat

Neurogenik
Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal.
Refleks

inhibisi

dari

saraf

efferent:

menghambat

pelepasan

neurotransmitter asetilkolin.
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak,
asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek
yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi
mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian
memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga
mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat motilitas
lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini
menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat
supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam
lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun
sekretin berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida
penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam
amino.
Inflamasi
Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
10

Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk
gerakan propulsi.
Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi
otot polos usus.
IV.

Manifestasi Klinik
Pasien

ileus

paralitik

akan

mengeluh

perutnya

kembung

(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin


ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik
ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai
nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,
perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat
tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.
V.

Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa
silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos
abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.

11

Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari
usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik.
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defence muscular
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal
untuk mengetahui penyebab ileus.
Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen)
dan borborigmi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen
sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan

12

ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level
ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan
air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder
(seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih
meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan mempergunakan kontras.
VI.

Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi
yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003. Prognosis biasanya baik, keberhasilan
dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang
(Levine,

1992).

Beberapa

obat-obatan

jenis

penyekat

simpatik

(simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya


tidak

konsisten.

Untuk

dekompresi

dilakukan

pemasangan

pipa

nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan,


koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan
sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral.
Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan
klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena
obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)
Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.

13

Intravenous fluids and electrolyte


Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric
untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan
hasil explorasi melalui laparotomi.
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

14

Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan


obstruksi mekanis.
Ileus Paralitik

Pseudo-obstruksi

Mekanikal

kembung, mual,

Nyeri kram perut,

Obstruksi
Nyeri kram perut,

muntah,

konstipasi, obstipasi,

konstipasi,

konstipasi

mual, muntah,

obstipasi, mual,

Temuan

Silent abdomen,

anoreksia
Borborygmi,

muntah, anoreksia
Borborygmi,

Pemeriksaan Fisik

kembung, timpani

timpani, gelombang

hipertimpani,

peristaltik, bising

bising usus

usus hiperaktif atau

hiperperistaltik,dis

hipoaktif, distensi,

tensi, nyeri
terlokalisasi
Bow-shaped loops

Gejala

Gambaran

dilatasi usus kecil

nyeri terlokalisasi
dilatasi usus besar

Radiografi

dan besar,

yang terlokalisir,

in ladder pattern,

diafragma

diafragma meninggi

berkurangnya gas

meninggi

kolon di distal,
diafragma agak
tinggi, air fluid
level.

15

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.


Macam

Nyeri Usus

Distensi

Muntah

Bising usus,

Ketegangan

ileus
Obstruksi

++

+++

borborigmi
Meningkat

abdomen
-

simple

(kolik)

tinggi
Obstruksi

+++

+++

Meningkat

simple
rendah

(Kolik)

Lambat,
fekal
+++

Obstruksi

++++

strangulasi

(terus-

biasanya

menerus,

meningkat

Paralitik
Oklusi

terlokalisir)
+
+++++

++

++++
+++

+
+++

Tak tentu

Menurun
Menurun

vaskuler

VII.

Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu
sendiri. Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat
sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada
kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi
menjadi perlu untuk membuang jaringan nekrotik. Bila penyebab primer
dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

B. Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)

16

I.

Definisi
Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh
obstruksi lumen usus atau gangguan peristalsis usus. Secara garis
besar dibagi menjadi dua yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik.
Ileus yang disebabkan oleh obstruksi disebut juga ileus mekanik, dan
memiliki angka kejadian tersering.
Klasifikasi
Lokasi Obstruksi
Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
Letak Tengah : Ileum Terminal
Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

17

Stadium
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
II.

Etiologi
Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
Adhesi
Invaginasi
Volvulus
Malformasi Usus

Gambar 2.3 Bermacam penyebab ileus obstruktif. (Hamami,2003)

18

III.

Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang
ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang
banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi,
dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane
mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan
kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara
terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi
19

sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia,


nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian. (Purnawan, 2009)
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya
dihubungkan dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan
oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari obstruksi vena,
yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang
cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu
usus menjadi gangrene dan perforasi.
IV.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:


1. Anamnesis.
Nyeri (Kolik)
1. Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar
umbilikus
2. Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
Muntah
1. Stenosis Pilorus : Encer dan asam
2. Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
3. Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
1. Tidak ada defekasi
2. Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang
tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata.
Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air
besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya

20

dapat menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan


yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak
tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak
rendah.
2. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis
seperti :
Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness,
nyeri lokal, hilangnya suara usus local. Untuk mengetahui
secara pasti hanya dengan laparotomi.
Adanya obstruksi ditandai dengan :
o Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan
steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata.
Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen
berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila
ada bekas luka operasi sebelumnya.
o Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi,
borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.
o Perkusi
Hipertimpani
o Palpasi

21

Kadang teraba massa seperti pada tumor,


invaginasi, hernia.
o Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
Adanya

darah

dapat

menyokong

adanya

strangulasi, neoplasma
Feses yang mengeras : skibala
Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
V.

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam
menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan
penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada
tahap

awal,

ditemukan

hasil

laboratorium

yang

normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan


nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau
strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi
strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik
bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda
shock, dehidrasi dan ketosis.
Foto Polos Abdomen

22

Dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level


terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak
tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat
gambaran berupa hilangnya mucosa yang reguler dan adanya gas
dalam dinding usus. Pelebaran udara usus halus atau usus besar
dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan
kontras dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus.

Gambar 2.4 Radiolagi dari Ileus obstruktif.


VI.

Penatalaksanaan
Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus
dihilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum
sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi,
perbaikan keseimbangan elektrolit dan dekompresi pipa lambung.
Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat strangulasi, obstruksi
lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada perbaikan pada pengobatan
konservatif. (Purnawan,2009)
23

Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha
menegakkan diagnosa obstruksi ileus secara lengkap dan tepat.
Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya
berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :
Balance Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu:
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik
sebagai akibat obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting.
Pada obstruksi ileus yang ditolong dengan cara operatif pada
saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam
pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut
31%.

24

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus
yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan
tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca
bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar
bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien,
sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.

25

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi,
monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 7 hari pasca bedah.
Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran
kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian
antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman
sangatlah penting. (Purnawan, 2009)
VII.

Komplikasi
Nekrosis usus
Perforasi usus
Sepsis
Syok-dehidrasi
Abses
Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
Pneumonia aspirasi dari proses muntah
Gangguan elektrolit

VIII.

Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8%
asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam
melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi

26

lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3


Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan
cepat.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus
paralitik dan ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus
daripada usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau
adhesi, kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering
dijumpai yaitu nyeri abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia, demam, nyeri
tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu
pemeriksaan penunjang pada illeus adalah pemeriksaan radiologi, gambaran
radiologi berupa pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar (dilatasi)
dinding usus menebal membentuk gambaran heering bone appearance dan
terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu
sendiri, bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis
menjadi lebih baik. Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat

27

DAFTAR PUSTAKA
1. American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus :
Etiologies and Interventions. University of California San Fransisco : California.
2. Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel
Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.
3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber,
A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com.
4. Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com.
5. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J.,
Windle,

W.L.,

Li,

B.U.K.,

Schwarz,

S.,

and

Altschuler,

S.

http://www.emedicine.com.
6. Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus
Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
7. Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar
Bedah Sabistons essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa:
Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
8. Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 2003. Available
at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html
9. Nobie

BA.

Obstruction,

small

bowel.

2007.

Available

http//www.emedicine.com.
10. Purnawan, Iwan. 2009. Ileus. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

28

at:

11. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price,
S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC,
1994.
12. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta:
EGC, 2003. Hal: 181-192.
13. Translight

Medical

Media,

2008

gastrointestinal-system.html#more-425.

29

http://gasdetections.com/anatomy-

Você também pode gostar