Você está na página 1de 10

Buku keseimabnagan asam basa UI

Pengaturan keseimbangan asam basa


Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion Hidrogen. Walaupun
produksi asam akan terus menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah sangat banyak,
ternyata konsentrasi ion hidrogen tetap bertahan pada kadar rendah 40 5nM atau pH 7,4.
Cairan tubuh harus dilindungi dari perubahan pH karena sebagian besar enzim sangat
peka terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif harus berlangsung aktif dan secara
terus menerus karena proses metabolisme juga menyebabkan terbentuknya asam dan basa
secara terus menerus (asam karbonat, asam sulfat, asam sulfat, asam laktat, asam sitrat,
ion ammonium, asam asetoasetat, -hidroksibutirat).
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melelui koordinasi tiga
sistem, sistem buffer, sistem paru dan sistem ginjal. Prinsip pengaturan keseimbangan
asam-basa oleh sistem bufer adalah menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat temporer
dan tidak melakukan eliminasi. Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal.
Mekanisme paru dan ginjal dalam menunjang kinerja sistem bufer adalah mengatur
sekresi, eksresi dan absorbsi ion hidrogen dan bikarbonat serta membentuk bufer
tambahan ( fosfat, amonia).
Untuk jangka panjang , kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan
paru, sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan sistem
bufer. Mekanisme bufer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7.357.45.
Sistem Buffer
Sistem buffer disebut juga sebagai sistem penahan atau sistem penyangga, karena
dapat menahan perubahan pH. Sistem bufer merupakan larutan yang mengandung asam
dan basa konjugasinya.
Fungsi utama sistem bufer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan
oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sebagai bufer,
sistem ini mempunyaiketerbatasan, yaitu :
-

Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraselular yang disebabkan

karena peningkatan CO2


Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem

pernafasan bekerja normal.


Kemampuan menyelenggarakan sistem bufer tergantung pada tertsedianya
ion bikarbonat.

Pengaturan keseimbangan asam basa oleh ginjal


Diatur oleh :
1.
2.
3.
4.

Sistem renal
Regenerasi Bikarbonat
Sekresi ion Hidrogen
Produksi dan eksresi NH+4

ONTRIBUSI

UNTUK

PERNAPASAN

ACID-DASAR BALANCE (FISHMAN Hal 211)


Pengaturan keseimbangan asam basa oleh paru
Peran utama dari paru-paru dalam keseimbangan asam-basa adalah untuk
mengeluarkan CO2 yang dihasilkan setiap hari oleh metabolisme aerobik dan kompensasi
untuk primer metabolik gangguan asam-basa dengan mengubah tingkat dan kedalaman
ventilasi. CO2 yang dihasilkan oleh jaringan berdifusi ke dalam plasma, pada kapiler
perifer, dan hadir dalam darah dalam tiga kompartemen. Bagian dari CO2 tetap dalam
fase gas , tapi jumlahnya terbatas dengan koefisien kelarutan CO2 ( 0,03 mM / mmHg ).
CO2 juga dapat bereaksi dengan kelompok amino dari protein dan bentuk senyawa
karbamino. Sebagian besar CO2 dibawa dalam sel darah merah. Sel-sel merah
mengandung karbonat anhidrase, yang menghidrasi CO2 dan dengan demikian
membentuk asam karbonat yang memisahkan H+ and HCO-3. Proton disangga oleh
hemoglobin, yang memiliki afinitas meningkat untuk H + di tekanan oksigen rendah
hadir dalam kapiler perifer dan darah vena. Bikarbonat diproduksi di sel darah merah
untuk pertukaran dengan klorida. Pergeseran klorida ini adalah karakteristik respon
terhadap peninggian CO2 dalam darah , sehingga menghasilkan peninggian bikarbonat
akut dalam pertukaran untuk penurunan serum klorida . Ketika darah memasuki sirkulasi
paru-paru, Peningkatan oksigenasi dari hemoglobin meningkatkan pelepasan dari ikatan
H + . H+ dan HCO -3 , melalui karbonat anhidrase , bergabung untuk membentuk ulang
CO2, yang secara pasif berdifusi dari darah ke dalam interstitial paru di mana tekanan
CO2 sangat rendah. Selanjutnya CO2 hilang ke ruang alveolar.
Jumlah ventilasi per menit dikendalikan oleh dua reseptor yaitu :
-

1. Di pusat pernapasan di batang otak/ medula oblongata yang merespons


penurunan pH cairan serebrospinal dengan meningkatkan ventilasi alveolar.

2. Di badan karotis dan aorta terletak di percabangan dari arteri karotis dan
arkus aorta, masing-masing. Penurunan pH meningkatkan aktivitas reseptor
ini untuk meningkatkan ventilasi alveolar.

Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada keseimbangan produksi dan


ekseresi C02. Jumlah C02 yang berada didalamdarah tergantung pada metabolik rate (laju
metabolisme) sedangkan produksi eksresi C02 tergantung pada fungsi paru.
Kelainan ventilasi dan perfusi paru pada dasarnya akan mengakibatkan
ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sehingga pada akhirnya akan terjadi V/Q
mismatch (ketidak seimbangan ventilasi perfusi). Ketidaksembangan rasio ventilasi
perfusi paru pada akhirnya dapat menyebabkan hipoksia maupun retensi CO2 sehingga
terjadi gangguan keseimbangan asam basa. Kontrol sistem ventilasi tergatung pada dua
stimulus utama yaitu peningkatan PC02 arteri dan penurunen P02 arteri (hipoksemia).

Stimulus CO2
Stimulus C02 terhadapventilasi terjadi pada daerah kemosensitif di daerah pusat
pernafasan di medula oblongata. Karbondioksida merupakan stimulus utama
pernafasan yang dapat terjadi walaupun hanya terdapat sedikit peningkatan
PaCO2. Pada kebanyakan orang normal, setiap peningkatan 1 mmHg PaCO2
terjadi peningkatan pernapasan sebesar 1-4 L/m. apabila terjadi peningkatan
PaCO2 arteri sperti pada kelainan paru instinsik dan penurunan pH akan
merangsang pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan PaCO2.
Peningkatan PaCO2 adalah akibat penurunan ventilasi alveolar seperti yang
terjadi pada kelainan paru obstruktif, bukan akibat pningkatan produksi CO2.
Kegagalan dalam mempertahankan kadar CO2 akan mengakibatkan akumulasi

CO2 dan asidosis respiratorik.


Stimulus O2
Stimulus O2 terjadi melalui perantaraan kemoresptor di badan karotis yang
terletak di percabangan arteri karotis. Hipoksemia akan merangsang ventilasi
apabila terjadi penurunan PaO2 di bawah 50-60 mmHg sehingga meningkatkan
frekuensi napas yang mengakibatkan penurunan PaCO2 dan meningkatkan pH

(alkalosis respiratorik).
Hipoksemia
Hipoksemia adalah terjadinya penurunan tekanan parsial oksigen (PaO2) <80
mmHg pada orang dewasa yang menghirup udara suhu ruangan. Hipoksemia
terbagi atas : a) Hipoksemia ringan (PaO2 60-80mmHg). b) hipoksemia sedang
(PaCO2 40-60 mmHg), c) hipoksemia berat ( PaO2 < 40 mmHg)

Kemoreseptor sentral dirangsang oleh peningkatan PCO2 atau dengan asidosis


metabolik ,yang keduanya tampaknya dirasakan oleh penurunan pH sekitarnya cairan
interstitial otak. Kemoreseptor perifer terutama dirangsang oleh hipoksemia , meskipun
mereka juga dapat menanggapi asidemia. Tingkat alveolar atau ventilasi efektif bervariasi
sesuai dengan jumlah menit ventilasi. Tingkat dari total ventilasi beruubah sebagai fungsi
permintaan metabolik. Dalam keadaan normal, PCO2 baik dikontrol antara 38 dan 42
mmHg sesuai dengan hubungan :
PCO2 = VCO2 VA(3)
Where Vco2 = CO2 production ( reflecting metabolic rate)
V a = alveolar ventilation (reflecting CO2 clearance)

Dalam

kondisi

basal

produksi

asam

volatil

yang dihasilkan secara metabolik, secara komplit dikeluarkan

atau

CO2

oleh paru-paru.

Mekanisme dari stimulasi pusat pernapasan dalam menanggapi peninggian CO2 adalah
topik perdebatan sengit dan tidak akan berfokus pada pada bagian ini . Namun,
penyesuaian intrakranial terhadap pH telah secara konsisten diamati dan memiliki
kesamaan menarik untuk efek asidosis pada sel tubular proksimal pada ginjal.
Peningkatan konsentrasi CO2 dalam cairan cerebrospinal ( CSF ) menghasilkan asidosis
intraseluler, peningkatan konsentrasi bikarbonat CSF , dan pengurangan equimolar
konsentrasi klorida CSF . Saat sel-sel otak meningkatkan konsentrasi bikarbonat mereka,
juga terjadi peningkatan penyangga, dan pH di intraseluler otak kembali menuju normal.
Kelompok utama dari sel-sel di dalam pusat sistem saraf ( CNS ) bertanggung jawab
untuk regulasi asam-basa adalah sel-sel glial dan sel-sel pleksus koroid . Sel-sel ini
mengandung karbonat anhidrase yang mengubah CO2 H2O intraseluler ke H+ dan
HCO3-. Ion H+ dipertukarkan untuk na+ pada bagian darah , yang memungkinkan pH
intraselular meningkat. Pemberian acetazolamide ke dalam ventrikel serebral memblok
peningkatan yang diharapkan dalam bikarbonat CSF dalam respon untuk hiperkapnia .
Selain untuk merubah dalam konsentrasi bikarbonat dalam CSF dalam menanggapi
hiperkapnia , ada juga perubahan tingkat ammonia . amonia Otak dan CSF meningkat
pada hiperkapnia ; amonia bereaksi untuk meningkatkan penyangga H +, sehingga
mencegah penurunan konsentrasi bikarbonat .
Gangguan keseimbangan asam-basa serius biasanya menunjukkan fase akut,
ditandai dengan pergeseran pH menjauhi batas nilai normal. Nilai pH abnormal meskipun
salah satu nilai komponen gas darah lainnya (PCO2 , HCO3-) masih berada dalam batas
normal. Bila kondisi tersebut berlanjut, terjadi reaksi penyesuaian yang bersifat fisiologik

dan ini disebut fase kompensasi. Jika kondisi penyebab tidak diatasi , maka mekanisme
kompensasi tidak mampu mengatasi perubahan yang terjadi, hal ini disebut fase tidak
kompensasi.
Klasifikasi yang umum terjadi umumnya menggambarkan masalah dan kelainan
yang terjadi, sesuai dengan namanya.
-

Gangguan keseimbangan asma basa respiratorik


Terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan CO2 di jaringna
perifer dengan ekskresinya di paru; ditandai oleh peningkatan atau penurunan

konsentrasi CO2.
Gangguan kseimabangan asam basa metabolik
Terjadi karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam organik yang
menyebabkan peningkatan ion bikarbonat di jaringan perifer.

Pada sari pustaka ini hanya membahas gangguan keseimbangan asam-basa respiratorik,
khususnya asidosis respiratorik.
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Asidosis Respiratorik terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang
mengganggu eliminasi CO2 sehingga akhirnya terjadi peningkatan PaCO2 (hiperkapnia).
Awalnya sistem bufer dapat mengatasi namun akhirnya terjadi penurunan pH.
Kemoreseptor yang terletak pada medula dan badan karotis akan memberi respon
terhadap perubahan PCO2. Pada beberapa keadaan respons reseptor kemoreseptor di
medula akan menyebabkan peningkatan ventilasi paru.
Pada keadaan normal perubahan PCO2 dikendalikan oleh kemoreseptor pusat
(medula). Bila terdapat hipoksia atau hiperkapnia kronik, maka kmungkinan terjadi
supresi kemoreseptor pusat seperti dijumpai pada penderita Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK). Pada keadaan tersebut, ventilasi akan dipertahankan oleh kemoreseptor
pada bahan karotis sebagai respons terhadap perubahan PO2 dan perubahan pH. Bila
keadaan ini berlanjut kemoreseptor gagal memberkan respon atau pada keadaan idimana
sirkulasi paru inadekuat, maka pH akan turun dan timbul asidosis respiratorik akut.
Keadaan hiperkapnia juga dapat disebabkan oleh karena produksi CO2 yang
berlebihan; salah satu penyebabnya adalah overfeeding proses oksidasi karbohidrat,
lemak protein dalam menghasilkan energi mmbutuhkan oksigan (O2) dan menghasilkan
CO2 dan H2O yang dapat digambarkan dengan respiratory quotient (RQ). RQ merupakan
perbandingan antara CO2 yang dihasilkan dengan kebutuhan O2 dari masing-masing
substrat. RQ untuk karbohidrat adalah 1, protein 0,8 dan lemak 0,7. Lipogenesis akan

menghasilkan RQ lebih besar dari1. Pemberian diet tinggi karbohidrat akan dapat
meningkatkan produksi CO2 sementara diet tinggi lemak dapat meningkatkan oksidasi
asam lemak yang berakibat konsumsi O2 dan produksi CO2 meningkat. Hal ini
menjelaskan bahwa pemberian kalori secara berlebihan, baik yang berasal dari
karbohidrat maupun lemak, akan meningkatkan konsumsi O2 dan produksi CO2.
ETIOLOGI :
Beberapa faktor dibawah ini dapat menimbulkan asidosis respiratorik, antara lain :
a. Inhibisi pusat pernafasan di medula oblongata
- Obat yang mendepresi pusat pernapasan : sedatif, anastetikum.
- Central Sleep Apnea
- Kelebihan O2 pada hiperkapnia atau hipoksemia kronik
- Henti jantung (akut)
b. Penyakit Neuromuskular
- Neurologis : poliomielitis, sindrom Guilain Barre
- Muskular : hipoksemia, muskular distrophy
c. Obstruksi jalan napas
- Asma Bronkial
- Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
- Spasme laring
- Aspirasi benda asing atau muntah
- Obstructive Sleep Apnea
d. Kelainan restriktif
- Penyakit pleura : efusi pleura, empiema, pneumotoraks, fibrotoraks.
- Kelainan dinding dada : obesitas, kifoskoliosis
- Kelainanrestriktif paru : fibrosis pulmoner, pneumonia, edema paru.
e. Mechanical underventilation
f. Overfeeding.

Asidosis Respiratorik akut


Pada asidosis respiratorik akut terjadi gangguan eliminasi CO2 secara
akut dan umumnya disertai dengan hipoksemia sehingga terjadi stimulasi
ventilasi yang bertujuan untuk meningkatkan eliminasi CO2 dan meningkatkan
O2, misalnya pada eksaserbasi akut asma, pneumonia, pengaruh obat sedatif yang
berlebihan, pneumotoraks, henti jantung atau tenggelam. Respon buffer HCO3oleh ginjal dalam plasma terjadi beberapa menit namun kompensasi ini belum
sempurna.
Kompensasi secara sempurna dapat terjadi dalam beberapa hari. Respon
ginjal dapat berupa peningkatan ekskresi ion H, peningkatan reabsorbsi HCO3 di
tubulus proksimal dan peningkatan HCO3- di tubulus distal. Manifestasi klinis
asidosis respiratorik bervariasi tergantung derajat keparahannya dan penyakit
dasar yang menyertainya. Peningkatan PaCO2 secara akut akan mengakibatkan

penurunan kesadaran (confusion sampai somnolen) bahkan dapat terjadi narkose


CO2. Gas CO2 merupakan vasodilator serebral maka pembuluh darah di fundus
optikus akan dilatasi bahkan dapat terjadi edema papil.
Prinsip dasar terapi asidosis respiratorik adalah mengobati penyakit
dasarnya dan dukungan ventilasi(ventilation support). Hiperkapnia akut
merupakan keadaan kegawatdaruratan medis karena respon ginjal berlangsung
lambat dan biasanya disertai hipoksemia, sehingga bila terapi yang ditujukan
untuk penyakit dasar maupun terapi oksigen sebagai suplemen tidak memberikan
respons baik, maka mungkin diperlukan ventilasi mekanik, baik invasif maupun
non invasif.

Asidosis respiratorik kronik


Asidosis respiratorik kronik dapat terjadi oleh karena berbagai keadaan antara
lain PPOK, sleep apnea, obesitas, kelainan dinding dada dan sebagainya. Pada
gagal napas kronik terjadi retensi CO2 secara kronik dan hipoksemia kronik.
Tubuh telah beradaptasi pada keadaan ini sehingga dorongan untuk bernapas
bukan lagi disebabkan oleh peningkatan CO2 akut namun oleh hipoksemia
kronik. Oleh karena itu tindakan koreksi gagal napas akut pada gagal napas
kronik perlu berhati-hati karena dapat menyebabkan hilangnya dorongan untuk
bernapas.

Diagnosis Asidosis Respiratorik


Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan (misalnya
akibat obat, anestesi, penyakit neurologi), kelainan atau penyakit yang
mempengaruhi otot atau dinding dada ( Poliomielitis, miastenia gravis, sindroma
Gullain Barre, trauma toraks berat), penurunan area pertukaran gas atau
ketidakseimbangan ventilasi perfusi (PPOk, asma, pneumotoraks, pneuumonia,
edema paru), dan obstruksi jalan napas atas seperti edema larings atau sumbatan
benda asing pada saluran napas atas.
Kandungan CO2 merupakan gambaran hasil akhir keseimbangan
produksi (hasil metabolisme tubuh) dan eliminasi CO2 oleh paru. Peningkatan
PCO2 akibat peningkatan produksi CO2 akan diatasi oleh tubuh dengan
meningkatkan ventilasi. Penurunan ventilasi alveolar menyebabkan retensi CO2
dan mengakibatkan asidosis respiratorik.
Gambaran klinik asidosis respiratorik seringkali berhubungan dengan
pengaruhnya pada sistem syaraf yaitu cairan serebrospinal atau pada sel otak

akibat asidosis, hipoksemia, atau alkalosis metabolik. Perubahan yang seringkali


terjadi adalah sakit kepala, mengantuk yang berlebihan yang bila terus berlanjut
akan terjadi penurunan kesadaran (koma). Peningkatan tekanan intrakranial dapat
menyebabkan dilatasi vena retina dan papiledema. Enselopati metabolik yang
terjadi dapat bersifat reversibel bila tidak ada kerusakan otak akibat hipoksia.
Kelainan-kelainan tersebut diatas umumnya terjadi secara bertahap, namun dapat
terjadi secara mendadak terutama bila disebabkan oleh obat sedatif, infeksi paru
yang berat, atau henti napas yang terjadi akibat pemberian oksigen dengan FiO2
yang tinggi pada penderita asidosis respiratorik kronik.
Pada asidosis respiratorik akut, pH yang rendah disebabkan oleh
peningkatan PCO2 secara akut. Kadar HCO3- mungkin normal atau sedikit
meningkat. Peningkatan PCO2 secara mendadak mungkin dapat diikuti oleh
peningkatan HCO3- plasma sebanyak 3-4 mEq/L sebagai efek bufer. Pada
asidosis repiratorik kronik, adaptasi oleh ginjal pada umumnya sudah terjadi
sehingga penurunan pH tidak terjadi akibat retensi HCO3- dan peningkatan
HCO3- plasma kurang lebih 3-4 mEq/L setiap kenaikan 10 mmHg PCO2.
Tatalaksana Asidosis Respiratorik
Tatalaksana asidosis respiratorik adalah mengatasi penyakit dasarnya dan
bila terdapat hipoksemia harus diberikan terapi oksigen. Asidosis respiratorik
dengan hipoksemia berat memerlukan ventilasi mekanik baik invasif maupun
noninvasif. Pemberian oksigen pada pasien dengan retensi CO2 kronik dan
hipoksia harus berhati-hati karena pemberian oksigen dengan FiO2 yang tinggi
dapat mengakibatkan penurunan minute volume dan semakin meningkatkan
PCO2. Pasien dengan retensi CO2 kronik dan stimulus pernapasannya adalah
hipoksemia sehingga pemberian oksigen harus berhati-hati dan ditujukan dengan
target kadar PaO2 >50 mm Hg dengan penurunan PCO2 harus berhati-hati untuk
menghindari alkaliosis yang berat mengingat umumnya sudah ada kompensasi
ginjal. Pada asidosis respiratorik yang terjadi bersamaan dengan alkaliosis
metabolik atau asidosis metabolik primer, tatalaksana ditujukan pada proses
primernya.

AKUT

DAN

TO asidosis PERNAPASAN

KRONIS

ADAPTASI

Gambar

14-3

Konsentrasi

menggambarkan

bikarbonat

konsentrasi

selama

Observasi

ini

unanesthetized
konsentrasi
terkait

PCO2
derajat

sukarelawan
dioksida

.
dengan

plasma

dan

steady-state
plasma

hiperkapnia

dengan

hidrogen
akut

mengekspos
meningkatkan

normal

untuk

terinspirasi

dalam

lingkungan

lengkung

akut

berurutan

manusia

Meningkatkan
kenaikan

among

bergradasi

diperoleh

karbon

chamber

relationships

yang

derajat

hiperkapnia

konsentrasi

bikarbonat

besar
adalah

plasma

dengan tingkat yang lebih tinggi dari PCO2 , sehingga kurang tambahan
perubahan

konsentrasi

bikarbonat

Kenaikan

akut

ini

bikarbonat sebagian besar disebabkan pergeseran klorida seperti yang dijelaskan


di

atas

Sebagai

hasil

dari

kenaikan

sederhana

di

bikarbonat

kenaikan rata-rata dalam plasma [ H + ] terbatas pada 0,75 neq / L per


mmHg
akan

kenaikan

PCO2

terjadi

daripada
jika

kenaikan
konsentrasi

neq

bikarbonat

mmHg

yang
plasma

tidak berubah.
Aspek kuantitatif dari respon adaptif terhadap hiperkapnia akut dipengaruhi nyata
oleh status keseimbangan asam basa . Hiperkapnia akut menginduksi kenaikan yang lebih
besar baik plasma bikarbonat dan konsentrasi ion H+ pada hewan dengan
hypobicarbonatemia yang sudah ada sebelumnya ( apakah dari asidosis metabolik atau
dari alkalosis pernapasan kronis ) dari pada hewan dengan yang sudah ada
hyperbicarbonatemia ( baik dari alkalosis metabolik atau dari asidosis pernafasan kronis
). Hal ini menunjukkan bahwa faktor pengendali jumlah bikarbonat yang dihasilkan dari
kenaikan akut di PCO2 tidak hanya pH awal tetapi juga konsentrasi bikarbonat awal.
Meskipun kenaikan bikarbonat dalam menanggapi hiperkapnia membatasi penurunan pH
akut , untuk mengekskresikan hasil dari H + yang dihasilkan dari kenaikan PCO2
membutuhkan mekanisme kompensasi ginjal.
Selama periode awal asidosis pernapasan , kompensasi ginjal memakan waktu
sekitar 3-5 hari , selama waktu tersebut ada peningkatan reabsorpsi dari bikarbonat
tubular proksimal, meningkatkan sekresi H + , dan peningkatan produksi ammonia.
Proses ini akan menyebabkan peningkatan serum konsentrasi bikarbonat dan peningkatan
pH

sistemik

menuju

normal.

Namun,

ketika

keseimbangan

dicapai

dan

PCO2 stabil didapatkan, tidak ada lagi peningkatan produksi amonia: Seperti bikarbonat

tersaring meningkat , ada peningkatan sekresi proksimal dari H + dan normalisasi ph


intraseluler, menghapus stimulus untuk sintesis amonia.

Gambar 14-3 Sembilan puluh lima persen band kepercayaan untuk plasma
ion
pada

hidrogen

dan

manusia

konsentrasi

normal.

SchwartzWB:

Karbon

meningkatkan

derajat

(Dari

dioksida
hiperkapnia

N Engl J Med 272:6 1965, dengan izin.)

bikarbonat
Brackett
titrationcurve
akut

pada

selama
NC

hiperkapnia
Jr,

Cohen

ofnormalman:
asam-basa

equfl

akut
JJ,

Pengaruh
ibrium.

Você também pode gostar