Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
protein otot yang mengakibatkan lebih sedikit air yang terperangkap dalam jaringan protein
miofibrilar, sehingga menyebabkan penurunan aktivitas air.
2. Carilah 10 nilai AW produk pangan dan bagaimana keawetannya ?
1.00 0.95
Sirup buah
0.87 0.80
Selai buah
0.80 0.75
Susu bubuk
0.2
Roti
0.72
Ready-to-eat cereal
0.30
Buah kering
0.62
Daging segar
0.985
Roti
0.96
Tepung
0.72
Makaroni
0.45
Nilai aw berperan penting dalam menentukan tingkat stabilitas dan keawetan pangan,
baik yang disebabkan oleh reaksi kimia, aktivitas enzim maupun pertum-buhan mikroba.Cara
untuk meningkatkan stabilitas dan keawetan pangan adalah dengan melakukan pengendalian
aw, yaitu dengan menurunkan nilai aw pangan hingga berada di luar kisaran dari faktor
penyebab kerusakan. Proses pengeringan, evaporasi, penambahan gula, penambahan bahan
tampangan yang bersifat higros-kopis atau penambahan garam adalah di antara cara untuk
menurunkan nilai aw.
Pengeringan ditujukan untuk menurunkan jumlah air yang terdapat dalam pangan dimana
sebagian air dari pangan diuapkan. Penguapan air ini dapat menu-runkan aw pangan. Agar
dapat menghambat pertumbuhan mikroba, maka penge-ringan harus dilakukan sehingga aw
dari pangan yang dikeringkan berada di bawah kisaran pertumbuhan mikroba
(aw<0.60).Pada kondisi ini, pangan tidak mengan-dung lagi air bebas yang diperlukan bagi
pertumbuhan mikroba.Pengeringan juga dapat menghambat reaksi kimia, seperti reaksi
hidrolisis, reaksi Maillard dan reaksi enzimatis. Sebagaimana proses pengeringan, proses
evaporasi (pemekatan) pun dapat menghilangkan sebagian air, sehingga dapat menekan
reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba.
Cara lainnya untuk menurunkan aw pangan adalah dengan menambahkan gula dan garam
dengan konsentrasi tinggi.Gula bersifat higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya
membentuk ikatan hidrogen dengan air.Adanya ikatan hidro-gen antara air dan gula ini
menyebabkan penurunan jumlah air bebas dan penu-runan nilai aw, sehingga air tidak dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba. Penambahan garam NaCl dapat menurunkan aw,
karena garam dapat membentuk interaksi ionik dengan air, sehingga air akan terikat yang
menurunkan jumlah air bebas dan aw-nya. Penambahan gula dan garam yang semakin tinggi
akan menyebabkan penurunan nilai aw. Produk pangan yang mengandung gula tinggi (misal
molases, sirup glukosa, permen, dan madu) atau yang bergaram tinggi (misal ikan asin)
relatif awet.
Cara lain untuk menurunkan nilai aw adalah dengan menambahkan ingredien pangan
yang bersifat higroskopis, misalnya gula polihidroksil alkohol. Sorbitol adalah salah satu
gula alkohol yang sering ditambahkan pada pangan semi basah, misalnya dodol. Gugus
fungsional polihidroksil dari sorbitol dapat mengikat air lebih banyak melalui ikatan
hidrogen, sehingga dapat menurunkan aw air dari bahan. Dengan demikian, walaupun dodol
memiliki kadar air yang relatif tinggi, namun aw-nya rendah (0,5-0,6) yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba.
Di samping dapat memperpanjang daya awet pangan, penurunan aw dengan cara
pengolahan di atas dapat menurunkan tingkat resiko keamanan pangan. Pangan dengan aw
dan pH tinggi (aw>0,85 dan nilai pH>4,5) atau disebut dengan pangan berasam rendah
(misalnya daging, susu, ikan, tahu, mie basah, dsb) merupa-kan kelompok pangan yang
beresiko tinggi. Kelompok pangan ini mudah rusak oleh mikroba pembusuk dan sumber
nutrisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba patogen, terutama bakteri.Dengan menurunkan
nilai aw di bawah aw optimum pertumbuhan mikroba, maka tingkat resikonya dapat
diturunkan.
3. Jelaskan mengapa terdapat hubungan AW dengan tekanan uap air dan kelembapan
relative ?
Mengapa terdapat hubungan aw dengan tekanan uap air dan kelembaban relatif?
Pembahasan berikut akan memberikan pemahaman terhadap konsep aw tersebut dan
bagaimana nilai aw suatu pangan ditentukan.
Bila air murni dimasukkan ke dalam desikator/wadah tertutup, maka akan terbentuk
kesetimbangan tekanan uap antara air murni dengan lingkungannya, dimana air akan
menguap dan membentuk kondisi jenuh uap air di lingkungan di dalam desikator. Kandungan
uap air di udara ini biasanya dinyatakan dengan kelembaban relatif. Dalam kondisi
kesetimbangan antara air dengan lingkungannya, kelembaban relatif uap air di lingkungan
akan mencapai 100%, artinya udara dipenuhi dengan uap air. Tekanan yang terukur dalam
lingkungan desikator tersebut adalah tekanan uap air murni (Po). Berdasarkan hukum gas
ideal, tekanan uap air akan dipengaruhi oleh suhu, dimana semakin tinggi suhu maka tekanan
uap air murni akan semakin besar.
Bila desikator tertutup tersebut diisi dengan larutan garam jenuh, misalnya larutan garam
NaCl jenuh, maka air akan lebih sulit menguap yang disebabkan oleh adanya interaksi ionik
antara air dengan ion Na+ dan Cl-. Hal ini menyebabkan tekanan uap (P) yang terbentuk di
lingkungan sekitar desikator akan lebih rendah dibandingkan tekanan uap air murni (udara
tidak jenuh oleh uap air). Nilai kelembaban relatif (relative humidity atau RH) yang
terbentuk dalam ruang desikator tersebut adalah persentase antara tekanan uap air yang
dibentuk oleh larutan garam (P) dengan tekanan uap air murninya (Po) pada suhu yang sama
(persamaan (1.1)). Karena tekanan uap dalam desikator berisi air garam lebih kecil dari
tekanan uap air murninya (P<Po), maka kelembaban relatif di lingkungan yang dikondisikan
oleh larutan garam jenuh akan lebih kecil dari 100% (RH<100%). Semakin besar interaksi
ionik garam dengan air, maka tekanan uapnya atau kelembaban relatifnya akan semakin
rendah.
Kelembaban relatif (%RH) = (P/Po)x100
(1.1)
Tekanan uap atau kelembaban relatif yang terbentuk oleh jenis larutan garam jenuh yang
berbeda akan menghasilkan tekanan uap dan kelembaban relatif yang berbeda pula yang
disebabkan oleh adanya perbedaan kekuatan interaksi ionik antara air dengan larutan garam.
Hubungan antara jenis larutan garam jenuh dengan kelembaban relatif yang terbentuk pada
beberapa suhu sudah banyak dilaporkan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagai
contoh, larutan garam NaCl jenuh akan membentuk RH 75.42% pada suhu 20oC, sedangkan
larutan garam K2SO4 jenuh akan membentuk RH 97.20% pada suhu yang sama. Nilai
kelembaban relatif yang terbentuk oleh suatu jenis larutan garam jenuh akan dipengaruhi
oleh suhu lingkungan, dimana kelembaban relatif yang terbentuk akan lebih rendah pada
suhu lingkungan yang lebih tinggi.
Bila ke dalam desikator berisi larutan-larutan garam tersebut dimasukkan contoh
potongan pangan, maka kandungan air dalam pangan tersebut akan menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungan hingga tercapai kondisi kesetimbangan. Penyesuaian yang terjadi
adalah perpindahan (migrasi) uap air dari lingkungan ke pangan atau sebaliknya. Bila kondisi
ini dibiarkan beberapa lama, maka akan tercapai kondisi kesetimbangan tersebut, dimana
tidak terjadi lagi migrasi air dari atau ke pangan. Bila aw pangan pada saat kondisi
kesetimbangan ini diukur dengan aw-meter, maka nilainya akan mendekati nilai RH/100
pada lingkungan garam yang bersangkutan. Misalkan, bila pangan disimpan pada desikator
berisi larutan garam jenuh NaCl yang dapat membentuk kelembaban relatif lingkungan
sekitar 75%, maka aw pangan pada kondisi kesetimbangan adalah 0,75. Nilai kelembaban
relatif pada kondisi kesetimbangan ini sering disebut dengan kelembaban relatif
kesetimbangan atau equilibrium relative humidity (ERH). Dengan demikian, terdapat
hubungan antara nilai awequilibrium moisture content (EMC). dengan ERH yang dapat
dinyatakan dengan persamaan (1.2). Bila pangan yang telah mengalami kesetimbangan
tersebut dikeluarkan dari desikator, kemudian dilakukan pengukuran kadar air, maka kadar
air yang terukur adalah kadar air kesetimbangan atau
25oC
30oC
NaOH
6,98
6,95
6,87
LiCl
11,1
4
11,15
11,1
6
KC2H3O2
23,1
0
22,60
22,0
0
MgCl2
30,3
0
32,73
32,3
8
NaI
39,1
8
37,75
36,2
5
Mg(NO3)2
54,4
7
52,86
51,3
3
KI
69,8
6
68,76
67,8
5
NaCl
75,4
2
75,32
75,2
1
KBr
81,7
80,71
25oC
30oC
7
KCl
85,3
1
84,32
83,5
3
Na2SO4
86,9
0
85,95
86,4
0
BaCl2
90,6
9
90,26
NH4H2PO4
92,2
0
92,70
91,1
0
K2SO4
97,2
0
96,90
96,6
0
Aw = P/Po = ERH/100
(1.2)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aw dan kadar air pangan akan berbedabeda pada lingkungan yang berbeda. Bila pangan basah disimpan di lingkungan dengan
kelembaban relatif yang rendah (kering), maka sebagian air dari pangan tersebut akan
berangsur bermigrasi ke lingkungannya hingga kondisi kesetimbangan tercapai (aw=
ERH/100). Sebaliknya, bila pangan kering disimpan pada lingkungan dengan kelembaban
relatif yang tinggi, maka pangan tersebut akan menyerap air hingga terbentuk kondisi
kesetimbangan. Hal ini menjelaskan mengapa krupuk atau biskuit kering yang disimpan pada
udara terbuka akan menyerap air yang diindikasikan dengan hilang kerenyahannya. Dalam
kondisi kering, pangan kering akan memiliki nilai aw yang lebih rendah dibandingkan
ERH/100 lingkungan. Dengan kata lain, pada saat awal pangan kering berada di lingkungan
terbuka, kondisi kesetimbangan belum terbentuk. Oleh karena itu, pangan tersebut akan
berangsur-angsur menyerap air dari lingkungan hingga kondisi kesetimbangan dengan
lingkungannya tercapai, yaitu pada saat aw pangan sama dengan ERH/100.
4. Apa prinsip aktivitas air?
Aktivitas air merupakan prinsip dasar termodinamika dan kimia fisika menurut prinsip
termodinamik, dalam mendefinisikan aktivitas air yang harus dicapai. Persyaratan ini adalah:
air murni (aw= 1.0) merupakan kadar standar, sistem berada dalam kesetimbangan dan
temperatur harus tertentu
Temperatur, PH dan beberapa faktor lain dapat mempengaruhi obat dan organisme akan
tumbuh dalam suatu produk, aktivitas air barangkali faktor paling penting dalam
pengontrolan kerusakan zat bahan.
Kebanyakan bakteri sebagai contoh tidak akan tumbuh pada air dibawah 0.91 dan
kebanyakan kapang akan berhenti pertumbuhannya pada aw lebih kecil dari 0.8. Aktivitas air
dan bukan kandungan air yang akan menentukan batas terendah air tersedia untuk
pertumbuhan mikroba.
Selain mempengaruhi kerusakan bahan karena perusakan oleh mikroba, aktivitas air dapat
berperan secara signifikan dalam menentukan aktivitas enzim dan vitamin dalam makanan
yang berdampak pada warna, rasa dan aroma makanan.Juga secara signifikan berdampak
pula pada petensi dan konsentrasi sediaan farmasi.