Você está na página 1de 8

Askep Apendisitis - Asuhan keperawatanApendisitis

1. Pengertian
Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat
katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh
tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika
umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007).
2. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1.
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul
striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
3. Etiologi
Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
1.
Hiperplasia dari folikel limfoid.
2.

Adanya fekalit dalam lumen appendiks.

3.

Tumor appendiks.

4.

Adanya benda asing seperti cacing askariasis.

5.

Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan
tekanan intra sekal,
sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkanpertumbuhan kuman flora pada kolon.

4. Manifestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
1.

Anoreksia biasanya tanda pertama.

2.
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat
appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3.

Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:


1.
Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, Demam bisa mencapai 37,8-38,8
Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok,
namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau
mual-muntah saja.
2.
Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul)
di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual,
bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda
yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista
iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus
besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi
nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang,
rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain,
rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)

5. Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia
dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda
asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya
: keganasan (Karsinoma Karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus
yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa
dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran
vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium
parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis
gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan
timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena
omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis
dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan
pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan
kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

6. Komplikasi
Perforasi dengan pembentukan abses

Peritonitis generalisata.

Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

7. Pencegahan

Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada lumen
appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada
kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya
gangren,perforasi dan peritonitis.
8. Penatalaksanaan

Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam
harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan
makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk
menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka
jahitan diangkat, klien pulang.
9. Pemeriksaan penunjang
1.
Laboratorium.
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap
ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan
pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2.
Pemeriksaan darah.
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan
komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
3.
Pemeriksaan urine.
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sangat membantu
dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
4.
Radiologi.
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
5.
Abdominal X-Ray.
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan
terutama pada anak-anak.
6.
USG. Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada
wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
7.
Barium enema.
Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat

menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
8.
Laparoscopi.
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix
dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan appendix.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Appendiksitis


A. Pengkajian
1.
Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2.
o
o
3.
o
o
o
o
o
4.
o
o

Riwayat Keperawatan
Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
Riwayat Kesehatan masa lalu
Pemeriksaan Fisik
Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena
jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan,
sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1.
Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi
appenditomi.
2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.

3.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.

4.
oral.

Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara

Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post operasi appendiktomi
Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan
Kriteria Hasil :
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi

Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.

Dorong ambulasi dini.

Berikan aktivitas hiburan.

Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.


Rasional
1.
Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan
karakteristik nyeri.
2.

Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.

3.

Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.

4.

meningkatkan relaksasi.

5.

Menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri
Tujuan
Toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :

Klien dapat bergerak tanpa pembatasan

Tidak berhati-hati dalam bergerak.

Intervensi

catat respon emosi terhadap mobilitas.

Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.

Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.

Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.


Rasional
1.

Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.

2.

Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.

3.

Memperbaiki mekanika tubuh.

4.

Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi

Ukur tanda-tanda vital

Observasi tanda-tanda infeksi

Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik

Observasi luka insisi


Rasional
1.

Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi

2.

Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah

3.

Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.

4.

Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

Diagnosa Keperawatan 4. :
Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan pemasuka n cairan secara oral
Tujuan
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Intervensi

Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh

Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa

Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena

Rasional
1.
Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan atau
kebutuhan pengganti.
2.

Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi

3.
ginjal

Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan meningkatkan fungsi

Daftar Pustaka
1.

Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta.

2.

Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.

3.

Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000, Jakarta.

4.

Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

5.

Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan Gastrointestinal), EGC, Jakarta.

6.

Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Bina Aksara Jakarta

Você também pode gostar